Home / Horor / Bayangan Dalam Pandang / The Girl Meets The Guy and The Shadow #3

Share

The Girl Meets The Guy and The Shadow #3

Author: Louisa Reign
last update Last Updated: 2023-02-14 01:00:25

“Aduh…”

Aku terbangun karena rasa sakit di seluruh badanku. Ini seperti habis dipakai untuk lari maraton 10 km. Sangat lelah dan otot-ototku seperti ditusuk jarum kalau mau digerakkan.

But that aside, aku baru sadar kalau aku tidak bangun di kamarku. Cat tembok kamarku itu berwarna biru muda, tetapi ini warna putih.

"Aku ada di mana?", tanyaku dalam hati.

Aku paksakan badanku untuk duduk agar aku dapat melihat ruangan itu dengan lebih baik.

Ruangan itu lumayan luas dengan beberapa perabot bertema vintage. Penataannya tidak asal-asalan sehingga sangat nyaman untuk dipandang. Pada bagian atap dan beberapa sudut kamar terdapat kaca jendela super besar sehingga memudahkan cahaya matahari untuk menyisip masuk dan menambah kesan hangat dari ruangan itu.

“Apakah aku ada di hotel?”

Aku melakukan sedikit peregangan agar badanku tidak terlalu sakit kemudian berjalan ke arah pintu. Ada dua pintu di sana, yang satu adalah kamar mandi dan yang satu membuka jalan untuk turun ke bawah. Aku turun lalu menemukan bahwa aku masih ada di kantor Hongo-san.

Arah pandanganku langsung terkunci pada pria jakung berparas tampan yang tengah duduk berhadap-hadapan dengan seorang gadis berseragam SMA. Mereka duduk di sofa yang terletak di seberangku. Ketika si gadis melihatku, dia langsung berdiri dan berpamitan.

“Apakah aku mengganggu sesuatu?”, tanyaku pada Hongo-san, setelah gadis itu keluar.

“Tidak, kamu datang di saat yang tepat. Kebetulan, aku bingung bagaimana cara membuat dia pulang.”, jawabnya, dengan wajah datar.

“Dia bukan pacarmu?”

“Tentu saja bukan. Aku tidak tertarik pada anak di bawah umur."

Pria itu mendengkus kasar sambil memijat dahinya yang berkerut, kemudian berkata kembali, "Dia adalah seorang klien. Dia yang memintaku melakukan sesuatu pada shadow yang kemarin kita segel.”, katanya.

“Shadow? Si setan itu?”

"Yup. Oh, omong-omong, bagaimana tubuhmu? Semalam kamu pingsan. Berhubung aku tidak tahu rumahmu di mana, jadi aku membawamu ke atas. Kuharap kamu tidak keberatan… Maaf siapa namamu…?”

"Namaku Kinjo Miki. Aku tidak keberatan. Terima kasih sudah merawatku. Tapi sungguh… yang semalam itu apa? Aku tidak pernah mengalami itu seumur hidupku. Dan… Pekerjaan macam apa yang kita lakukan di sini?"

"Duduklah.", ucapnya disertai gestur tangan yang mempersilakan aku untuk duduk di sebrangnya. Akan tetapi aku malah duduk di sebelah kiri Hongo-san. Entahlah, aku tidak mau saja duduk di sofa yang tadi diduduki si gadis SMA. Melihat aku bukan duduk di depan, pria itu memiringkan kepalanya seraya bertanya, “Kenapa kamu duduk di sampingku?”.

“Apakah ini tidak boleh?”

“Bukan tidak boleh, aku hanya bertanya.”

“Um… Aku merasa seperti aku tidak mau duduk di situ.”

"Luar biasa… Aku sudah mengira kamu memang bukan orang biasa dan kini aku semakin yakin bahwa kamu orang yang cocok."

Aku dibuat bingung tiada henti sejak kemarin malam. Apa maksudnya aku bukan orang biasa? Ah sudahlah, dengarkan saja dulu.

"Pertama, agar tubuhmu tidak begitu sakit, coba makan ini."

Hongo-san menyodorkan susu dan roti. Kebetulan aku sedang lapar, jadi langsung aku hap-hap.

Hm? Sepertinya tubuhku semakin ringan?

"Ini roti dan susu apa? Ro-su ajaib?", tanyaku. Rupanya itu telah mengundang Hongo-san untuk tenggelam dalam tawa. Ya... Aku sendiri bingung di mana letak kelucuannya...

