Share

Pemberontakan

Author: Galuh Arum
last update Last Updated: 2025-01-02 12:13:34

Semua terdiam mendengar ucapan Ros. Benar kata Ros, untuk apa dirinya yang menjadi korban keserakahan mereka. Walaikumsalam pada dasarnya hubungannya dengan Nicolas adalah murni atas dasar saling cinta, tapi ayahnya malah memanfaatkan hal itu.

"Kenapa kalian diam? Atau memang aku sejak awal sudah unggul bukan dari anak sambung ayah?" Seulas senyum Ros membuat Haniva dan sang ayah menjadi tambah geram.

Ros memegangi pipinya yang kini memerah akibat tamparan ayahnya. Namun, senyumnya tidak pudar. Ia menatap ayahnya dengan mata yang penuh luka, tapi juga keberanian yang selama ini tak pernah ia tunjukkan.

"Kalau saja kamu tidak bodoh tidur dan hamil dari laki-laki tak dikenal. Mungkin, saat ini kamu sudah bahagia bersama Narendra."

"Aku atau kalian yang bahagia? Lihatlah dirimu, Ayah,” ucap Ros dengan suara rendah namun tajam. “Tega sekali memukul anakmu sendiri hanya karena aku mengatakan kebenaran. Apa aku salah jika akhirnya aku sadar kalau kalian hanya peduli pada diri kalian sendiri?”

Pak Bagaskara menatapnya dengan mata menyala. “Diam, Ros! Jangan bicara seolah-olah kau tidak bersalah. Semua ini terjadi karena kebodohanmu sendiri!”

Ros tertawa kecil, meskipun air matanya mengalir deras. “Kebodohan? Apa cinta itu salah, Ayah? Apa aku salah mencintai Narendra dengan tulus? Atau salahku karena kalian tidak bisa mendapatkan keuntungan dari hubungan kami? Aku tahu, sejak awal semua ini bukan tentang aku, tapi tentang keserakahan kalian!”

Haniva, yang berdiri di samping Pak Bagaskara, tampak gusar. “Cukup, Ros! Kau sudah berbicara terlalu jauh. Kau harus tahu tempatmu!”

Ros menggelengkan kepala, tubuhnya masih lemah, tapi tekadnya semakin kuat. “Aku tahu tempatku, Bu Haniva. Tempatku bukan di sini, bukan di keluarga yang hanya melihatku sebagai alat. Aku bukan kalian. Aku masih punya hati, sesuatu yang jelas-jelas kalian buang demi ambisi.”

Pak Bagaskara mengangkat tangannya, seolah ingin menampar Ros lagi. Namun kali ini, ia menghentikan dirinya sendiri. Amarahnya hanya membuatnya terdiam, tidak mampu membantah kebenaran yang diucapkan putrinya.

Ros memalingkan wajahnya, tidak ingin menunjukkan kelemahannya lagi di hadapan mereka. Dengan suara yang lemah tapi penuh keyakinan, ia berkata, “Aku akan pergi dari sini. Kalian sudah kehilangan aku sejak lama. Tapi ingat satu hal aku tidak akan pernah memaafkan kalian atas semua ini apalagi dengan kematian anakku!"

Ros menangis tersedu-sedu, tangannya menutupi wajah, seolah ingin menghapus rasa sakit yang menghantam hatinya tanpa ampun. Tubuhnya yang lemah semakin gemetar, dipenuhi amarah, kesedihan, dan rasa kehilangan yang mendalam.

Haniva hanya berdiri di sana, menatapnya dengan ekspresi dingin. “Berhentilah menyalahkan orang lain, Ros. Ini sudah takdir. Anak itu memang tidak seharusnya hidup.”

Ros menurunkan tangannya perlahan, menatap Haniva dengan mata merah yang penuh air mata. “Bukan takdir! Kalian yang memutuskan semuanya. Kalian yang memilih untuk membiarkanku terlambat mendapatkan bantuan! Jangan pernah bicara soal takdir jika kalian adalah penyebab semuanya!”

Pak Bagaskara yang berada di samping Haniva mencoba meredam situasi, meskipun nada suaranya tetap keras. “Ros, berhentilah! Kau tidak akan mendapatkan apa-apa dengan terus menyalahkan kami. Kehidupan ini memang tidak selalu adil. Terima kenyataan dan lanjutkan hidupmu.”

