Share

Tangis Kesedihan

Author: Galuh Arum
last update Last Updated: 2025-01-01 01:21:01

Tanpa menunggu lama, Ros berbalik dan melangkah keluar dengan air mata mengalir di pipinya. Namun, langkahnya mantap, meski hatinya berantakan.

Di belakangnya, Narendra hanya berdiri diam. Ada sesuatu di dalam dirinya yang terasa kosong, tapi egonya terlalu besar untuk mengakuinya.

Dia melangkah perlahan, meninggalkan ruangan itu dengan hati yang hancur. Di balik keteguhan wajahnya, gadis itu menggenggam tangan erat, seolah mencoba menahan sesuatu yang ingin pecah.

Dan di saat pintu tertutup, keheningan memenuhi ruangan, menyisakan dua hati yang sama-sama terluka.

"Mereka menghinaku dengan apa yang sama sekali aku tak pernah aku bayangkan. Bahan, hinaan dan makian keluar dari pria yang sangat aku cinta. Narendra, lebih percaya mereka. Argh!"

Rosalia kembali ke rumahnya dengan hati hancur. Kemahamilan yang tak terduga membuat hidupnya hancur seketika. Mimpi indah merajut kebahagiaan bersama sang kekasih pun kandas. Dia melangkah gontai dengan hati remuk juga perasaan tak karuan untuk menghadapi orang di rumahnya.

Kakinya menginjak halaman rumah, entah apa yang akan terjadi dengan hidupnya setelah ini. Setelah mendapat hinaan, kini sudah bisa dipastikan di dalam rumah dirinya akan kembali menjadi bulan-bulanan amarah keluarganya.

**

"Ayah, aku juga tidak tahu ayah! Maafkan aku."

Kakinya menginjak halaman rumah, entah apa yang akan terjadi dengan hidupnya setelah ini. Setelah mendapat hinaan, kini sudah bisa dipastikan di dalam rumah dirinya akan kembali menjadi bulan-bulanan amarah keluarganya.

"Dasar anak jalang!" Sebuah tamparan mendarat di pipi Ros.

Ros terhuyung ke belakang, tangannya refleks menyentuh pipinya yang perih. Tamparan itu tidak hanya menyakitkan fisik, tapi juga meremukkan hatinya. Ia memandang ayahnya dengan air mata yang menggenang di matanya, mencoba mencari setitik pengertian yang mungkin tersisa.

“Maaf?!” suara ayahnya membahana, penuh kemarahan yang sulit diredam. “Kamu pikir maaf bisa memperbaiki semuanya? Kamu sudah menghancurkan nama baik keluarga ini, Ros! Apa yang akan dikatakan orang-orang?!”

Ros menggigit bibirnya, menahan tangis yang makin deras. “Ayah… aku tidak pernah berniat membuat Ayah kecewa. Aku juga tidak tahu bagaimana semua ini bisa terjadi. Tolong percaya padaku…”

“Tutup mulutmu!” bentak sang ayah, nadanya semakin meninggi. “Aku seharusnya tahu kamu hanya akan membawa malu. Dan benih di rahimmu itu adalah anak pembawa sial!" Wajah sang ayah memerah karena begitu amat kecewa.

Ros terdiam. Kata-kata itu menghantamnya seperti badai. Jantungnya terasa seperti diremas-remas, hampir tidak bisa bernapas. “Ayah…” bisiknya lirih, penuh luka.

"Ros, gara-gara janin sialan itu semua yang sudah aku rencanakan dengan matang harus kandas. Keluarga Narendra menarik semua modal investasi yang mereka janjikan."

Ibu tirinya yang sedari tadi diam hanya memandang dengan mata penuh kebencian. “Sudah kubilang, anak ini hanya akan membawa petaka. Kita seharusnya mendengarkan saat semua orang memperingatkan kita dulu,” gumamnya dingin.

