Berdebat dengan nada tinggi dengan Farhan adalah hal yang paling dihindari oleh Tiara, da tahu meski belum bisa menjadi sosok istri yang sempurna, paling tidak dia harus menghormati suaminya, laki-laki yang mengemban tanggung jawab dunia dan akhiratnya. Akan tetapi saat ini perasaanya benar-benar kacau, Farhan memang hanya diam saja, tak mengatakan ya atau tidak, tapi sepuluh tahun hidup bersama membuat Tiara sedikit hapal gelagat Farhan. Ya Tuhan.... bahkan rasanya lebih sakit dari pada diputusin pacaranya di SMA dulu. Dia butuh minum coklat panasnya lagi, tapi tangannya bergetar dengan hebatnya. Tiara tak yakin akan mampu memegang galas itu dengan benar, terpaksa Tiara menggenggam tangannya dengan erat, berharap itu juga bisa menahannya untuk berbuat anarkis di tempat umum. “Aku minta maaf ini pasti membuatmu terkejut, tapi aku berani bersumpah kalau hanya kamu wanita yang aku cintai dan inginkan untuk menjadi ibu anak-anakku.” “Jadi baby sister maksudmu,” kata Tiara dengan ket
Kalau dia mundur dari pernikahan ini akan banyak wanita di luar sana yang bisa menggantikan posisinya sebagai istri Farhan, tapi belum tentu bisa menggantikan posisinya sebagai ibu anak-anak Farhan. Hal itu disadari benar oleh Tiara, meski banyak orang yang bilang kalau dia sangat bodoh jika mau bertahan, Tiara akan menutup telinga, dia dan anak-anak menderita sedangkan Farhan bisa bahagia dengan istri barunya. Kesalahan dalam pernikahan memang tidak terjadi satu arah, tapi perselingkuhan adalah sesuatu yang fatal, dan Tiara tidak sudi, Farhan yang sudah membuatnya dan anak-anak menderita tidak akan mendapat balasan darinya, meski Tiara sadar dia akan merasakan hidup bagai di neraka. Sampai Tiara sendiri yang akan menyerah atau dibuang seperti sampah. “Bu Tiara baik-baik saja, kita akan menghadapi para auditor kalau ibu ada masalah pribadi tolong jangan mempengaruhi kinerja ibu di sini.” Astaga Si brondong marah. Tiara langsung berdehem dan menatap kertas-kertas yang tadi di sod
Kelemahan terbesar Farhan adalah dia mudah kasihan pada orang lain dan tidak berpikir panjang untuk menolongnya. Sikap yang baik memang andai saja sikap itu tidak membuat Tiara dan anak-anaknya terluka, dan TIara memutuskan tetap di sini bukan untuk dijadikan babu oleh wanita itu. "Punya hak apa dia ingin merawat Alena juga?" Tiara menatap dingin dan datar, dia yang biasanya lemah lembut dan menghadapi semuanya dengan senyuman telah hilang sepenuhnya. Memikirkan kalau sekarang suaminya bukan lagi miliknya seorang lagi sudah cukup sulit, apalagi memikirkan kalau wanita itu akan seenaknya berkeliaran di rumah ini, selama Tiara masih sah istri Farhan itu tidak akan terjadi. "Tiara kamu tidak lupa kalau dia itu-" "Kamu dan perempuan itu juga tidak lupa bukan kalau Alena secara hukum anakku, dan dia yang telah membuang anak itu di depan rumahku dengan tidak bertanggung jawab, ah aku tahu itu memang rencanamu tapi kamu lupa satu hal...." Tiara menatap Farhan dengan seringai sini
