Share

7. Most Wanted Duda

Penulis: Caramelodrama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-14 15:33:47

Banyak anak Goldera yang berharap bisa bekerja di E-First.

“Lah, kerja aja belum udah ditanyain begituan, hahaha!” Naira tertawa santai.

“Yah, ‘kan kamu sempat interview di sana!” Helena cemberut.

Sambil mengulum senyum, akhirnya Naira menjelaskan. 

“Di sana kayak satu kompleks gitu, sih Len. Ada 4 gedung yang melingkar mengitari gedung utama. Semuanya terpisah-pisah yang terhubungnya ama koridor khusus satu sama lain. Dan gedung pusatnya yang berbentuk lingkaran ada di tengah-tengah, lebih gede dan tinggi, sekitar 7 lantai.”

“Emangnya yang 4 gedung berapa lantai masing-masingnya?” tanya Helena.

“Untuk 4 gedung yang mengelilingi gedung utama sih masing-masing ada 4 lantai,” jawab Naira sambil mengingat-ingat.

Raut wajah Helena semakin memelas karena ingin merasakan bekerja di E-First, salah satu perusahaan startup paling berkembang di negara Scarlet. Dia tidak lolos seleksi awal dikarenakan kurangnya nilai akademik.

Sejak itu, Naira menjadi pegawai magang di anak perusahaan milik Bastian, sebagai asisten Lead Editor GoodRead. 

‘Aku harus bisa buktikan ke mami dan semua orang kalau aku bisa masuk ke sini karena kemampuanku! Bukan sekedar koneksi doang!’ tekad Naira ketika dia melangkahkan kakinya di gedung GoodRead.

Dia malas mendapat tudingan beberapa kawan kuliahnya terkait diterimanya dia di E-First yang disangkutpautkan dengan Elvita.

“Naira Karl?” tanya Amy Yolanda, Lead Editor yang akan menjadi atasan langsung Naira.

“Iya, Bu Amy.” Naira mengangguk sambil sedikit membungkukkan badan ke Amy.

Dia baru saja tiba di kantor pribadi Amy.

“Di sini santai aja, Naira. Gak usah terlalu kaku atau tegang. Bos sendiri yang minta gitu ke semua karyawannya.” Amy melanjutkan, “Itu meja kamu di sana, yah!”

Telunjuk Amy mengarah ke sebuah meja di sudut ruangan besar itu. Naira satu ruangan dengan Amy.

“Naira, aku kasi tau tugas-tugasmu sebagai asisten editor, yah! Tugasmu membaca naskah, mengedit tulisan, membuat catatan, mengkoordinasikan komunikasi antara penulis dan editor, memantau jadwal publikasi, mengatur dan memeriksa bab naskah, dan melakukan tugas-tugas administratif lainnya. Paham, ‘kan?” papar Amy mengenai apa yang harus dikerjakan Naira.

Meski belum paham sepenuhnya, Naira bertekad akan mempelajarinya dengan sebaik-baiknya.

Dia mengangguk sambil menjawab, “Iya, Bu Amy. Paham.”

“Panggil Sis Amy aja, hahaha! Jangan terlalu kaku. Aku belum begitu tua, loh! Belum nikah pula!” Amy terlihat santai.

Naira mengangguk sekali lagi. Maka, hari itu, dia mulai menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. 

‘Aku harus bisa! Magangku di sini sekitar 6 bulan, dan untung aja digaji.’ Naira sambil fokus mempelajari pekerjaannya.

Setelah itu, mereka kembali fokus ke pekerjaan masing-masing, hingga jam bergulir mendekati waktu makan siang. Amy menerima telepon dari Bastian.

“Kamu dan anak magang yang di tempatmu, kumpul ke lobi, aku bakalan ajak kalian makan siang.” Demikian suara Bastian di telepon.

Kedua alis Amy terangkat tinggi-tinggi mendengar ajakan Bastian di telepon.