Ros memandang mereka satu per satu, mencoba mencari sedikit rasa kasih sayang yang pernah ada. Tapi yang ia temukan hanyalah amarah dan kekecewaan. Ia sadar, ia sendirian sekarang.

"Ros, kau benar- benar membuat malu. Gugurkan saja janin sialan itu!" Meriaa, adik tiri Ros memberikan ide.

"Tidak, aku tidak akan menambah dosa! Anak ini akan lahir dan kalian jangan pernah mencoba menggangu anak dalam kandunganku!" Hati Ros begitu sakit, lagi-lagi keluarganya tidak perduli dengan kemalangannya.

"Dosa? Kamu bilang Dosa? Apa kamu bodoh Ros, kamu melakukan hubungan itu dan hamil. Dasar wanita penghibur!"

Kini cacian kembali diterimanya bahkan keluarga yang seharusnya merangkul kini malah ikut menghinanya.

Ros memejamkan matanya erat, berusaha menahan tangis yang tak terbendung. Kata-kata ayahnya bagai belati yang menoreh luka baru di hatinya. Ia mengusap perutnya perlahan, mencoba menemukan ketenangan dari kehadiran kecil yang kini menjadi satu-satunya alasan ia terus bertahan.

“Aku memang salah, Ayah, aku manusia yang penuh dosa. Tapi aku tidak akan membuang anak ini hanya karena kalian malu,” suara Ros bergetar, namun ada ketegasan yang baru tumbuh di dalam dirinya. “Aku akan melindungi dia, apa pun yang terjadi.”

"Ros! Kau gila! Kesialan apa lagi yang akan kita terima jika kau melahirkan anak sialan itu, hah?"

Related chapters

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Melahirkan

    "Ros! Kau gila! Kesialan apa lagi yang akan kita terima jika kau melahirkan anak sialan itu, hah?" tanya sang ayah."Ayah cukup, anak ini bukan anak pembawa sial," ucap Ros dengan tangis."Kamu bilang bukan pembawa sial? Lalu apa namanya kalau kehadirannya membuat semua berantakan. Pernikahan kamu dan Naren batal juga investasi yang keluarga Narendra janjikan di batalkan dan kamu tahu semua itu berdampak besar dalam bisnis ayah!" Pak Bagaskara meradang dengan apa yang di lontarkan sang anak.Ros memejamkan matanya erat, berusaha menahan tangis yang tak terbendung. Kata-kata ayahnya bagai belati yang menoreh luka baru di hatinya. Ia mengusap perutnya perlahan, mencoba menemukan ketenangan dari kehadiran kecil yang kini menjadi satu-satunya alasan ia terus bertahan.“Aku memang salah, Ayah, aku manusia yang penuh dosa. Tapi aku tidak akan membuang anak ini hanya karena kalian malu,” suara Ros bergetar, namun ada ketegasan yang baru tumbuh di dalam dirinya. “Aku akan melindungi dia, apa

    Last Updated : 2025-01-01
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Buang Bayi itu!

    Ros tersenyum lemah, kelelahan yang luar biasa terpancar di wajahnya. Tapi ketika ia melihat bayi mungil itu, hatinya seolah diselimuti rasa hangat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Air matanya jatuh, bukan lagi karena sakit atau sedih, tetapi karena kebahagiaan yang luar biasa.“Anakku… laki-laki…” bisiknya dengan suara gemetar, tangannya perlahan terulur untuk menyentuh wajah kecil itu.Bayi itu menangis dengan keras, tubuhnya masih merah dan basah, namun terlihat sehat. Namun, perkataan asisten rumah tangga membuat Ros sedikit terkejut. “Tanda hitam?” tanyanya lemah, matanya mencari tanda yang dimaksud.Asisten rumah tangga menunjuk sebuah tanda hitam berbentuk seperti bulan sabit kecil di pinggang bayi itu. “Iya, Non. Tapi jangan khawatir, mungkin itu cuma tanda lahir,” ujarnya mencoba menenangkan Ros, meskipun ada sedikit keraguan di matanya."Non, bayi non kenapa berhenti menangis?""Ni, ada apa?"Ros panik, tapi dia kembali merasakan sakit luar biasa. Darah terus mengali

