"Orang tua kamu kapan datang?"
Dona menatap tidak enak pada calon mertuanya "Ayah bilang sih lusa baru bisa pulang.""Kita ke Bali benaran naik pesawat pribadi?" tanya Berry meyakinkan yang diangguki Dona."Pasti mahal, memang nggak papa?" Marni menatap tidak enak."Ibu nggak perlu memikirkan itu, penting keluarga ibu dan bapak nyaman kami tenang." Dona meyakinkan Marni dengan membelai lengannya.Beberapa kali tidak sengaja tatapannya bertemu dengan Laras, pertemuan terakhir mereka di rumah dengan meminta Seno dan Hardian datang. Dona tidak tahu keputusan yang dibuat Hardian pada Laras, tidak bertanya karena memang tidak ingin tahu baginya itu adalah urusan rumah tangga mereka."Fandi acara apa di Lombok? Kamu kenapa nggak ikut?" Marni menatap Dona yang menghentikan lamunannya."Masalah kampus, bu. Aku nggak bisa ikut karena harus ngejar deadline sebelum cuti." Dona menjawab tidak enak."Loh...bukannya perusaha"Mereka belum tahu kamu siapa?" Lucas menatap tidak percaya pada Dona yang hanya menganggukkan kepalanya "Kenapa nggak bilang saja?""Kejutan!" Dona mengatakan sambil merentangkan kedua tangannya."Nggak usah sok-sok kejutan," omel Endi yang membuat Dona mengerucutkan bibirnya "Fandi kapan balik?" "Sore ini, harusnya sih udah di bandara." Dona menatap jam di tangannya."Kamu bahagia?" Dona menatap dalam kearah Lucas yang langsung menganggukkan kepalanya "Aku harus memastikan kalian bahagia.""Aku nggak, bang?" Azka mendekati Lucas yang langsung menggelengkan kepalanya "Curang." Azka seketika protes."Kamu yang melepaskan kebahagiaanmu, malah memilih melepaskan Rena. Bodoh itu namanya! Cinta apaan?" Lucas berdecih keras kearah Azka yang hanya diam "Memang kamu terlalu cinta sama tu lekong? Kamu yakin cinta? Aku nggak yakin, waktu itu kamu bilang sama papi cinta Rena tapi malah pisah. Wulan hanya pelampiasanmu aja bukan cinta, kam
"Aku kecewa."Fandi mengangkat alisnya mendengar dua kata yang keluar dari bibir Retno, memilih tidak peduli dengan melanjutkan pekerjaannya menata pakaian. Acara sudah selesai dan akan kembali besok, tidak sabar untuk segera pulang agar bisa bertemu Dona. Mereka tampaknya banyak hal yang harus dibicarakan, tapi sebelum bertemu Dona ada baiknya bertemu dengan kedua kakaknya."Kamu dengarkan aku, nggak?" Retno mengeluarkan nada kesalnya."Kamu tinggal bilang, aku sendiri nggak peduli kamu kecewa." Fandi mengatakan tanpa menatap Retno "Aku tahu kamu kecewa dimana datang jauh-jauh kesini tapi aku nggak menyentuh kamu." Fandi mengalihkan pandangan kearah Retno dengan tatapan datar "Aku sudah mengatakan jika hubungan kita berakhir, sayangnya kamu nggak peduli dan masih menawarkan kehangatan.""Aku yakin kalau kamu akan membutuhkannya nanti!" Retno mengatakan dengan percaya diri.Fandi hanya bisa menggelengkan kepalanya "Tetaplah dengan pemikir
"Ahh...ahh..." Retno meremas rambut Fandi ketika melumat dan menjilati pentilnya, tangannya yang lain meremas bukit kembar miliknya. Perdebatan mereka diakhiri dengan kekalahan Fandi, pria yang memiliki gairah besar dan menahan selama beberapa hari akhirnya lepas juga. Retno tidak tinggal diam saat Fandi sibuk dengan bukit kembarnya, tangannya bergerak di milik Fandi dengan memberikan belaian lembut. Mulut Fandi beralih pada bagian perut Retno dan semakin turun ke bawah, melepaskan kain satu-satunya yang Retno pakai di tubuh yang akhirnya membuatnya telanjang. Fandi langsung membenamkan mulutnya di bagian bawah Retno, memainkan jemarinya disana dengan lidahnya yang semakin keras remasan pada rambutnya.Tubuh Retno mengejang sebagai tanda akan mencapai klimaksnya, gerakan jari dan lidah Fandi semakin cepat dan tidak lama kemudian Retno mengeluarkan cairannya yang langsung ditelan Fandi tanpa tersisa. Fandi beranjak dari bagian bawah Retno dengan melumat b