“Oke, Bos!” Setelah itu, Amy menyudahi telepon dan menatap Naira sambil tersenyum. “Kita diajakin makan siang ama Bos dan anak magang lainnya! Sana ke toilet dulu untuk siap-siap!”

Sedangkan Naira tak paham dan hanya mendengarkan saja. Terserah saja bila Bastian hendak melakukan itu, toh semua diajak, bukan hanya dia saja.

Ketika Naira masuk ke toilet lantai dasar yang paling besar dan nyaman, dia melihat sudah ada banyak karyawati di sana, sibuk merias diri, memperbaiki dandanannya.

"Eh, kudengar Pas Bos ngajakin makan siang ke beberapa karyawan. Tumben, nih! Pasti karena ada karyawan magang," celetuk salah satu karyawati tetap. 

"Pak Tian makin hari keliatan makin cakep aja, ya nggak, sih?" Karyawati lainnya segera bergunjing mengenai Bastian.

"Iya! Ini pasti gara-gara kerjaan kita pada beres semua, makanya dia bahagia dan auranya terlihat lebih bersinar indah, hahaha!" Yang lain menimpali sembari menebalkan eyeliner sebelum mengoleskan maskara.

Semua orang di toilet itu sedang berdandan sebaik mungkin sebelum mulai pergi makan siang di beberapa tempat sekitar kompleks E-First. Hal yang sangat lazim. Siapa tau di tempat makan siang bisa bertemu koneksi baru yang bisa menawarkan kesempatan baru.

"Itu mungkin yang dinamakan pesona duda kaya, hahaha!" Ada juga yang berkelakar demikian.

Bab terkait

  • Belaian Hangat Om Bastian   8. Teguran dari Bos Dingin

    Yang lainnya tertawa. Naira tak banyak bersuara. Dia selesai membubuhkan lipgloss warna bibir yang tidak berlebihan."Iya, betul! Pak Bos Tian 'kan most wanted durenjir di kota Magnuma ini!" celetuk seseorang di dekat Naira yang baru saja membasuh muka untuk mengganti bedaknya."Apa itu durenjir?" Kawan di sampingnya bertanya sambil membenahi eyeshadows."Duda keren tajir! Hahaha!" Jawaban selengekan itu disahut tawa ceria yang lainnya di sana."Eh, tapi kasihan juga yah Pak Bos! Ditinggal mati istrinya yang melahirkan. Mana anaknya juga ikut mati." Mereka terus bergosip mengenai Bastian.Sebagai orang yang belum tahu banyak akan Bastian, Naira tentu saja asyik menyimak."Aku sih nggak kasihan. Karena siapa tahu aku bisa menjadi pelipur lara dan mengobati kesepiannya Pak Bos Tian, haha!" Ada yang cukup percaya diri mengatakan itu."Jadi kamu berharap bisa menggantikan istri Pak Bos, begitu?" Rekannya melirik dengan tatapan tak yakin."Kenapa enggak?" Yang dilirik hanya menjawab sambi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-14
  • Belaian Hangat Om Bastian   9. Semua Gara-gara Bos Sialan!

    Menahan dongkol di hati, Naira keluar dari ruangan Bastian.“Dih! Emangnya kenapa kalo aku pake celana kayak gini? Toh ini setelan kerja juga! Sepatu kets aku juga nggak yang buluk-buluk amat! Kinclong dan bersih, elaahh!” Naira mengeluhkan itu ke Helena ketika dia bertelepon di malam harinya.“Hahaha! Nurut aja apa kata Bos, napa sih? Atau kamu maunya dispesialkan karena mamimu dekat ama Bos?” Helena tertawa santai.Mendengar ucapan Helena seakan itu merupakan sebuah sindiran bagi Naira. Baiklah, dia akan mencoba menyesuaikan diri seperti yang lainnya agar tidak dikira anak spesial di sana.Esok harinya, Amy menyapa Naira yang lebih dulu tiba di ruangannya, “Pagi, Naira! Wah, tumben nih, pakai rok dan … sepatu high heels? Wow! Aku pikir kamu tomboy.”‘Iya emang tomboy, sih! Tapi gak jadi gara-gara Bos sialan itu!’ rutuk Naira di hatinya.Kemarin dia terpaksa berbelanja setelan ker