    Last Updated : 2025-01-01
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Kesedihan

    "Bagaimana, BI? Kamu sudah membuang anak itu?" tanya Meria yang datang menghampiri sang asisten.Asisten rumah tangga itu menunduk dalam-dalam, menyembunyikan kegelisahan di wajahnya. Tangannya gemetar saat memberikan foto bayi yang ia ambil sebelumnya. Bayi itu terlihat sedang tidur dengan kain membungkus tubuh mungilnya, seolah-olah sudah tidak bernyawa.Meria memandang foto itu dengan puas, senyumnya penuh kepuasan. “Akhirnya masalah ini selesai. Kau melakukan pekerjaan yang sangat baik. Pastikan kau tidak mengungkit hal ini lagi, apa pun yang terjadi.”“Iya, Non. Saya mengerti,” jawab asisten rumah tangga, suaranya bergetar.Meria menyimpan foto itu di ponselnya, lalu beranjak pergi meninggalkan kamar dengan ekspresi penuh kemenangan. Di balik wajah tenangnya, ada rencana besar untuk menutupi skandal ini dari semua orang.Sementara itu, asisten rumah tangga berdiri mematung, napasnya tersengal. Ia tahu tindakannya berbahaya, tetapi hatinya tidak tega membuang bayi yang tidak bersa

    Last Updated : 2025-01-02
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Pemberontakan

    Semua terdiam mendengar ucapan Ros. Benar kata Ros, untuk apa dirinya yang menjadi korban keserakahan mereka. Walaikumsalam pada dasarnya hubungannya dengan Nicolas adalah murni atas dasar saling cinta, tapi ayahnya malah memanfaatkan hal itu. "Kenapa kalian diam? Atau memang aku sejak awal sudah unggul bukan dari anak sambung ayah?" Seulas senyum Ros membuat Haniva dan sang ayah menjadi tambah geram. Ros memegangi pipinya yang kini memerah akibat tamparan ayahnya. Namun, senyumnya tidak pudar. Ia menatap ayahnya dengan mata yang penuh luka, tapi juga keberanian yang selama ini tak pernah ia tunjukkan. "Kalau saja kamu tidak bodoh tidur dan hamil dari laki-laki tak dikenal. Mungkin, saat ini kamu sudah bahagia bersama Narendra." "Aku atau kalian yang bahagia? Lihatlah dirimu, Ayah,” ucap Ros dengan suara rendah namun tajam. “Tega sekali memukul anakmu sendiri hanya karena aku mengatakan kebenaran. Apa aku salah jika akhirnya aku sadar kalau kalian hanya peduli pada diri kalian sen

    Last Updated : 2025-01-02
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Pertemuan dengan Nyoba Baik

    "Non, saya tidak tahu apa pun. Bayi Non memang sudah meninggal. Tangisnya sempat berhenti saat non pendarahan lali kehabisan oksigen yang memang harusnya bayi baru lahir itu mendapati hal yang lebih baik."Lagi-lagi Ros kecewa. Dia berharap ini semua mimpi. Namun, kembali terpatahkan oleh kenyataan."Non, anak Non sudah meninggal dan sudah takdir."Ros terdiam, mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Bi Mina. Matanya memerah, tapi tidak ada lagi air mata yang mampu mengalir. Rasanya seperti seluruh harapan yang tersisa kembali hancur berkeping-keping.“Takdir?” gumamnya pelan, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri. “Kenapa semuanya selalu menyebut ini takdir? Kenapa takdir Tuhan begitu kejam padaku?”Bi Mina menghela napas panjang, hatinya terasa berat melihat Ros yang semakin tenggelam dalam kesedihan. Namun, ia tidak berani mengungkapkan apa pun. Ancaman Meria masih membayangi pikirannya.“Non, kadang kita tidak tahu rencana Tuhan. Tapi Non harus kuat, meskipun ini berat,”

