“Selamat pagi, Tuan Kaivan.” Anika menyapa Kaivan dengan sopan kala Kaivan baru saja tiba di kantor.Kaivan melihat ke arah Anika—sekretaris pertamanya itu. “Ikut aku ke ruang kerjaku. Bawa dokumen kerja sama dengan Tuan Rama,” titahnya tegas.Anika mengangguk cepat. “Baik, Tuan,” jawabnya seraya mengambil dokumen yang ada di atas meja. Lalu berjalan mengikuti Kaivan yang sudah lebih dulu meninggalkannya.Saat Kaivan tiba di ruang kerjanya—dia langsung duduk di kursi, dan Anika pun segera memberikan dokumen yang ada di tangannya pada Kaivan. Ya, kini Kaivan membaca dengan seksama isi dokumen tersebut. “Kemungkinan besok sudah ada pengganti Jelita. Untuk hari ini, kamu selesaikan dulu tugas Jelita,” tukas Kaivan dingin seraya membubuhkan tanda tangannya ke dokumen tersebut.Anika menggigit bibir bawahnya. Menatap Kaivan dengan tatapan hati-hati yang terselimuti ketakutan yang menjalar dalam dirinya. “M-Maaf, Tuan. Kalau saya boleh tahu kenapa Jelita keluar dari perusahaan? Selama say
Krystal membaringkan tubuh Kenard di ranjang putranya itu. Tampak senyuman hangat di wajah Krystal terlukis melihat putranya itu tidur dengan begitu pulas. Seharian ini Krystal selalu menjaga Kenard. Mengajak putra kecilnya itu berbicara. Dan beruntung hari ini Kenard tidak rewel. Malah hari ini Kenard begitu lahap meminum susu. Kini Krystal melangkah keluar dari kamar Kenard. Tepat disaat Krystal keluar dari kamar Kenard, dua pengasuh putranya itu sudah siap siaga menjaga Kenard.“Nyonya Krystal.” Sang pelayan menyapa dengan sopan Krystal yang baru saja keluar dari kamar Kenard.“Iya?” jawab Krystal menatap pelayan yang berdiri di hadapannya itu.“Nyonya, di depan ada Nona Maya,” ujar sang pelayan memberitahu, dan sontak membuat Krystal sedikit terkejut.“Maya di depan?” ulang Krystal memastikan. Belakangan ini memang Krystal hanya bertukar pesan sana pada Maya dan Nadia. Pasalnya kedua temannya itu sibuk dengan urusannya masing-masing. Nadia kini tengah berada di Jayapura menemani
“Krys, jam berapa kamu pergi ke restoran?”Suara Kaivan bertanya seraya menatap Krystal yang tengah meminum teh madu. Ya, kini mereka berdua tengah sarapan di kamar. Baik Kaivan dan Krystal memang jarang sarapan di ruang makan. Mereka lebih suka untuk sarapan di kamar. Sedangkan Kenard di jam seperti ini tengah dijaga oleh kedua pengasuh.“Mungkin sekitar jam sebelas, Kai. Aku menunggu Felicia. Dia nanti ke sini. Kalau Maya nanti menyusul ke restoran.”Krystal menjelaskan dengan suara pelan, dan senyuman di wajahnya. Tadi pagi, Krystal memang sudah menghubungi Felicia dan Maya. Awalnya Krystal meminta Felicia menunggu di restoran saja seperti Maya. Krystal tidak ingin membuat Felicia harus bolak-balik. Akan tetapi Felicia menolak. Felicia memilih untuk menghampirinya, dan berangkat bersama dengannya. Itu kenapa ketika Krystal berangkat ke restoran nanti, dia menunggu Felicia datang lebih dulu.“Ingat, Krys. Kamu harus tetap pergi bersama dengan sopir meski adikku menjemputmu sekalipun
Kaivan duduk di kursi kepemimpinan. Tatapannya fokus memperhatikan Khafi—rekan bisnis Kaivan yang tengah membahas project kerja sama perusahaan mereka. Di samping Kaivan ada Aryan yang juga turut andil dalam project kerja sama ini. Selama meeting berlangsung, terlihat Kaivan seperti tengah memikirkan sesuatu. Ya, sejak meeting dimulai, Kaivan merasa tidak tenang. Entah kenapa perasaanya menjadi tidak tenang. Padahal seingatnya semua baik-baik saja.“Tuan Kaivan, apa Anda setuju jika project pembangunan departemen store merambat ke China?” ujar Khafi memberi saran. Namun, sayangnya Kaivan diam dan tak menjawab pertanyaan itu.“Kaivan,” panggil Aryan kala mendapati Kaivan hanya diam.Kaivan segera menyadari kalau dirinya tengah melamun. Detik selanjutnya, Kaivan berdeham. Lalu pria itu mengambil proposal yang ada di hadapannya, dan membaca sekilas. “Aku setuju. Jumlah kepadatan penduduk di China nomor satu di dunia. Langkah awal jangan hanya fokus pada Jepang. Aku juga ingin project pem