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Belaian Hangat Om Bastian   10. Tragedi Petai

    Maka, besoknya, Naira benar-benar memakai sepatu chunky heels. Meski jalannya masih kaku dan aneh, setidaknya dia tidak takut kakinya terkilir saat melangkah.Mengabaikan pandangan geli orang-orang ke dirinya, Naira pergi ke ruangan Amy.“Fyuh! Akhirnya nyampe juga!” Naira seakan-akan baru saja berjuang di medan perang gara-gara high heels-nya.Baru saja Naira menjejakkan pantat di kursi sambil menunggu kedatangan Amy, sudah ada dering telepon di meja Amy. Sebagai asisten, dia juga bisa menerima telepon tersebut.“Ya, Kantor Bu Amy di sini.” Naira menjawab setelah mengangkat telepon.“Ra, ke ruanganku, sekarang juga! Aku kasi waktu 5 menit!” Setelah mengucapkan itu, Bastian menutup telepon.Hah?! Naira melongo sejenak untuk memproses apa yang baru dia dengar.“Bos sialan!” gerutu Naira di menit berikutnya sambil menggeram dan segera melangkah keluar ruangan dengan penuh perjuangan membaw

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Belaian Hangat Om Bastian   11. Hamil Puisi

    Sesampainya di toilet gedung GoodRead, Naira langsung memuntahkan makan siangnya tadi di salah satu biliknya.“Ih! Siapa, sih itu?” Terdengar suara karyawati lainnya yang sedang berdandan di depan kaca besar. “Hamil, ya?”“Iya, hamil petai!” jawab Naira sebelum muntah lagi.Karyawati yang sedang memegang kuas mascara hanya bisa memberikan wajah melongo sambil bergumam lirih, "Emangnya petai bisa bikin hamil, yah? Ya ampun! Aku butuh banyak baca, emang nih!"***Di hari lainnya, Bastian memberi perintah absurd yang bisa membuat Naira tercengang.“Tulis puisi yang isinya memuji aku dan perusahaan ini!” Demikian perintah Bastian usai jam makan siang di ruangan pribadinya setelah Naira datang sesuai perintahnya.“Hah?” Naira tak habis pikir. Senarsis itukah Bosnya? Pria yang terlihat dingin dan kaku ini ... ternyata narsistik?“Jangan hah doang, buruan tulis! A

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Belaian Hangat Om Bastian   12. Bos Edan

    Teriakan Naira sampai membuat Elvita bergegas lari ke depan. “Naira, ish!” Dia sambil menggoyangkan lengan putrinya.Naira cemberut dan merasa maminya sedang memberikan pembelaan ke Bastian ketimbang dirinya.“Mami tuh, yah! Dia ini sengaja bikin keki aku di kantor, Mih!” Naira sudah terlanjur kesal dan menudingkan jari ke Bastian. “Dianggepnya kantor tuh tempat ospek, apa?!”"Hus! Naira!" Elvita menegur putrinya.Melihat putrinya masih bersungut-sungut, Elvita meringis canggung. Sementara, Bastian justru menatap datar pada Naira yang kesal.“Ra, masuk kamar dulu, gih!” bujuk Elvita.Wajah cemberut Naira belum berubah.Sedangkan Bastian justru bicara, “Biarkan saja, Vi. Tak apa. Namanya juga masih anak-anak. Mungkin dia ingin perhatian lebih.”Mendengar apa yang dikatakan pacar ibunya, Naira semakin terbakar rasa kesal.“Kamu, yah! Sengaja bikin hidupku susah di kantor!” Mata melotot Naira semakin lebar, tapi Bastian tetap terlihat tenang. "Dasar bos edan!"Kekesalan Naira diungkapkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16
  • Belaian Hangat Om Bastian   13. Bertemu Mantan Terindah