"Kamu disini?"Dona membeku mendengar suara yang sangat dikenalnya sangat baik, suara langkah kaki semakin membuat jantungnya berdetak kencang, mencoba menghembuskan napas perlahan agar tenang. Dona bisa merasakan langkahnya semakin dekat dan seakan melakukannya dengan sangat slowmotion, tatapannya menuju ke lantai dan tampak sepasang sepatu yang sudah ada dihadapannya. Menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum mengangkat kepalanya, wajah yang pernah mengisi hari dan hatinya selama ini dan juga wajah yang menunjukkan tidak bersalah atas perbuatannya."Dalam rangka apa kamu ada di kota ini?" "Bukan urusan kamu!" Dona menjawab dengan nada dingin "Bukankah perjanjiannya kamu tidak boleh ada disekitar perusahaan H&D Group? Bagaimana kamu bisa ada disini?"Pria dihadapannya menarik sudut bibirnya keatas "Kamu masih ingat tentang perjanjian itu? Gara-gara keluargamu membuat aku tidak bisa melakukan apapun!"Dona tersenyum sinis "Masih untung
"Kiara?"Dona menatap Tania, sang oma. Kedatangannya ke rumah opanya untuk tahu tentang rahasia yang disembunyikan orang tuanya, berharap omanya akan menceritakan semuanya sebelum bertanya pada orang tuanya."Oma nggak ingat?" tanya Dona pelan sambil memegang tangannya."Oma nggak pernah terlibat jauh, opa kamu yang selalu melakukannya mungkin kakek bisa kasih jawaban. Kamu tunggu aja dia datang!" Oma membelai tangan Dona yang di genggamnya "Kamu kenapa tanya nama cewek? Pernikahan kamu tinggal beberapa minggu lagi.""Dona penasaran aja oma," jawab Dona jujur."Oma berharap agar pernikahan ini berjalan baik, Fandi kalau oma lihat pria baik dan bunda kamu cerita bagaimana Fandi hubungi bundamu hanya untuk bertanya kabar." Dona tersenyum mendengar bagaimana bundanya membanggakan Fandi, pernikahannya hanya keluarga tidak ada orang lain dari pihak mereka. Rekan bisnis hanya beberapa yang diundang, pernikahan tertutup yang saat ini d
"Memang siapa dia?"Anggi memecah keheningan diantara mereka setelah Dona mengatakan hal yang memang seharusnya dibuka dari awal. Dona bisa melihat ketiga pria tampak tidak nyaman dengan pertanyaannya, rahasia apa yang mereka sembunyikan selama ini."Papi tahu siapa Kiara?" suara Tania terdengar karena tidak ada satupun yang menjawab "Rifat, memang siapa dia?" "Abang, bukannya Kiara ini yang pernah ketemu di toko buku waktu jalan sama Kak Leo?" Tere menatap Lucas yang langsung menelan saliva kasar."Kalian kenapa malah diam! Siapa memang Kiara ini?" Tania menatap gemas pada ketiga pria yang sama sekali tidak mengeluarkan suaranya "Rifat, jangan bilang harus Bima yang jawab! Wijaya juga menyembunyikan ini dariku, jadi aku harus dengar! Lucas dan Endi juga!" "Mi, papi bilang hanya Mas Bima yang boleh jawab. Lucas nggak berani melawan permintaan papi." Lucas menatap sedih kearah Tania."Kalian berdua juga?" Rifat dan Endi langsung
"Apa yang kamu pikirkan?" Dona memutuskan mendatangi hotel, bertemu Endi dan Leo. Mereka berdua sangat tahu bagaimana dirinya, mereka juga dekat satu sama lain. Dona bukan datang untuk Irwan, tapi ingin menenangkan diri dari semua kejutan atas rahasia yang disimpan keluarganya."Mbak, makan dulu." Fransiska mendekati Dona yang hanya diam.Dona menghembuskan napas panjang "Kalau kamu jadi aku apa yang akan kamu lakukan?"Fransiska terdiam mendengar pertanyaan Dona, mengalihkan pandangan kearah Leo meminta ijin untuk menjawab yang hanya diangguki pelan. Dona yang melihat sikap mereka sering kali merasa iri, didalam pikirannya tentang kehidupan dirinya dengan Fandi setelah menikah. Laras tidak akan mendatangi Fandi untuk sementara waktu, Seno dan Hardian sudah memastikan itu semua, tapi sayangnya kejutan ini yang membuat Dona tidak bisa membayangkan kehidupan pernikahan dengan Fandi."Masa lalu nggak akan pernah hilang, tapi bukan berarti h
"Sayang?"Dona masuk kedalam pelukan Fandi tepat ketika pintu terbuka, menatap sekitar dimana tidak ada siapapun. Fandi membawa Dona masuk kedalam rumah, menutup pintu dengan membawanya ke ruang keluarga dan di dudukkan di sofa yang ada disana."Ada apa, sayang?" tanya Fandi melepaskan pelukan pelan.Dona menggelengkan kepalanya, melepaskan pelukan dari Fandi menatap sekitar. Rumah yang dibangun Fandi untuk menikah, berpikir mungkinkah dirinya yang akan tinggal di rumah ini. Pernikahan mereka tidak lama lagi, tidak mungkin memundurkan atau membatalkan pernikahan. Mereka berdua sudah saling menyukai sejak pertama bertemu, tapi seketika ketakutan menghantuinya."Aku harap tidak ada rahasia sebelum kita menikah," ucap Dona membuka suaranya."Maksud kamu?" Fandi bertanya dengan jantung yang berdetak kencang."Aku mau kehidupan pernikahan kita tanpa ada yang ditutupin, lebih baik kita terbuka dari sekarang apapun itu." Dona menjelaska