Ros menggelengkan kepalanya, air mata terus mengalir. “Adil? Apa arti keadilan bagi kalian? Tuhan memang mungkin memberikan cobaan, tapi kejamnya kalian yang membuat segalanya lebih buruk! Aku kehilangan anakku… dia satu-satunya alasan aku bertahan di tengah semua ini. Dan sekarang dia sudah tiada, semua karena kalian!”

Ia menunduk lagi, menangis tanpa suara. Lalu, dengan suara lirih namun penuh rasa sakit, ia bergumam, “Kenapa Tuhan tidak adil? Kenapa aku yang harus mengalami semua ini? Apa salahku?”

Hening sejenak, hanya suara tangisan Ros yang memenuhi ruangan. Haniva dan Bagaskara memilih diam, tidak mampu menjawab kata-kata Ros. Di satu sisi, mereka merasa bahwa Ros hanya berlebihan, tapi di sisi lain, mereka tahu bahwa mereka tidak sepenuhnya tak bersalah.

Namun, bagi Ros, semua itu tidak lagi penting. Di dalam dirinya, amarah, rasa sakit, dan keputusasaan bercampur menjadi satu. Ia tahu hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Tapi ia juga tahu, di dalam kehancurannya, ia harus menemukan cara untuk bangkit, meskipun jalannya penuh duri dan luka.

***

Tiga hari Ros sudah diperbolehkan pulang. Pedih rasanya, dia melihat orang lahiran pulang membawa bayi mereka. Sedangkan Ros, dia hanya bisa menangisi kehilangan nya.

"Non Ros sudah pulang?" tanya asisten rumah tangganya.

Wanita tua itu ingin sekali mengatakan hal sebenernya tentang sang bayi, tapi Meria sudah mengancam untuk diam dan tak boleh buka suara.

Ros mengangguk lemah, wajahnya pucat tanpa semangat. Ia berjalan masuk ke rumah dengan langkah gontai, matanya masih sembab karena tangis yang tak kunjung reda. “Iya, Bi… aku sudah pulang,” jawabnya dengan suara serak.

Asisten rumah tangga itu, seorang wanita tua bernama Bi Mina, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi cemas. Hatinya terasa berat melihat kondisi Ros yang begitu hancur. Ia tahu kebenaran yang sebenarnya, tapi ancaman Meria membayanginya seperti awan gelap.

“Non… Non harus kuat, ya,” ucap Bi Mina dengan hati-hati, mencoba memberi sedikit kekuatan.

Ros tersenyum pahit, menatap Bi Mina dengan mata yang penuh luka. “Kuat, Bi? Untuk apa aku kuat? Aku bahkan tidak punya alasan untuk bertahan lagi…” suaranya pecah di akhir kalimat, membuat air mata kembali mengalir di pipinya.

Ros mengemasi bajunya, tekadnya bulat untuk pergi dari neraka itu. Entah kemana, dirinya pun belum tahu arah dan tujuan nya kali ini.

Bi Mina ingin sekali mengatakan sesuatu, ingin memberitahu bahwa bayi Ros sebenarnya masih hidup. Tapi bayangan ancaman Meria membuatnya menelan kembali kata-kata yang hampir terucap.

“Sabar, Non. Tuhan pasti punya rencana lain untuk Non,” ucap Bi Mina dengan nada lembut, meskipun hatinya diliputi rasa bersalah.

Ros hanya diam, tak merespons. Di dalam kamarnya, ia duduk di tepi ranjang, memeluk bantal erat-erat, seolah mencari pelukan yang tak bisa lagi ia dapatkan. Bi Mina memandangnya dengan air mata menggenang di sudut mata.

“Maafkan Bibi, Non,” gumam Bi Mina pelan, hampir seperti bisikan yang hanya bisa ia dengar sendiri. “Suatu saat… Bibi harap Non akan tahu kebenarannya.”

Namun untuk saat ini, Bi Mina hanya bisa diam, berdoa agar Tuhan memberikan jalan terbaik bagi Ros, sekaligus kekuatan untuk menanggung semua beban yang menimpanya.

"Non mau ke mana? Bukannya masih sangat lemas?" tanya Bi Mina.

"Aku tidak bisa lama-lama di rumah ini. Bi, satu pertanyaan aku tolong jawab dengan benar."

"Apa non?"

"Kenapa bisa anakku meninggal sedangkan saat aku melihatnya dia menangis kencang?"