    Mengepalkan tangan erat-erat di sisi tubuh, Naira kembali menghadap ke Bastian. “Bukannya tadi udah melambaikan tangan nyuruh aku pergi?”Sisa rasa dongkol itu jelas masih ada. Berulang kali dikerjai dengan perintah absurd Bastian, mana mungkin tidak emosi?“Jangan sembarangan berasumsi.” Bastian menutup lembaran folder. “Ikut aku menemui klien!”Harusnya Naira sudah mengira ini. Dia hendak diperlihatkan ke banyak orang dengan penampilan seaneh itu.Maka, tak bisa melawan kemauan bosnya, Naira mengekor di belakang Bastian yang berjalan keluar dari ruangan tersebut.Seperti yang dikhawatirkan Naira, para klien yang ditemui Bastian memang menatap heran ke dirinya. Terima kasih pada outfit kuning secerah mentari, huh!‘Aku sumpahi kau kegigit saban makan! Aku sumpahi kau kehabisan sampo ketika keramas! Aku sumpahi sehari penuh kamu cegukan terus gak brenti-grenti, bos edan!’ kutuk Naira di samping Bastian yang sibuk berbincang dengan klien-kliennya.Sesekali Naira mendapati Bastian melir

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16
  • Belaian Hangat Om Bastian   14. Bastian Marah

    ‘Andai aja aku waktu itu nggak ribut besar ama Emil, aku pasti nggak akan putus ama dia.’ Naira menatap Emil penuh rindu.Emiliano atau yang biasa disapa Emil, mantan pacar terakhir Naira, merupakan pria berdarah blasteran dan sangat tampan. Wajar apabila Naira masih enggan melepaskan Emil kala itu.Hanya karena rumor tak mendasar mengenai kedekatan Emil dengan wanita lain, Naira terlalu emosi dan bertengkar hebat sehingga Emil memutuskan hubungan mereka tanpa bisa ditahan lagi.Akibatnya, hingga kini Naira masih gagal beranjak dari asmara lalunya dengan Emil.“Kebetulan aku nungguin temenku di sini, sih! Ah, tapi kayaknya dia gak dateng, deh! Bentar.” Emil mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan untuk siapa, entahlah.Setelah itu, Emil menyimpan ponselnya sambil Naira masih menatap sambil tersenyum lembut.“Aku dengar kamu magang di E-First, yah?” tanya Emil sambil memberikan wajah paling menawannya.Mana bisa jantung Naira baik-baik saja kalau begitu? Semenjak mereka putus, Emil s

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-17
  • Belaian Hangat Om Bastian   15. Dikerjai di Klub Malam

    Kepala Naira terasa berputar.“Kenapa, Naira?” Pemuda di depannya lekas menangkap tubuh limbung Naira.Pemuda itu memeluk Naira.“Eng-enggak kenapa-kenapa. Kita … sshh … balik ke bilik aja, yah!” Naira semakin merasa pusing.Tubuhnya mulai lemah sehingga dia tak berdaya ketika tangan pemuda itu berkeliaran seenaknya di beberapa asetnya seperti dada dan pantat.Tepisan tangannya dapat dengan mudah dilawan pemuda itu. Tapi dia bisa apa?‘Sialan! Siapa ini pelakunya?!’ jerit Naira di batinnya ketika dia gagal menghalau tangan bejat pemuda itu yang meremas dadanya. ‘Awas aja kalo Vida terlibat!’“Tanganmu minggir, brengsek!” desis Naira. Dia berusaha mencari Helena, tapi ternyata sahabatnya sudah cukup jauh darinya berdiri.Dia semakin risih ketika pantatnya diremas juga.“Yok, aku antar aja ke atas, oke!” Pemuda itu tersenyum mesum ke Naira.Tapi, Naira justru ingin melarikan diri saja dari tempat itu.“Aku pulang aja!” Dia berusaha melepaskan diri dari pelukan pemuda itu.“Oh, ya udah!

