“Eh, iya, lo jangan balik dulu. Nunggu Arum sebentar. Sama, gue udah pesen makan malem buat kita semua. Kita-kita belum pada makan juga soalnya… Pake catering yang biasanya. Jadi tenang aja. Diet lo aman.”“Thank you, Ngga.” Aku tersenyum dengan penuh rasa syukur dan lega.Mendadak pintu ruangan diketuk beberapa kali dan terbuka lagi. Kali ini, salah satu staff dari Arutala Model and Talent Management, yang bernama Lista masuk ke dalam ruangan sambil membawa buku catatan dan pulpen di tangan kirinya.“Arum gimana, Lis?” Tanya Rangga tanpa basa-basi, sambil menyentuh sofa di sebelahnya sebagai tanda supaya Lista segera duduk.“Mbak Arum lagi ngurus surat-surat sama perijinan, Mas Rangga.” Jawab Lista yang kemudian duduk di tempat yang dipersilahkan oleh Rangga tadi.“Oke. Jadi gimana rundown-nya?” Tanya Rangga yang membuatku kini juga ikutan fokus untuk mendengarkan dan menatap Lista.“Senin dari jam dua sampai selesai, ada briefing, fitting, dan lain-lain. Mbak Stella dan Mbak Dinda,
+Pak Kim memang orangnya nyebelin sih, tapi dia nggak sepenuhnya menyebalkan…Kalo bukan karena dia, mungkin sekarang Bu Henny masih santai aja karena kecurangan yang dia lakuin berhasil. Dan itu artinya, udah pasti bukan gue yang lolos untuk menggantikan posisi Diandra…Pak Kim… di mana pun Bapak berada sekarang ini, semoga Bapak dalam keadaan baik-baik aja dan sehat selalu… And thank you… karena sudah mau kasih saya kesempatan kedua…+“Dan terus terang aja, gue sebagai orang Indonesia jadi malu banget gara-gara Bu Henny yang main kotor. Dulu, pas angkatannya Diandra baru awal-awal mulai, kan masih belum ada lead project yang khusus di Indonesia. Jadi, casting sampe final, semuanya itu diatur di SG. Kita masuk-masukin portofolio juga ke SG langsung. Ini pertama kalinya kita punya lead project. Dan Bu Henny itu lah orang pertama yang ditunjuk. Biarpun gue nggak ikutan curang, tapi kan kita bawa nama Indonesia… Gimana gue nggak malu coba?"“Udah tau ini kerja sama beberapa negara di
***Selesai mandi dan packing untuk besok, ponselku berdering karena Salma meneleponku. “Iya, halo?” Aku menyapa Salma sambil menguap.“Eee, buset. Masih jam sembilan udah ngantuk lo?”“Jam sembilan juga udah malem kali... Berisik amat, Sal? Lo lagi di pinggir jalan ya?”“Bentar-bentar… Ini gue lagi jalan di trotoar soalnya. Bentar lagi nyampe.”“Ngapain? Tumben lo jalan kaki?” Pertanyaanku tidak dijawab oleh Salma. Terdengar suara Salma seperti sedang bercengkerama dengan seseorang. Tapi aku tidak bisa menangkap dengan jelas, apa yang sedang mereka bicarakan. Lalu, suara klakson dan mesin kendaraan yang berlalu-lalang juga masih terdengar jelas. Aku kemudian menekan tombol loudspeaker dan meletakkan ponselku di atas nakas yang ada di sebelah tempat tidurku.“…iya, bungkus… bakar semua… dada tiga, paha atas satu… sambal matah dipisah ya, Bli…” Samar-samar terdengar suara Salma yang sepertinya sedang memesan makanan. Dan suara bising seperti keramaian di jalan raya sudah tidak terdenga
Aku mendengus geli dan menggelengkan kepalaku lagi. “Bukan itu maksud gue, Salmaaa... Lo tau kan, di luar sana, banyak banget kasus perempuan diculik buat dijual organ dalem tubuhnya? Belum juga ada yang sampe dimutilasi, dipakein narkoba secara paksa, dan masih banyak lainnya…” “Gue tau itu kok. Tapi, gue kan bukan abege bego yang naif…” “Bukan maksud gue ngatain lo bego dan naif, Salma... Lo ngerti kan maksud gue? Zaman sekarang gitu loh! Lo tau sendiri kan gimana seremnya kebanyakan orang di dunia ini?” “Iya, Dindaku sayang… Gue paham banget kok maksud lo. Gue nggak mungkin kan ada di Bali, sama cowok yang nggak jelas? Dan gue sekarang ini, sebenernya lagi kasih kesempatan buat diri gue biar bisa mengenal Axel lebih jauh lagi tau... Gitu juga sebaliknya. Dan so far, gue tau dia anaknya baik dan asik kok. Malahan tadi, Axel juga sempet ngajakin gue, buat ikut ke rumah om sama tantenya yang tinggal di Bali.” Aku menghela nafas pelan dan mengurungkan niatku untuk berdebat dengan Sa
