"Kita akhirnya bertemu lagi," ucap Marni, ibu Fandi.
Dona mencium punggung tangan kedua orang tua Fandi, sebuah tarikan lembut didapat dengan memeluknya erat disertai belaian lembut pada punggungnya. Melepaskan pelukan ibunya Fandi dengan memegang kedua tangan diikuti senyum lebarnya pada orang tua Fandi."Sudah wisuda, kamu lanjut ngajar?" Fandi menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan ayahnya, Waluyo."Kalian nggak ada rencana menikah?" Marni menatap Dona dan Fandi bergantian yang seketika hanya saling memandang "Jangan sampai kaya Hardian yang hamil duluan, kasihan anaknya nggak bisa pakai nama kita jadi akan lebih baiknya kalian segera menikah.""Masih banyak yang harus kami bicarakan, bu." Fandi mengambil jawaban aman."Mereka sudah dewasa, bu. Kita sekarang fokus dengan wisuda Fandi bukan membahas hal lain." Waluyo memberikan peringatan, ekspresi wajah Marni tampak sedih.Dona yang melihat perubahan ekspresi ibunya Fandi"Akhirnya kita lulus juga," ucap Clara dengan ekspresi bahagia "Mana calonmu?""Kenapa? Mau kamu apakan? Nggak usah aneh-aneh." Fandi mengatakan dengan ekspresi datarnya.Clara berdecih mendengar kalimat Fandi dengan nada suaranya "Terima kasih banyak waktu itu membolehkan aku ikut magang di perusahaan besar itu, aku sempat nggak tahu mau kemana dan kamu sangat membantu."Suasana wisuda berlangsung tenang, memanggil satu per satu nama mereka yang sudah lulus untuk maju di depan. Fandi melangkah dengan jantungnya berdetak kencang, walaupun bukan pertama kali tetap saja membuat perasaannya tidak menentu dan saat bersalaman dengan kepala universitas dan fakultas serta dosen yang membimbing dirinya semakin tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan air mata."Selamat!" Satu per satu mengucapkan selamat, Fandi tersenyum lebar dan tidak lupa memeluk Clara sebagai bentuk pertemuan terakhirnya mungkin, semoga saja mereka bisa bertemu lagi nanti
"Kamu nggak akan balik sini?" Dona menatap apartemen Fandi dengan tatapan sedih."Kalau kesini pastinya bukan tinggal disini, apa aku harus beli apartemen disini?" Fandi mengatakan tanpa menatap Dona dan memilih menata pakaiannya kedalam koper.Dona menggelengkan kepalanya "Aku ada apartemen di sebelah kamu ini, jadi kalau kamu datang kita tinggal disana.""Vivi?" Dona menepuk keningnya pelan "Nanti aku pikirkan gimana.""Memang punya banyak uang? Bukankah kamu dosen, dapat uang darimana? Bukan aku memandang sebelah mata tapi...." Dona memberikan tatapan penuh selidik dan seketika terdiam ketika menyadari pertanyaannya yang bisa melukai perasaan Fandi."Aku tahu dan paham, pekerjaanku memang dosen tapi aku juga ada proyek lain belum lagi kantor lawyer yang aku buat sama teman-teman. Cuman kalau dibandingkan dengan keluarga besarmu jelas kalah, tapi setidaknya aku bisa menghidupi kamu dan anak kita nanti." Fandi menatap Dona yang menganggu
"Seksi?" Fandi melempar sofa kearah Reno "Aku tanya sebenarnya ini, aku belum bertemu sama dia.""Aku juga penasaran sama cewek ini," sahut Wima yang semakin membuat ekspresi wajah Fandi menahan emosi "Bukan masalah seksinya, tapi wanita ini hebat bisa membuat dosen membuka hatinya.""Sialan! Aku kira kamu bakal belain ternyata nggak jauh beda sama suami laknatmu ini." Fandi menatap kesal pada pasangan suami istri dihadapannya "Harusnya aku istirahat malah disuruh kesini, memang laknat kalian berdua.""Language, Fan." Wima memberikan teguran yang membuat Fandi mengucapkan maaf tanpa suara pada Reno "Tapi jujur aku memang penasaran."Fandi membuka ponselnya, mencari foto Dona yang sudah masuk ke folder sendiri dan memang dirinya siapkan jika kedua pasangan yang mengesalkan dan disayanginya ingin tahu. Fandi jelas tidak bisa berhadapan langsung dengan kedua pasangan yang sedang menatap kearahnya, mengulurkan ponselnya pada mereka berdua setelah janj