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-17

Bab terbaru

  • Belaian Hangat Om Bastian   155. I Love You More

    Sebulan kemudian, Bastian berencana membawa Naira ke kantor E-First, tempat di mana mereka pernah bekerja bersama.“Ini beneran gak apa-apa, Tian?” tanya Naira untuk memastikan saja.Mereka sudah selesai berdandan rapi dan siap berangkat bersama ke kantor Bastian.“Tentu aja nggak apa-apa, Nai. Gimanapun, mereka harus tau ini. Nggak mungkin hubungan kita terus disembunyikan dan menjadi diam-diam aja, kan?” Bastian mengambil tangan Naira, ingin menguatkan hati calon istrinya.Saat ini, Naira sudah membubarkan segala ujian dan apa pun tes yang harus dilalui Bastian. Dia tidak lagi menginginkan itu karena dia sadar bahwa dia tak sanggup hidup tanpa Bastian.Pengalaman di ambang batas kematian membuat Naira memahami apa yang paling dia inginkan.“Kalo mereka marah, gimana? Ntar mereka demo, gimana?” Naira masih khawatir.Dulu rumor hubungan mereka sempat membuat geger kantor dan berhasil ditepis dengan berbagai cara. Sekarang justru hendak dibuka terang-terangan. Akan seperti apa respon pa

  • Belaian Hangat Om Bastian   154. Saling Menyatukan Diri

    “Beneran? Len lairan?! Kapan?” Naira bertanya dengan senyum penuh kebahagiaan, seolah rasa sakit yang tadi dialaminya seketika menghilang.“Setelah kamu kelar operasi dan mendadak aja ketubannya pecah sewaktu mau ngantar kamu ke kamarmu ini. Oh ya, bayinya perempuan,” lanjut Bastian.Naira menatap Bastian dengan tatapan penuh arti. Hari ini benar-benar penuh dengan emosi—kesedihan, harapan, dan kebahagiaan yang semuanya berkumpul di satu tempat.Namun, wajah Bastian kembali serius sejenak saat dia menghela napas. “Ada kabar lain yang perlu kamu tau,” ujarnya. “Vera udah ditahan di kantor polisi. Mereka memastikan dia nggak akan kemana-mana, dan proses hukumnya akan segera berjalan. Sidangnya mungkin akan berlangsung dalam beberapa minggu lagi.”Naira terdiam, memikirkan peristiwa yang hampir merenggut nyawanya. Meski dia merasa lega bahwa Vera akan mempertanggungjawabkan perbuatannya, hatinya tetap tergetar.Kejadian ini meninggalkan luka yang dalam, tapi dia merasa lebih kuat ketika

  • Belaian Hangat Om Bastian   153. Permohonan Naira

    Suster menatapnya dengan penuh empati. "Nyonya stabil untuk saat ini, Pak. Tapi kami harus memantau dengan ketat. Mengenai janinnya... kita perlu menunggu perkembangan lebih lanjut."Bastian mengangguk pelan, meski hatinya masih penuh kekhawatiran. Naira beserta janinnya harus baik-baik saja, mereka berdua harus baik-baik saja. Itu yang menjadi harapan utama Bastian.***Di kamar VIP yang tenang itu, Naira perlahan membuka matanya. Cahaya lembut dari jendela menembus tirai, menyinari wajahnya yang masih terlihat lemah.Saat kesadarannya mulai kembali, matanya terasa hangat dan basah. Mungkin efek samping dari obat, pikirnya.Tapi begitu dia sadar sepenuhnya, yang pertama kali dia rasakan adalah tangan Bastian yang menggenggam erat tangannya.“Om….” panggilnya dengan suara serak.“Nai… akhirnya kamu sadar.” Suara Bastian bergetar pelan, penuh dengan rasa syukur dan kelegaan.Dia menatap Naira dengan tatapan yang penuh kasih, seolah tidak ada yang lebih penting di dunia ini selain dia d

