"Kamu pulang?" Dona menatap tajam kearah Vivi.
"Menurutmu aku harus menemani kamu sama Fandi?" Dona memutar bola matanya malas "Mengenal lebih dalam sebelum bersama dengan Om Bima.""Siapa yang mau kenalan sama Ayah?" Azka duduk di meja makan sambil memakan beberapa makanan yang sudah jadi "Kamu masak banyak sekali?""Kalian berdua ada disini gimana nggak masak banyak." Dona memutar bola matanya malas "Memang kamu nggak bisa disini aja?" Vivi menggelengkan kepalanya "Aku minta ijin Andrew aja.""Jangan! Andrew tahu ada Azka, aku nggak mau jadi perang dunia lagi." Vivi langsung menolak yang membuat Dona dan Azka berdecak keras "Mending aku...""Sayang, tamu kamu sudah datang." Endi menghentikan kalimat yang akan keluar dari mulut Vivi.Dona menatap jam yang ada di dinding seketika memukul keningnya pelan, Vivi melakukan hal yang sama dan langsung mengambil langkah cepat mengambil barang-barangnya dan langsung berpamitan pada merek"Sudah datang ternyata," ucap Bima saat melihat Fandi duduk di kursinya "Vivi sudah memberitahu apa yang harus dilakukan?" Fandi menganggukkan kepalanya "Bagus, saya mau kamu baca dulu perjanjian ini. Saya minta pendapatmu."Fandi menerima berkas yang diberikan Bima, menatap kepergian bosnya dengan tatapan tanda tanya, mengalihkan perhatian pada berkas yang diberikan Bima, menghembuskan napas panjang jika hari ini akan berjalan lambat. Setidaknya pagi tadi mendapatkan vitamin yang membuatnya bersemangat, pemandangan indah sebelum kembali ke unitnya.Membelalakkan matanya saat mendapati apa yang diberikan Bima, tidak lain perjanjian perusahaan dengan perusahaan lain, menatap pintu dimana Bima berada dengan tatapan tanda tanya. Membaca dengan perlahan mencoba memahami maksud bosnya memberikan perjanjian penting ini, menggelengkan kepalanya perlahan berharap apa yang ada didalam kepalanya tidak benar."Om Bima ada didalam?" Fandi mengangkat kepalanya mendapat
Dona hampir saja melemparkan sesuatu pada Vivi saat menjawab pertanyaan Rayhan, memberikan kode agar tidak berkata yang tidak-tidak. Bagaimanapun Fandi masih anak baru dan magang, tidak mungkin sudah terbuka dalam seperti ini, melihat dari sudut matanya melihat reaksi dari Fandi yang tampak biasa saja."Om Bima selesai makan siang kita rapat," ucap Vivi setelah memesan makanan."Memang bahas apaan?" Dona menatap penasaran.Vivi menunjuk Rayhan yang menatap bingung "Kedatangan dia secara tiba-tiba, apalagi kalau bukan sidak. Benar nggak Mas Endi?" Vivi mengalihkan pandangan kearah Endi yang sibuk dengan ponselnya "Khawatir Tere? Makanya...""Banyak ngomong kamu," potong Endi dengan nada datarnya "Kita memang mau rapat, biasa bulanan."Fandi hanya diam mendengarkan tanpa berniat masuk dalam pembicaraan mereka, tatapannya beberapa kali mengarah pada Dona yang hanya diam, lebih tepatnya mereka hanya saling melihat tanpa berniat membuka suara.
Menggelengkan kepalanya beberapa kali, mencoba untuk sadar dengan apa yang terjadi pada mereka berdua. Mereka baru berkenalan dan Dona merasakan debaran yang sama seperti mantan suaminya dan juga Irwan, tapi perasaan ini sama ketika dulu pendekatan dengan mantan suaminya.Pembicaraan di ruangan rapat sama sekali tidak di dengarnya, pikirannya benar-benar kosong, tidak ingin ayahnya atau yang ada di ruang rapat tahu tentang keadaannya. Dona beberapa kali mendapati Fandi melihat sekilas kearahnya, walaupun kemudian fokus kembali pada catatan yang pastinya berisi hasil rapat, rapat yang hanya membahas tentang perkembangan dan kendala dari perusahaan mereka. Perusahaan ini harus memberikan laporan pada H&D Group dan juga perusahaan milik Rayhan, bagaimanapun kakek Rayhan memiliki saham disini walaupun tidak banyak."Kamu ada libur kuliah kapan?" suara Bima mengejutkan Dona yang langsung menatap Fandi."Selama magang ini secara otomatis mengikuti apa yang perus