"Kamu selesaikan laporan ini," ucap Bima memberikan laporan pada Dona yang tampak lelah "Kamu tahu kalau Azka nggak tertarik sama beginian dan masih dalam proses belajar."Dona membuat bola matanya malas, meskipun begitu tetap melakukan apa yang dikatakan ayahnya. Menyelesaikan pekerjaan dengan cepat agar bisa bertemu dengan Fandi secepatnya, mereka selama ini menghabiskan waktu melalui sambungan ponsel dan tidak bisa terlalu lama.Pekerjaan yang membuat semuanya tidak bisa berlama-lama, Dona tidak tahu bagaimana bisa Fandi mendapatkan proyek untuk menangani sesuatu. Fandi juga mengatakan akan mengerjakan karya ilmiah bersama rekan dosen dan mahasiswa andalannya. Dona lebih banyak berada di perusahaan menyelesaikan pekerjaan sebelum ditinggalkan, ditemani Vivi dan ayahnya sedangkan Azka tidak tahu berada dimana."Ayah itu suka pilih kasih," ucap Dona setelah selesai semua dan Vivi keluar dari ruangan.Bima mengerutkan keningnya "Kenapa bisa bilang
"Sejak kamu datang dari Singapore rasanya nggak pernah berhenti," ucap salah satu rekan dosennya, Farhan.Fandi tersenyum mendengarnya "Rezeki nggak boleh ditolak, anggap saja begitu."Fandi mengakui sejak kedatangannya secara tiba-tiba diberi kepercayaan mengerjakan karya ilmiah dan tidak hanya itu kantor firma hukumnya mendapatkan kepercayaan menangani kasus. Fandi tidak menghubungkan dengan Dona atau keluarganya sama sekali, walaupun mereka memiliki perusahaan besar tapi tidak akan sampai sejauh ini."Dengar-dengar dapat cewek sana?" Farhan memberikan nada menggoda."Semoga saja jodoh," ucap Fandi meminta doa hubungannya dengan Dona."Kamu tahu kenapa Retno mau ikutan?" Fandi mengerutkan keningnya "Kamu nggak tahu alasan dia langsung setuju?""Bukannya fakultas memilih karena pintar?" Fandi memberikan alasan yang dirinya tahu."Kamu sama sekali nggak tahu gosip yang ada." Farhan menggelengkan kepalanya mendengar perta
"Bagaimana kabar Fandi?" Dona mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan sang ayah ketika baru datang bersama dengan Azka di belakangnya, melihat dengan tatapan tanda tanya yang tampaknya tidak disadari sang ayah."Bunda kepo, tanya mulu makanya ayah tanya ke kamu sekarang." Azka mengatakan dengan suara pelan yang diangguki Dona."Baik, Fandi memang lagi sibuk jadi memang hubungi kalau sempat.""Bisa kamu?" Bima memberikan tatapan selidik yang membuat Dona menelan saliva kasar "Ayah kenal kamu dengan baik jadi tahu kalau kamu nggak bisa.""Fandi mengubah Dona dengan baik," ucap Azka yang menaik turunkan alisnya.Dona menundukkan kepalanya dan yakin jika wajahnya sudah memerah sekarang, Azka benar jika Fandi mengubah dirinya dan terbukti dengan rutinnya Dona mendatangi psikiater dan psikolog secara bersamaan. Hal yang mungkin sudah disadari kedua orang tuanya sejak kedekatannya dengan Fandi dan itu juga alasan mereka setuju denga