"Apa kamu sibuk hari ini, Riz? apa kita bisa bertemu sebentar? mungkin setelah mbak pulang sekolah?" Pesan itu Tiara kirimkan pada nomer Fariz, dan berharap adik iparnya itu akan segera membalas. Ini sebenarnya ide dari Keysa, satu-satunya sahabat tempat dia menceritakan semua keluh kesahnya, meski sahabatnya yang judes itu langsung memakinya setelah dia selesai bercerita semua yang terjadi dan juga keputusannya untuk bertahan saat ini. Meski setelah puas membodoh-bodohkannya, Keysa langsung mengatakan kalau Tiara perlu mencari tahu siapa sebenarnya Karin dan juga wanita bernama Nina yang sering menghubungi Farhan. "Jangan sampai ada Alena-Alena yang lain yang nanti suamimu minta untuk kamu besarkan, dekati wanita bernama Karin itu, untuk mengalahkan musuh kamu harus mengenalnya seperti kamu mengenalku." Yah dan hal pertama untuk mencari tahu semua itu adalah Fariz, karena Tiara tak yakin kalau Farhan sebenarnya mengenal perempuan yang menjadi istri keduanya itu dengan baik,
Fariz pertama kali bertemu denga Karin saat di tahun kedua SMP nya, gadis manis yang ceria dan mungil, sedangkan Karin baru masuk tahun pertama.Waktu itu sang gadis sedang menangis ketakukan karena tidak bisa membawa salah satu syarat yang diberikan panitia mos, Fariz sangat iba karena gadis itu begitu takutnya dihukum. Akhirnya Fariz meminta temannya sesama panitia mos untuk memberikan hukuman yang ringan pada gadis itu, mengetahui hal itu Karin sangat berterima kasih pada Fariz dan sejak itu mereka berteman. Saat tahun ajaran berikutnya Fira masuk ke sekolah yang sama dengan mereka, Fariz mengenalkan Karin padanya dan terbukti kedua gadis itu begitu cocok hingga bersahabat, dan saat Fariz sudah memasuki SMA, dia sedikit tenang karena Fira ada yang menjaga. Akan tetapi bencana itu tak dapat ditolak, Fira yang memang pendiam dan jarang memiliki teman hari itu pulang sekolah sangat terlambat entah dari mana, sedangkan Fariz sendiri terserang demam dan tidak dapat keluar rumah un
Tiara mengendarai motornya dengan pikiran penuh, sedikit penyesalan di hatinya karena menolak tawaran Fariz yang ingin mengantarnya pulang. Mungkin mukanya terlihat menyedihkan setelah pertemuan itu. Malu sebenarnya saat masalah rumah tangganya diketahui oleh orang lain, apalag itu atasannya sendiri yang nantinya akan sering bertemu dengannya. Meski Tiara yakin kalau Ilham bukan tipe orang yang suka mencampur adukkan masakan pribadi dan pekerjaan, akan tetapi tetap saja aibnya diketahui orang asing membuatnya sangat tak nyaman.Akan tetapi Tiara juga tidak bisa menyalahkan Fariz, dia hanya ingin Tiara percaya dengan apa yang akan dia sampaikan. Kenapa hidupnya jadi serumit itu, padahal dia sudah sangat hati-hati jangan sampai jatuh pada kesalahan yang membuatnya kesulitan. Seumur hidup Tiara belum pernah berurusan dengan polisi, bahkan dia tidak pernah ditilang saat berkendara di jalan, entah memang karena dia terlalu taat atau para polisi itu tak tega menilangnya.Karena itu di
Perjalanan mereka pulang, terasa sangat lambat, Tiara menyetir dengan kehati-hatian yang berlebihan, bahkan beberapa pengendara yang menyalipnya sempat menatapnya kesal karena sepeda biasa pun bisa menyalip laju motor yang dikendarai Tiara, untunglah motor yang digunakan adalah motor matic yang membuatnya tak perlu menggunakan kaki untuk mengemudi. Demi membuat Arkan yang selalu diam-diam menatapnya penuh kekhawatiran, Tiara memutuskan untuk bermain dengan anak-anak setelah mengganti bajunya.Ada luka di kakinya yang terasa nyeri, tapi nanti saja sebelum tidur dia akan minum obat yang tadi dia tanyakan pada Keysa dan melarang keras temannya itu untuk datang ke rumahnya, karena Tiara tahu keysa tidak akan datang sendiri, dia akan membawa serta semua kehebohan yang akan membuat semua orang tahu apa yang baru saja dia alami. Pukul lima sore Farhan pulang seperti biasa, laki-laki itu tersenyum lebar saat melihat Tiara sedang menyanyikan lagu anak-anak bersama Araz dan Alena, sedangkan A