Bi Mina terkesiap saat itu, entah apa yang akan dia katakan bahkan dusta yang mungkin akan dia simpan seumur hidup.

"Bi, apa ini ada hubungannya dengan mereka? Atau sebenarnya anakku masih hidup dan bibi menyembunyikan nya?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Pertemuan dengan Nyoba Baik

    "Non, saya tidak tahu apa pun. Bayi Non memang sudah meninggal. Tangisnya sempat berhenti saat non pendarahan lali kehabisan oksigen yang memang harusnya bayi baru lahir itu mendapati hal yang lebih baik."Lagi-lagi Ros kecewa. Dia berharap ini semua mimpi. Namun, kembali terpatahkan oleh kenyataan."Non, anak Non sudah meninggal dan sudah takdir."Ros terdiam, mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Bi Mina. Matanya memerah, tapi tidak ada lagi air mata yang mampu mengalir. Rasanya seperti seluruh harapan yang tersisa kembali hancur berkeping-keping.“Takdir?” gumamnya pelan, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri. “Kenapa semuanya selalu menyebut ini takdir? Kenapa takdir Tuhan begitu kejam padaku?”Bi Mina menghela napas panjang, hatinya terasa berat melihat Ros yang semakin tenggelam dalam kesedihan. Namun, ia tidak berani mengungkapkan apa pun. Ancaman Meria masih membayangi pikirannya.“Non, kadang kita tidak tahu rencana Tuhan. Tapi Non harus kuat, meskipun ini berat,”

    Last Updated : 2025-01-02
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Nyonya Agata

    Ada sebuah keraguan di mata Ros, wanita tua di hadapannya baru saja dia kenal bahkan sama sekali tidak mengenalnya. Mana mungkin bisa menceritakan kesedihannya pada orang yang baru baru dan mungkin saja sangat bahaya. Belajar dari sebuah pengalaman yang ternyata menghancurkan hidupnya. "Nak, katakan apa yang membuat kamu seperti sedang tertekan?" tanya Nyonya itu. Manik mata yang sudah tua itu, menatap penuh harap. "Maaf, saya tidak apa-apa dan tidak sedang tertekan." Ros mencoba berdusta, tapi nyatanya dia sangat gugup. "Kamu bisa percaya sama saya. Saya tidak jahat dan bisa membantu kamu," ujar nyonya Agata kembali meyakinkan Ros. "Ta--tapi saya benar-benar tidak sedang ada masalah." Lagi, Ros mencoba untuk tidak menceritakan hal yang baginya sangat sensitif pada orang asing. Nyonya Agata menarik napas panjang. "Baiklah jika kamu merasa belum bisa cukup percaya. Kamu mau saya antar pulang?" tanya Nyonya Agata lagi. Ros menatap Nyonya Agata dengan ragu. Tawaran itu terdeng

    Last Updated : 2025-01-11
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Pertemuan dengan ayah dan anak

    Lima tahun kemudian Ros sudah sampai di rumah megah milik Nyonya Agata. Dirinya sengaja pulang dulu dan berganti pakaian. Dirinya sangat lelah karena setelah dia bertugas mengecek beberapa pasien anak yang baru saja akan pulang, dirinya pun harus menjaga Oma Agata yang sedang di rawat di rumah sakit. "Non, hari ini apa kondisi Nyonya besar sudah pulih?" tanya Bi Siti. "Alhamdulillah sudah, Bi. Tadi saya enggak bawa baju. Mandi di rumah sakit agak gimana gitu, Bi," ucap Ros. "Iya sih. Non, pokonya kabarin kondisi Nyonya. Sepi banget kalau enggak ada Nyonya besar." Bi Siti kepala pelayan kembali bicara. Ros tersenyum tipis, meskipun hatinya masih sedikit gundah. "Iya, Bi. Saya pasti kabarin terus. Doain aja Nyonya cepat pulih, ya."Bi Siti mengangguk semangat, matanya penuh harap. "Pasti, Non. Saya selalu doain yang terbaik buat Nyonya besar. Kalau Nyonya sudah pulang, rumah ini pasti ramai lagi. Rasanya kosong banget kalau beliau enggak ada.""Non, kalau Non Ros capek, istirahat

    Last Updated : 2025-01-13
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Pertimbangan

