"Apa maksudnya, Cla?" Fandi menahan emozi dihadapan Clara.
"Memang apa yang abang tanyakan?""Nggak usah pura-pura! Kamu yang menempel di mading kantor, tidak hanya itu kamu juga yang menyebarkan tindakan kita. Apa yang kamu inginkan, Cla? Kita sudah sepakat untuk nggak pakai perasaan dan kamu bukan hanya melakukan sama aku saja. Please, Cla! Kita di luar negeri dimana semua serba bebas dan melakukan itu dianggap biasa saja." Fandi menatap malas pada Clara."Apa yang akang takutkan? Aku nggak yakin akang benar cinta sama dia, akang pasti hanya menginginkan sesuatu disana, bukan? Akang dekatin dia demi tujuan akang sendiri yang bahkan aku dan Gabriel nggak tahu apa." Clara menatap kesal pada Fandi."Sok tahu!" Fandi mengatakan dengan nada kesalnya "Kamu nggak tahu apa-apa tentang aku, Cla!"Clara terkesiap mendengar nada kesal dan tatapan tajam Fandi padanya, suasana hening menemani mereka dan tidak ada yang membuka suara sama sekali. Fa"Kamu nggak papa? Baik-baik saja?" Fandi mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Dona "Tugas dari ayah sama Endi pasti membuat kamu lelah belum lagi ngerjain laporan magang."Fandi mengangguk paham "Aku nggak ada masalah sama apa yang ayah kamu lakukan selama masih berhubungan dengan pekerjaan.""Setelah itu kamu lulus? Balik ke kampus?" "Mungkin, memang kenapa? Aku belum memutuskan sama sekali." Fandi menatap Dona yang hanya diam memandang langit dari balkon kamarnya, beberapa hari ini Dona lebih banyak menghabiskan waktu di apartemennya dibanding miliknya sendiri. Dona beralasan ada Vivi disana, walaupun bagi Fandi bukan alasan yang masuk akal, bukan tidak senang hanya merasa ada sesuatu yang disembunyikan."Ada yang mau kamu bicarakan?" Fandi bertanya hati-hati.Tidak ada jawaban dari bibir Dona, pandangannya masih mengarah pada langit malam. Fandi yang menatap itu hanya bisa menghembuskan napas panjang dan lelah, tidak b
"Kenapa tiba-tiba datang ke rumah?" Via memicingkan matanya melihat kedatangan Dona.Dona tidak mendengarkan nada protes bundanya, memeluk tubuhnya dan mencium kedua pipinya. Tatapan Dona mengarah pada ayah dan kembarannya yang semakin berantakan, mendekati mereka dan langsung mencium pipi ayahnya pemberitahuan, ekspresi jijik tampak di wajah Azka."Jijik banget sih," komen Azka memberikan ekspresi ingin muntah."Biarin!" Dona menjulurkan lidahnya untuk menggoda Azka "Kenapa masih disini? Bini dua harus diperhatikan malah disini lama.""Cerai."Dona memberikan tatapan terkejut, memilih duduk disamping Bima dengan memberikan tatapan penuh selidik. Via tidak lama bergabung bersama dengan duduk disamping Bima, sehingga Bima diapit kedua wanita yang berbeda usia."Cerai gimana? Sama yang mana? Wulan atau Reina?" Dona bertanya secara beruntun."Keduanya.""Apa!" Dona nyaris teriak "Memang kenapa? Masalah apa? Aku lih
"Kamu tahu?" Dona menatap tidak percaya.Vivi mengangguk lemah, tidak menyadari tatapan Dona yang sudah tampak emosi dikarenakan posisi Vivi sedang memasukkan barang belanjaan Dona dalam lemari es."Kenapa aku nggak dikasih tahu?""Aku baru tahu kemarin pulang kerja dan kamu sibuk sama Fandi, aku pusing bahkan baru makan setengah jam yang lalu karena terpaksa." Vivi menutup lemari es dan tatapan mereka bertemu "Semua mantan aku paling malas sama kembaranmu dan kamu tahu alasannya."Keheningan menyapa mereka, Dona dan Vivi yang diam-diam saling mencuri pandang dan tidak tahu harus mengatakan apa, pikiran mereka berjalan masing-masing tanpa ada yang membuka suaranya."Alasan dia cerai apa?" Dona membuka suaranya terlebih dahulu "Kedua istrinya itu cantik, baik dan sabar. Azka mau cari yang kaya gimana lagi?""Cari yang pedang bukan donat," sahut Vivi asal yang tidak mendapatkan respon apapun dari Dona "Azka memang nggak pernah curh