Tiara tak menyangka rumah tangganya akan jadi seperti ini. Baginya sebagai seorang istri, kepercayaan dan perhatian dari pasangan adalah hal yang sangat penting, jika hal itu sudah tidak ada lagi tidak akan ada lagi keharmonisan yang didambakan oleh pasangan tersebut. Sekarang Tiara bahkan ragu mereka punya hal itu satu sama lain. Tiara bahkan takut untuk membuka ponselnya sendiri, khawatir kalau dia akan menemukan bukti kecurangan suaminya dan membuatnya makin sakit hati. “Apa maksudmu tentu saja aku memperhatikanmu dan juga percaya padamu?” Farhan berdiri menatap Tiara dengan kesal. “Maaf soal kamu yang terjatuh tadi, tapi aku benar-benar sedang ada meeting penting dan tidak bisa ditinggal, lagi pula kamu dan Arkan baik-baik saja, itu yang penting.” Tiara mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri, benarkah dia yang kurang bersyukur pada apa yang telah terjadi padanya, haruskan dia selalu tersenyum gembira, padahal dia tahu ada bara yang siap menghanguskan seluruh bangunan rumah
“Sebaiknya kita pulang, Mbak ini sudah sore kasihan anak-anak.” Tiara langsung mendongak mendengar suara Fariz, dia menatap mata kelam pemuda itu, meski ditutupi dengan baik ada sebersit rasa duka yang dia temukan di sana. Dipalingkannya pandangan pada Farhan yang masih memeluk batu nisan itu, sesekali terdengar sedu sedannya yang mendalam, lalu terakhir pandangannya jatuh pada gundukan merah yang bertabur bunga. Gadis kecil manja yang selalu berbinar saat melihatnya kini telah tiada, rasa bersalah itu terus bercokol di hatinya andai saja dia bersikeras membawa Alena ikut serta dengannya, bersama anak-anaknya yang lain ini semua tidak akan terjadi, dan andai saja dia berhasil membujuk Farhan untuk melupakan semua balas dendam konyol ini, tentu anak itu akan tetap hidup dan... astaga apa dia sudah berdosa karena mempertanyakan takdir Tuhan? “Mbak,” panggil Fariz sekali lagi para pelayat sudah meninggalkan area pemakaman ini,
“ Apa maksud kakakmu menculik Alena bukankah kita sudah sepakat kamu akan melepaskan hak atas anak itu jika aku membantumu!” Farhan mencengkeram kemudi dengan kencang sampai buku-buku tangannya memutih, tak ada suara dari seberang sana, Farhan sedikit melirik ponsel di dasboardnya, kalau-kalau sambungan itu terputus, tapi tak lama kemudian terdengar helaan napas. “Aku tidak tahu menahu tentang rencana kakakku, sepertinya dia bertekad membuatmu menghentikan semuanya,” kata suara dari seberang sana. “Benarkah?” tanya Farhan dengan sinis. Rasa kagum yang pernah dia miliki pada wanita yang telah melahirkan putrinya itu kini sirna sudah, dia sudah terpelosok terlalu dalam demi ambisinya untuk membalas dendam, tapi tentu saja sudah sejauih ini Farhan tidak bisa mundur begitu saja, dengan berbagai cara Farhan akhirnya menemukan beberapa kecurangan yang didalangi Andreas. Meski itu sama sekali tidak liear dengan tujuannya, tapi itu cukup me