    Nicolas mencoba menarik napas dan menghilangkan egonya. sang anak sangat nyaman dengan Ros. mana mungkin dia asal mengambilnya. Nicolas memperhatikan Rosa dengan tatapan tak lepas, bagaimana wanita itu dengan penuh kesabaran membersihkan darah yang mengalir di sekitar infus di tangan kecil El. Gerakannya begitu lembut, hampir seperti takut menyakiti bocah itu. Sesekali, Rosa berbicara pelan pada El, menenangkan anak itu dengan senyuman yang tulus. Nicolas berusaha memahami perasaan aneh yang menjalari hatinya. Pandangannya bergantian tertuju pada Rosa dan El—dua sosok yang tampak begitu serasi dalam momen ini. "Apakah karena El tak pernah punya ibu," gumam Nicolas lirih, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri, "aku jadi melihat keduanya seperti ibu dan anak kandung?" Rosa mendongak sebentar, memberi anggukan kecil. "Sudah selesai," katanya singkat, suaranya tetap lembut. Ia kembali mengelus kepala El. Nicolas menelan ludah, perasaan rumit menggelayuti benaknya. Dari k

    Last Updated : 2025-01-14
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Sebuah Tawaran

    Rosa menunduk sejenak, mencoba mengatur napasnya yang tiba-tiba terasa berat. Tawaran itu begitu menggiurkan, tapi juga membingungkan. Ia tidak pernah membayangkan akan dihadapkan pada pilihan seperti ini."Terima kasih atas tawarannya, Nyonya," jawab Rosa akhirnya, suaranya tetap tenang meski pikirannya berkecamuk. "Tapi... ini adalah keputusan besar. Bolehkah saya minta waktu untuk memikirkannya?"Nyonya Sandrina tersenyum tipis, seolah telah menduga jawaban itu. "Tentu saja, Rosa. Saya tidak meminta keputusan segera. Pikirkan baik-baik. Saya hanya ingin yang terbaik untuk El, dan saya percaya, kamu adalah orang yang tepat."Rosa mengangguk pelan. Matanya kembali terarah pada El. Dalam benaknya, bayangan tentang pekerjaan baru itu mulai terbentuk—kesempatan besar, namun penuh tanggung jawab. Di satu sisi, banyak hal yang akan tertunda. Semua yang sudah di planing olehnya mungkin akan dia jadwal ulang kembali. "Saya akan memberi kabar secepatnya, Nyonya," kata Rosa, menatap Nyonya S

    Last Updated : 2025-01-15
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Kebimbangan

    "Tuan, di mana kita pernah bertemu?" tanya Ros. Ros merasa aneh, pria kaya dan tampan seperti Nicolas pernah bertemu dengannya, tapi di mana? "Ah, sudah lupakan. Ros, saya pergi dulu." Rosa mengernyit mendengar jawaban itu. Ada sesuatu yang terasa ganjil, seperti ada cerita yang belum diungkapkan sepenuhnya oleh Nicolas. Tapi sebelum ia sempat menanyakan lebih lanjut, pria itu sudah berbalik. "Tuan Nicolas, tunggu," panggil Rosa. Ia melangkah maju, merasa ada sesuatu yang penting untuk dipahami. "Kenapa Anda bilang kita harus melupakan? Kalau memang kita pernah bertemu, saya ingin tahu." Nicolas berhenti sejenak, punggungnya masih menghadap Rosa. Ia tampak ragu, seperti sedang mempertimbangkan apakah ia harus menjelaskan atau tetap diam. "Ada banyak hal dalam hidup yang lebih baik dibiarkan berlalu, Rosa," ucap Nicolas tanpa menoleh. "Tapi—" Rosa ingin menyela, namun Nicolas melanjutkan. "Dan tentang tawaran ibuku," ia berbalik sedikit, matanya bertemu dengan Rosa. "A

    Last Updated : 2025-01-16
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Peraturan sang Tuan

    Ros tergesa-gesa menghampiri ruangan El karna cemas anak itu menangis dan tidak tenang. "Bagaimana Tuan muda El? tanya RosKetika Rosa masuk ke ruangan El, ia melihat Suster Ana sedang mencoba menenangkan anak itu yang tampak gelisah di tempat tidurnya. Wajah El memerah, dan ia menggerakkan tangan kecilnya dengan resah."Tuan muda El kenapa?" tanya Rosa dengan nada cemas, segera menghampiri tempat tidur.Suster Ana menoleh, ekspresinya penuh kelelahan. "Dia terbangun mendadak dan menangis terus-menerus. Sepertinya dia merasa tidak nyaman atau sedang mencari seseorang."Rosa segera duduk di samping El dan menyentuh pipi kecilnya dengan lembut. "Tuan muda El, ini aku, Rosa," katanya dengan suara menenangkan. Anak itu membuka mata perlahan, lalu memandang Rosa dengan sorot mata yang masih basah oleh air mata.Seketika, tangis El mereda. Ia menggenggam jari Rosa dengan erat, seolah menemukan kenyamanan yang telah hilang.Suster Ana memperhatikan dengan takjub. "Sepertinya dia memang sang