"Pulang bersama?" Dona menawarkan diri saat melihat Fandi di lobby, menatap ragu pada Dona yang memberi kode untuk ikut."Aku yang setir," ucap Fandi tiba-tiba, Dona menatap ragu yang seketika Fandi mengeluarkan kartu "Aku punya SIM internasional dan tahu jalan pulang." Dona tidak mau berdebat memilih memberikan kunci mobilnya pada Fandi "Wow...." Dona menatap bingung "Bukankah ini mobil mahal?"Dona tidak menghiraukan pertanyaan Fandi, memilih masuk kedalam dengan duduk di kursi penumpang dan membiarkan Fandi mengambil alih kemudi. Setidaknya perlu istirahat setelah apa yang terjadi dan besok mereka akan berangkat ke Indonesia bersama, sampai sekarang tidak bisa berpikir dengan jernih tentang rencana keluarganya, bahkan bundanya tidak berada di pihaknya sama sekali."Besok penerbangan pagi, kita berangkat pakai apa?" Fandi memulai pembicaraan, mengalihkan pandangan dan mendapati Dona memejamkan matanya "Kamu sepertinya lelah, pekerjaan sebagai wakil Pak B
Melangkahkan kakinya menuju pintu keluar bandara, tidak ada barang yang dibawa membuat mereka berdua melangkah cepat. Mobil sudah menunggu kedatangan mereka, masuk kedalam dan sesuai dengan agenda yang mereka buat maka Fandi akan pulang terlebih dahulu."Kamu nanti naik apa?" tanya Dona menatap Fandi sekilas."Dijemput teman, mau aku kenalin?" Dona membelalakkan matanya mendengar ajakan Fandi "Apa belum boleh? Aku malah harus berhadapan sama semua saudaramu.""Kita tidak sedekat itu untuk...""Aku paham kalau kamu menganggap jika apa yang aku dan saudaramu lakukan tidak penting," potong Fandi yang membuat Dona memberikan tatapan kesalnya "Jadi?""TERSERAH!" Dona mengerucutkan bibirnya membuat tangan Fandi mengacak rambutnya pelan "Bagaimana kamu bisa tertarik sama aku padahal kita...""Suka tidak memerlukan alasan," potong Fandi lagi "Cinta bukan ilmu pasti, tidak bisa dirasakan dan semua terjadi secara alami."Dona memu
"Fandi?" Lucas menatap dari atas kebawah, Dona menatap malas apa yang dilakukan saudaranya "Dia akan sama tim lawyer kita?" Lucas mengalihkan pandangan kearah Endi dan Dona."Pak Bima menyampaikannya seperti itu, Pak." Dona menjawab formal.Lucas menganggukkan kepalanya "Kalau gitu kalian berdua pelajari tentang hukum untuk hotel dan rumah sakit, apa kita perlu mengubah atau tidak." "Bukan itu, ada baiknya Fandi membaca beberapa perjanjian kita dengan klien atau perusahaan lain. Fandi juga memiliki firma sendiri jadi kita akan mudah jika dia yang mengurusnya, sebelum itu terjadi kita harus tahu kemampuan Fandi." Endi menolak perkataan Lucas.Dona hanya diam, sesekali matanya menatap kearah Fandi yang sama seperti dirinya yaitu diam. Kedatangan mereka ke pusat tidak lebih agar saudaranya yang lain bisa menilai Fandi, padahal mereka berdua tidak menjalani hubungan apapun atau lebih tepatnya baru memutuskannya kemarin dan dalam uji coba sama seperti
"Dia kepala rumah sakit, dokter jantung anak. Sayangnya adalah saudaraku yang juga adiknya Lucas yaitu Jimmy. Mereka bertiga sahabat Jimmy yang setia kemanapun pergi." Dona menjelaskan secara detail tanpa ada yang terlewat, Fandi hanya menganggukkan kepalanya.Mengikuti langkah Dona dalam diam, tidak mengeluarkan sama sekali. Keempat dokter berhenti di lift yang berbeda, meninggalkan mereka berdua yang masih belum mengeluarkan suara sama sekali. Fandi menatap Dona yang sibuk dengan ponselnya, melihat itu yang Fandi lakukan hanya menggelengkan kepalanya. Pintu lift terbuka tidak lama kemudian, menatap kearah dimana Dona yang keluar dengan langkah pelan Fandi melakukan hal yang sama."Selamat datang, Bu Dona." "Ibu Siena, ini Pak Fandi yang akan mempelajari semua tentang perjanjian di rumah sakit ini." Dona langsung memperkenalkan mereka berdua, Fandi mengulurkan tangan yang disambut Siena "Aku tadi ketemu Jimmy and the gank dibawah. Kalian nggak berangkat
"Ya, menguji calonku." Dona langsung memotong perkataan Irwan "Fandi, dia calonku dan sementara akan berada disini untuk mempelajari sesuatu. Sayang, dia Irwan kepala chef di hotel kita dan sebelahnya Naila ini istrinya dan dia adalah pakar gizi rumah sakit dan staf khusus H&D Group." Dona menatap Fandi yang langsung mengulurkan tangannya pada mereka berdua."Apa kita akan banyak interaksi dengan mereka?" tanya Fandi dengan nada lembutnya.Dona menggelengkan kepalanya langsung "Pekerjaan kita tidak terlalu banyak berhubungan sama mereka." Dona menatap Naila yang tampak perutnya membesar "Hamil lagi?" Dona seakan ingin memukul bibirnya yang seketika lancang bertanya hal tidak penting."Nggak, mbak. Gemuk ini belum sempat ngurusin badan." Naila menjawab dengan wajahnya memerah."Kita duluan, Don." Irwan memutuskan untuk mengakhiri pertemuan mereka berdua "Mari, Mas."Tatapan Dona tidak lepas dari kedua pasangan, lebih tepatnya tatapan iri d