"Sudah selesai? Nggak akan ketemu di kantor lagi?"
Fandi tertawa mendengar kalimat Dona "Nggak ketemu di kantor tapi unit kita sebelahan dan kamu lebih banyak disini daripada disana." Dona langsung mengerucutkan bibirnya "Bagaimana dengan Azka? Bisa mengikuti dengan baik?""Sejauh ini iya, kita berdua sampai pusing buat ngajarin dia." Dona mengungkapkan kekesalannya "Vivi itu stok sabarnya besar coba kalau sama aku udah habis Azka."Fandi menggelengkan kepalanya "Dia kembaranmu loh.""Nah itu...kita itu beda banget dalam banyak hal. Jenis kelamin, kebiasaan, selera apapun itu dan banyak lagi. Aku kadang suka mikir apa kesamaan kita, tapi nggak pernah dapat." Fandi mengacak rambut Dona pelan "Kuliah bagaimana? Laporan magang selesai?""Selesai dan hasil memuaskan.""Dua teman kamu juga sama memuaskannya?" Fandi menganggukkan kepalanya "Cewek itu...gimana?"Fandi mengerutkan keningnya "Clara? Dia baik-baik saja, semuanya b"Udah deh mending kamu balik sana!" Dona memijat keningnya mendengar suara kekesalan Vivi, sangat tahu bagaimana perasaan Vivi saat ini. Azka sejak beberapa minggu kemarin tidak mendengarkan semua yang Vivi ajarkan, pikirannya bukan pada perusahaan melainkan membuat musik atau menghubungi musisi agar bisa mendapatkan lagu untuk penyanyi yang ada di agency.Bukan hanya Vivi yang lelah dan mengeluarkan kalimat kekesalan, beberapa kali Dona juga melakukan hal yang sama tapi saat mereka hanya berdua tanpa adanya Vivi. Pekerjaan Vivi bukan hanya mengajarkan Azka saja, tapi memastikan pekerjaan Bima dan juga Dona berjalan sebagaimana mestinya. Vivi adalah asisten kepercayaan Bima, bukan karena statusnya sebagai sahabat Dona dan mantan Azka tapi memang dia sangat bagus dalam bekerja.Fandi sendiri awal mula belajar ke Vivi untuk mengikuti cara kerja Bima, posisi Fandi adalah menjadi asisten pribadi Bima dan semenjak magangnya selesai pekerjaan tersebut kembali s
"Mau temani aku?" Dona mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Fandi "Seno nemani Sasa dan Dika liburan, mereka kesini soalnya Lita mau liburan.""Lita itu adik kamu?" Fandi menganggukkan kepalanya "Seno itu kakak pertamamu? Cuman berempat? Istrinya?""Maksudku Seno dan keluarganya, Lita mah ngikut aja." Fandi menggaruk kepalanya yang tidak gatal "Jadi gimana?" "Mereka tinggal dimana? Memang sudah datang?""Ini jemput ke airport, rencananya tidur sini tapi kayaknya Lita aja kalau Seno mau di hotel aja.""Hotel kita gimana?" Dona memberikan usul yang mendapatkan tatapan bingung dari Fandi, seketika memukul keningnya pelan "Kamu belum tahu kalau H&D Group punya hotel disini? Leo sebenarnya sebulan sekali kesini buat ngecek." "Mahal pasti, mana ada uang mereka." Fandi seketika menggelengkan kepalanya."Udah gampang, pakai kamarku aja nanti. Kita jemput jam berapa? Aku siap-siap dulu." "Setengah jam lagi beran
"Memang ada hubungan apa?" Dona dan Fandi saling menatap satu sama lain ketika mendapatkan pertanyaan yang tidak terduga dari Berry, tampaknya Fandi melupakan sesuatu tentang Berry yang tahu banyak hal."Kenapa kamu bisa tanya itu?" Seno membuka suaranya terlebih dahulu karena Dona dan Fandi yang tidak mengeluarkan suara."Akang lupa kalau Teh Rina kerja di rumah sakit? Rumah Sakit Wijaya," jawab Berry yang diangguki Seno "Rumah sakit itu masuk di H&D Group, kan?" Berry mengalihkan pandangannya kearah Dona yang menelan saliva kasar."Teh Rina itu sepupu kamu?" Berry menganggukkan kepalanya saat Fandi bertanya "Kenapa aku nggak ketemu dia?""Kamu pernah kesana?" Fandi menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Berry "Ngapain kamu? Oh yang pulang kemarin itu? Ada hubungan sama magang? Memang jabatan kamu apa di magang?""Asisten direktur dan kesana urusan kerjaan sama Dona, kalau Dona di pusat sedangkan aku di rumah sakit. Kenapa
"Gimana ketemu sama saudara Fandi?"Dona tersenyum lebar mendengar pertanyaan kembarannya, Azka. Mereka memang banyak perbedaan, tapi tetap memantau dari jauh. Dona yakin jika Azka berusaha dekat dengan Fandi, hal yang pernah dilakukan dulu saat bersama mantannya. Perbedaannya adalah pada saat itu Azka sudah memberikan peringatan tentang sang mantan, tapi Dona tidak mendengarkan dan sekarang Fandi seakan mendukung hubungan mereka."Kamu dukung banget aku sama Fandi, padahal sebelumnya nggak pernah memberi dukungan. Memang ada bedanya dengan sebelumnya?""Kamu tahu jawabannya, Don." Azka menjawab dengan nada malasnya yang ditanggapi dengan suara tawa Dona "Aku sudah bicara banyak sama Fandi dan memang dia baik untuk saat ini, tapi aku sudah memberikan ancaman.""Nggak usah lebay!" Dona menatap malas kembarannya yang tidak jauh berbeda dengan saudara laki-laki mereka "Jangan alasan kalau apa yang kamu katakan dan lakukan adalah bentuk kasih sayang."
