"Apa-apaan ini, Theodore? Jangan berbuat konyol!" tegasnya pada diri sendiri. Dia tak pernah menyangka akan kehilangan kontrol seperti tadi. Untung saja karena Sarah dalam keadaan tertidur. "Semoga saja Sarah tidak menyadari hal itu," gumam Theo yang menyadari kebodohannya.
Baru saja pria tampan itu akan menegakkan tubuh, tiba-tiba pintu dibuka dari dalam. Theo tersentak dan hampir terjengkang ke belakang, andai seseorang dari dalam yang tak lain adalah Sarah segera menahan tubuh tegapnya. "Astaga!" seru gadis itu tak kalah terkejut. Susah payah dia menahan bobot badan Theo yang segera menegakkan diri seakan tak terjadi apapun. "Anda kenapa?" tanya Sarah lagi.
Pria itu segera merapikan t-shrt lengan panjang yang dia kenakan. Theo bahkan menepuk-nepuk bagian yang tadi terkena tubuh Sarah. "Apa-apaan kau?" sergahnya dengan raut wajah tak suka.
"Harusnya aku yang bertanya, kenapa Anda bersandar di pintu?" protes Sarah tak terima dengan sikap dan nada bi
"Kenapa? Apa kamu sudah mulai akrab dengan tuan Bresslin?" tanya Andaru yang masih berada pada posisi berdiri."Akrab?" Sarah mengangkat tangan dan menunjukkan pergelangan tangan yang terlilit perban pada Andaru. "Aku tidak tahu apakah kami akrab atau tidak. Yang jelas, orang itu kalau marah ternyata mengerikan sekali. Aku sampai ketakutan," celotehnya kemudian."Kenapa tanganmu? Apa tuan Bresslin pelakunya?" tanya Andaru."Secara tidak langsung, iya," jawab Sarah seraya menundukkan kepala. Kedua kakinya memainkan air di kolam sehingga menimbulkan bunyi kecipak."Maksudnya?" tanya Andaru lagi."Dia marah dan mengancam seseorang yang menyelinap masuk ke villa. Namanya Fahmi. dia ...""Aku tahu itu. Tuan Bresslin sudah menceritakan semuanya kemarin lusa," Andaru memotong kalimat Sarah begitu saja. "Itulah kenapa dia menyuruhku untuk datang secepatnya kemari. tapi dia tidak bercerita sedikitpun tentang tanganmu," ujarnya. Sorot matanya ya
Andaru pasrah mengikuti bosnya masuk ke ruang kerja yang berada di bagian dalam villa. Dia terus memperhatikan Theo yang berjalan memutari meja, lalu duduk di kursi kebesarannya. Namun, majikannya itu tak langsung brbicara. Dia hanya memandang Andaru dengan tatapan aneh. Theo kemudian memalingkan wajahnya ke arah jendela sambil tetap terdiam. "Sir? Apa yang ingin anda bicarakan dengan saya?" tanya Andaru heran bercampur was-was. Dia merasa khawatir jika Theo mendengar percakapannya dengan Sarah tadi. "Pria yang menerobos villa tanpa izin kemarin adalah Fahmi," ujar Theo pada akhirnya setelah beberapa saat terdiam. "Ya, saya tahu itu. 'Kan anda sudah mengatakannya pada saya kemarin lusa?" jawab Andaru. Makin bertambah saja rasa herannya. "Yes, you're right," Theo mengusap-usap bibirnya, lalu menunduk sejenak. "Bagaimana perjalananmu?" Pertanyaan dari Theo itu kembali membuat Andaru menautkan alisnya. "Maksudnya, Sir?" dia menggeleng tak mengerti. "Perjalananmu kemari ... kau men
"Lalu, apa yang akan anda lakukan selanjutnya, Sir? Kenapa waktu itu anda malah meninggalkan Fahmi sendiri?" tanya Andaru, masih dengan mimik serius. "Aku mengutamakan keselamatan tahanan ... um, maksudku Sarah. Namun, aku sudah mengantisipasi hal itu sebelumnya," kilah Theo. "Oh, ya?" Andaru mulai tertarik. Dia semakin mendekatkan kursinya pada sang majikan. "Bagaimana, Sir?" "Ketika Fahmi pingsan, aku memeriksa dirinya. Aku ingin menemukan barang apapun yang bisa dijadikan informasi. Namun, dia tidak membawa apa-apa di kantongnya. Tidak juga kartu identitas maupun tanda pengenal lainnya," tutur Theo. "Kalau begitu, kita pasti kesusahan mengungkap siapa yang berada di belakang Fahmi," Andaru mendesah pelan seraya melipat kedua tangan di dada. "Tidak juga," sahut Theo. "Aku menemukan ini," pria tampan itu merogoh sesuatu dari kantong celana jeansnya dan memberikan benda kecil itu pada Andaru. Adalah pin emas seukuran kancing baju dengan ukiran khas di tepiannya yang menjadi perha