"Itu susahnya kalau LDR, lagian sok-sokan." Leo menggelengkan kepalanya yang langsung mendapatkan pukulan di lengan dari Fransiska "Sayang, kamu malah belain Dona?""Mas itu kebiasaan semua di godain," omel Fransiska yang langsung menolehkan kepalanya di belakang "Jangan masukkan hati kata-kata masmu."Dona menganggukkan kepalanya dengan senyum terbaiknya "Sudah biasa, kak.""Fandi tahu kamu kesini?" tanya Leo yang mengalihkan pembicaraan."Belum, aku dadakan kesini." Leo menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Dona "Terus ini gimana? Kamu mau kemana?""Nginep dulu di hotel, boleh?" Dona meminta pendapat terlebih dahulu."Kamu nggak akan godain Irwan, kan?""Astaga! Mas, aku udah melupakan Irwan. Aku kalau belum melupakan Irwan nggak akan jalin hubungan serius sama Fandi." Dona menatap kesal Leo yang kembali mendapatkan pukulan di lengan dari Fransiska "Pukul aja Mas Leo, mbak. Aku lama-lama juga kesal, kalau perlu sur
"Sahabat kamu? Anaknya udah dua? Kamu bahkan belum punya anak sama sekali.""Nanti kita langsung program kembar," ucap Fandi yang membuat Dona membelalakkan matanya.Fandi memang sudah merencanakan dari lama, pertemuan sahabatnya dengan Dona. Kegiatan ini bukan karena Reno dan sang istri yang ingin bertemu dengan Dona tapi memang sudah dia rencanakan hanya saja tidak tahu kapan waktu yang tepat, kedatangan Dona secara tiba-tiba membuat Fandi langsung melakukannya."Aku perlu menyiapkan sesuatu?" Fandi mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Dona "Maksudnya?""Siapa tahu aku harus bersiap dengan godaan atau kata-kata kasarnya," jawab Dona polos.Fandi tertawa mendengarnya "Dia nggak akan berani mengeluarkan kata-kata kasar, istrinya akan langsung memberi hukuman untuk tidak masuk kamar. Godaan? Tampaknya sama dia nggak akan berani menggoda kamu.""Berapa lama kalian berteman?" "Sekolah menengah atas mungkin
"Sudah tidur mereka?""Barusan, ada apa?" "Aku nggak menyangka kita bisa melewati semua masalah, punya anak-anak yang lucu.""Kamu nggak kasih aku istirahat, masa setiap tahun melahirkan kaya kejar target aja." Dona mengerucutkan bibirnya yang langsung mendapatkan ciuman singkat dari Fandi."Kamu hebat dan luar biasa, melahirkan tiga anak setiap tahun." "Kamu yang kebangetan nggak biarin aku istirahat." Dona mengerucutkan bibirnya "Tapi...waktu lihat mereka lahir rasa sakit seketika hilang, aku langsung jadi penasaran kalau punya lagi akan mirip siapa.""Tapi...kenapa anak kita dan Azka nggak ada yang kembar ya?" "Mau kembar?" Dona menatap tanda tanya."Bukan gitu, kalian berdua kan kembar terus kenapa anak kalian nggak ada yang kembar?"Dona mengangkat bahunya "Belum mungkin, sekarang juga nggak kembar.""Apa kita buat kembar setelah ini lahir?" Dona membelalakkan matanya mendengar kalimat
"Kamu mau ke Singapore aja? Sudah yakin? Memang nggak pecah itu kepala diisi belajar mulu?""Aku buat karya ilmiah disana, setidaknya sampai anak kita lahir.""Kita disini juga nggak ada masalah.""Kasihan ayah sama bunda kamu, mereka pastinya butuh anak disana. Anggap aja sebagai bakti ke orang tua.""Gimana sama mama dan papa?""Disini ada banyak anak-anaknya, beda sama ayah dan bunda. Anaknya cuman kamu sama Azka, apalagi Azka lebih senang di agency daripada ngurus perusahaan disana. Azka bilang pecah kepalanya kalau urus perusahaan disana, dia coba udah gatal pengen keluar."Dona berdecih mendengar kata-kata yang Azka ucapkan ke Fandi, Azka memang nggak suka lihat angka atau apapun itu. Azka lebih menyukai suara musik, membuat musik membuat jiwanya tenang, tidak salah jika opanya menyiapkan masa depan mereka masing-masing."Dia bukan pecah kepala aja, tapi gatal pantatnya kalau kelamaan duduk lihat angka dan baca per
