"Jangan protes, mbak."
Dona menghembuskan napas panjangnya, mengalihkan tatapan kearah lain setelah sebelumnya memberikan tatapan tajam dan kesal kearah Fransiska yang memang hanya mengikuti instruksi."Kenapa harus dipisahkan? Kemarin nggak ada yang larang." Dona memulai kembali omelannya "Siapa yang punya ide?""Mami," jawab Fransiska dengan suara pelan dan sayangnya masih bisa di dengar Dona."Oma?! Bagaimana bisa berpikir sejauh ini?" Dona memijat pelipisnya kasar."Mami bilang mbak terlalu lama tinggal sama Mas Fandi," jawab Fransiska "Mami nggak mau mbak kebablasan."Dona terdiam dan seketika baru mengingat jika sudah melepaskan kontrasepsi, pantas saja langsung dipisahkan begitu saja. Nama baik keluarga sangat penting untuk saat ini, mengikuti keinginan dengan sangat terpaksa."Nggak boleh pakai ponsel?" Fransiska menggelengkan kepalanya "Kerjaanku gimana?""Mas Bima sama Mbak Vivi yang pegang jadi nggak"Acara apaan ini?" Fandi menatap sekitar ketika memasuki ruangan yang sudah dipesan dua teman dosennya, keadaan yang tampak seperti hiburan malam tapi private."Pesta bujang, pak." Evan menepuk bahu Fandi pelan."Siapa saja?" Fandi memicingkan matanya."Nikmatin saja, pak." Evan menarik Fandi duduk di salah satu sofa, menyalakan layar dengan menggunakan remote. Ruangan menjadi gelap dengan lampu kelap kelip yang menghiasi, bunyi musik sudah terdengar diikuti dengan suara Evan yang menikmati lagu. Melihat ini semua membuat Fandi sedikit waspada, beberapa kali menatap sekitar.Keluar dari rumah dengan alasan kerjaan, tapi nyatanya dibawa ke tempat seperti ini. Pikiran Fandi saat ini ada pada Dona yang sedang menikmati waktu seorang diri tanpa teman, informasi yang didapat tidak ada teman yang menemani Dona bahkan Vivi tidak bisa datang karena pekerjaan dipercayakan padanya."Jangan tegang gitu, pak. Hari ini harinya bapa
"Kenapa nggak bilang kalau keluarga Dona ini orang penting!?"Fandi menggaruk lehernya yang tidak gatal saat mendengar kalimat ibunya yang menahan emosi. Fandi sama sekali tidak tahu jika menggunakan pesawat pribadi, mereka dijemput menggunakan mobil panjang dan mewah dengan jumlah yang membuat Fandi hanya bisa menggelengkan kepalanya."H&D Group, pak." Berry membuka suaranya."Astaga! Fandi!" Asep mengusap wajahnya kasar."Memang perusahaan apa, pak?" Marni menatap penasaran kearah sang suami."Tanya sama anakmu sana!" Fandi meringis mendengar nada suara bapaknya.Menatap kedua orang tuanya dan akhirnya membuka semu didepan keluarga intinya, pastinya mereka terkejut kecuali Berry dan Seno. Mereka berdua sudah tahu siapa Dona sebenarnya, hal itu juga yang membuat mereka hanya mengundang beberapa orang dan hanya orang terdekat saja."Omanya masih muda dan cantik loh," ucap Marni langsung "Ber, nanti temani ibu tanya-tanya
"Dona nggak asyik! Masa Fransiska diajak tidur bareng.""Dia ajak semua cewek, Anggi bahkan ditarik tadi." Lucas mengerucutkan bibirnya sambil cerita "Untung bawa mbak kalau nggak bisa pusing urus anak-anak.""Ka, harusnya kamu nasehatin kembaranmu itu biar nggak ngelakuin hal gila." Leo menatap Azka kesal "Irwan nggak akan masalah Naila ditarik Dona soalnya dia sibuk di dapur.""Fransiska sama Kak Anggi cuman dipinjam semalam jadi nggak usah lebay gitu lah." Azka memutar bola matanya malas "Kamu juga mau ikutan protes? Mereka berempat aja nggak protes istrinya dibawa Dona." Azka menunjuk Boy, Billy, Pras dan Rahadian.Fandi mendengarkan pembicaraan pria-pria yang istrinya ditarik Dona untuk tidur bersama, sebenarnya bukan hanya istri mereka tapi juga Lita dan Berry, sedangkan Laras dilarang Hardian karena anak mereka membutuhkan perhatian dan alasan lain tidak mau acara mereka berakhir tidak baik."Dona itu kembar?" Seno menatap Fandi te
"Ngapain kamu disini?""Aku mau bicara sama kamu."Fandi mengangkat alisnya mendengar kata-kata Laras "Memang bicara apa? Bukankah kemarin sudah jelas? Kemana Hardian?""Urus anak-anak. Memang nggak boleh bicara sama adik ipar?"Fandi tersenyum tipis "Adik ipar? Siapa? Aku atau Lita? Kamu bahkan nggak pernah menganggap kita berdua adik ipar. Lita saja lebih dekat sama Teh Berry daripada kamu, jadi adik ipar yang mana?"Laras menatap kesal ke arah Fandi yang tampak santai dengan kalimat yang keluar dari bibirnya, kata-kata penuh sindiran terdengar sangat jelas. Melihat reaksi Laras membuat senyum lebar dalam hati yang ditahan oleh Fandi, menunggu kalimat yang keluar dari bibir Laras sambil menikmati makanannya."Apa kamu yakin menikah sama dia? Janda?"Fandi menatap datar mendengar pertanyaan Laras "Memang kenapa? Aku sudah tahu semua tentang Dona, apa yang kamu inginkan sebenarnya? Pernikahan kami depan mata dan itu besok, jadi