    Last Updated : 2025-01-18
  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Tentang Peraturan

    "Kenapa kamu terlihat kaget Ros?" tanya Nyonya Sandrina. Ros menggeleng pelan, ternyata berbeda dengan apa yang di katakan oleh Tuan Nicolas pikirnya dalam hati. "Ros, ada yang menggangu pikiranmu?" Rosalia duduk di ruang kamar inap kelas president suite di rumah sakit itu. Perasaan canggung masih menyelimuti dirinya. Ia memandang Nyonya Sandrina yang tengah menikmati secangkir teh dengan santai, sementara suasana ruangan dipenuhi aroma mawar dari vas bunga besar di sudut ruangan. "Nyonya," ujar Rosa pelan, mencoba memecah keheningan. "Saya ingin bertanya sesuatul lagi, kalau boleh." Nyonya Sandrina mengangkat pandangannya dengan senyuman hangat. "Tentu saja, Rosa. Apa yang ingin kau tanyakan?" Rosa menggigit bibirnya ragu, tapi akhirnya berkata, "Tuan Nicolas mengatakan sesuatu tadi... bahwa Nyonya sering membuat peraturan yang mengekang para asisten. Apakah itu benar?" Nyonya Sandrina tertawa kecil, suaranya terdengar ringan namun penuh arti. Ia meletakkan cangkir tehny

    Last Updated : 2025-01-19

Latest chapter

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Ini Nyata

    Rosalia melangkah perlahan, sorot matanya tenang, tetapi ada ketegasan di sana. "Benar, aku adalah cucu kandung Nyonya Agata. Dan sebagai pewaris sah, aku ingin melihat semua perjanjian bisnis yang telah dibuat atas nama perusahaan keluarga kami."Maya mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. "Tidak mungkin! Kau selama ini hanyalah—""—Seorang babysitter?" potong Rosalia dengan senyum tipis. "Ya, itu yang kalian kira. Tapi aku tidak pernah menyangkal siapa diriku. Kalian saja yang terlalu sibuk menginjakku hingga lupa mencari tahu kebenaran."Maya menelan ludah, matanya beralih ke Tian, lalu ke Nicolas. "Ini lelucon, kan? Nicolas, kau tahu soal ini?"Nicolas masih terdiam, pikirannya bercampur aduk. Ia merasa dikhianati karena Rosalia menyembunyikan identitasnya. Tapi di sisi lain, ia mulai memahami mengapa wanita itu selalu terlihat penuh pertimbangan setiap kali mengambil keputusan.Tian melipat tangan di dada, menatap Aldo dengan tatapan penuh kemenangan. "Jadi, Tuan Aldo, masih ing

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Pewaris Tunggal

    Suasana tegang saat Nicolas datang bersama dengan Alex. Lalu, Aldo bersama dengan Maya, melihat hal itu Nicolas seperti bisa membaca apa yang sebenarnya terjadi."Nicolas, apa kabar? Hmm... Apa kabarmu sedang tidak baik-baik saja setelah mendengar kabar kontrak yang sedang di ambang kerugian."Maya kini merasa menang dan di atas awan. Nicolas hanya menanggapi semua dengan tenang walau hatinya ketar ketir.Nicolas menghembuskan napas perlahan, menahan emosinya agar tidak terpancing oleh provokasi Maya. Ia melirik Aldo yang duduk dengan ekspresi santai, seolah menikmati situasi yang sedang berlangsung."Aku baik-baik saja, Bu Maya. Justru aku penasaran, apa Anda yang sedang dalam kondisi baik setelah bermain api dengan kontrak ini?" jawab Nicolas dengan nada datar namun penuh makna.Maya menyilangkan tangannya di depan dada, menyeringai. "Oh, Nicolas, bisnis itu tentang siapa yang lebih cerdas membaca peluang. Sayangnya, kali ini kau kalah cepat."Alex yang berdiri di samping Nicolas m