"Tokcer juga.""Jelas!" Fandi berkata dengan nada bangga dan penuh kesombongan."Kita sama sekali nggak membayangkan kamu bakal hamil lebih cepat.""Sama, ma. Kita sama sekali nggak nyangka bakal secepat ini.""Kita jadi ikut bahagia waktu Fandi kasih kabar lewat pesan, percaya nggak percaya. Apalagi kalian langsung pisah, kamu sibuk sama kerjaan dan Fandi juga sama."Dona dan Fandi hanya tersenyum mendengar kalimat sang mama, sebenarnya memang tidak bisa ditebak sama sekali. Dona tidak merasakan apapun sama sekali ketika di Singapore, masalah pekerjaan membuat Dona yang tidak merasakan tanda-tandanya. Saat bertemu Fandi seketika terjadi perubahan dan mereka segera memutuskan perika menggunakan alat tes kehamilan yang dijual umum, hasilnya positif dan tanpa menunggu waktu langsung menuju dokter kandungan di rumah sakit. Hasilnya tidak jauh berbeda, tapi bagusnya mereka langsung mengetahui usia kehamilan yang ternyata sudah ada dari sebelu
"Kenapa, bang?""Masih lama Dona?""Abang ini aneh, masih ada satu jam kali."Fandi menghirup udara banyak agar sedikit lebih tenang, biarkan Lita menganggap dirinya merindukan Dona padahal memikirkan hal yang tidak penting."Pekerjaanmu bagaimana?" Fandi membuka pembicaraan terlebih dahulu.Lita menghembuskan napas panjangnya "Aku masuk waktu lagi banyak event, makanya aku sering pulang malam. Apartemen yang diminta Mbak Dona tempati bisa membuat aku nggak perlu dengar mama ngomel.""Kamu jadi kerja di H&D?" Fandi memastikan kembali.Lita menganggukkan kepala tanpa ragu "Kurang dua tahap lagi, bang. Aku juga sering ketemu Tama buat tanya-tanya, kadang kalau luang juga ke cafenya Mbak Naila buat belajar.""Memang ditempatin dimana?" Fandi tidak tahu pembicaraan kedua wanita tersebut."Rencananya sih agency, Mbak Dona minta aku disana bantuin Mas Azka. Mbak Reina yang mantan istrinya sudah nggak disana,
"Hubungan jarak jauh? Memang enak? Sudah menikah tapi pisah.""Sementara, lagian cuman beberapa hari.""Tetap saja nggak enak secara nggak ada yang menghangatkan, hubungi Ratih aja.""Kami sudah berakhir lama."Fandi meninggalkan meja setelah tidak ada pembicaraan lebih lanjut, pembicaraan yang tidak memberikan manfaat apapun. Dua hari setelah di rumah Vivi memberi kabar untuk ke Singapore dimana ada perusahaan yang membutuhkan dipastikan dan Dona sangat ahli dalam hal itu. Disamping itu harus melakukan rapat bulanan yang mengharuskan Dona dan ayahnya berada disana."Maaf, pak.""Pras, sudah mau wisuda?" Fandi menatap mahasiswa yang baru lulus atau bisa dikatakan telat."Ya, akhirnya.""Kemana setelah ini?" "Belum tahu, pak. Saya sudah bekerja di event organizer, bukan pekerjaan di firma hukum tapi setidaknya saya bekerja dengan posisi bagus.""Bagus kalau begitu, apa kamu nggak ingin melanjut
