"Jelek nangis terus!"
"Biarin!"Pembicaraan mereka berakhir dengan Dona masuk kedalam kamar, membiarkan kedua orang tuanya diluar bersama dengan Fandi. Dona sudah tidak mau mendengarkan penjelasan mereka, penjelasan bukan penjelasan melainkan pembelaan. Semalam setelah sekian lama Dona seakan tidak mengenal orang tuanya, semalam tidak peduli berapa lama orang tuanya berada di rumah Fandi."Ayah sama bunda pulang satu jam setelah kamu masuk kamar, bunda mau pamitan tapi aku larang karena aku tahu kamu butuh menenangkan diri. Bunda nggak terima tapi ayah langsung membawanya pulang, tangisan bunda bagai irama di kesunyian malam." Fandi menjelaskan detail yang diangguki Dona "Kamu mau ngapain hari ini?""Kamu masih mau nikah sama aku?" Dona bertanya apa yang ada dalam isi kepalanya tanpa mendengarkan semua yang Fandi katakan tentang semalam."Kenapa tanya begitu?" Fandi mengerutkan keningnya."Barangkali kamu mau batalin setelah tahu"Bunda minta maaf."Dona menarik dan menghembuskan napas panjang mendengar bundanya meminta maaf, wajah penuh penyesalan tampak jelas di mata Dona dan melihat itu seketika membuat hatinya luluh. Kedatangan Via ke rumah Fandi tanpa Bima sangat mengejutkan Dona, secara kebetulan memang Fandi sudah berangkat ke kampus. Dona sedikit terkejut melihat kedatangan sang bunda ke apartemennya, mereka memilih tinggal di apartemen bukan rumah agar tidak menjadi pembicaraan tetangga."Azka kemarin hampir saja bunuh diri kalau kita terlambat, dia tertekan...bunda nggak tahu dia tertekan karena apa, masalah perceraian atau meninggalnya....bunda kaya membayar karma yang selama ini pernah dilakukan...." Via terdiam dan tidak bisa melanjutkan kalimatnya.Dona menarik dan menghembuskan napas panjangnya, melihat sikap bundanya membuat Dona tidak tahu harus melakukan atau bertindak seperti apa. Mengulurkan tangan dengan menggenggam tangan Via, wanita yang berjuang me
"Jangan protes, mbak."Dona menghembuskan napas panjangnya, mengalihkan tatapan kearah lain setelah sebelumnya memberikan tatapan tajam dan kesal kearah Fransiska yang memang hanya mengikuti instruksi."Kenapa harus dipisahkan? Kemarin nggak ada yang larang." Dona memulai kembali omelannya "Siapa yang punya ide?""Mami," jawab Fransiska dengan suara pelan dan sayangnya masih bisa di dengar Dona."Oma?! Bagaimana bisa berpikir sejauh ini?" Dona memijat pelipisnya kasar."Mami bilang mbak terlalu lama tinggal sama Mas Fandi," jawab Fransiska "Mami nggak mau mbak kebablasan."Dona terdiam dan seketika baru mengingat jika sudah melepaskan kontrasepsi, pantas saja langsung dipisahkan begitu saja. Nama baik keluarga sangat penting untuk saat ini, mengikuti keinginan dengan sangat terpaksa."Nggak boleh pakai ponsel?" Fransiska menggelengkan kepalanya "Kerjaanku gimana?""Mas Bima sama Mbak Vivi yang pegang jadi nggak
"Acara apaan ini?" Fandi menatap sekitar ketika memasuki ruangan yang sudah dipesan dua teman dosennya, keadaan yang tampak seperti hiburan malam tapi private."Pesta bujang, pak." Evan menepuk bahu Fandi pelan."Siapa saja?" Fandi memicingkan matanya."Nikmatin saja, pak." Evan menarik Fandi duduk di salah satu sofa, menyalakan layar dengan menggunakan remote. Ruangan menjadi gelap dengan lampu kelap kelip yang menghiasi, bunyi musik sudah terdengar diikuti dengan suara Evan yang menikmati lagu. Melihat ini semua membuat Fandi sedikit waspada, beberapa kali menatap sekitar.Keluar dari rumah dengan alasan kerjaan, tapi nyatanya dibawa ke tempat seperti ini. Pikiran Fandi saat ini ada pada Dona yang sedang menikmati waktu seorang diri tanpa teman, informasi yang didapat tidak ada teman yang menemani Dona bahkan Vivi tidak bisa datang karena pekerjaan dipercayakan padanya."Jangan tegang gitu, pak. Hari ini harinya bapa
"Kenapa nggak bilang kalau keluarga Dona ini orang penting!?"Fandi menggaruk lehernya yang tidak gatal saat mendengar kalimat ibunya yang menahan emosi. Fandi sama sekali tidak tahu jika menggunakan pesawat pribadi, mereka dijemput menggunakan mobil panjang dan mewah dengan jumlah yang membuat Fandi hanya bisa menggelengkan kepalanya."H&D Group, pak." Berry membuka suaranya."Astaga! Fandi!" Asep mengusap wajahnya kasar."Memang perusahaan apa, pak?" Marni menatap penasaran kearah sang suami."Tanya sama anakmu sana!" Fandi meringis mendengar nada suara bapaknya.Menatap kedua orang tuanya dan akhirnya membuka semu didepan keluarga intinya, pastinya mereka terkejut kecuali Berry dan Seno. Mereka berdua sudah tahu siapa Dona sebenarnya, hal itu juga yang membuat mereka hanya mengundang beberapa orang dan hanya orang terdekat saja."Omanya masih muda dan cantik loh," ucap Marni langsung "Ber, nanti temani ibu tanya-tanya