“Itu adalah roti dan susu biasa, Kinjo Miki-san.”, ucapnya, kemudian kembali tertawa beberapa saat. Setelah berhasil mengontrol dirinya, pria itu baru masuk kembali dalam perbincangan yang lebih serius, "Baiklah, Kinjo-san. Seperti yang aku katakan tadi, yang semalam kamu hadapi disebut dengan shadow. Banyak orang menyebut mereka dengan sebutan demon, tapi beberapa menyebut mereka shadow, karena mereka bersembunyi dalam kegelapan, seperti bayangan.

Shadow sendiri terbagi menjadi dua, yang netral dan yang beringas. Untuk shadow yang netral, mereka bisa dikatakan tidak berbahaya bagi manusia. Mereka tidak memiliki keinginan untuk ikut campur dengan urusan manusia, sedangkan shadow yang beringas, kebalikannya.

Kemudian menjawab pertanyaanmu yang kedua, pekerjaan macam apa yang kita lakukan di sini? Hm… Kita menerima  berbagai macam permintaan klien yang berhubungan dengan supranatural. Oleh sebab itu, kita disebut spiritualis. Supranatural itu tidak terbatas pada shadow saja, bisa arwah penasaran, energi terkutuk, dan lain-lain. Permintaan klien pun tidak melulu tentang 'menyegel'. Semuanya tergantung dari kasus dan permintaan klien.

Lalu karena kamu sudah ikut serta dalam menuntaskan permintaan klien tadi, untukmu, segini."

Pria itu menyerahkan sebuah amplop coklat yang agak tebal. Ketika aku mengecek isinya… Rahangku copot! Amplop itu berisi uang yang jumlahnya dua kali lipat gajiku ketika masih di industri!

"I-ini… Tiap hari aku akan dapat segini!?"

"Tidak. Belum tentu tiap hari. Kita dibayar setiap kita berhasil menyelesaikan permintaan klien. Selama ini aku memerlukan waktu sampai beberapa hari untuk menyelesaikan satu permintaan. Mengingat ada beban yang akan dirasakan tubuhku setiap berhasil menyegel shadow."

"Seperti tubuhku yang rasanya babak belur?"

Hongo-san menganggukkan kepalanya, lalu menjawab, "Itu yang disebut dengan spirit zero, saat di mana energi spiritual seseorang berada di titik terendah mereka. Setelah makan atau istirahat selama beberapa waktu, energi itu akan kembali dan rasa sakitnya akan berkurang."

"Oh… Iya benar sih. Setelah aku makan memang tubuhku jadi enteng rasanya. Aku kira itu roti dan susu yang sudah diberi mantera."

"Hahaha… Semuanya roti dan susu biasa. Masih ada banyak di dapur. Kamu boleh memakannya jika masih kurang."

Aku membalas kalimat itu dengan senyum. Sebetulnya, aku senang dengan tawaran itu. Siapa yang tidak senang dapat sarapan gratis all you can eat? Namun aku masih… Hm… Jaga image.

"Ano… Kita berdua sama-sama mengucapkan mantera. Tetapi mengapa hanya aku yang mengalami spirit zero?", tanyaku, seraya menghabiskan susu dan roti yang berada di tangan.

"Tiap orang memiliki tingkat spiritual yang berbeda-beda dan tiap tingkat punya kapasitas energi yang berbeda. Contohnya saja, kamu adalah pendatang baru, sehingga tingkat spiritualmu dimulai dari yang paling bawah. Kamu memiliki kapasitas energi yang paling kecil, maka setelah mengucap satu mantera, kamu langsung mengalami spirit zero. Lain halnya dengan aku, aku punya tingkat spiritual yang lebih tinggi, begitu pula dengan kapasitas spiritualku. Jadi meskipun aku sama-sama mengucap satu mantera, aku tidak sampai mengalami spirit zero."

Hongo-san berdiri, kemudian mengambil sebuah bola kaca dari dalam loker di samping tangga. Dia kembali duduk di sampingku, dan berkata, "Tingkat spiritual itu bisa dinaikkan. Kurasa setelah kejadian semalam, tingkat spiritualmu langsung naik. Coba sentuh bola ini sambil menyebut nama lengkapmu."

Aku menuruti instruksinya, kemudian bola itu mengeluarkan warna biru.