    Last Updated : 2025-01-02
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Nyonya Agata

    Ada sebuah keraguan di mata Ros, wanita tua di hadapannya baru saja dia kenal bahkan sama sekali tidak mengenalnya. Mana mungkin bisa menceritakan kesedihannya pada orang yang baru baru dan mungkin saja sangat bahaya. Belajar dari sebuah pengalaman yang ternyata menghancurkan hidupnya. "Nak, katakan apa yang membuat kamu seperti sedang tertekan?" tanya Nyonya itu. Manik mata yang sudah tua itu, menatap penuh harap. "Maaf, saya tidak apa-apa dan tidak sedang tertekan." Ros mencoba berdusta, tapi nyatanya dia sangat gugup. "Kamu bisa percaya sama saya. Saya tidak jahat dan bisa membantu kamu," ujar nyonya Agata kembali meyakinkan Ros. "Ta--tapi saya benar-benar tidak sedang ada masalah." Lagi, Ros mencoba untuk tidak menceritakan hal yang baginya sangat sensitif pada orang asing. Nyonya Agata menarik napas panjang. "Baiklah jika kamu merasa belum bisa cukup percaya. Kamu mau saya antar pulang?" tanya Nyonya Agata lagi. Ros menatap Nyonya Agata dengan ragu. Tawaran itu terdeng

    Last Updated : 2025-01-11
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Jadilah Cucuku

    "Apa kau pikir aku orang jahat?" tanya Oma Agata kali ini. "Bukan seperti, tapi saya tidak bisa percaya begitu saja pada orang yang baru saya kenal Oma. Hidup saya pun hancur berawal dari orang yang tidak saya kenal." Akhirnya Ros berani mengeluarkan suara lagi."Benarkah itu?" Oma Agata serius dengan bertanya pada Ros kembali. Ros menarik napas panjang, dia tak mau kembali mengingat tapi bagaimana pun kejadian itu andil dalam hidupnya kini.Ros menggigit bibirnya, mencoba menahan emosi yang kembali muncul. Napasnya tersendat, namun tatapan Oma Agata yang penuh pengertian membuatnya merasa sedikit lebih nyaman untuk bicara.“Ya, Oma. Semuanya dimulai dari seseorang yang aku kira tidak penting. Orang asing yang tiba-tiba masuk ke hidupku dan… menghancurkan segalanya. Sejak itu, aku sulit percaya pada siapa pun,” ucap Ros dengan suara bergetar.Oma Agata mengangguk perlahan, menyimak dengan penuh perhatian. “Aku bisa mengerti. Luka seperti itu pasti meninggalkan bekas yang dalam. Tapi

    Last Updated : 2025-01-12
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Pertemuan dengan ayah dan anak

    Lima tahun kemudian Ros sudah sampai di rumah megah milik Nyonya Agata. Dirinya sengaja pulang dulu dan berganti pakaian. Dirinya sangat lelah karena setelah dia bertugas mengecek beberapa pasien anak yang baru saja akan pulang, dirinya pun harus menjaga Oma Agata yang sedang di rawat di rumah sakit. "Non, hari ini apa kondisi Nyonya besar sudah pulih?" tanya Bi Siti. "Alhamdulillah sudah, Bi. Tadi saya enggak bawa baju. Mandi di rumah sakit agak gimana gitu, Bi," ucap Ros. "Iya sih. Non, pokonya kabarin kondisi Nyonya. Sepi banget kalau enggak ada Nyonya besar." Bi Siti kepala pelayan kembali bicara. Ros tersenyum tipis, meskipun hatinya masih sedikit gundah. "Iya, Bi. Saya pasti kabarin terus. Doain aja Nyonya cepat pulih, ya."Bi Siti mengangguk semangat, matanya penuh harap. "Pasti, Non. Saya selalu doain yang terbaik buat Nyonya besar. Kalau Nyonya sudah pulang, rumah ini pasti ramai lagi. Rasanya kosong banget kalau beliau enggak ada.""Non, kalau Non Ros capek, istirahat

