Dinda tersenyum kepadaku. “Lalu, kalo soal dia yang percaya mitos, dan ngidam yang aneh-aneh, I think itu salah satu faktornya karena pengaruh dari Mamanya Roy deh. Selama ini, mungkin aja, Mama mertua yang paling rutin jengukin Hanna. Mungkin juga, yang paling sering ngajakin Hanna ngobrol atau doing something together. Jadi Hanna ngerasa terhibur dan terobati rasa kesepiannya…”“Dari situ, secara nggak langsung, Hanna jadi ‘ngidolain’ Mama mertua, yang menurut dia jauh lebih mengerti soal kebutuhan psikisnya. Makanya, Mamanya Roy mau bilang apa aja, pasti Hanna bakalan belain dan nurut. Nggak peduli itu masuk akal, atau nggak…”“Jadi, kalo sampe Hanna ngidam yang di luar nalar, itu sebenernya cara komunikasinya Hanna aja ke Roy, dan orang-orang yang ada di sekitarnya… Memang agak aneh dan nggak bisa dilogika juga. Tapi, sebenernya makes sense kok, kalo dilihat lebih dalem lagi, dan dicari tau penyebabnya itu apa.”“Soalnya Hanna itu butuh human interaction yang real and genuine. Dia
Secara garis besar, semua pusat toko buah pasti terlihat sama. Ada berbagai macam jenis buah lokal maupun impor, label nama dan keterangan mengenai setiap macam buah itu sendiri, sekaligus label harga yang tertera di setiap jenis buah. Dan sejauh kedua mataku bisa menemukan, aku masih belum melihat ada label keterangan mengenai buah manggis yang memiliki isi tujuh.“Bukan dijual khusus isi tujuh kayak yang kamu pikir gitu…” Kata Dinda sambil mengajakku mendekat ke area salah satu rak buah yang berukuran lumayan cukup besar, dan berisikan buah manggis yang terlihat masih segar. “Harus kita yang milih sendiri…” Dinda mengendus satu butir buah manggis yang sedang dipegangnya itu. “Ini wanginya masih fresh. Enak… Aku juga mau ah… Kamu mau nggak?”“Boleh deh, mau. Memang boleh dibuka dulu ya?” Tanyaku sambil menirukan Dinda untuk mengendus satu butir buah manggis, karena aku penasaran dengan wangi fresh yang dimaksud oleh Dinda tadi.“Nggak usah dibuka. Bentar, aku cariin dua dulu buat con
Sudah sekitar dua minggu lebih, aku menjalani peran tambahan dan melakukan tanggung jawab sementara di kampus S1. Dan sejauh ini, kekhawatiranku mengenai hubunganku dengan Deo tidak menjadi kenyataan. Deo benar-benar bisa menepati janjinya untuk merahasiakan hubungan kita. Bahkan, selama jam kerjaku di kampus S1, Deo juga tetap bisa menjaga sikapnya dan menjalani kesepakatan kita dengan baik. Tanpa sepengetahuan dia, aku sengaja memantau perkembangan kegiatan perkuliahannya. Dan Deo menepati janjinya juga untuk lebih rajin kuliah. Bahkan, Deo sudah tidak lagi memiliki catatan bolos atau izin seperti sebelumnya. Selain itu, aku juga beberapa kali sempat menyaksikan sendiri bahwa Deo lebih sering melakukan konsultasi skripsi dengan dosen pembimbingnya, dan menghabiskan waktu di perpustakaan untuk mengerjakan skripsinya. Meskipun aku tidak berada di posisi Deo, namun aku bisa mengerti bahwa semua usaha yang dia sudah lakukan itu harus melewati proses yang tidak mudah. Membagi waktu ant
“Aduh, Win, sori, gue telat…” Kataku sambil berjalan menuju ke mejaku. “Ada masalah tadi di seminar.” Tas kerja dan tas laptop aku letakkan di atas meja kerja terlebih dahulu. “Masalah apaan?” Erwin menatapku dengan heran. Aku mendengus pelan. “Lo udah makan belom?” “Belom. Gue sengaja nungguin lo sekalian.” “Kalo kita bahas CSR sambil makan gimana? Sekalian gue kasih tau, tadi ada drama apa di seminar...” “Oke. Bentar. Gue save dulu ini…” Erwin langsung kembali fokus dengan komputer kerjanya. Dompet dan ponsel, segera aku keluarkan dari dalam tas. Kemudian tas kerja dan tas laptop aku kunci di dalam laci penyimpanan seperti biasanya, dan kuncinya selalu aku simpan di saku bajuku. Walaupun ruangan dosen terbilang cukup aman dan dilengkapi dengan kamera CCTV, tetap saja aku harus waspada dan menjaga barang-barangku dengan baik. + Laptop gue kalo ilang, masih bisa beli lagi. Tapi buat balikin semua data yang ada di dalemnya itu butuh waktu. Dan itu artinya, kerjaan gue bakalan