"Tingkat spiritual terendah adalah warna ungu, selanjutnya naik secara berurutan jadi warna biru, kuning, orange, merah, dan putih. Kamu sudah naik tingkat. Aku baru pertama kali bertemu orang yang bisa naik tingkat secepat ini. Itulah kenapa aku mengatakan kamu bukan orang biasa."

"Jadi artinya kapasitas spiritualku sudah naik?"

"Tidak hanya kapasitas spiritualmu, tapi tingkat kesensitifan juga naik. Buktinya, kamu punya perasaan tidak sudi duduk di sofa depan kita. Gadis SMA tadi memang membawa 'sesuatu' dan sisa energinya tertinggal di situ. Kalau kamu duduk di situ, minimal kamu akan pusing, mual atau muntah."

"Tunggu. ‘Sesuatu’ ini...”

“Shadow.”

“Eh? Bukankah shadow punya dia sudah disegel?"

"Hanya kepalanya. Gadis itu bersikukuh untuk menyimpan badannya sebagai pelindung."

Semua ingatan tentang bayi, serangga, dan nyanyian ‘darah’ kembali menyeruak.

"Pelindung…? Yang seperti itu? Jadi pelindung?", tanyaku, gagal memahami pemikiran gadis SMA itu.

"Ya… Mau bagaimana lagi. Aku sudah menjelaskan kalau itu tidak akan baik, tapi dia punya kemauan sendiri."

Aku speechless. Bagaimana mungkin seseorang mendapat perlindungan dari makhluk yang haus darah? Apakah dia sudah gila?

"Kamu akan banyak bertemu manusia dan hal-hal di luar akal sehatmu mulai dari sekarang. Terkadang keselamatanmu juga akan dipertaruhkan. Untuk itu, aku ingin bertanya kembali. Apakah kamu bersedia untuk ikut denganku?", tanya Hongo-san dengan wajah serius.

Aku membalas pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan lain, "Kupikir aku sudah diterima?"

"Kamu punya potensi yang bagus dan aku ingin kamu jadi asistenku, tapi menjadi seorang spiritualis, artinya kamu akan senantiasa bersinggungan dengan segala risiko yang ada. Aku tetap harus mengembalikan kepadamu."

… Benar juga... Semalam, apa yang terjadi kalau salah satu dari kami ada yang melakukan kesalahan? Terkurung selamanya? Mati?

Aku datang kemari dengan harapan dapat memperoleh cukup uang untuk membayar tagihan. Di luar dugaanku, uang yang bisa aku peroleh rupanya lebih dari yang kuharapkan, tetapi…

"… Kalau ada bahaya yang tidak bisa ditangani olehku…"

Tangan Hongo-san bergerak mengambil bola kaca yang tadi digunakan untuk melihat tingkat spiritualku, lalu dia menyebutkan nama lengkapnya. Sama ketika aku menyebut namaku, bola itu segera berubah warna. Bedanya, sekarang bola itu menjadi orange. Itu artinya, Hongo Satoru memiliki tingkat spiritual 2 tingkat diatasku.

"Aku memang belum jadi yang paling kuat, tapi aku bersumpah akan terus melindungimu. Apakah kamu mau ikut bekerja denganku?"

Kalimat yang aku dengar dari mulutnya itu menghapuskan segala keresahanku. Aku menarik nafas panjang, kemudian menjawab dengan lantang.

"Aku bersedia. Tapi... Bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Tentu."

“Mengapa kamu membutuhkan seorang asisten? Terutama aku, yang seorang amatir. Berdasarkan pengamatanku kemarin, kamu sebenarnya bisa menyerang dan menyegel shadow sendirian. Benar? Sepertinya kamu tidak akan mengalami kesulitan melakukan semuanya sendiri. Mengapa juga kamu bertahan di dalam kegelapan itu sampai tujuh jam?

Sekali lagi, pria itu hanyut dalam tawa.

“Ah... Kamu bisa melihat semuanya dengan jelas. Apakah itu karena ketajaman inderamu? Luar biasa. Aku semakin menginginkan dirimu.”

... Pria ini... Kurasa ada yang salah dengan pemilihan katanya. Untungnya aku paham apa maksudnya.

Setelah beberapa saat, Hongo-san berdehem singkat, lantas lanjut memberikan penjelasan kepadaku.