  • Belaian Hangat Om Bastian   152. Mengalami Komplikasi

    “Kamu ngancam aku, Bas? Kamu berani ngancam aku?!” jerit Vera, tak terima.“Jika itu memang harus, maka aku akan melakukannya. Kamu bisa memilih, ingin aku mengambil langkah yang mana.” Bastian menyahut dengan suara dingin.Keributan semakin membesar di bandara, dan Bastian bisa mendengar suara ibunya Vera yang semakin marah, memaki-maki anak buah Bastian.Namun, situasi itu berubah ketika polisi bandara tiba di tempat kejadian setelah mendengar keributan. Mereka segera menahan Vera dan ibunya dari keberangkatan, meminta keduanya untuk tidak meninggalkan negara Scarlet sampai masalah ini selesai.“Aku akan mengurus semuanya,” kata Bastian pada petugas bandara yang mencoba menenangkan situasi. “Jika perlu, aku akan membayar empat kali lipat dari harga tiket yang sudah mereka beli. Yang penting, jangan biarkan mereka terbang.”Polisi dan staf bandara menerima tawaran Bastian. Uang memang bisa menyelesaikan sebagian masalah, pikirnya dengan dingin. Dia menutup telepon, tetapi belum sempa

  • Belaian Hangat Om Bastian   151. Panik

    ‘Kumohon… aku ingin… terus bareng Om… selamanya….’ pinta Naira ketika dia memejamkan mata dan membiarkan dokter memulai operasinya.Di luar, Bastian sibuk mondar-mandir di depan kamar operasi.“Haahh… lama banget, sih?” rutuk Bastian, tak sabar.Helena yang juga ada di sana, hanya memutar matanya dengan jengah pada ucapan Bastian.“Ya elah… baru juga 10 menit, udah diprotes lama.” Helena merespon dengan suara nyinyir. “Buruan duduk! Mual aku liat kamu mondar-mandir rempong gitu!”Helena tidak takut sama sekali pada Bastian meski dia tahu siapa Bastian. Baginya, orang yang sudah membuat sahabatnya sedih, tak perlu ditakuti.Mau tak mau, Bastian menghentikan langkahnya yang bagaikan setrika. Dengan hembusan keras dari napasnya, dia pun duduk tak jauh dari Helena.“Bisa tolong ceritain, gimana kok Naira bisa kena tusuk gitu?” Bastian akhirnya teringat bahwa dia belum mengetahui mengenai kronologi dan latar belakang kejadiannya.Helena melirik sinis ke Bastian, menunjukkan permusuhan seca

  • Belaian Hangat Om Bastian   150. Perutnya Ditusuk

    “A-aku… aku….” Suara Vera bergetar.Vera kaget bercampur syok ketika menatap pisau lipat yang menancap di perut Naira. Meski dia benci Naira, tapi ketika usai menusukkan pisau ke Naira, rasa takut menyergapnya, seolah sebentar lagi dia akan dikejar iblis.“Arghh!” Vera menjerit panik dan bergegas pergi dari sana.Dia memang wanita jahat, tapi untuk berbuat lebih dari sekedar menusuk seseorang, dia tak memiliki nyali mengenai itu.Bahkan, menusuk perut seseorang merupakan kegilaannya paling maksimal dalam hidupnya.Sedangkan di kamar kosnya, napas Naira terengah-engah sambil terus memandangi perutnya.“Perutku… anak…ku….” Naira gemetaran.Takut dan sakit menguasai dirinya. Darah sudah mulai merembes banyak di bajunya.“Gak, gak boleh aku cabut pisaunya. Bahaya….”Di sela-sela kepanikan dan rasa takutnya, dia masih cukup bernalar mengenai itu.Maka, menahan rasa sakit dan dengan langkah tertatih, dia mengambil ponselnya, menghubungi nomor Bastian.“Ya ampun, buruan angkat, sialan! Aku b