"Dalam...ahh...lebih....ahh...."Dona meremas rambut Fandi atas apa yang dilakukan dibawah, jilatan yang dilakukan dengan memasukkan jemarinya membuat Dona bergerak tidak menentu, menarik kepala Fandi menghentikan kegaiatannya dibawah sana. Melumat kasar bibirnya menyalurkan hasrat dan gairahnya, mendorong tubuh Fandi agar berbaring dan berganti dengannya.Memberikan sentuhan pada tubuh Fandi dengan gerakan sensual, melihat itu Fandi hanya bisa mendesah dengan meremas rambut Dona, bibirnya sudah beralih ke bawah dengan memegang milik Fandi. Memasukkan kedalam mulut, memberikan jilatan pada kepalanya sebelum memasukkan kedalam mulut, gerakan maju mundur dilakukan yang membuat Fandi mendesah keras atas perbuatan Dona, mendengar suara Fandi membuat Don semangat.Memberikan tatapan menggoda dibawah sana disertai dengan jilatan kasar pada milik Fandi yang diikuti dengan gerakan tangannya yang bermain pada telurnya, Fandi mendesah keras atas semua yang Dona laku
"Habis menikah itu wajahnya bahagia, masa daritadi cemberut.""Berisik!""Kenapa memang dia, Don?"Dona memilih tersenyum mendengar pertanyaan Reno, setelah proses akad kemarin dimana Dona memberitahukan jika palang merah seketika Fandi berubah. Fandi tetap perhatian padanya, tapi ekspresi wajahnya seperti orang lemas dan tidak ada gairah."Kalau lihat ekspresinya bisa dibilang Dona lagi palang merah," ucap Lucas yang tidak tahu darimana "Memang yakin? Apa jangan alasan aja biar kalian...""Abang, tolong mulutnya! Ada anak-anak disini." Anggi langsung menegur Lucas yang membuatnya terdiam "Jangan gangguin Dona, mending disini bantuin aku."Dona menahan tawa melihat ekspresi wajah Lucas, pria itu berjalan mendekati Anggi yang sedang bersama anak-anak. Pemandangan yang selalu dilihat setiap kali mereka berkumpul, tahta tertinggi saat berada di rumah adalah wanita. Lucas sangat mengikuti apa yang opa katakan, berbeda dengan Leo yang
"SAH!"Suara teriakan terdengar keras ketika proses selesai, lantunan doa mereka semua panjatkan setelah mendengar satu kata yang membuat napas lega. Beberapa menit lalu jantungnya berdetak kencang, memegang tangan Bima dan mengucapkan kalimat sakral.Menunggu kedatangan Dona yang berada dalam kamar, jantung Fandi semakin berdetak kencang. Acara pingitan yang dilakukan orang tua mereka membuatnya tidak saling bertemu, tapi mereka berdua selalu mempunyai cara bisa berhubungan walaupun tidak bisa lama.Suara musik terdengar, Fandi berdiri menatap pintu masuk menunggu kedatangan Dona. Pintu terbuka, menahan napas ketika membayangkan apa yang akan dilihatnya nanti. Senyum lebar menghiasi wajah mereka berdua, tidak melepaskan tatapan satu sama lain dan hanya fokus pada satu objek. Langkah Dona semakin dekat sampai akhirnya dihadapan Fandi, dokumentasi diambil dan mereka memulai langsung apa yang menjadi susunan acara dari wedding organizer.Tanda tanga
"Kang, makasih banyak."Membalas pelukan Lita saat melingkarkan tangannya di perut, membelai rambut Lita dengan memberikan ciuman lembut. "Kenapa jadi melow gini?" Lita melepaskan pelukan dengan tatapan selidik."Memang salah kalau cium adik sendiri?" Fandi melangkahkan kakinya menuju ranjang."Ya udah, aku mau ke penginapan sebelah. Kang, Dara tidur sini memang nggak boleh?" Lita memberikan tatapan memohon."Mau tidur dimana? Kamu aja tidur kalau nggak sama mama ya disini, kamu mau tidur disana nanti? Kalau itu ijin mama bukan aku.""Enaknya jadi orang dewasa, aku juga pengen nikah.""Lulus dulu sana baru nikah." Fandi memperingati Lita "Ingat jadi cewek harus punya harga diri! Jangan mau disentuh seenaknya." "Pengalaman banget," goda Lita yang membuat Fandi mengacak rambutnya "Aku pergi dulu."Matanya tidak lepas melihat punggung Lita yang semakin menjauh, banyak hal yang sudah terjadi didalam hidup