“Akhirnya... Kebetulan banget kalian lagi pada ngumpul di sini!”+Aduuuhhh…Mulai lagi deh ini si ratu gosip...+“Kenapa, lo mau bagi-bagi THR?” Tanya Gagas.“Ada info penting yang mau gue share ke kalian…” Kata Desi sambil mengaduk-aduk es bobanya.+Nggak mungkin nih anak nge-share tugas kuliah…+“Gue kemarin sore nemenin kakak gue ke butik kan, dan coba kalian tebak, gue liat apa?”+Pertanyaan bodoh macam apa ini?+“Belalai gajah.” Jawaban dari Gagas langsung membuatku dan Kevin tertawa geli.“Lo tuh nggak nyambung banget sih, Gas!” Desi memukul lengan Gagas sambil tertawa.“Lo juga ngapain nyuruh kita nebak?” Tanya Gagas sambil cengengesan. “Yang ke butik siapa, yang ditanya siapa…”“Nggak seru dong, kalo gue kasih tau langsung ke kalian gitu aja!”“Memang lo liat apaan sih, Des?” Tanya Rika. “Mentok-mentok juga baju keluaran terbaru kan?”“Bukan itu maksud gue…” Kata Desi dengan intonasi yang tidak sabar lagi. “Gue liat Bu Dinda!”+Hah?Perasaan kemarin sore, Dinda sama gue
“Gue tuh suka sama Bu Dinda sebatas suka dan kagum aja... Enak aja gitu bisa ngobrol sama dia. Tapi, kalo dijadiin pacar sih kayaknya nggak deh…” + Good! Dinda udah punya gue ya. + “Soalnya, gue pas bimbingan, nggak sengaja ngeliat merek sepatunya Bu Dinda.” “Kenapa? Lo minder?” Tanya Rika lagi. “Minder sih kagaakk... Tau diri lah gue. Total uang jajan gue setahun aja, masih belum kebeli tuh sepatu. Jadi ya, kalo Bu Dinda mah mending gue jadiin kenalan baik aja. Kecuali kalo dia mau nungguin gue sampe kerja ya... Bakalan beda cerita itu nanti, dan gue nggak bakalan nolak kalo Bu Dinda juga mau sama gue…” “Gue juga sama kayak Kevin.” Gagas menambahi. “Selama Bu Dinda belom punya pasangan mah, nggak apa-apa kali suka sama dia…” + Yang kayak begini ini yang maksa gue harus cepet wisuda… Pacar gue jadi bahan omongan satu angkatan, terutama yang laki-laki. Eehh, gue masih harus pura-pura biasa aja… Kalo bukan karena permintaan Dinda, udah gue bikin diem ini Gagas sama Kevin… +
“Wow… Enak banget baunya…” Kata Dinda sambil mengamati makan malam kita berdua yang sudah siap di atas meja makan. “Wait until you taste it, sayang…” Kataku sambil tersenyum dan menuang air dingin ke dalam dua gelas. “Ini kamu tadi masak, atau beli di luar?” Tanya Dinda sambil memelukku dari belakang. “Hanna yang masak… Dia tadi minta aku dateng ke rumah dan ambil lauk buat kita. Soalnya Hanna sama Roy besok pagi udah berangkat ke Singapura. Mereka bakalan stay di sana sampe Hanna melahirkan…” “Ohh…” Dinda melepas pelukannya, lalu berdiri di sebelahku. “Berarti jadinya, gender reveal party-nya bakalan diadain di Singapura?” “Iya…” Jawabku sambil menuang emping yang baru saja kubeli ke dalam toples kaca. “Kamu gimana? Kalo pestanya diadain di Singapura, masih bisa ikut nggak kira-kira?” “Tetep bisa kok…” Jawab Dinda sambil duduk. “Kan acaranya Sabtu. Aku udah kosongin jadwal buat Hanna sama Roy, dan baby mereka…” “Kalo kita berangkat Jumat aja gimana? Kecapean nggak kamu?” “Hmm
“Oke, terus, gimana dong ini? Kita mesti beliin Hanna apaan? Yang nggak ada hubungannya sama berat badan…” "Aku ada ide kita beliin skin care buat ibu hamil. Tapi aku takut Hanna nggak cocok, karena kan ibu hamil itu sensitif dan nggak boleh sembarangan... Hmm, apa ya yang aman buat ibu hamil dan kepake banget?" Dinda kembali termenung dan diam sejenak. “Seinget aku, Hanna itu hobinya masak, jalan-jalan, nonton, baca buku, makan, itu-itu aja kayaknya.” "Kalo kita beli beberapa buku dalam bentuk e-book gimana? Soalnya kalo buku fisik, kasian mereka nanti pas balik ke Indo. Bawaannya pasti banyak." "E-book juga oke. Hanna juga kadang baca buku di tablet kok." "Oke, kalo gitu kita beliin beberapa yang Hanna bener-bener suka." Kata Dinda sambil tersenyum kepadaku. "Aku ada ide buku-buku tentang resep makanan sehat buat ibu hamil dan menyusui. Terus resep buat new born baby. Sama beberapa buku soal parenting gitu. Gimana?" “Itu sih pasti berguna banget, sayang." "Oke. Nanti kita car
