"Sayang?"
Dona masuk kedalam pelukan Fandi tepat ketika pintu terbuka, menatap sekitar dimana tidak ada siapapun. Fandi membawa Dona masuk kedalam rumah, menutup pintu dengan membawanya ke ruang keluarga dan di dudukkan di sofa yang ada disana."Ada apa, sayang?" tanya Fandi melepaskan pelukan pelan.Dona menggelengkan kepalanya, melepaskan pelukan dari Fandi menatap sekitar. Rumah yang dibangun Fandi untuk menikah, berpikir mungkinkah dirinya yang akan tinggal di rumah ini. Pernikahan mereka tidak lama lagi, tidak mungkin memundurkan atau membatalkan pernikahan. Mereka berdua sudah saling menyukai sejak pertama bertemu, tapi seketika ketakutan menghantuinya."Aku harap tidak ada rahasia sebelum kita menikah," ucap Dona membuka suaranya."Maksud kamu?" Fandi bertanya dengan jantung yang berdetak kencang."Aku mau kehidupan pernikahan kita tanpa ada yang ditutupin, lebih baik kita terbuka dari sekarang apapun itu." Dona menjelaska"Sayang?"Dona masuk kedalam pelukan Fandi tepat ketika pintu terbuka, menatap sekitar dimana tidak ada siapapun. Fandi membawa Dona masuk kedalam rumah, menutup pintu dengan membawanya ke ruang keluarga dan di dudukkan di sofa yang ada disana."Ada apa, sayang?" tanya Fandi melepaskan pelukan pelan.Dona menggelengkan kepalanya, melepaskan pelukan dari Fandi menatap sekitar. Rumah yang dibangun Fandi untuk menikah, berpikir mungkinkah dirinya yang akan tinggal di rumah ini. Pernikahan mereka tidak lama lagi, tidak mungkin memundurkan atau membatalkan pernikahan. Mereka berdua sudah saling menyukai sejak pertama bertemu, tapi seketika ketakutan menghantuinya."Aku harap tidak ada rahasia sebelum kita menikah," ucap Dona membuka suaranya."Maksud kamu?" Fandi bertanya dengan jantung yang berdetak kencang."Aku mau kehidupan pernikahan kita tanpa ada yang ditutupin, lebih baik kita terbuka dari sekarang apapun itu." Dona menjelaska
"Kamu sudah siap ketemu?" Dona memutar bola matanya mendengar pertanyaan Fandi yang sama berulang kali, keputusan bertemu dengan orang tuanya Dona sampaikan semalam. Mereka berdua berbicara panjang, Dona sudah menceritakan semua pada Fandi tentang permasalahannya dan reaksinya tidak jauh berbeda dengan dirinya waktu pertama kali tahu."Kamu tanya lagi bakal aku kasih piring cantik," ancam Dona dengan tatapan tajamnya.Fandi mengacak rambut Dona, mencuri ciuman singkat di bibir "Aku lebih suka kamu yang ekspresif begini daripada kemarin, tapi aku harus siap perubahan sikapmu sepanjang hidupku nanti.""Memang yakin kita akan tetap menikah?" Dona bertanya sedikit menggoda Fandi."Nggak lucu!" Fandi mengerucutukan bibirnya.Dona tertawa melihat reaksi Fandi, melingkarkan tangannya di leher Fandi dengan mencium serta mengigit dagunya pelan. Fandi meletakkan tanganya di pinggang Dona, saling menatap satu sama lain memberikan kecupan-k
"Jelek nangis terus!""Biarin!"Pembicaraan mereka berakhir dengan Dona masuk kedalam kamar, membiarkan kedua orang tuanya diluar bersama dengan Fandi. Dona sudah tidak mau mendengarkan penjelasan mereka, penjelasan bukan penjelasan melainkan pembelaan. Semalam setelah sekian lama Dona seakan tidak mengenal orang tuanya, semalam tidak peduli berapa lama orang tuanya berada di rumah Fandi."Ayah sama bunda pulang satu jam setelah kamu masuk kamar, bunda mau pamitan tapi aku larang karena aku tahu kamu butuh menenangkan diri. Bunda nggak terima tapi ayah langsung membawanya pulang, tangisan bunda bagai irama di kesunyian malam." Fandi menjelaskan detail yang diangguki Dona "Kamu mau ngapain hari ini?""Kamu masih mau nikah sama aku?" Dona bertanya apa yang ada dalam isi kepalanya tanpa mendengarkan semua yang Fandi katakan tentang semalam."Kenapa tanya begitu?" Fandi mengerutkan keningnya."Barangkali kamu mau batalin setelah tahu