"Sarah. Kebetulan kamu di sini." Theo menyeringai sambil melirik Andaru. Dia memberi isyarat kepada sang ajudan dengan tatap mata.Andaru pun langsung memahami maksud dari tuannya. Dia beranjak ke dekat Sarah, lalu membawa gadis itu masuk dan duduk bersama mereka. "Katakan, apa kamu bisa berdandan?" tanyanya.Sarah menggeleng pelan. "Aku jarang memakai make up," jawabnya pelan. Ragu, gadis cantik itu menatap kepada dua pria di sana secara bergantian, seakan hendak meminta sebuah penjelasan."Mr. Bresslin ingin meminta bantuanmu," ujar Andaru seolah paham akan makna tatapan Sarah, walaupun gadis itu tak mengucap sepatah kata pun."Bantuan apa?" Sarah mengunci pandangannya pada Theo. Dari jarak sedekat itu, dia dapat melihat ketampanan wajah pria asal Inggris itu dengan jelas. Theo tampak menawan dengan rambut gondrong acak-acakannya. Mata abu-abu yang menyorot tajam bagaikan elang pemangsa, serta bibir tipis kemerahan yang selalu terlihat lembap dan segar meskipun gemar merokok. Beber
Selagi Andaru keluar untuk mencari gaun yang akan Sarah pakai, gadis itu segera membersihkan tubuh. Meski malas dan masih tak habis pikir, tapi dia tidak bisa protes apalagi sampai menolak. Beberapa saat kemudian, Sarah keluar dari kamar mandi sambil mengikat tali bathrobes putih yang dikenakannya. Bersamaan dengan itu, pintu ruangan tersebut dibuka dari luar. Tampaklah Theo di sana. Dia juga mempersilakan seseorang untuk masuk. "Ada tamu untukmu," ucapnya dingin dengan sorot mata tak bersahabat. Sepertinya dia tak nyaman dengan sikap seseorang di sampingnya yang berkali-kali mencuri pandang ke arahnya dengan tatapan genit.Sarah terpaku menatap orang asing yang tengah meletakkan kotak make up di atas meja rias. Sebelum dirinya mengatakan sesuatu, Theo telah terlebih dulu mengucapkan sesuatu. "Buat gadis ini menjadi secantik mungkin. Aku ingin seseorang yang sepadan denganku," suruh pria itu dengan kata-katanya yang terdengar sangat arogan."Ow, tenang saja, Handsome. Permintaan kaum
Theo menghentikan laju mobil Jeep Wrangler hitam yang terlihat begitu garang, tapi sangat cocok dan dapat menggambarkan karakternya. Setelah kendaraan tadi dia parkirkan, pria tampan tersebut segera keluar untuk membukakan pintu bagi Sarah. Gadis cantik itu tampak risih dengan gaun minim yang dia kenakan. Sarah terus menarik bagian bawah mini dressnya."Tarik saja terus sampai sobek, dengan begitu bukan hanya pahamu yang akan kelihatan," tegur Theo dengan ketus dan seenaknya. Dia berlalu begitu saja. Theo pikir, Sarah langsung mengikuti dirinya. Namun, ternyata si gadis hanya mematung sambil memasang wajah cemberut.Menyadari bahwa Sarah tak ada di belakangnya, Theo pun menoleh. Pria tampan asap Inggris tadi mendengus pelan. Dia menyentuh ujung hidung, lalu mengempaskan napas pelan. Seperti saran dari Andaru, dirinya harus bisa mengendalikan diri. Theo pun mengela napas dalam-dalam, kemudian mengembuskannya perlahan. Setelah merasa bisa mengatasi rasa jengkelnya, pria