Salah satu hal yang paling menyebalkan bagiku saat ini adalah ketika ponsel Dinda berdering di tengah situasi, di mana aku dan kekasihku itu sedang saling menikmati bibir satu sama lain di sofa ruang tengah.“Tunggu bentar. Ini Rangga. Penting.” Kata Dinda dengan cepat kepadaku, sebelum akhirnya dia fokus dengan percakapannya di telepon.Aku mengangguk dan terpaksa mengembangkan senyuman di wajahku. Karena biar bagaimana pun, pekerjaan Dinda juga penting untuknya. Oleh karena itu, aku harus bisa mengalah dan bersabar, ketika Dinda yang awalnya duduk di pangkuanku, sekarang berpindah duduk ke sebelahku.Sembari menunggu Dinda yang sedang mengobrol dengan Rangga di telepon, aku memilih untuk menyantap beberapa potongan buah pepaya, yang sebelumnya sudah disiapkan oleh Dinda.+Pepaya itu ternyata enak juga ya…Dulu padahal gue benci banget sama buah pepaya, apalagi yang ada di es buah. Eh, ternyata sekarang gue bisa berubah jadi suka banget...Kayaknya gue terpengaruh Dinda juga deh ini
“Iya, oke…” Jawab Dinda sambil mengangguk. “Sayang, aku masih nggak paham." Kataku kemudian. "Jadi kalo buat runway fashion show, bukan kamu yang kepilih gitu? Atau gimana sih cara kerjanya? Aku lumayan bingung…” “Jadi, model itu kan ada beberapa jenis. Karena kebutuhan dari client, sama beauty and fashion industry itu kan beda-beda. Dan dari awal proses casting itu, pasti udah jelas tuh soal kriteria yang dibutuhin apa aja. Kayak misalnya, kalo yang untuk runway fashion show itu, mereka biasanya cari orang yang badannya kayak, eee... kalo cewek… yang dibutuhin itu yang bentuk badannya mirip-mirip kayak Bella Hadid atau Kendall Jenner gitu. Nah, badan aku kan nggak kayak mereka, jadinya aku nggak akan pernah masukin portofolio buat casting runway fashion show. Kecuali kalo casting directors butuh model yang kategori plus size, baru aku bisa apply. Karena kan kalo untuk runway pada umumnya, aku termasuk yang dianggep gendut, jadi nggak bisa sembarangan.” “Hah? Gendut dari mana?” Ta
"Iya..." Kataku sambil mengangguk setuju. "Kita nggak ada yang pernah tau fase hidup dan latar belakang setiap orang itu kayak apa. Jadi memang mesti ati-ati kalo mau bicara. Bahkan sekalipun kita bisa tau tentang kehidupan seseorang, tetep aja kita nggak punya hak untuk sembarangan kasih komentar.""Kindness matters..." Kata Dinda yang lalu tersenyum manis kepadaku.Senyumku mengembang dengan sangat lebar, lalu kedua tanganku bergerak untuk memeluk Dinda dengan erat. “Aku bersyukur banget karena pacar aku itu kamu…” Kataku lalu menghujani kepala Dinda dengan ciuman.“Oh ya? Beneran nih bersyukur? Padahal aku nggak pernah panggil kamu Bubu loh…” Kata Dinda dengan intonasi suara yang santai namun menyindir.+Lah, buset dah, kenapa mendadak malah jadi ngebahas kejadian yang di lift tadi?Bener kan dugaan gue, Dinda pasti sebel banget tadi gara-gara Rika...+“Sayang, aku itu udah negur Rika berulang kali. Tapi dia yang nggak pernah mau dengerin aku. Jadi ya udah, aku biarin aja. Biar d
Ketika aku ke luar dari kamar mandi, aku mendapati Dinda yang sudah duduk menyandar di tempat tidur sambil fokus dengan ponselnya. Aku langsung bergabung dengan Dinda di tempat tidur dan memeluknya dari samping. “Sayang, jangan ngambek dong… Aku beneran nggak ada apa-apa sama Rika.”“Ya, sekarang mungkin memang bener kali nggak ada apa-apa.” Kata Dinda sambil meletakkan ponselnya di atas nakas. Dia lalu segera berbaring dan membalikkan badannya untuk memunggungiku.+Buset dah…Barusan maksudnya apaan coba?Jadi menurut Dinda, gue bakalan selingkuh sama Rika gitu?Atau jangan-jangan dia udah tau soal Rika sama gue yang dulu?Gue mesti gimana ya ini?+“Sayang…” Kataku yang kemudian berbaring di sebelah Dinda dan memeluk tubuhnya dari belakang. Aku masih terdiam. Terus terang, aku tidak tahu harus berkata apa lagi kepada kekasihku ini.+Duh, buset…Ngomong apa ya gue enaknya?Kalo gue nggak ati-ati bisa bahaya juga masalahnya...+“Kamu, nangis ya?” Tanyaku beberapa detik kemudian kar