"Dona nggak asyik! Masa Fransiska diajak tidur bareng.""Dia ajak semua cewek, Anggi bahkan ditarik tadi." Lucas mengerucutkan bibirnya sambil cerita "Untung bawa mbak kalau nggak bisa pusing urus anak-anak.""Ka, harusnya kamu nasehatin kembaranmu itu biar nggak ngelakuin hal gila." Leo menatap Azka kesal "Irwan nggak akan masalah Naila ditarik Dona soalnya dia sibuk di dapur.""Fransiska sama Kak Anggi cuman dipinjam semalam jadi nggak usah lebay gitu lah." Azka memutar bola matanya malas "Kamu juga mau ikutan protes? Mereka berempat aja nggak protes istrinya dibawa Dona." Azka menunjuk Boy, Billy, Pras dan Rahadian.Fandi mendengarkan pembicaraan pria-pria yang istrinya ditarik Dona untuk tidur bersama, sebenarnya bukan hanya istri mereka tapi juga Lita dan Berry, sedangkan Laras dilarang Hardian karena anak mereka membutuhkan perhatian dan alasan lain tidak mau acara mereka berakhir tidak baik."Dona itu kembar?" Seno menatap Fandi te
"Ngapain kamu disini?""Aku mau bicara sama kamu."Fandi mengangkat alisnya mendengar kata-kata Laras "Memang bicara apa? Bukankah kemarin sudah jelas? Kemana Hardian?""Urus anak-anak. Memang nggak boleh bicara sama adik ipar?"Fandi tersenyum tipis "Adik ipar? Siapa? Aku atau Lita? Kamu bahkan nggak pernah menganggap kita berdua adik ipar. Lita saja lebih dekat sama Teh Berry daripada kamu, jadi adik ipar yang mana?"Laras menatap kesal ke arah Fandi yang tampak santai dengan kalimat yang keluar dari bibirnya, kata-kata penuh sindiran terdengar sangat jelas. Melihat reaksi Laras membuat senyum lebar dalam hati yang ditahan oleh Fandi, menunggu kalimat yang keluar dari bibir Laras sambil menikmati makanannya."Apa kamu yakin menikah sama dia? Janda?"Fandi menatap datar mendengar pertanyaan Laras "Memang kenapa? Aku sudah tahu semua tentang Dona, apa yang kamu inginkan sebenarnya? Pernikahan kami depan mata dan itu besok, jadi
"Kang, makasih banyak."Membalas pelukan Lita saat melingkarkan tangannya di perut, membelai rambut Lita dengan memberikan ciuman lembut. "Kenapa jadi melow gini?" Lita melepaskan pelukan dengan tatapan selidik."Memang salah kalau cium adik sendiri?" Fandi melangkahkan kakinya menuju ranjang."Ya udah, aku mau ke penginapan sebelah. Kang, Dara tidur sini memang nggak boleh?" Lita memberikan tatapan memohon."Mau tidur dimana? Kamu aja tidur kalau nggak sama mama ya disini, kamu mau tidur disana nanti? Kalau itu ijin mama bukan aku.""Enaknya jadi orang dewasa, aku juga pengen nikah.""Lulus dulu sana baru nikah." Fandi memperingati Lita "Ingat jadi cewek harus punya harga diri! Jangan mau disentuh seenaknya." "Pengalaman banget," goda Lita yang membuat Fandi mengacak rambutnya "Aku pergi dulu."Matanya tidak lepas melihat punggung Lita yang semakin menjauh, banyak hal yang sudah terjadi didalam hidup
"SAH!"Suara teriakan terdengar keras ketika proses selesai, lantunan doa mereka semua panjatkan setelah mendengar satu kata yang membuat napas lega. Beberapa menit lalu jantungnya berdetak kencang, memegang tangan Bima dan mengucapkan kalimat sakral.Menunggu kedatangan Dona yang berada dalam kamar, jantung Fandi semakin berdetak kencang. Acara pingitan yang dilakukan orang tua mereka membuatnya tidak saling bertemu, tapi mereka berdua selalu mempunyai cara bisa berhubungan walaupun tidak bisa lama.Suara musik terdengar, Fandi berdiri menatap pintu masuk menunggu kedatangan Dona. Pintu terbuka, menahan napas ketika membayangkan apa yang akan dilihatnya nanti. Senyum lebar menghiasi wajah mereka berdua, tidak melepaskan tatapan satu sama lain dan hanya fokus pada satu objek. Langkah Dona semakin dekat sampai akhirnya dihadapan Fandi, dokumentasi diambil dan mereka memulai langsung apa yang menjadi susunan acara dari wedding organizer.Tanda tanga