    Last Updated : 2025-01-13

Latest chapter

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Flash Back

    Nyonya Sandrina menatap Ros dengan penuh harap. Suaranya tegas namun tetap lembut, mencoba meyakinkan wanita muda di depannya."Tidak masalah, Ros. Dan aku mau kamu menikah dengan Nicolas."Ros terkejut mendengar pernyataan itu. Hatinya mencelos, ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya. Pernikahan? Dengan Nicolas? Itu terdengar mustahil baginya.Ros menggeleng pelan. "Nyonya… aku tidak pantas untuk Tuan Nicolas."Matanya mulai memanas, ada begitu banyak luka yang belum sembuh, begitu banyak beban yang masih ia pikul. Bagaimana bisa ia menjadi istri pria itu? Seorang pria yang bahkan tidak mencintainya? Seorang pria yang dulu, tanpa sadar, telah menghancurkan hidupnya?Nyonya Sandrina mendekat, menggenggam tangan Ros erat.Nyonya Sandrina menatap Ros dengan penuh harap, berharap wanita muda itu menerima keputusannya.Nyonya Sandrina berkata lembut namun tegas. "Nicolas harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Aku tahu menjadi dirimu sa

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Dugaan

    "Ada apa denganmu, Nic?" Bu Sandrina bingung dengan wajah penuh cemas sang anak. Apalagi saat sekarang Nico berbicara sangat pelan. Apa yang dia takutkan? Ini rumahnya kenapa seolah-olah takut ada yang mendengar. "Katakan ada apa?" Tidak sabar, Bu Sandrina kembali memaksa Nicolas "Rosalia, adalah wanita yang pernah aku ceritakan pada Mama saat enam tahun lalu sebelum aku menikahi Erika." Bu Sandrina terkejut lalu menutup mulutnya dengan telapak tangan. Apa ini pikirnya, sebuah kebetulan ataukah.... "Dan, aku baru tahu hari ini dan juga Rosalia pernah hamil anakku sepertinya. Tapi, dia bilang anak itu sehat saat dilahirkan. Akan tetapi, setelah itu tidak lama mereka mengatakan bayi Ros meninggal." Nicolas berkata dengan suara pelan. Lagi-lagi dia takut ada yang mendengar walau sudah tertutup pintu ruangan kerja miliknya. "Ada yang aku heran, kenapa Ros bertanya padaku tentang El? Apa dia kira El adalah anaknya?""Kalau El anaknya, ya berarti El anak kandung kamu juga." Sontak uc

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    sesuatu yang mustahil

    "Tuan, Anda tidak bisa menggunakan anak kecil untuk kepentingan anda. Tidak adil itu," ujar Ros. "Saya tidak memanfaatkan siapa pun, dia anak saya. Anak kandung saya, paham." "El, anak kandung Anda?" Ros menatap Nicolas dengan mata yang melebar. Kata-kata pria itu baru saja menghantamnya seperti petir di siang bolong. Ia menelan ludah, memastikan bahwa ia tidak salah dengar.Rosalia terkejut, dengan suaranya sedikit bergetar. "El… anak kandung Anda?"Nicolas menatapnya tajam, sorot matanya penuh ketegasan, tapi juga menyimpan sesuatu yang lebih dalam—rasa bersalah, mungkin."Ya. El anak kandung saya. Ada yang salah?"Ros menggelengkan kepalanya perlahan. Ini terlalu banyak untuk dicerna dalam satu waktu. Ia menatap El yang masih berada di pelukannya, kemudian kembali menatap Nicolas seolah mencari kebenaran di wajah pria itu.Tidak mungkin… kalimat itu menggema di hatinya. Nicolas menghela napas panjang. Ia melangkah lebih dekat, suaranya lebih lembut, tapi tetap penuh keyakinan.