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    akhirnya memeluk anakku

    Rosalia tersenyum untuk pertama kalinya pada Nicolas. Pria itu sedang tidak baik-baik saja. Ros bangkit dan hendak masuk.."Ros, tetap di sini. Apa kamu mau pergi meninggalkan aku yang sedang tidak baik-baik saja?" tanya Nicolas."Tuan, aku mau kedalam. Sudah malam, lebih baik Anda juga tidur. Besok bukannya mau bertemu dengan Tuan Tian?"Nicolas menghela napas panjang, menatap Ros dengan mata yang penuh kelelahan. "Aku hanya ingin berbicara sebentar, Ros. Aku lelah dengan semua ini, dengan pekerjaan, dengan perasaan yang terus-menerus tak bisa aku kendalikan."Ros menggigit bibirnya, ragu untuk tetap tinggal atau pergi. Tapi melihat ekspresi Nicolas, sesuatu dalam hatinya melunak. "Baiklah, sebentar saja," ujarnya pelan.Nicolas tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangannya ke langit malam. "Aku tidak pernah menyangka, hidupku akan serumit ini. Semua berjalan begitu cepat, dan sekarang… aku takut kehilangan sesuatu yang belum sepenuhnya aku genggam."Rosalia menunduk, merasakan geta

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Frustasi

    "Kenapa begitu tiba-tiba Tuan Aldo dari perusahaan Nyonya Agata mengambil alih project kita?" tanya Nicolas.Nicolas kaget saat tiba-tiba Alex mengabarkan berita yang tak terduga.Alex menyesuaikan kacamatanya sebelum menjawab. "Aku juga baru menerima laporan ini, Tuan. Tuan Aldo mengklaim kepemilikan atas sebagian saham proyek ini dengan dalih perjanjian lama yang tidak diperbarui."Nicolas menghela napas, ekspresinya mengeras. "Dan kenapa kita tidak tahu soal perjanjian itu sebelumnya?""Karena dokumen lama itu seharusnya tidak berlaku lagi. Tapi, entah bagaimana, Aldo berhasil mendapatkan celah hukum untuk menggunakannya."Nicolas mengepalkan tangannya. "Aldo tidak mungkin bergerak sendiri. Aku ingin kau cari tahu siapa yang ada di belakangnya."Alex mengangguk. "Baik, Tuan. Saya juga sudah menghubungi tim legal untuk meninjau ulang semua dokumen terkait. Tapi, sebaiknya Anda juga berbicara langsung dengan Nyonya Agata."Nicolas menatap lurus ke arah jendela kantornya, pikirannya d

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Persiapan Matang

    "Ros, sampai kapan kamu menutupi identitas kamu? Jika kamu menikah, Nicolas harus tahu siapa kamu," ujar Oma Agata. Ros menegang mendengar perkataan Oma Agata. Rahasianya selama ini menjadi beban yang terus menghantui. Dia tahu cepat atau lambat Nicolas akan tahu, tapi dia tidak siap untuk menghadapi reaksi pria itu."Oma... apa itu penting sekarang?" suara Ros terdengar lemah. Matanya menatap lantai, menghindari tatapan tajam Oma Agata dan Tian."Sangat penting, Ros," Oma Agata menegaskan. "Jika kamu menikah dengannya tanpa mengungkapkan siapa dirimu sebenarnya, kamu tidak hanya menipu Nicolas, tapi juga dirimu sendiri. Pernikahan tidak bisa dibangun di atas kebohongan."Ros menghela napas panjang. Pikirannya bercampur aduk antara ketakutan, keraguan, dan rasa bersalah."Aku takut, Oma... jika dia tahu semuanya, dia mungkin tidak akan menerimaku." suara Ros bergetar.Tian mendekat, menatap Ros dengan lembut. "Kalau dia benar-benar peduli padamu, dia akan mengerti. Kamu berhak dicint