"Ada masalah?" Fandi menatap lekat Dona yang langsung menggelengkan kepalanya "Kamu bisa cerita sama aku kalau mau.""Bukan masalah serius, aku hanya pusing saja." Dona memejamkan matanya.Pembicaraannya dengan Vivi dan keputusan kedua orang tuanya sudah membuatnya pusing, mengetahui Fandi pulang dari kegiatannya yang dilakukan Dona adalah berpamitan pada Vivi. Dona beranggapan bertemu dengan Fandi bisa menenangkan perasaannya, tapi tampaknya melihat wajahnya seketika merasa bersalah dimana hanya memanfaatkan saja."Apa yang kamu bicarakan sama Vivi?""Pembicaraan wanita," jawab Dona tidak bersemangat."Mau jalan-jalan? Kalau kita di Indonesia pastinya aku udah ajak kamu ke Puncak, tapi disini...aku belum pernah kemana-mana." Fandi menggaruk lehernya yang tidak gatal dengan senyum tidak enaknya "Universal Studio gimana?""Memang sudah pernah kesana?" Dona menatap ingin tahu yang hanya diangguki Fandi "Sama siapa?""Rame-
"Azka akan menggantikan posisi kamu." Dona memilih diam dan tidak bereaksi apapun saat Bima mengatakannya di ruangan dengan Azka disampingnya, Dona sendiri tidak melihat keberadaan Endi atau orang pusat. Ayahnya tidak akan melibatkan orang pusat dalam mengambil keputusan untuk perusahaan yang sudah di pegang olehnya, opa sudah percaya penuh pada ayahnya."Nantinya Azka yang akan memegang perusahaan ini sama agency sedangkan kamu...""Kapan aku harus keluar?" Dona memotong kalimat Bima dengan nada datar "Sekarang?" "Dona! Kamu apa-apaan sih, sayang. Siapa yang menyuruh kamu keluar dari sini?" Via membuka suaranya dengan nada sedihnya."Kamu nggak keluar hanya saja posisi kamu dibawah Azka, dia masih butuh bimbingan disini secara sudah lama nggak megang perusahaan." Bima menjelaskan dengan nada yang berusaha untuk sabar."Vivi ikut sama aku, Azka cari asisten sendiri!""Nggak! Vivi akan sama Azka dan kamu dengan asisten
"Sudah selesai? Nggak akan ketemu di kantor lagi?"Fandi tertawa mendengar kalimat Dona "Nggak ketemu di kantor tapi unit kita sebelahan dan kamu lebih banyak disini daripada disana." Dona langsung mengerucutkan bibirnya "Bagaimana dengan Azka? Bisa mengikuti dengan baik?""Sejauh ini iya, kita berdua sampai pusing buat ngajarin dia." Dona mengungkapkan kekesalannya "Vivi itu stok sabarnya besar coba kalau sama aku udah habis Azka."Fandi menggelengkan kepalanya "Dia kembaranmu loh.""Nah itu...kita itu beda banget dalam banyak hal. Jenis kelamin, kebiasaan, selera apapun itu dan banyak lagi. Aku kadang suka mikir apa kesamaan kita, tapi nggak pernah dapat." Fandi mengacak rambut Dona pelan "Kuliah bagaimana? Laporan magang selesai?""Selesai dan hasil memuaskan.""Dua teman kamu juga sama memuaskannya?" Fandi menganggukkan kepalanya "Cewek itu...gimana?"Fandi mengerutkan keningnya "Clara? Dia baik-baik saja, semuanya b
"Udah deh mending kamu balik sana!" Dona memijat keningnya mendengar suara kekesalan Vivi, sangat tahu bagaimana perasaan Vivi saat ini. Azka sejak beberapa minggu kemarin tidak mendengarkan semua yang Vivi ajarkan, pikirannya bukan pada perusahaan melainkan membuat musik atau menghubungi musisi agar bisa mendapatkan lagu untuk penyanyi yang ada di agency.Bukan hanya Vivi yang lelah dan mengeluarkan kalimat kekesalan, beberapa kali Dona juga melakukan hal yang sama tapi saat mereka hanya berdua tanpa adanya Vivi. Pekerjaan Vivi bukan hanya mengajarkan Azka saja, tapi memastikan pekerjaan Bima dan juga Dona berjalan sebagaimana mestinya. Vivi adalah asisten kepercayaan Bima, bukan karena statusnya sebagai sahabat Dona dan mantan Azka tapi memang dia sangat bagus dalam bekerja.Fandi sendiri awal mula belajar ke Vivi untuk mengikuti cara kerja Bima, posisi Fandi adalah menjadi asisten pribadi Bima dan semenjak magangnya selesai pekerjaan tersebut kembali s
"Mau temani aku?" Dona mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Fandi "Seno nemani Sasa dan Dika liburan, mereka kesini soalnya Lita mau liburan.""Lita itu adik kamu?" Fandi menganggukkan kepalanya "Seno itu kakak pertamamu? Cuman berempat? Istrinya?""Maksudku Seno dan keluarganya, Lita mah ngikut aja." Fandi menggaruk kepalanya yang tidak gatal "Jadi gimana?" "Mereka tinggal dimana? Memang sudah datang?""Ini jemput ke airport, rencananya tidur sini tapi kayaknya Lita aja kalau Seno mau di hotel aja.""Hotel kita gimana?" Dona memberikan usul yang mendapatkan tatapan bingung dari Fandi, seketika memukul keningnya pelan "Kamu belum tahu kalau H&D Group punya hotel disini? Leo sebenarnya sebulan sekali kesini buat ngecek." "Mahal pasti, mana ada uang mereka." Fandi seketika menggelengkan kepalanya."Udah gampang, pakai kamarku aja nanti. Kita jemput jam berapa? Aku siap-siap dulu." "Setengah jam lagi beran