Sarah berkali-kali memalingkan muka saat melihat adegan dewasa yang tersaji tepat di depan matanya. Mereka seakan tak peduli dengan orang yang berlalu lalang di sana, karena telah tertutup oleh kabut gairah. Sikap mereka pun seperti binatang yang tak tahu norma kesopanan.Tak ingin matanya semakin ternoda, Sarah berjalan sambil menyembunyikan wajah di lengan Theo. "Kenapa aku dibawa ke tempat seperti ini? Jangan katakan jika Anda bermaksud untuk .... Aku mohon jangan, aku belum siap," Racauan Sarah telah membuat Theo menghentikan langkah. Pria itu menoleh sejenak kepada gadis yang sejak tadi tak melepaskan lengannya. Sarah memang tampak cemas saat itu."Jika Anda memang menginginkannya, kenapa tidak katakan saja secara langsung. Namun, meskipun Anda mengancamku dengan sebilah pisau, aku tetap tidak akan ...." Sarah tak sempat melanjutkan ocehannya, karena Theo lebih dulu mendorong pelan tubuh ramping itu hingga bersandar pada dinding. Pikiran buruk tentang Theo yang mesum, semakin meng
"Ya, ampun. Ini softdrink baru, ya? Enak sekali. Segar, aroma jeruknya terasa," cerocos Sarah. Tak dipedulikannya Theo dan seorang pria yang tengah memperhatikannya dengan heran. "Mas, satu lagi," teriaknya nyaring. Jelas sudah jika gadis itu telah terpengaruh oleh alkohol yang terdapat di dalam minumannya. "Ya, ampun. Dia cantik sekali, tapi terkesan sedikit liar. Aku suka tipe seperti itu," celoteh pria di samping Theo dengan tiba-tiba. "Aku akan menanyakan padanya, apakah dia sudah ada yang menyewa," pria itu segera berdiri dan hendak menghampiri Sarah. Namun, Theo sigap mencekal tangan pria asing itu seraya melotot tajam padanya. "Jangan sentuh dia! Gadis itu adalah pasanganku," desis Theo. "Oh, jadi kau sudah membayarnya?" sahut pria itu dengan raut kecewa. "Dia bukan gadis bayaran! Dia kekasihku!" geram Theo. Cengkeraman tangannya pada pria itu menjadi semakin erat, sampai-sampai si pria asing meringis kesakitan. Menyadari hal itu, Theo segera melepaskan tangannya dan mendoro
Asisten kepercayaan Theo itu menatap sang majikan dan Sarah secara bergantian. "Kalian ... akan menikah?" tanya Andaru."Kurasa tak pantas untuk menjawab pertanyaanmu di tengah keadaan berduka seperti saat ini, Andaru," sahut Theo mengingatkan."Oh, maafkan saya. Saya hanya ...." Andaru tak melanjutkan kata-katanya, lalu memandang Sarah dengan tatapan terluka. "Kalau begitu, saya permisi," ucap Andaru beberapa saat kemudian. "Saya harus mengurus pemakaman seperti yang diinginkan oleh Tuan Bresslin."Andaru mengangguk hormat pada Charlotte dan Austin, sebelum membalikkan badan meninggalkan ruang perawatan Sarah. Sesaat setelah menutup pintunya, Andaru menarik napas panjang dan mengempaskannya perlahan."Mas Andaru, terima kasih sudah memberikan saya tumpangan sementara sebelum pulang ke Indonesia," ucap Pradnya yang tiba-tiba sudah berdiri di luar kamar perawatan Sarah.Andaru sedikit terkejut. Dia mengusap-usap dadanya, kemudian tersenyum ramah pada Pradnya. "Tidak masalah, jangan ter
Sarah kini sudah berpakaian yang pantas. Charlotte meminjamkan dress cantik bermotif bunga untuk gadis cantik yang baru saja mengikrarkan hubungannya dengan Theo itu. Sambil menggenggam kertas kecil bertuliskan nomor ruangan, Sarah berlari-lari kecil melintasi koridor rumah sakit.Akan tetapi, sesampainya di kamar yang sesuai dengan catatannya, Sarah tak menemukan siapapun di sana. Ruang perawatan itu kosong. "Sebenarnya mereka berniat untuk merawatku di situ, tapi aku menolak. Aku merasa baik-baik saja," tiba-tiba terdengar sebuah suara yang teramat Sarah kenal dari arah belakang. Sarah langsung menoleh dan berbalik. "Theo! Syukurlah kau baik-baik saja!" ujarnya seraya menghambur ke pelukan Theo yang hangat."Maafkan aku karena telah memberimu catatan yang salah." Kata-kata Theo membuat Sarah mengernyit, lalu mengurai pelukannya. "Apa maksudmu?" tanya Sarah ragu."Aku menyuruhmu ke rumah sakit, bukan untuk mendatangi ruangan ini," jawab Theo dengan sorot mata yang tak dapat diartik