Suara tembakan terdengar begitu kencang membuat Krystal dan Hans yang tengah mengobrol langsung terkejut. Terutama Krystal yang begitu terlihat terkejut bercampur dengan rasa takut. Tampak wajah Krystal memucat suara di depan begitu jelas. Detik selanjutnya tanpa mengatakan sepatah kata pun, Hans dan Krystal berlari keluar restoran bersama dengan para staff yang juga berlari keluar restoran. Sedangkan beberapa pengunjung yang masih ada turut berhamburan berlari keluar melihat apa yang sebenarnya terjadi.Seketika tubuh Krystal membeku. Jantungnya nyaris berhenti meliha kedua security, dan pengasuh Kenard tergeletak bersimbah darah. Ditambah Felicia menangisi Maya yang pingsan. Tenggorokan Krystal tercekat. Ketakutan dan kepanikan melanda dirinya. Pun Hans yang ada di sana terkejut melihat banyaknya orang tergeletak dengan bersimbah darah.“F-Felicia? Ada apa ini? Di mana Kenard?” Krystal bersimpuh di samping Felicia. Wajahnya memucat melihat keadaan Maya yang pingsan dengan kondisi pi
Kaivan membanting kasar pintu mobil. Dia turun dari mobil bersama dengan Aryan dengan wajah yang memendung kemarahan di wajahnya. Ya, kini Kaivan telah tiba di rumah. Terakhir Felicia mengatakan padanya kalau Hans membawa Krystal ke rumah. Benak Kaivan begitu kacau. Dia tak mengerti kenapa bisa ada Hans di tempat kejadian itu. Akan tetapi Kaivan jauh lebih memikirkan putranya yang saat ini tidak dia ketahui keberadaannya. Amarah Kaivan seakan tersulut membayangkan putranya berada di tangan orang jahat.“Tuan Kaivan … Tuan Aryan …” Sang pelayan membungkukan badan mereka menyapa Kaivan, dan Aryan dengan sopan.“Di mana istriku?” tanya Kaivan dingin, dan sorot mata yang terhunus begitu tajam pada pelayan yang berdiri di hadapannya.“Nyonya Krystal, Nyonya Felicia, dan Tuan Hans ada di kamar, Tuan. Dokter baru saja memeriksa keadaan Nyonya Krystal,” jawab sang pelayan dengan sopan.Tanpa berkata sepatah kata pun; Kaivan segera menuju kamar bersama dengan Aryan yang mengikutinya.Saat tiba
Suara tangis bayi begitu kencang membuat kedua pria yang berada di sebuah rumah tua jauh dari pusat kota itu mengumpati bayi yang tak henti-hentinya menangis. Berkali-kali mereka mencoba memberikan susu formula pada bayi itu tapi kenyataannya bayi mungil itu tak kunjungi berhenti menangis. Membuat kedua pria itu nyaris ingin membating bayi mungil itu. Andai saja bayi yang ada di hadapannya ini tidak menguntungkan kedua pria itu, sudah dipastikan mereka akan melenyapkan bayi itu.“Edi! Kenapa bayi ini tidak juga berhenti menangis. Kepalaku pecah mendengar bayi ini tidak henti-hentinya menangis!” seru pria bertubuh besar pada salah satu temannya yang bernama Edi.“Aku tidak tahu! Biasanya bayi-bayi yang kita culik tidak seberisik bayi ini!” jawab Edi seraya menatap pria yang bernama Bhanu.Edi mengusap wajahnya kasar, dan memijat pelipisnya. Kepanya nyaris meledak mendengar tangis bayi ini tak kunjung mereda. “Bagaimana cara menyumpal mulutnya? Menyusahkan sekali.” Bhanu berdecak tak
“Krystal, ayo makan … kamu belum makan malam, Krys. Aku tidak mau kalau kamu sampai sakit.”Suara Felicia dengan nada pelan, dan tersirat mencemaskan keadaan Krystal. Ya, kini Felicia tengah menemani Krystal. Felicia tidak tega meninggalkan Krystal yang tampak begitu kacau. Sebenarnya Felicia juga tak tega meninggalkan Maya yang berada di rumah sakit, tapi tidak ada pilihan lain; Felicia tidak bisa meninggalkan Krystal yang begitu rapuh seperti ini. Namun, meski demikian Felicia telah mengirimkan orang kepercayaannya untuk menjaga Maya.“Fel … di mana putraku saat ini? Aku tidak bisa tenang, Fel. Putraku pasti kelaparan. Kenard tidak pernah minum susu formula. Aku takut terjadi sesuatu pada Kenard.”Air mata Krystal kembali berlinang. Bayang-bayang hal buruk selalu melekat dalam benaknya. Krystal terlalu takut jika sampai terjadi sesuatu pada putra kecilnya itu. Ditambah selama ini Kenard tidak pernah minum susu formula. Kenard pasti menangis jauh darinya.Felicia mengembuskan napas p