"Semakin tinggi tingkat kekuatan spiritualmu, kamu akan bisa melakukan keduanya sendirian. Aku mengakui, aku memang bisa melakukan penyerangan dan penyegelan seorang diri. Akan tetapi melakukan keduanya secara bersamaan akan sangat menyedot banyak sekali energi.

Lebih lagi, ketika berhadapan dengan shadow, tidak hanya tingkat spiritualmu yang harus kamu perhatikan. Kamu juga harus memperhatikan besarnya kekuatan shadow yang kamu lawan. Akan menjadi masalah apabila shadow tersebut memiliki pasukan di belakangnya.

Ambillah contoh Jinx. Kamu telah lihat sendiri sebanyak apa pasukannya. Jika aku memaksa melakukan perlawanan dan penyegelan seorang diri, ya, mungkin Jinx dapat tersegel. Namun aku tidak akan punya cukup energi untuk menyegel bawahannya. Kemudian, boom! Aku akan dimakan oleh ribuan shadow kelas rendah.

Itulah mengapa aku membutuhkan seorang asisten. Aku menginginkan seseorang yang bisa melakukan penyegelan di saat aku berfokus untuk melakukan penyerangan. Ah, tentu saat ini kamu memang belum mahir karena kamu adalah spiritualis baru, tetapi kamu tidak perlu khawatir. Aku akan mengajarimu dengan baik.”

Gleg! Aku tidak dapat menahan diri untuk menenggak ludahku sendiri ketika mendengar penjelasan tersebut.

"Oh... Baik, Hongo-san."

"Baiklah, Kinjo Miki-san. Suatu kehormatan bagiku untuk bekerja denganmu. Yoroshiku onegaishimasu*.", ujar Hongo-san, sambil membungkukkan badan.

*Mohon bantuan dan kerja samanya.

Aku pun memberikan gestur tubuh yang sama seraya berkata, "Kochira koso, yoroshiku onegaishimasu*, Hongo Satoru-san.".

*Sayalah yang membutuhkan bantuan anda.

Hari itu, aku resmi masuk dalam agensi Hongo-san's Odd Cases a.k.a HCO, dan kisahku dengan dunia mistis baru dimulai.

Related chapters

  • Bayangan Dalam Pandang   Shadow at School

    Halo, namaku Kinjo Miki, 25 tahun. Aku menjalani kehidupanku dengan baik sejak bergabung dengan HCO. Kira-kira... Hm... Sebulan yang lalu? Iya, aku bisa membayar tagihanku, bahkan aku punya cukup uang untuk bisa makan tiga kali sehari. Aku juga bisa membeli kopi yang selama ini hanya ada dalam angan-angan saja. Aku pun bisa istirahat dengan cukup. ... Cukup, kecuali pagi ini. Brrrrrrt! Brrrrrrt! Brrrrrrt! Tut. "Ya… Halo…? Oh… Hongo-san… Ini masih jam lima... Ada apa menelepon pagi-pagi begini? … Eh? Ke kantor sekarang juga?" Pada suatu pagi yang masih nyaman untuk istirahat, Hongo-san meneleponku agar segera datang ke kantor. Katanya, "Kemasi pakaianmu. Kita akan menginap sampai beberapa hari." Titah bos adalah absolut. Meski sukma dan ragaku belum bersatu, aku mulai berkemas. Kami akan pergi ke Prefektur Miyagi bersama klien kami dengan naik mobil. Perjalanan dari Tokyo ke Miyagi memakan waktu lima setengah jam. Sebuah mobil sport hitam datang tidak lama setelah aku sampai

    Last Updated : 2023-02-16
  • Bayangan Dalam Pandang   Shadow at School #2

    SMA Sendai no Kibou berbentuk seperti sebuah lukisan dengan bingkainya. 'Bingkai' dibangun dari empat gedung yang saling berhadapan. Pada sisi utara ada Gedung D, yaitu tempat siswa kelas 10 dan 11 menuntut ilmu. Pada sisi barat terdapat Gedung C, letak kelas siswa kelas 12, kantor guru, ruang kepala sekolah, dan perpustakaan berada. Pada sisi timur adalah Gedung B yang merupakan gedung olahraga. Terakhir, pada sisi selatan ada Gedung A, sebagai gedung serba guna, lengkap dengan aula dan lain-lain. Tepat di antara keempat gedung tersebut, dibangun sebuah taman yang megah. Inilah yang bertindak sebagai ‘lukisan’. Berbagai macam tumbuhan yang tak melulu hijau hadir di sana, seakan menyumbang guratan molek pada bidang kanvasnya. Melihat keindahan tersebut tentu tidak akan ada yang menyangka bahwa tempat ini menyimpan kisah tragis. Aku pun merupakan salah satu orang yang nyaris tidak percaya, saking indahnya taman ini. Sungguh, jika ada predikat taman sekolah terindah di Jepang, maka tam