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Keputusan Sulit

    " Jangan paksa jika memang tidak ada raasa," Ujar Tian. Pria itu duduk bersebelahan dengan omanya.Ros tersenyum getir. "Demi El, aku akan melakukan apa pun."Tian menghela napas panjang, pandangannya bergeser ke arah Ros yang tampak resah. "Ros, membangun hidup dengan seseorang hanya demi anak tanpa ada cinta di antara kalian... itu berat."Oma Agata menambahkan dengan lembut, "Cinta bisa tumbuh, Ros. Tapi kamu harus jujur pada dirimu sendiri. Jangan memaksakan sesuatu yang hatimu tolak."Ros menunduk, menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. "Aku hanya tidak ingin El terluka. Dia sudah terlalu banyak kehilangan."Tian menatap Ros dengan serius. "El lebih membutuhkan seorang ibu yang bahagia daripada melihatmu terjebak dalam hubungan yang tidak membuatmu nyaman."Ros menyeka sudut matanya yang mulai basah. "Aku... aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuk El. Jika menikah dengan Nicolas adalah jalannya, mungkin aku harus mencobanya."Oma Agata menggenggam tangan Ros dengan erat.

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Belajar mencintai

    Ros meminta izin ke rumah sang nenek. Dia meminta Tian menjemputnya. Sepupunya itu langsung saja bertanya tentang Nicolas. Ada hubungan apa dan bagaimana bisa, pikir Tian. Tian menyandarkan tubuhnya ke mobil, menatap Rosalia dengan senyum samar. "Jadi, bagaimana hubunganmu dengan Nicolas sekarang?" tanyanya santai, tapi ada sedikit ketertarikan dalam nada suaranya.Ros menghela napas, menyilangkan tangan di depan dada. "Entahlah, Tian. Dia tiba-tiba mengajak menikah, tapi aku tahu itu hanya karena El."Tian mengangguk pelan, lalu menyipitkan mata. "Dan menurutmu, hanya karena El?"Ros terdiam. Pertanyaan Tian seperti menamparnya. Dia ingin percaya kalau Nicolas hanya bertanggung jawab, tidak lebih. Tapi… ada momen-momen di mana tatapan Nicolas terasa berbeda, lebih dalam, lebih hangat."Aku tidak tahu, Tian. Aku takut berharap."Tian tersenyum miring, menepuk pundak Ros pelan. "Yang aku tahu, Nicolas bukan tipe pria yang melakukan sesuatu tanpa alasan yang kuat. Kalau dia ingin menik

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Pendekatan

    Ros mendesah pelan, menatap Nicolas dengan mata yang masih menyimpan luka. "Nicolas, hidupku bukan hanya tentang El. Aku juga punya perasaan, punya masa lalu yang menyakitkan, dan aku tidak yakin bisa menerima semua ini begitu saja."Nicolas melangkah mendekat, wajahnya serius. "Aku tahu, Ros. Aku tahu aku sudah membuat banyak kesalahan. Tapi aku juga tahu satu hal—aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa kamu dan El."Ros tertawa kecil, getir. "Kau hanya takut kehilangan El. Bukan aku."Nicolas terdiam sejenak sebelum mengangkat tangannya, menyentuh lembut wajah Ros. "Aku tidak akan memaksa jika kamu benar-benar tidak mau. Tapi aku ingin kamu tahu... sejak kamu muncul lagi dalam hidupku, aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Dan aku ingin memperjuangkan itu."Ros menatap mata Nicolas, mencari kebohongan di sana—tapi yang ia temukan justru ketulusan. Dadanya berdebar, pikirannya berantakan."Beri aku waktu," bisiknya akhirnya.Nicolas mengangguk pelan, sudut bibirnya terangkat sedikit.

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Belajar mencintai

    Mobil melaju dalam keheningan. Nicolas menggenggam kemudi lebih erat, pikirannya berkecamuk. Dia ingin menjawab, tapi bibirnya seolah terkunci.Ros menunggu, namun saat Nicolas tetap diam, ia mengalihkan pandangan ke luar jendela. Angin malam meniup lembut wajahnya, tapi dada Ros terasa sesak. "Jika Anda tidak bisa menjawabnya, mungkin memang sebaiknya saya pergi," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada diri sendiri.Nicolas mendadak menginjak rem, membuat tubuh Ros sedikit terdorong ke depan. "Kau tidak akan pergi ke mana pun, Ros!" suaranya terdengar tegas, tapi ada kegelisahan di baliknya.Ros menoleh, menatap Nicolas yang kini menatapnya dengan tatapan tajam. "Kenapa? Kenapa Anda menahan saya?"Nicolas mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Karena aku tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja. Karena... aku tidak ingin kehilanganmu lagi. El, bisa ngambek terus.""El mungkin aku bawa, dia anakku."Nicolas tersentak, sorot matanya menggelap. "Apa maksudmu, Ros?"Ros mena

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status