  • Belaian Hangat Om Bastian   149. Vera Menemui Naira

    “Ve-Vera?” Naira membeku di tempatnya.Kenapa pula justru wanita sialan itu yang ada di depan pintunya? Naira kesal bukan main, merasa dia begitu sial karena bertemu Vera lagi.Dia sudah ingin menutup pintu karena malas meladeni Vera, hanya saja si rival cinta sudah lebih dulu menahan daun pintu tertutup."Aku pikir kamu udah pergi dari hidup Bastian. Tapi ternyata kamu masih mencoba mencuri dia dariku? Bahkan hidup bareng di sini? Dasar murahan!"Terdengar jelas dari suara Vera, betapa dia membenci Naira yang telah menjadi penghalang dia dan Bastian.Naira mengangkat alisnya, menatap Vera dengan pandangan dingin. “Murahan? Heh, apa urusanmu, ya? Mendingan jaga tuh mulut.”Ada ketidakrelaan di hatinya ketika dia dihina oleh Vera.Naira tak tahu bahwa Vera sudah mengerahkan segenap sumber dayanya untuk menemukan dia dan Bastian. Semenjak Bastian menegaskan ke Vera untuk berhenti mengganggunya karena sosok Naira yang sudah dipilih Bastian, Vera terus mengusahakan apa pun agar bisa mene

  • Belaian Hangat Om Bastian   148. Ditinggalkan

    “Hah~ begitu, yah?”Bastian menghela napas panjang, melirik Naira yang sedang duduk di tempat tidur.Jelas, dia terjebak di antara dua dunia—pekerjaan yang sudah mulai merenggut waktunya, dan usahanya untuk membuktikan kepada Naira bahwa dia benar-benar serius dalam hubungannya.Naira yang mendengar pembicaraan itu melalui loud speaker pun berbisik, “Pergi aja, gak apa-apa, kok!”Mata Naira berkedip-kedip menatap Bastian yang termangu memandanginya, seolah pria itu sedang mencari makna tersembunyi dari ucapannya.Setelah diam sejenak, Bastian akhirnya berkata, “Oke, Gandi. Aku akan ke kantor hari ini. Tolong jadwalkan ulang rapat yang tertunda dan kasi tau semua direksi kalau aku akan segera ke sana.”Setelah menutup telepon, Bastian menatap Naira dengan wajah penuh kebingungan. “Aku harus ke kantor, Nai. Udah terlalu lama aku nggak muncul di sana, dan ini masalah penting. Aku janji nggak akan lama-lama, tapi aku harus menyelesaikan semuanya hari ini.”“Iya, aku paham, kok!”Naira yan

  • Belaian Hangat Om Bastian   147. Siapa yang Mesum?

    "Nai, aku mesum gimana, sih?" Bastian berlagak menderita atas tuduhan Naira.Padahal dia menahan tawa geli."Kamu... kamu bisa-bisanya ambil aku dari... dari kasur! Nih! Aku bangun malah udah di lantai gini!" Naira sewot.Wajahnya cemberut dengan bibir mengerucut karena kesal."Loh Nai, kalau aku bawa kamu turun ke lantai, pastinya kamu bakalan terbangun, dong." Bastian memberikan sanggahan.Ucapan Bastian mengakibatkan Naira harus diam untuk berpikir.'Iya juga, sih!' batin Naira. 'Kalo aku ditarik atau dibopong turun dari kasur, ya kali aku gak ngerasa apa pun? Pastinya aku bakalan kebangun. Tapi... kok bisa gitu, sih?'Masih ada banyak tanda tanya di kepala Naira mengenai dirinya ada di lantai bersama Bastian."Nai, mungkin kamu sendiri yang turun ke bawah untuk tidur sama aku." Bastian justru menambahkan lecutan di hati Naira.Dia yang turun ke lantai untuk bersama Bastian?"Enak aja! Pede amat!" pekik kesal Naira.Tapi kalau dipikir-pikir....'Apa aku punya kecenderungan sleep wal

DMCA.com Protection Status