"Bunda minta maaf."Dona menarik dan menghembuskan napas panjang mendengar bundanya meminta maaf, wajah penuh penyesalan tampak jelas di mata Dona dan melihat itu seketika membuat hatinya luluh. Kedatangan Via ke rumah Fandi tanpa Bima sangat mengejutkan Dona, secara kebetulan memang Fandi sudah berangkat ke kampus. Dona sedikit terkejut melihat kedatangan sang bunda ke apartemennya, mereka memilih tinggal di apartemen bukan rumah agar tidak menjadi pembicaraan tetangga."Azka kemarin hampir saja bunuh diri kalau kita terlambat, dia tertekan...bunda nggak tahu dia tertekan karena apa, masalah perceraian atau meninggalnya....bunda kaya membayar karma yang selama ini pernah dilakukan...." Via terdiam dan tidak bisa melanjutkan kalimatnya.Dona menarik dan menghembuskan napas panjangnya, melihat sikap bundanya membuat Dona tidak tahu harus melakukan atau bertindak seperti apa. Mengulurkan tangan dengan menggenggam tangan Via, wanita yang berjuang me
"Jangan protes, mbak."Dona menghembuskan napas panjangnya, mengalihkan tatapan kearah lain setelah sebelumnya memberikan tatapan tajam dan kesal kearah Fransiska yang memang hanya mengikuti instruksi."Kenapa harus dipisahkan? Kemarin nggak ada yang larang." Dona memulai kembali omelannya "Siapa yang punya ide?""Mami," jawab Fransiska dengan suara pelan dan sayangnya masih bisa di dengar Dona."Oma?! Bagaimana bisa berpikir sejauh ini?" Dona memijat pelipisnya kasar."Mami bilang mbak terlalu lama tinggal sama Mas Fandi," jawab Fransiska "Mami nggak mau mbak kebablasan."Dona terdiam dan seketika baru mengingat jika sudah melepaskan kontrasepsi, pantas saja langsung dipisahkan begitu saja. Nama baik keluarga sangat penting untuk saat ini, mengikuti keinginan dengan sangat terpaksa."Nggak boleh pakai ponsel?" Fransiska menggelengkan kepalanya "Kerjaanku gimana?""Mas Bima sama Mbak Vivi yang pegang jadi nggak
"Acara apaan ini?" Fandi menatap sekitar ketika memasuki ruangan yang sudah dipesan dua teman dosennya, keadaan yang tampak seperti hiburan malam tapi private."Pesta bujang, pak." Evan menepuk bahu Fandi pelan."Siapa saja?" Fandi memicingkan matanya."Nikmatin saja, pak." Evan menarik Fandi duduk di salah satu sofa, menyalakan layar dengan menggunakan remote. Ruangan menjadi gelap dengan lampu kelap kelip yang menghiasi, bunyi musik sudah terdengar diikuti dengan suara Evan yang menikmati lagu. Melihat ini semua membuat Fandi sedikit waspada, beberapa kali menatap sekitar.Keluar dari rumah dengan alasan kerjaan, tapi nyatanya dibawa ke tempat seperti ini. Pikiran Fandi saat ini ada pada Dona yang sedang menikmati waktu seorang diri tanpa teman, informasi yang didapat tidak ada teman yang menemani Dona bahkan Vivi tidak bisa datang karena pekerjaan dipercayakan padanya."Jangan tegang gitu, pak. Hari ini harinya bapa
"Kenapa nggak bilang kalau keluarga Dona ini orang penting!?"Fandi menggaruk lehernya yang tidak gatal saat mendengar kalimat ibunya yang menahan emosi. Fandi sama sekali tidak tahu jika menggunakan pesawat pribadi, mereka dijemput menggunakan mobil panjang dan mewah dengan jumlah yang membuat Fandi hanya bisa menggelengkan kepalanya."H&D Group, pak." Berry membuka suaranya."Astaga! Fandi!" Asep mengusap wajahnya kasar."Memang perusahaan apa, pak?" Marni menatap penasaran kearah sang suami."Tanya sama anakmu sana!" Fandi meringis mendengar nada suara bapaknya.Menatap kedua orang tuanya dan akhirnya membuka semu didepan keluarga intinya, pastinya mereka terkejut kecuali Berry dan Seno. Mereka berdua sudah tahu siapa Dona sebenarnya, hal itu juga yang membuat mereka hanya mengundang beberapa orang dan hanya orang terdekat saja."Omanya masih muda dan cantik loh," ucap Marni langsung "Ber, nanti temani ibu tanya-tanya
"Dona nggak asyik! Masa Fransiska diajak tidur bareng.""Dia ajak semua cewek, Anggi bahkan ditarik tadi." Lucas mengerucutkan bibirnya sambil cerita "Untung bawa mbak kalau nggak bisa pusing urus anak-anak.""Ka, harusnya kamu nasehatin kembaranmu itu biar nggak ngelakuin hal gila." Leo menatap Azka kesal "Irwan nggak akan masalah Naila ditarik Dona soalnya dia sibuk di dapur.""Fransiska sama Kak Anggi cuman dipinjam semalam jadi nggak usah lebay gitu lah." Azka memutar bola matanya malas "Kamu juga mau ikutan protes? Mereka berempat aja nggak protes istrinya dibawa Dona." Azka menunjuk Boy, Billy, Pras dan Rahadian.Fandi mendengarkan pembicaraan pria-pria yang istrinya ditarik Dona untuk tidur bersama, sebenarnya bukan hanya istri mereka tapi juga Lita dan Berry, sedangkan Laras dilarang Hardian karena anak mereka membutuhkan perhatian dan alasan lain tidak mau acara mereka berakhir tidak baik."Dona itu kembar?" Seno menatap Fandi te