    Last Updated : 2023-02-18
  • Bayangan Dalam Pandang   Shadow at School #3

    Tap! Tap! Tap! Tap! Tap! Tap! Derap langkah kaki milik dua orang yang saling bersaut-sautan membelah kesunyian di sepanjang lorong tangga. Itu adalah bunyi langkah kakiku dan Hongo-san. Kami berjalan secepat mungkin untuk bisa mencapai lantai tiga. Kami masih bersama saat melewati lantai satu, sampai kemudian… Aku tertinggal. "Astaga… Ini baru lewat satu lantai, tahu...?", ujarku, dengan dada yang sudah kembang-kempis. Tinggi satu anak tangga di bangunan sekolah ini lebih tinggi dibandingkan di tempat lain. Mungkin ini tidak menjadi masalah bagi kaum tiang listrik seperti Hongo-san, tetapi ini cukup ampuh untuk membasmi kaum kurcaci sepertiku. Ditambah lagi, aku adalah kurcaci yang tidak pernah berolahraga. Meskipun aku dan Hongo-san sama-sama berjalan cepat, aku dapat dengan mudahnya tertinggal. Pada awalnya aku hanya tertinggal tiga anak tangga saja, lalu lima, lalu tujuh, dan lama kelamaan, aku tertinggal satu lantai. Aku menghentikan langkahku untuk mengumpulkan nafas ter

    Last Updated : 2023-02-19
  • Bayangan Dalam Pandang   Shadow at School #4

    Hari ini... Sudah berapa kali jantungku dipermainkan? Organ itu dipaksa berpacu dengan cepat pada siang hari dan saat ini seperti ada sewujud tangan yang mencengkeram dirinya. Rasa sesak di dadaku ini sampai tidak dapat aku acuhkan. "Murakawa-san ditemukan tergantung di pohon sakura." Baik aku maupun Hongo-san, tidak ada yang menyangka akan mendengar kabar ini. Murakawa-san ditemukan tergantung? Sungguh? Selama aku ikut HCO, ini adalah kali pertama ada seseorang yang meninggal selama kami menangani kasus. Kami berdua dilanda kesunyian hebat dan suasana di kamar menjadi muram. Aku tidak tahu apa yang Hongo-san rasakan, yang kutahu ia hanya memandangi layar ponsel mati di tangannya. Dahi pria itu mengkerut, seperti tengah memikirkan sesuatu yang rumit. Apabila kalian bertanya apa yang aku rasakan, aku dapat menyatakan bahwa aku merasa seperti tercekat. Saking tercekatnya, nafas yang keluar-masuk tubuhku menjadi tidak leluasa, bahkan aku tidak mampu melontarkan sepatah kata pun. Nam

    Last Updated : 2023-02-28
  • Bayangan Dalam Pandang   Shadow at School #5

    Sesekali target pandang kedua netraku teralih kepada dua objek di ujung bangunan rumah sakit. Dua pria jakung itu, Satoru-san dan Goto-san, berbincang empat mata cukup lama. Sepertinya hampir 30 menit mereka di sana. Aku pun bertanya-tanya dalam batin, “Kira-kira apa yang mereka perbincangkan ya? ... Pasti membicarakan hal yang di luar akal sehat manusia.” Ah, berbicara mengenai hal di luar akal sehat... Ketika aku tertahan oleh shadow, apakah Satoru-san juga mengalami sesuatu yang tidak mengenakkan? Pria itu sama sekali belum mengatakan apapun kepadaku. “Kurasa aku akan bertanya setelah pulang dari sini.” -Beberapa saat yang lalu- Eiji, si burung beo, tiba-tiba meminta waktuku untuk berbicara empat mata. Dia mengajak aku untuk berbincang hanya berdua? Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Rasanya seperti menemukan keajaiban dunia yang kedelapan. “Apa yang ingin dia bicarakan?”, otakku secara otomatis menerka-nerka topik apa yang ingin dia bahas. Apakah ini