Pintu lift kemudian terbuka, dan Erwin mempersilahkan Rika dan Deo untuk masuk terlebih dahulu. Baru setelah itu, aku dan Erwin masuk belakangan.+Ini cewek yang namanya Rika kok kayaknya deket banget ya sama Deo…Di kelas gue juga, mereka berdua selalu duduk sebelahan…+“Kalian berdua mau turun di lantai berapa?” Tanya Erwin kepada Deo dan Rika. Sementara aku tetap berdiri diam dan menatap pintu lift yang tertutup.“Sama kok, Pak.” Jawab Rika. “Udah dipencet duluan sama Pak Erwin.”“Oh, oke kalo gitu.”+Backstreet nggak enak juga ya ternyata…Gue dari dulu paling benci sama acting, eh malah sekarang paling sering gue lakuin…+“Bubu, kita jadinya mau makan apa?” Di tengah keheningan kita berempat, mendadak telingaku yang sisi kanan, bisa mendengar suara manja Rika dengan sangat jelas. Dan tanpa menoleh pun, aku tahu bahwa dia sedang berbicara kepada Deo. Bukan Erwin, apalagi aku.+Bubu?+“Oh, okay, My Bubu…” Rika masih terdengar manja dan mesra.+My Bubu?Deo barusan ngomong ap
Aku dan Erwin kemudian segera bagi tugas. Seperti biasa, Erwin yang pesan makanan dan minuman, sedangkan aku yang mencari tempat duduk. Dan kali ini, aku mencari area yang paling pojok supaya kita berdua bisa bercengkerama dengan lebih bebas.“Makanannya nggak lo tungguin?” Tanyaku ketika Erwin duduk di depanku.“Gue disuruh duduk dulu sama ibunya. Nanti dianterin katanya.”“Duh, anak emas ibu-ibu soto betawi nih…” Kataku sambil tersenyum.Erwin tertawa. “Keseringan pesen gue…”“Aduh, Win, gue lupa ngomong sama lo tadi! Lo bilang sambelnya dipisah nggak?”“Udaaahh. Sambel dipisah, sama es jeruk nggak pake gula.”Aku tersenyum senang karena Erwin sudah hafal dengan kebiasaanku. “Thank you ya!”Erwin tersenyum sambil mengangguk. “Sampe mana tadi kita ngomong?”“Oke! Gue ceritain dari awal aja ya… Jadi, seminar tuh kan awalnya lancar-lancar aja nih. Tapi, pas bagian si Pak H ini buat ngisi acara, mendadak ada mahasiswi S2 yang teriak-teriak dari kursi peserta…” Aku melirik ke sekitarku s
+Dinda sama Erwin ini hubungannya sedeket apa ya?Selama ini, Dinda suka kasih tau ke gue soal temen-temen deketnya, tapi kenapa dia nggak pernah ngomongin soal Erwin ke gue?Keliatannya mereka berdua deket banget…Sampe bisa janjian makan soto betawi bareng lagi. Udah berbagi nasi, eh, sekarang malah berbagi emping…Dinda kenapa nggak pernah ngomong ke gue kalo dia suka emping? Kan bisa gue beliin sendiri, daripada dia ambil punya Erwin…Biasa kalo kita makan bareng, Dinda sama sekali nggak pernah ambil makanan dari piring gue. Ini kenapa kalo sama Erwin main ambil gitu aja dia?Udah tau pacar lagi duduk di sini juga…Mereka lagi ngomongin apaan ya itu? Seru amat kayaknya…+“Bubu!” Rika tiba-tiba duduk di sebelahku sambil membawa nampan yang berisi makanan dan minumannya.+Ini lagi satu, gangguin gue mulu kerjaannya!+“Lo nggak ada kegiatan lain selain ngikutin gue?” Tanyaku tanpa menatap Rika.“Nggak ada.” Jawab Rika dengan santainya. “Nggak usah sok-sok’an nggak butuh gue gitu
“Akhirnya... Kebetulan banget kalian lagi pada ngumpul di sini!”+Aduuuhhh…Mulai lagi deh ini si ratu gosip...+“Kenapa, lo mau bagi-bagi THR?” Tanya Gagas.“Ada info penting yang mau gue share ke kalian…” Kata Desi sambil mengaduk-aduk es bobanya.+Nggak mungkin nih anak nge-share tugas kuliah…+“Gue kemarin sore nemenin kakak gue ke butik kan, dan coba kalian tebak, gue liat apa?”+Pertanyaan bodoh macam apa ini?+“Belalai gajah.” Jawaban dari Gagas langsung membuatku dan Kevin tertawa geli.“Lo tuh nggak nyambung banget sih, Gas!” Desi memukul lengan Gagas sambil tertawa.“Lo juga ngapain nyuruh kita nebak?” Tanya Gagas sambil cengengesan. “Yang ke butik siapa, yang ditanya siapa…”“Nggak seru dong, kalo gue kasih tau langsung ke kalian gitu aja!”“Memang lo liat apaan sih, Des?” Tanya Rika. “Mentok-mentok juga baju keluaran terbaru kan?”“Bukan itu maksud gue…” Kata Desi dengan intonasi yang tidak sabar lagi. “Gue liat Bu Dinda!”+Hah?Perasaan kemarin sore, Dinda sama gue