“Bu Tiara mau kemana?” Seorang penjual sayur berperawakan kecil yang memang belum lama ini sering mangkal di depan rumah Tiara, menyapanya dengan ramah, dan Tiara tahu kalau orang ini juga salah satu orang yang diminta Ilham untuk menjaganya, meski sampai sekarang Tiara sama sekali tidak paham, kenapa Ilham malah meminta orang yang terlihat lemah untuk menjaganya, padahal yang lain terlihat jago bela diri. “Ah saya mau keluar sebentar,” kata Tiara berusaha senatural mungkin agar jika ada salah satu orang yang melihat interaksi mereka tidak menimbulkan kecurigaan. “Sayur pesanan ibu sudah ada apa ibu mau mengambilnya sekarang.” Laki-laki itu tak menunggu tanggapan Tiara dia langsung berjalan ke balik gerobak dan mengambil sepaket besar sayuran yang tentu saja bukan pesanan Tiara. “Sebaiknya anda di rumah saja, sepertinya keadaan semakin genting, pak Ilham khawatir mereka juga mengincar anda dan anak-anak.” Tiara mendongak setelah memb
“Bu Tiara sebaiknya dalam minggu ini anda dan anak-anak lebih berhati-hati lagi.” Pesan itu sampai satu jam yang lalu, beberapa kali Tiara menghubungi Ilham untuk menanyakan apa maksudnya? Tapi laki-laki itu sama sekali tidak mengangkat panggilannya membuat Tiara dilanda kekhawatiran. Tiara berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, hari sudah mulai pagi dan biasanya dia akan membantu anak-anaknya untuk bersiap ke sekolah, tapi karena pesan yang dikirim Ilham ini dia jadi dilema, apa dia dan anak-anak akan aman kalau meninggalkan rumah? Satu kali dua kali, tak juga ada jawaban dari ujung sana dan Tiara mulai resah, sejenak dia ingin menghubungi anak buah Ilham yang menjaganya, tapi dia ingat kalau hanya melihat wajah mereka sana, tanpa tahu nama apalagi nomer telepon. “Ah apa yang harus aku lakukan sekarang?” Tiara terus membuka dan menutup ponselnya, khwatir kalau Ilham menghubunginya dan terlewatkan, tapi lagi-lagi dia tidak mendapa
“Ada apa ini? kenapa ayah dengar ada yang bertengkar?” Ya ampun Tiara merasa seperti bocah baru gede yang ketahuan pacarnya diapelin cowok lain dan membuat keributan sehingga sang ayah harus turun tangan. Akan tetapi kali ini sedikit berbeda, bukan hanya soal remeh seperti itu yang dia hadapi tapi juga soal hidup dan matinya dan anak-anak.Ilham yang berdiri dengan tangan bersidekap langsung menurunkan tangannya dan menunduk dengan sopan, sedangkan Andreas sudah lebih dulu pergi dari rumah orang tua Tiara sambil memberikan senyum sinis penuh ancaman.“Ada apa Tiara?” tanya sang ayah dengan pandangan tajam pada dua orang di ruang tamu rumahnya. “Lho tamunya tadi sudah pulang?” sang ibu yang baru muncul bertanya heran saat menatap Ilham. “Bukannya mas ini atasanmu yang kamu bilang banyak membantumu itu, Tiara?” lanjut sang ibu lagi. Tiara hanya bisa mengangguk dengan pasrah saat sang ayah sudah mem
"Kamu kenal dia?" Tiara sedikit terlonjak saat tiba-tiba sang ibu sudah ada di sampingnya dan berbisik lirih. Tiara berdiri diam mengamati laki-laki yang duduk membelakanginya di sofa ruang tamu rumah kedua orang tuanya. Dia menggeleng dengan samar, dia merasa tidak mengenali laki-laki ini, apa dia salah satu orang yang ditempatkan Ilham untuk menjaganya? tapi dia sama sekali tidak ingat kalau Ilham meminta orang baru untuk menjaganya, meskipun dia juga tidak terlalu kenal dengan orang-,orang yang bertugas menjaganya itu. Akan tetapi satu hal yang dia tahu, orang-orang itu bekerja dalam bayangan, bukan malah bertamu terang-terangan dan membelikannya makanan mewah. "Entahlah, Bu. Aku merasa tidak mengenalnya.""Apa ibu minta dia pergi saja?" kata sang ibu yang menampakkan wajah khawatir. Tiara terdiam, dia sangat ingin tahu siapa dan apa yang diinginkan laki-laki itu.