    Last Updated : 2023-03-08
  • Bayangan Dalam Pandang   Shadow at School #6

    Aku bernafas lega ketika mendapati bahwa sosok yang mendatangiku bukanlah sosok-sosok yang wujudnya kelewat mengerikan dengan sifat agresif, melainkan sosok yang begitu elegan. Akan tetapi… Mau secantik apapun perwujudan di depan sana, kewaspadaanku tidak dapat hilang seutuhnya. Cara datangnya gadis itu saja telah membuat aku gamang. Dentingan geta yang ia ciptakan selagi berjalan kemari itu begitu menyeramkan. “Ke mana?”, tanyaku kepada sosok yang saat ini membungkuk sopan di depan pintu ruang kelas. Dia hanya menjawab pertanyaanku menggunakan gestur tubuh. Ia menegakkan badan, lalu mengarahkan sebelah tangannya ke pintu keluar. “Dia bukan anak Murakawa-san. Hanya wujudnya saja yang sama.”, kuulangi terus kalimat itu berkali-kali dalam kepalaku. Tidak hanya gadis itu saja yang membuat aku tidak ingin lengah begitu saja. Variabel lainnya adalah kemunculanku di ruang kelas ini yang cukup absurd. Aku sangat yakin, aku hanya memejamkan mata selama beberapa detik. Seketika aku membuk

    Last Updated : 2023-03-14
  • Bayangan Dalam Pandang   Shadow at School #7

    “WAA!” Aku tersentak, seperti orang yang terbangun dari mimpi buruk. Nafasku agak kacau dan degup jantungku berpacu dengan cepat. “Apa yang barusan terjadi...?”, tanyaku dalam hati, sambil menyeka dahi yang sudah basah kuyub karena keringat. Yang kuingat terakhir kali adalah Si Gadis Banshee menjentikkan jari, kemudian telingaku menjadi sangat sakit akibat suara yang dihasilkan. Setelah itu... Aku hanya melihat kegelapan. Tapi telingaku, entah karena jentikan jari Banshee atau bukan, aku jadi mendengar berbagai ungkapan sumpah serapah yang entah dari mana sumbernya. Semuanya serapah itu mengharapkan bahwa aku mati. Tak berselang lama, aku terbangun dalam keadaan seperti ini. ... Tarik nafas... Buang... Bebarengan dengan permainan napas, kupaksa batinku untuk berulang kali mengucapkan,“Tenanglah, Miki... Suara itu sudah tidak terdengar lagi.”. Usai lewat beberapa waktu, aku baru mulai berada dalam kendali. Kini aku baru menangkap bahwa aku sudah tidak lagi ada di rumah sakit. “A

    Last Updated : 2023-03-19
  • Bayangan Dalam Pandang   Shadow at School #8

    Aku menceritakan segala yang terkait pertemuanku dengan Banshee pada Satoru-san. Tidak ada satu pun yang aku tutupi. Usai kuceritakan, Satoru-san langsung kembali ke kamarnya untuk bersiap. Aku juga melakukan hal yang sama, tapi aku tidak bisa cepat. Butuh waktu yang lebih lama bagiku untuk bersiap karena kakiku yang masih sakit. Untungnya Satoru-san sangat tolerir dengan itu. Dia bahkan membawakan sarapan ke kamarku dan kami makan bersama terlebih dahulu. Kami berdua menggunakan meja dan sofa mewah yang berada tepat di depan ranjang. ... Aku jadi tidak enak hati... Dalam batin aku berkata, “Harusnya aku yang membawakan makanan-makanan ini padanya, bukan sebaliknya.”. Aku adalah asistennya, tapi selama 30 hari bersama Satoru-san, aku sangat jarang memberikan bantuan yang berarti. Sebaliknya, kurasa aku lebih sering merepotkan dirinya. Lihat yang belakangan ini saja, berapa banyak uang dan perhatian sudah dia keluarkan hanya untuk mengurusku? Kamar hotel bintang 4, biaya rumah saki