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Maaf yang terlambat

    Nicolas menatap Rosalia yang masih terisak, tubuhnya sedikit gemetar. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi yang keluar dari bibirnya hanya satu kalimat sederhana—sebuah permintaan maaf yang terasa begitu hampa dibandingkan luka yang telah ia goreskan."Ros, maafkan aku…" Suara Nucolas pelan dan sangat lembut. Ros terdiam sejenak. Ia menatap Nicolas dengan mata yang penuh luka, seolah baru kali ini ia benar-benar mendengar kata maaf yang selama ini ia harapkan. Namun, apakah kata maaf itu cukup? Apakah itu bisa mengubah apa yang telah terjadi?Rosalia tertawa pahit, suaranya serak karena menahan tangis. "Kata maaf Tuan tidak bisa mengubah semuanya."Nicolas tertegun. Matanya semakin dalam menatap Ros, tapi wanita itu justru mengalihkan pandangan, seolah tak sanggup lagi melihat wajah pria yang telah menghancurkan hidupnya."Harga diriku sudah tidak ada artinya, Nicolas. Mereka semua menganggapku wanita malam… wanita yang hamil karena pelanggannya sendiri."Nicolas mengepalkan ta

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Sebuah Kenyataan

    "Jawab aku Rosalia! " Nicolas berucap pelan tapi begitu tegas hingga menyentak Ros. Tangan besar itu menarik kasar Ros hingga tersudut di tembok.Ruangan terasa mencekam. Nicolas menatap Rosalia dengan intens, dadanya naik turun menahan emosi. Wajahnya tegang, rahangnya mengeras. Ia tidak suka perasaan yang mengganggu pikirannya sejak tadi, dan satu-satunya cara untuk memastikan semuanya adalah dengan mendengar kebenaran langsung dari mulut Ros.Nicolas kembali bersuara rendah, tapi tajam."Jawab aku, Rosalia!"Ros terkejut, tubuhnya sedikit gemetar saat tangan besar Nicolas menariknya dengan kasar hingga tersudut di tembok. Nafasnya tercekat, dadanya berdebar hebat. Mata pria itu penuh tuntutan, tak memberinya ruang untuk menghindar.Rosalia merasa gugup, mencoba tetap tenang. "Tuan N-Nicolas, apa maksudmu?"Nicolas semakin mendekat, wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Matanya menyelidik, seolah mencoba membaca pikirannya.Nicolas menggertakkan gigi. "Aku tanya sekali lagi. Apa

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Api Cemburu

    Mobil Tian berhenti beberapa meter dari rumah Nicolas. Rosalia menghela napas panjang sebelum membuka pintu.Tian menatap Ros dengan sedikit khawatir. "Apa perlu aku antar sampai dalam rumah?"Rosalia menggeleng cepat, suaranya lirih tapi mantap. "Tidak perlu. Aku takut mereka banyak bertanya. Aku cukup mengatakan kalau aku diantar taksi online."Tian terkekeh, matanya berbinar geli.Tian tertawa ringan, "Taksi online setampan aku? Yang benar saja, Ros."Ros hanya tersenyum tipis sebelum turun dari mobil. Tian pun ikut keluar sebentar untuk memeriksa mobilnya. Namun, saat ia sedang memastikan semuanya baik-baik saja, sesuatu yang tak diinginkan terjadi.Nicolas berdiri di teras rumah dengan ekspresi dingin dan tajam. Begitu matanya menangkap sosok Tian, api emosi langsung membakar dadanya. Wajahnya mengeras, rahangnya mengatup erat.Nicolas melangkah mendekat, suaranya tajam penuh sindiran. "Jadi…siapa pria itu?"Ros menoleh cepat, wajahnya sedikit tegang. Tian yang masih berdiri di s