“Kondom kemaren kepake kan?”“Masih tersegel.” Jawabku dengan jujur. “Mau gue paketin ke Bali buat lo?”Salma menjawab pertanyaanku dengan tawa. “Jangan bilang ke gue, lo kemaren pulang langsung molor?”+Buset dah, Salma…Untung gue pinter ya…Jadi gue bisa tau triknya dia kalo lagi ngorek info…Gue kerjain balik ahh…+Aku tersenyum menyeringai. “Nggak dong. Emang cuma lo doang yang bisa have fun?”“WHAT?” Aku langsung menjauhkan ponselku karena suara Salma yang terdengar terlalu kencang untuk telinga kananku.“Buset dah!” Aku menempelkan ponselku kembali ke telinga kananku. “Untung reflek gue masih bagus ya. Kalo nggak, bisa tuli beneran gue.”“Kondom beneran belom lo buka? Siapa orangnya? Gue kenal nggak? Ketemu di ‘Bear and Bar’ juga? Trus, gimana kalian? Cuma date doang kah? Atau lanjut? Bisa bikin lo orgasme nggak tuh cowok?”“Ada deh…” Jawabku santai sambil tersenyum.“Dindaaaaa! Sumpah ya, lo itu nyebelin banget, banget, banget, tau nggak! Ceritain ke gue. Se-ka-rang!”“Nanti
Hari ini adalah hari kelima aku berada di Singapura. Rasanya sedikit lelah, senang, bersyukur, dan lega, bercampur menjadi satu karena pekerjaanku berjalan dengan baik dan lancar. Meskipun sempat terjadi beberapa kendala teknis selama berada di Singapura, akan tetapi, semuanya bisa teratasi dengan baik karena aku dikelilingi Rangga, Arum, Lista, dan juga Stella yang sangat suportif dan bisa profesional dalam bekerja. Dan karena mereka berempat jugalah, waktu senggangku di sini, menjadi terasa lebih menyenangkan.“Ngga, tapi lo tuh mesti awasin pergerakannya Elisa loh. Lo mesti tau, dia di medsos ngapain aja. Gue tuh tau persis karakter dia kayak gimana soalnya.” Kata Stella sambil mengambil cangkir kopinya, ketika aku kembali duduk di sofa yang ada di sebelahnya.“Set dah! Ngapain gue ngurusin Elisa? Kurang kerjaan banget...”“Ya, nggak sampe ngurusin dia juga kali… Maksud gue, lo tuh mesti up to date sama kasus Bu Henny dan Elisa ini. Biarpun mereka bukan dari agency kita, tetep aja
“Banyak banget tau! Kata-kata nggak baik dikeluarin semuanya sama dia... Yang ngatain gue sama Arutala bakalan bangkrut lah, apa lah, semuanya aja tuh suka-suka mulut dia! Belum lagi, dia juga dengan songongnya ngomong…” Rangga merubah posisi duduknya menjadi lebih tegak, ekspresinya menjadi galak, dan tangannya menunjuk-nunjuk marah ke arah Stella dan aku secara bergantian. “…asal lo tau ya! Di dunia ini, nggak ada hal yang nggak bisa gue beli! Bahkan harga diri lo aja, bisa gue beli!” Rangga berusaha menirukan Elisa yang sedang mengamuk, namun dengan suara yang hanya bisa didengar olehku yang kemudian terbelalak karena heran, dan Stella yang malah tertawa geli, seolah dia sudah tidak heran lagi.“Serius dia ngomong kayak gitu, Ngga?” Tanyaku yang masih tidak habis pikir.“Barusan itu malah belum seberapa ya, Din. Masih banyak umpatan dia ke gue dan Arutala. Dan gue masih inget semuanya dengan jelas, karena cuma dia yang tega ngata-ngatain Arutala paling jahat. Lo bisa tanya Arum sam
“Deo!” Suara Hanna mengagetkanku. “Ngelamun lagi deh! Keburu dingin spaghetti-nya…” Kata Hanna sambil mengeluarkan lipstick dan cermin kecil dari dalam tasnya.Aku mendengus malas, lalu melanjutkan makananku lagi. Mulutku sibuk mengunyah gurihnya aglio e olio yang tadi dibeli Hanna di salah satu restoran Italia favoritnya.Biasanya, Hanna hanya mau membeli makanan yang enak atau enak sekali, tapi kali ini, rasanya biasa saja di lidahku. Sama seperti spaghetti gurih yang sudah pernah aku makan sebelumnya. Tidak ada yang istimewa. Meskipun Hanna berkali-kali mengkomentari betapa nikmatnya makanan yang dimasak langsung oleh juru masak yang berasal dari kota Napoli, salah satu kota terbesar ketiga yang ada di Italia.“Masih belum dibales juga?” Tanya Hanna ketika tangan kiriku meraih ponselku kembali.“Belum.” Jawabku singkat. Tidak ada pemberitahuan apa pun dari seseorang yang sangat aku harapkan dan kutunggu-tunggu sejak minggu lalu.“Udah di-read belum?”“Belum kayaknya.”“Kayaknya?”“