"Saya tadi diam-diam menyelinap ke ruang bawah tanah saat anak buah Ammar menyeret mas Andaru dan bapak," tutur Pradnya. "Saat itulah saya mendengar bahwa mereka akan mengeksekusi anda semua tepat tengah hari nanti.""Kenapa harus menunggu sampai tengah hari?" celetuk Andaru. "Untuk memastikan bahwa Ammar sudah menerima mahkotanya lebih dulu," jelas Theo."Jadi, anda berniat untuk menjebak Ammar dengan mahkota itu?" Andaru terbelalak tak percaya. "Apakah pihak berwajib sudah merespons?" "Aku yakin mereka akan segera menanggapi laporan Cedric, mengingat kedekatanku dulu dengan Pak Walikota," gumam Theo."Nanti saja bicaranya, Tuan-tuan. Kita harus segera pergi dari sini sebelum mereka datang," sela Pradnya. Theo dan Andaru saling pandang, lalu mengangguk. "Ayo!"Mereka bertiga bergegas keluar dari ruangan sempit yang mirip sel tersebut. Theo memimpin di depan, dibantu oleh Pradnya yang bertugas sebagai penunjuk arah. "Belok kanan, Sir," ujar Pradnya lirih.Theo terus melangkah waspa
"Andaru? Kau sudah datang?' Theo memicingkan mata seraya berusaha untuk bangkit. "Yes, Sir. Orang-orang Ammar mencegat kami di bandara, sama seperti yang telah anda rencanakan sebelumnya," jawab Andaru sambil membantu Theo untuk duduk. "Apa mereka sudah bergerak ke kandangku?" tanya Theo lagi. "Berdasarkan pengamatan Cedric, mereka sudah mendapatkan mahkotanya, Tuan," jelas Andaru. "Apakah yang kalian maksud itu adalah mahkota yang hendak dicuri oleh gerombolan Fahmi dulu?" sela seseorang yang tak lain adalah Abizar. "Oh, Abizar. Um, maksudku ... Pak Abizar. Apa kabarmu?" sapa theo dengan bahasa tubuh yang terlihat canggung. "Beginilah, Pak," sahut Abizar sembari tersenyum getir. "Saya hanya ingin cepat-cepat bertemu dengan putri saya," lanjutnya. Theo tertegun sejenak, lalu tersenyum. "Putrimu aman bersama kedua orang tuaku," ujarnya pelan. "Benarkah? Oh, syukurlah," Abizar mengembuskan napas lega. "Lalu ... bagaimana setelah ini, Pak?" tanya Andaru. "Kau tenang saja," Theo
Ammar tertawa nyaring hingga suaranya menggema ke setiap sudut ruangan. "Sarah Delila bukan barang dagangan. Dia tidak dijual. Kami hanya menjual keperawanannya saja, tapi tidak dengan tubuhnya," tolak Ammar. "Oh, jadi Sarah Delila hanyalah properti?" Theo memicingkan mata seraya menatap tajam ke arah pria berambut hitam dan lurus itu. "Benar sekali. Sarah Delila adalah properti kami. Seumur hidupnya, gadis itu adalah milik organisasi kami," tegas Ammar. "Bagaimana jika kutukar dengan mahkota Blood Diamond?" Theo mengangkat satu alisnya. Senyum menyeringai terukir di wajah tampan itu. Ammar terkesiap untuk sesaat. Tampaknya dia berpikir keras untuk menjawab tawaran Theo. "Aku sudah menyuruh anak buahmu untuk menggeledah kediaman Baskoro dan villamu yang berada di Bali. Mahkota itu tak ada di sana," ujarnya. "Tentu saja tak ada di sana. Aku tak pernah membawa mahkota itu ke Indonesia," Theo tertawa mengejek. "Ta-tapi, anak buahku sudah menyelidiki bahwa mahkota itu selalu kau bawa