    Last Updated : 2023-03-25

Latest chapter

  • Bayangan Dalam Pandang   Aku Juga Siap

    Langit-langit polos yang begitu familiar. Pemandangan yang selalu menyambutku setiap kali terbangun dari tidur. Bersama itu, seberkas cahaya matahari akan mencoba menerobos masuk melalui celah yang terdapat pada tirai, demi menerangi setiap sudut ruanganku.Aku mengedipkan mata beberapa kali secara perlahan, memberikan kesempatan bagi netraku untuk menyesuaikan diri.“Ponselku di mana ya...?”Aku meregangkan badanku sebentar, kemudian bangkit dan meraih ponsel yang ada di samping bantal.Tuk, tuk, tuk. Aku mencoba menyalakan ponsel dengan mengetuk lembut layarnya dengan jari telunjuk. Namun, ponselku tetap saja bergeming. Layar hitamnya tidak kunjung memproyeksikan tampilan yang lain.“Aduh... Baterainya mati. Aku lupa lagi untuk mengisi dayanya.”Aku pun bergerak untuk menyambungkan ponselku dengan kabel charger. Sambil menunggu daya ponselku terisi, aku melirik ke arah jam dinding.“Masih jam empat pagi... Berarti aku bisa tidur lagi, tapi... kenapa rasanya ada yang tidak beres? Sep

  • Bayangan Dalam Pandang   Satoru's Request

    “Uh... ada apa...?” tanyaku ketika melihat reaksi Satoru dan Paman Yuma. “Mengapa ekspresi kalian seperti itu?” Satoru diam sebentar, kemudian menjawab, “Tidak. Tidak ada apa-apa.” Paman Yuma di sisi lain, hanya tertawa dan berkata, “Takdir memang bekerja secara misterius, Toru.” Aku yang tanpa ide di tengah-tengah mereka berdua, sekadar bisa bertanya-tanya dalam benak, “Apa yang mereka bicarakan?” Aku melirik kepada amplop merah yang aku genggam. Jelas, benda tersebut merupakan sumber masalahnya. Apakah seharusnya aku tidak menerima surat undangan ini? “Jika boleh tahu, undangan apa ini?” Satoru menatapku seperti orang ganar. Pria itu lantas menarik napas dalam dan menjawab, “Undangan untuk menghadiri acara hari jadi Serikat Spiritualis Dunia.” “EH!? Serikat Spiritualis Dunia!? Buat apa mengundang amatiran sepertiku!?” “Memangnya kamu tahu organisasi apa itu?” Satoru bertanya balik. “Tidak, tapi dari namanya kedengaran penting.” “Yah... tidak salah,” bala

  • Bayangan Dalam Pandang   Two Invitations

    Dalam satu malam, kondisi tubuhku membaik dengan sangat pesat sampai dokter mengatakan bahwa aku sudah bisa keluar rumah sakit. Ditambah dengan penglihatanku yang sudah hampir pulih seutuhnya, aku pun memilih untuk tidak berlama-lama di sana. Sejak beberapa saat yang lalu, aku sudah bersiap untuk pulang. Di tengah persiapan itu, ponselku bergetar singkat, tanda seseorang mengirimkan pesan kepadaku.[Satoru, Shiroyama-san memberi kabar gila hari ini! Gawat! Ketika kita bertemu, kamu harus mendengarnya!]Brrrrrrrt! Ponselku bergetar lagi, sebab Miki mengirimkan pesan lanjutan.[Tapi sebelumnya, aku perlu pergi ke makam terlebih dahulu. Hanya sebentar saja kok! Setelah itu, aku akan segera meluncur ke rumah sakit!]...Benar juga. Aku lupa memberi tahu Miki kalau aku akan pulang.[Aku sudah berkemas untuk keluar rumah sakit. Jika kamu ingin bertemu denganku, langsung saja ke kantor.]Brrrrrrrt![EH!? Kamu sudah diperbolehkan keluar rumah sakit!? Usai dua hari kamu ti

  • Bayangan Dalam Pandang   Unexpected Invitation

    “Hah...” aku melepas napas panjang sambil mengupas buah apel yang kubeli tadi pagi. Bukan untukku, tapi untuk pria yang sedang tertidur pulas di atas ranjang rumah sakit. Kalian bertanya siapa pria itu? Oh, kalian pasti tahu... Pria itu adalah orang sinting yang berhasil memenangkan permainan petak umpet dengan shadow. Tak lain dan tak bukan, Hongo Satoru.Ya, kami semua—aku, Satoru, Yuma-san, Shiroyama-san, dan tiga polisi—berhasil keluar dari dimensi shadow dengan selamat. Lebih dari itu, kami—atau lebih tepatnya Satoru—berhasil membawa pulang bagian kepala yang selama ini dicari-cari oleh semua orang.Mukjizat... bisakah aku bisa menyebutnya seperti itu? Entahlah... Satoru sudah mempersiapkan alat-alat yang dia bawa sebelum berangkat ke rumah terbengkalai. Dia bisa saja sudah memiliki suatu rencana, yang lagi-lagi, tidak dia bagikan kepadaku maupun Yuma-san....Kurasa dia tidak akan membagikan idenya. Jika tahu endingnya akan seperti ini, aku jelas tidak akan se