Bagaimana mungkin ayahnya mengatakan hal semenyakitkan itu? Tiara hanya bisa berdiri mematung menatap kedua orang tuanya dengan pandangan bingung dan kesakitan, dia memang tidak terlalu dekat dengan ayahnya yang kaku dan kolot itu, tapi bagaimanapun dia sangat menyayangi kedua orang tuanya. Hampir saja Tiara tersungkur karena kakinya begitu lemas hanya untuk melangkah ke kursi di depan orang tuanya, syukurlah ibunya bertindak cukup bijak dengan membimbingnya untuk duduk dan meremas tangannya dengan lembut. Itu memang hanya hal kecil, tapi bagi Tiara itu punya banyak arti, dia merasa mendapat tempat untuk berlindung. "A-apa maksud ayah?" tanya Tiara tergagap. jAyahnya memang tidak pernah membentak apalagi memukul, hanya dengan tatapan dan ucapannya yang tajam saja semua anak-anaknya sudah keder duluan termasuk Tiara. "Apa maksudnya laki-laki datang kemari mengantarkan makanan untukmu? Dia juga b
Sore itu Tiara mengendarai motornya ke pusat perbelanjaan, sesekali dia menoleh ke belakang dan melihat beberapa orang yang ditugaskan Ilham untuk melindunginya mengikuti dari jarak aman. Duh sudah seperti artis saja aku, gerutu Tiara. Jika biasanya dia bisa nongkrog di gerobak kang cilok atau kang es dawet berlama-lama hanya untuk menikmati waktu sendirinya, sekarang Tiara tak akan mungkin melakukan hal ini. dia tidak akan sok-sokan dengan memanfaatkan orang-orang yang menjaga dengan pergi sekehendak hatinya. Kali ini saja dia terpaksa pergi ke sebuah toko buku sendiri karena ada beberapa buku yang harus dia beli sekalian membeli pensil warna yang baru untuk Araz. Selama lebih dari satu bulan Tiara tinggal di sini bersama anak-anak memang tidak ada kejadian yang membuat khawatir. Pun dengan orang-orang yang ditugaskan untuk menjaganya bertindak seperti bayangan yang tak terlihat, bahkan Tiara tak yakin kalau orang tuanya tahu kalau mereka te
“itu namanya kamu tidak tanggung jawab pada pekerjaan hanya karena masalah pribadi.” Tiara langsung menunduk saat sang ayah mengatakan hal itu. Araz dan Arkan sedangdiantar ibunya bermain bersama bude Ningsih, asisten rumah tangga yang sudah bekerja pada keluarganya sejak dia masih kecil. Wajah Tiara bagai terbakar saat mendengar perkataan ayahnya. Malu. Dia akui dia memang sangat tidak bertanggung jawab pada pekerjaannya. Ayahnya adalah sosok yang kaku dan disiplin, membuat Tiara ataupun saudaranya yang lain sama sekali tidak bisa dekat dengan laki-laki yang menjadi alasannya terlahir di dunia ini. Tiara bahkan tak pernah tahu bagaiaman rasanya dipeluk oleh sang ayah, meski ibunya meyakinkan dia bahwa waktu kecil ayahnya sering melakukan hal itu pada mereka, dan membantu sang ibu jika tidak bisa menghandle anak-anaknya, ucapan yang selalu diragukan oleh Tiara karena dia tahu benar sejak adiknya lahir sang ayah tidak pernah menggendongnya, bah