Theo mengendarai motor dalam kecepatan tinggi dan tiba di tempat yang dituju sepuluh menit kemudian. Dia memarkirkan motornya secara asal di depan sebuah gedung tua yang sudah tak terpakai di sisi lain kota London. Theo seolah tak takut jika seseorang membawa motornya pergi.Tak ingin membuang waktu, Theo menendang pintu masuk gedung kosong itu sekuat tenaga, hingga terlepas dari engselnya. Dilayangkannya pandangan ke sekeliling aula yang tampak tak terawat itu. Theo lalu mendekat ke arah lift yang akan membawanya ke bawah tanah. Dia berniat masuk ke sana ketika menyadari bahwa lift itu telah rusak. "Apa-apaan ini?" geramnya tak percaya.Tangan kekar Theo menggebrak pintu lift sekencang mungkin, lalu berbalik mengitari ruangan luas tersebut untuk mencari jalan turun lain. Namun sepertinya, lift tersebut hanyalah satu-satunya cara menuju markas rahasia Ammar. Theo memutar otak, lalu menghubungi anak buahnya. "Aku kesulitan memasuki markas Ammar, Cedric. Apakah kau tidak mempunyai infor
"Sebenarnya kau tidak benar-benar menghilang, Jonathan. Aku menyuruh Troy untuk selalu melacak keberadaanmu," sela Charlotte sembari menyunggingkan senyum puas."Betul sekali. Itu karena aku yang paling cerdas di keluarga ini," timpal Troy bangga. "Theodore Bresslin menjadi tokoh dunia hitam yang paling disegani, sampai-sampai pak walikota meminta dukungannya untuk mencalonkan ulang," lanjutnya. "Sayang sekali, Theo harus tergelincir kerikil kecil saat jatuh cinta pada istri sepupunya sendiri.""Sejak saat itu, Theo benar-benar menghilang dari jangkauan kami dan sama sekali tak terlihat atau terdengar kabarnya sampai detik ini," sambung Austin."Aku sudah tidak berkecimpung lagi di dunia hitam. Dulu aku membekukan bisnisku dan mengalihkannya ke sektor legal, sebelum aku pindah ke Indonesia," tutur Theo."Patah hati membuat orang berubah," Brendan menggeleng pelan."Akan tetapi, sekarang ... aku terpaksa harus menghidupkan kembali jaringanku untuk menghancurkan orang-orang yang sudah m
"Kami tidak pernah mengusirmu, Jonathan. Kau sendiri yang memilih untuk menjauh," sanggah Austin. Pria yang masih terlihat gagah di usianya yang tak lagi muda itu melipat kedua tangannya di dada sambil sesekali melirik ke arah Sarah. "Duduk dulu, Nak. Kita cari tempat yang lebih nyaman untuk mengobrol," Charlotte meraih tangan Sarah dan mengajaknya ke teras berukuran luas yang terletak di samping mansion. Sementara anggota keluarga yang lain mengikuti langkah Charlotte. Ibunda Theo itu mendudukkan Sarah di atas kursi rotan berbantal busa yang empuk."Oh, ya. Di sini gerah sekali. Kurasa kau harus melepas dulu mantelmu," saran Charlotte."Um," setitik keringat dingin mengalir di dahi Sarah. Dia menoleh pada Theo seolah hendak meminta pertolongan."Justru itu dia kubawa kemari, Bu. Aku ingin meminjam beberapa helai pakaian untuknya," sahut Theo."Apa maksudmu?" Charlotte mengernyit tak mengerti."Begini ...." Theo kebingungan merangkai kata. Dia sempat menggaruk-garuk pelipisnya yang t
"Apa?" seru Sarah dan pria paruh baya itu secara bersamaan."Sarah, perkenalkan. Dia ayahku. Dia bernama Austin Dawson," ujar Theo yang tak mempedulikan keterkejutan dua orang tersebut."Siapa namamu, Young Lady?" pria bernama Austin itu terlihat sangat berwibawa. Dia menatap lembut seraya mengulurkan tangan."My name is Sarah Delila Ramdhan," Sarah menelan ludah sebelum membalas uluran tangan Austin."Darimana asalmu?" tanya Austin lagi."Um ...." Sarah yang kebingungan, menoleh pada Theo."Kami bertemu di Bali. Dia yang berhasil mengeluarkanku dari tempurung," kelakar Theo sambil terbahak."Ibumu harus diberitahu," Austin buru-buru berbalik dan meraih gagang telepon antik yang terpajang di atas meja kerja. "Theo ...." Sarah semakin was-was menatap pria rupawan di sampingnya. Berdasarkan pengamatan, jelas sudah bahwa Theo bukanlah pria biasa-biasa. Mansion dan sosok sang ayah cukup menjadi bahan penilaian Sarah bahwa mereka berasal dari keluarga kelas atas. Sementara dirinya hanyalah