"Orang tuamu bakal datang berarti?" Dona mengangkat kepalanya agar bisa melihat Fandi."Kamu mau bukain kamar kaya Seno?" "Mungkin," jawab Dona melepaskan pelukan dari Fandi "Memang kenapa? Kamu merasa sesuatu?""Aku nggak enak sama keluargamu, takut mereka berpikir dekatin kamu karena ada maunya." Dona pernah berpikir sama seperti yang dikatakan Fandi, hal itu pernah dibicarakan dengan kedua orang tuanya dan jawabannya adalah semua harus di diskusikan. Fandi belum menjadi bagian dari mereka, apalagi keluarganya. Dona yang membawa keluarga Fandi ke hotel mereka secara otomatis harus mengeluarkan uang pribadi, walaupun harga yang dibayar tidak sebanyak aslinya."Biarkan mereka tinggal disini, nggak usah di hotel." Dona memilih menganggukkan kepalanya mendengar kalimat dengan nada tegas Fandi "Kamu nggak masalah, kan?" Dona mengerutkan kening "Kita nggak tidur bersama.""Apaan sih."Melangkahkan kakinya ke dapur, perutny
"Kita akhirnya bertemu lagi," ucap Marni, ibu Fandi.Dona mencium punggung tangan kedua orang tua Fandi, sebuah tarikan lembut didapat dengan memeluknya erat disertai belaian lembut pada punggungnya. Melepaskan pelukan ibunya Fandi dengan memegang kedua tangan diikuti senyum lebarnya pada orang tua Fandi."Sudah wisuda, kamu lanjut ngajar?" Fandi menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan ayahnya, Waluyo."Kalian nggak ada rencana menikah?" Marni menatap Dona dan Fandi bergantian yang seketika hanya saling memandang "Jangan sampai kaya Hardian yang hamil duluan, kasihan anaknya nggak bisa pakai nama kita jadi akan lebih baiknya kalian segera menikah.""Masih banyak yang harus kami bicarakan, bu." Fandi mengambil jawaban aman."Mereka sudah dewasa, bu. Kita sekarang fokus dengan wisuda Fandi bukan membahas hal lain." Waluyo memberikan peringatan, ekspresi wajah Marni tampak sedih.Dona yang melihat perubahan ekspresi ibunya Fandi
"Akhirnya kita lulus juga," ucap Clara dengan ekspresi bahagia "Mana calonmu?""Kenapa? Mau kamu apakan? Nggak usah aneh-aneh." Fandi mengatakan dengan ekspresi datarnya.Clara berdecih mendengar kalimat Fandi dengan nada suaranya "Terima kasih banyak waktu itu membolehkan aku ikut magang di perusahaan besar itu, aku sempat nggak tahu mau kemana dan kamu sangat membantu."Suasana wisuda berlangsung tenang, memanggil satu per satu nama mereka yang sudah lulus untuk maju di depan. Fandi melangkah dengan jantungnya berdetak kencang, walaupun bukan pertama kali tetap saja membuat perasaannya tidak menentu dan saat bersalaman dengan kepala universitas dan fakultas serta dosen yang membimbing dirinya semakin tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan air mata."Selamat!" Satu per satu mengucapkan selamat, Fandi tersenyum lebar dan tidak lupa memeluk Clara sebagai bentuk pertemuan terakhirnya mungkin, semoga saja mereka bisa bertemu lagi nanti
"Kamu nggak akan balik sini?" Dona menatap apartemen Fandi dengan tatapan sedih."Kalau kesini pastinya bukan tinggal disini, apa aku harus beli apartemen disini?" Fandi mengatakan tanpa menatap Dona dan memilih menata pakaiannya kedalam koper.Dona menggelengkan kepalanya "Aku ada apartemen di sebelah kamu ini, jadi kalau kamu datang kita tinggal disana.""Vivi?" Dona menepuk keningnya pelan "Nanti aku pikirkan gimana.""Memang punya banyak uang? Bukankah kamu dosen, dapat uang darimana? Bukan aku memandang sebelah mata tapi...." Dona memberikan tatapan penuh selidik dan seketika terdiam ketika menyadari pertanyaannya yang bisa melukai perasaan Fandi."Aku tahu dan paham, pekerjaanku memang dosen tapi aku juga ada proyek lain belum lagi kantor lawyer yang aku buat sama teman-teman. Cuman kalau dibandingkan dengan keluarga besarmu jelas kalah, tapi setidaknya aku bisa menghidupi kamu dan anak kita nanti." Fandi menatap Dona yang menganggu