“Kamu udah nyampe Jakarta kan ini?” Tanyaku langsung pada Deo.“Ini lagi di jalan. Kamu udah makan?”“Ini mau makan...” Jawabku sambil menyandarkan punggungku ke kursi yang sedang aku duduki. “Aku baru aja mau text kamu, eh malah kamu yang telepon aku duluan.”“Mau ketemu sekarang nggak? Aku bisa samperin kamu dulu.”+Mau! Please…Kangen banget…+“Jangan deh. Kamu pasti capek. Lagian kalo kamu ke sini, kita nggak akan bisa ketemu lama.”“Jadi kalo sama aku, kamu sukanya yang lama nih?”+Deo kalo lagi iseng godain gini, kalimatnya suka multi tafsir…Bener-bener dah ya…+Aku mendengus geli. “Ada yang mau aku sampein, tapi kamu jangan marah ya?”“Oke. Tenang aja, aku nggak mau darah tinggi.”Aku menghela nafas sekali. “Aku bisa ketemu kamu malam ini, tapi kalo rencana dinner kita reschedule gimana? Aku tau, aku udah janji. Tapi, aku baru aja dapet kabar, meeting yang harusnya selesai jam lima, malah baru akan dimulai jam enam nanti. Jadi, kalo dinner-nya kita pindah ke weekend, kamu
“Tenang aja, pokoknya aku atur biar nggak ganggu jadwal kamu besoknya.”“Oke.” Kataku sambil tersenyum.“Kalo, Sabtu sama Minggu, kita full nge-date gimana? Jadwal kamu kosong nggak?”“Sabtu ada photo-shoot, dari pagi sampe sore. Sisanya aku kosong. Paling cuma nge-gym aja jadwalnya. Minggu-minggu ini aku banyak bolos soalnya.”“Oke, nanti kita bisa nge-gym bareng juga.”+Buset, pikiran gue kenapa malah ke arah yang lain ya ini…?+“Oke.” Kataku sambil tersenyum lagi.“Nanti aku jemput di kampus ya?”“Nggak usah. Aku bawa mobil kok ini. Kamu nanti jemput aku ke apartemen aja. Habis ini, aku kirimin alamatnya.”“Hmm… Oke. Ini beneran, kamu nggak mau kita ketemuan dulu?”“Iya, bener. Nanti aja ketemunya. Lagian, aku juga masih banyak kerjaan kok ini.”Aku sengaja berbohong lagi ke Deo mengenai hal tersebut. Jika menuruti keinginanku, sejujurnya aku ingin sekali bisa bertemu dengan Deo sekarang juga, meskipun hanya sebentar saja. Aku juga pasti akan berusaha untuk memanfaatkan waktu ist
“Deo?” Dinda menatapku dengan heran, seolah seperti tidak menyangka dengan kehadiranku di hadapannya saat ini. “Aku sengaja…” Kataku sambil tersenyum. “…pengen jemput kamu…” Lalu kedua tanganku bergerak memeluk Dinda untuk melepaskan kerinduanku. “Kamu ke sini naik apa?” Tanya Dinda sambil membalas pelukanku dengan erat. “Taksi online tadi.” “Dari kantor?” Tanya Dinda sambil meregangkan pelukannya supaya bisa menatap wajahku. “Nggak. Aku tadi ada meeting sama Papa di rumahnya.” Jawabku lalu mengecup kening Dinda. “Pulang sekarang yuk...” “Hmm, ayo…” Dinda lalu tersenyum dan mengangguk. “Sini tas kamu, biar aku yang bawa…” Aku kemudian mengulurkan tangan kananku untuk mengambil tas laptop milik Dinda yang ada di tangan kirinya. Dia tersenyum sekali lagi kepadaku, dan membiarkanku untuk membawa tas laptop tersebut. Sebuah bahasa tubuh yang terlihat sederhana di antara kita berdua, namun bagiku, penuh dengan makna. Aku mengambil tas laptop tersebut, bukan karena Dinda tidak bisa
Hening. Dan ketika aku menoleh ke arah Dinda lagi, dia ternyata masih menatapku. Posisinya masih sama seperti sebelumnya, hanya saja kali ini, Dinda tersenyum manis. “Let me guess… Kamu suka yang feminine colors kan? Like pink and rose gold. Am I right?” “Yes, you are…” Jawab Dinda. “Pink and rose gold. Cuma aku nggak suka yang terlalu mencolok di mata kayak warna stabilo gitu…” Selama perjalanan pulang menuju ke apartemen Dinda, aku sengaja menggiring topik pembicaraan kita ke arah yang ringan, karena Dinda terlihat lumayan letih. Aku bahkan harus mengurungkan niatku terlebih dahulu untuk bertanya mengenai pekerjaan yang mendadak terlalu menguras perhatian kekasihku itu. Situasinya masih belum tepat. Hampir seharian Dinda menghabiskan waktu dengan pekerjaannya. Jadi di waktu luangnya, aku ingin Dinda bisa lebih relax dan berhenti memikirkan pekerjaan. “Sayang... kamu kapan terakhir servis mobil?” “Aku lupa deh, terakhir itu kapan. Udah lumayan lama sih kayaknya... Kenapa memangn