"Kang, makasih banyak."Membalas pelukan Lita saat melingkarkan tangannya di perut, membelai rambut Lita dengan memberikan ciuman lembut. "Kenapa jadi melow gini?" Lita melepaskan pelukan dengan tatapan selidik."Memang salah kalau cium adik sendiri?" Fandi melangkahkan kakinya menuju ranjang."Ya udah, aku mau ke penginapan sebelah. Kang, Dara tidur sini memang nggak boleh?" Lita memberikan tatapan memohon."Mau tidur dimana? Kamu aja tidur kalau nggak sama mama ya disini, kamu mau tidur disana nanti? Kalau itu ijin mama bukan aku.""Enaknya jadi orang dewasa, aku juga pengen nikah.""Lulus dulu sana baru nikah." Fandi memperingati Lita "Ingat jadi cewek harus punya harga diri! Jangan mau disentuh seenaknya." "Pengalaman banget," goda Lita yang membuat Fandi mengacak rambutnya "Aku pergi dulu."Matanya tidak lepas melihat punggung Lita yang semakin menjauh, banyak hal yang sudah terjadi didalam hidup
"SAH!"Suara teriakan terdengar keras ketika proses selesai, lantunan doa mereka semua panjatkan setelah mendengar satu kata yang membuat napas lega. Beberapa menit lalu jantungnya berdetak kencang, memegang tangan Bima dan mengucapkan kalimat sakral.Menunggu kedatangan Dona yang berada dalam kamar, jantung Fandi semakin berdetak kencang. Acara pingitan yang dilakukan orang tua mereka membuatnya tidak saling bertemu, tapi mereka berdua selalu mempunyai cara bisa berhubungan walaupun tidak bisa lama.Suara musik terdengar, Fandi berdiri menatap pintu masuk menunggu kedatangan Dona. Pintu terbuka, menahan napas ketika membayangkan apa yang akan dilihatnya nanti. Senyum lebar menghiasi wajah mereka berdua, tidak melepaskan tatapan satu sama lain dan hanya fokus pada satu objek. Langkah Dona semakin dekat sampai akhirnya dihadapan Fandi, dokumentasi diambil dan mereka memulai langsung apa yang menjadi susunan acara dari wedding organizer.Tanda tanga
"Habis menikah itu wajahnya bahagia, masa daritadi cemberut.""Berisik!""Kenapa memang dia, Don?"Dona memilih tersenyum mendengar pertanyaan Reno, setelah proses akad kemarin dimana Dona memberitahukan jika palang merah seketika Fandi berubah. Fandi tetap perhatian padanya, tapi ekspresi wajahnya seperti orang lemas dan tidak ada gairah."Kalau lihat ekspresinya bisa dibilang Dona lagi palang merah," ucap Lucas yang tidak tahu darimana "Memang yakin? Apa jangan alasan aja biar kalian...""Abang, tolong mulutnya! Ada anak-anak disini." Anggi langsung menegur Lucas yang membuatnya terdiam "Jangan gangguin Dona, mending disini bantuin aku."Dona menahan tawa melihat ekspresi wajah Lucas, pria itu berjalan mendekati Anggi yang sedang bersama anak-anak. Pemandangan yang selalu dilihat setiap kali mereka berkumpul, tahta tertinggi saat berada di rumah adalah wanita. Lucas sangat mengikuti apa yang opa katakan, berbeda dengan Leo yang
"Dalam...ahh...lebih....ahh...."Dona meremas rambut Fandi atas apa yang dilakukan dibawah, jilatan yang dilakukan dengan memasukkan jemarinya membuat Dona bergerak tidak menentu, menarik kepala Fandi menghentikan kegaiatannya dibawah sana. Melumat kasar bibirnya menyalurkan hasrat dan gairahnya, mendorong tubuh Fandi agar berbaring dan berganti dengannya.Memberikan sentuhan pada tubuh Fandi dengan gerakan sensual, melihat itu Fandi hanya bisa mendesah dengan meremas rambut Dona, bibirnya sudah beralih ke bawah dengan memegang milik Fandi. Memasukkan kedalam mulut, memberikan jilatan pada kepalanya sebelum memasukkan kedalam mulut, gerakan maju mundur dilakukan yang membuat Fandi mendesah keras atas perbuatan Dona, mendengar suara Fandi membuat Don semangat.Memberikan tatapan menggoda dibawah sana disertai dengan jilatan kasar pada milik Fandi yang diikuti dengan gerakan tangannya yang bermain pada telurnya, Fandi mendesah keras atas semua yang Dona laku