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Sebuah Kebenaran

    Nicolas membuka pintu rumah dengan tergesa, langkahnya cepat menuju kamar El begitu mendengar suara tangisan anaknya yang semakin melemah. Tanpa ragu, ia mendorong pintu kamar dan melihat putranya duduk di tempat tidur, wajahnya basah oleh air mata, sementara Suster Ana berusaha menenangkannya."El… Papa di sini." Suaranya sangat lembut. El mengangkat kepalanya, matanya bengkak dan sembab. Begitu melihat Nicolas, bocah itu langsung mengulurkan tangannya, meminta dipeluk. Nicolas segera mendekat dan menarik tubuh kecil itu ke dalam dekapannya."Mau Cus Ros… Cus Ros di mana?"Nicolas menghela napas panjang, menahan emosinya. Ia mengusap punggung El dengan lembut, mencoba menenangkannya, tetapi hatinya terasa panas. Nama Ros terus disebut, seolah dirinya tak cukup untuk anaknya sendiri.Nicolas menahan kesal. "El, Ros tidak di sini sekarang. Tapi Papa ada di sini. Papa akan menemani kamu."El tetap terisak, tidak menjawab. Tangannya tetap menggenggam erat baju Nicolas, seolah takut keh

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Tangis El

    Rosalia dan Tian sudah sampai di rumah Oma Agata. Melihat banyaknya keluarga Oma juga beberapa pengacara keluarga dan tentunya Aldo dan keluarganya yang serakah."Ros akhirnya kamu datang." Oma Agata langsung memeluk Ros."Oma, untuk apa Oma menunggu cucu angkat Oma. Enggak ada gunanya, toh semua harta Oma jatuh ke tangan aku yang memang bisa membuat perusahaan lebih maju." Aldo dengan bangganya mengatakan hal yang sangat memuakkan."Jangan percaya diri dulu kamu Aldo," ujar Tian."Tian, jangan ikut campur.""Ini urusan aku juga, aku juga keluarga Oma Agata!"Suasana ruang keluarga terasa tegang. Semua mata tertuju pada Tian yang dengan tegas membalas Aldo. Ros menggenggam tangan Tian, mencoba menenangkan, tapi ia sendiri merasa dadanya sesak mendengar kata-kata Aldo yang begitu angkuh.Oma Agata menarik napas panjang, lalu menatap Aldo dengan sorot mata tajam. "Aldo, jangan pernah menganggap Ros bukan bagian dari keluarga ini."Aldo mendengus, menyilangkan tangan di dadanya. "Oma, ki

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Kecemasan

    Pak Bagaskara terdiam. Hatinya berkecamuk, tetapi wajahnya tetap tak menunjukkan emosi apa pun.“Ros,” katanya akhirnya dengan suara tenang, “beberapa hal dalam hidup lebih baik dibiarkan seperti adanya. Apa yang sudah terjadi, biarkan berlalu.”Mata Ros berkaca-kaca. “Papa menyembunyikan sesuatu, bukan?”Pak Bagaskara tidak menjawab. Ia hanya menatap Ros dengan pandangan yang sulit diartikan. Hening memenuhi ruangan, menciptakan jarak yang lebih dalam di antara mereka.Tanpa menunggu jawaban, Ros melangkah pergi. Pak Bagaskara hanya menatap punggung putrinya yang menjauh, perasaan bersalah mulai menghantui hatinya.Tak lama setelah Ros pergi, Bu Haniva masuk ke ruang tamu. Wanita itu mendekati suaminya dan duduk di sebelahnya. “Pa, kamu tidak perlu cemas,” katanya pelan. “Ros tidak akan pernah menemukan kebenarannya.”Pak Bagaskara menghela napas berat, lalu menatap istrinya. “Aku takut, Haniva. Jika suatu saat dia tahu segalanya, bagaimana?”Bu Haniva menggenggam tangan suaminya, me

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status