“Sebentar lagi?” Dinda menatapku dengan sorot mata yang penasaran. Namun aku hanya tersenyum dan diam saja, sambil terus berjalan dan merangkul pinggangnya.“Ini kita mau ke mana ya? Kok malah masuk ke private lift?” Dinda masih saja berusaha mengorek jawaban dariku, namun aku masih tetap tidak ingin memberi tahu dia terlebih dahulu. “Kamu mau ajak aku ke tempat siapa?”Aku tersenyum santai. “Like I said, sebentar lagi juga kamu tau.”Dinda menatapku dengan sorot mata yang bingung, bercampur dengan penasaran. Dan, lagi-lagi, aku masih tidak ingin mengungkapkan apa pun. Aku sengaja membiarkannya menebak dan menunggu terlebih dahulu.“No way!” Kedua mata Dinda terbelalak.“Kamu mikir apa?” Tanyaku sambil tersenyum geli karena aku rasa Dinda sudah menemukan jawabannya.“Aku nggak mau jawab sekarang. My mind is blown away...” Jawaban Dinda barusan, membuatku tertawa geli. Dan aku yakin, Dinda sudah bisa menebak jawabannya dengan benar. “Ini beneran ya? Mungkin nggak sih? Ini kayak yang la
“Oke, kalo yang itu…” Aku tersenyum nyengir. “…jujur, aku memang sengaja ngikutin kamu. Tapi dengerin dulu… Hari itu sebenernya aku lagi ada business dinner sama Papa dan beberapa koleganya, di hotel yang sama. Makanya pakaianku waktu itu kelewat formal buat ‘Bear and Bar’. Pas di ‘Bear and Bar’ dan ngeliat kamu lagi sibuk ngobrol, aku juga sengaja perhatiin kamu. Karena, ya… nyari kesempatan aja biar bisa deketin kamu.”“Ohh…” Dinda kemudian kembali memelukku lagi. “Jadi kamu memang udah lebih dulu ada rencana buat deketin aku nih?”+Hmm, masih belum bisa gue kasih tau sekarang kalo gue udah lama suka sama Dinda...+“Kamu kalo pulang besok pagi gimana?”“Kamu minta aku tidur di sini?” Dinda meregangkan pelukannya lagi dan kembali menatapku.“Iya. Tinggal jalan kaki dan pindah lift doang kan? Besok pagi, aku temenin balik ke apartemen, biar kamu bisa siap-siap.”“Ya… asal kita beneran tidur sih, aku nggak masalah ya. Aku lumayan ngantuk soalnya.”“Oke. Kita beneran tidur aja dulu...
***Mine – Sayangku:Udah terbiasa belum pake si Paul?===Don’t underestimate me, gentleman.I already ride the owner…===Can you ride me too?===I don’t think so.My bf is a lil bit bitey…===Is he the famous Salvatore?===Close enough…===Does he suck you dry too?===Well, depends on the occasion…===Do you like that?***+++Chat gue masih belum di-read dari satu setengah jam yang lalu…Lagi apa ya, Dinda?Udah kangen aja gue…+++“Bubu!” Suara Rika yang begitu jelas di kedua telingaku, membuatku harus segera menutup aplikasi obrolan yang ada di ponselku. “Weekend ini ikut gue ke Bali yuk!” Ajaknya lalu duduk di kursi sebelah kiriku. “Lo bisa nggak, manggil gue yang normal dikit?” Tanyaku ketus.“Nggak bisa.” Rika tersenyum lebar. “Sabtu besok ikut ya?”Aku mendengus pelan. “Ogah.” Jawabku sambil membuka salah satu aplikasi mobile game.“Yakin nggak mau? Gue udah sewa villa loh… Lo beneran nggak kepengen apa? Kita udah terlalu lama banget loh nggak ngelakuinnya…”“Gue udah
Pintu kelas mendadak terbuka, dan Bu Putri, salah satu staff admin yang biasa mengurus kegiatan perkuliahan, masuk ke dalam ruang kelasku sambil membawa buku absensi seperti biasanya. Dia lalu meminta semua murid untuk segera tertib dan kembali duduk di kursi masing-masing.Bu Putri lalu menerangkan bahwa kegiatan perkuliahan Prof. Petra, mulai hari ini, sudah tidak lagi ditangani oleh asisten dosen seperti tiga hari sebelumnya. Melainkan, akan ditangani langsung oleh dosen psikologi dari pihak pascasarjana.“Tuh kan! Apa gue bilang! Ganteng banget dosennya! Keren banget lagi! Semoga dia masih single dan mau sama mahasiswi...”+Berisik amat dah si Desi ini…+Sebelum berpamitan untuk meninggalkan ruang kelas, Bu Putri sempat mengecek beberapa kesiapan hal-hal yang sifatnya teknis. Dia juga sekali lagi mengingatkan kita semua yang ada di dalam kelas, untuk tetap menjaga suasana kelas yang kondusif.Sekitar sepuluh menit setelah kepergian Bu Putri, pintu kelas kemudian terbuka lagi da