  • Bayangan Dalam Pandang   Look for The Head #16

    “... Ayo mulai, Shadow! Hitung sampai sepuluh!”, seruku.Shadow menyeringai, dan dengan penuh semangat, dia mulai berhitung. Aku pun tak buang-buang waktu, segera memasukkan tangan ke saku jas, mengeluarkan sebuah cermin bundar seukuran telapak tangan, dengan empat buah batu kaca tertanam pada bingkainya. Tentunya bukan cermin biasa, melainkan alat supranatural yang dapat digunakan untuk memindahkan tubuh penggunanya ke suatu tempat.Aku memejamkan mata, lalu memusatkan konsentrasi untuk membentuk sebuah visual dalam pikiran, mengenai satu bagian di dimensi ini yang sempat kulewati. Setelah visual terbentuk, aku mengalirkan energi ke dalam salah satu batu pada cermin itu, sehingga sebuah gambar yang aku pikirkan muncul pada cermin. Selanjutnya, aku hanya perlu menjentikkan jari agar tubuhku dapat berpindah seutuhnya.CTIK!...Sunyi.Suara shadow yang tidak mengenakkan di telinga itu sudah tak lagi terdengar.Aku kembali membuka mata, mendapat area di sekelilingku

  • Bayangan Dalam Pandang   Look for The Head #15

    “Dengan seluruh elemen dan energi abadi Sang Pencipta itu sendiri, gunakanlah itu untuk meruntuhkan barrier yang melingkupi shadow yang ingin melukai kami. Nama shadow itu-” KRAK! Sebuah pola yang membentuk jaring laba-laba telah muncul pada kubah pelindung, mulai dari bagian barat, melebar hingga separuh bagian kubah. Munculnya pola tersebut disertai dengan suara “Krak!”, bak tembikar yang meretak dindingnya. “A-apakah ini ilusi juga?” tanya Miki. Aku hanya bungkam ketika mendengar pertanyaan itu. Sekedar menoleh pun tidak, demi menyembunyikan senyum kecut yang terbit pada bibirku. “Aku tahu shadow ini adalah shadow yang kuat dan berumur sangat tua. Aku pun sudah memprediksikan, dari antara shadow-shadow yang pernah kuhadapi, shadow ini mungkin memiliki kekuatan yang paling dekat dengan kekuatan Ouroboros. Namun tetap saja, melihatnya merusak dinding kubah pelindung terkuat, membuat bulu di sekujur tubuh berdiri.”, gumamku dalam hati. Shadow itu, seakan menyadari bahwa aku sedik

  • Bayangan Dalam Pandang   Look for The Head #14

    KRAK!Shadow itu memperkuat lilitan, sehingga retakan pada dinding kubah pelindung tak dapat terelakkan. Semua orang yang berada di dalam kubah, bahkan Yuma-san dan Satoru pun menjadi tegang dan mengeraskan rahang. Aku sendiri sampai memejamkan mata, bersiap dengan kemungkinan terburuk yang akan menimpa kami semua. Akan tetapi, shadow itu tertawa dan berkata, “Aku bercanda!”“B-bercanda?”, batinku seraya membuka perlahan kedua mataku.Makhluk supranatural yang melilit kubah kami itu tertawa terbahak-bahak, lantas kembali melontarkan beberapa kalimat, “Aku baru saja mengatakan bahwa kalian patut diapresiasi! Bentuk apresiasi kami, makhluk yang kalian sebut shadow, adalah dengan membuat yang diapresiasi untuk merasakan emosi yang paling sulit kami alami. Dengan kata lain, membuat mereka ketakutan! Hahaha!”“Namun dalam bahasa manusia, sepertinya tidak begitu. Apa yang aku lakukan barusan, tidak terhitung dalam bentuk apresiasi. Jika aku tidak salah, aku harus berlaku ‘baik’ terhadap kal

  • Bayangan Dalam Pandang   Look for The Head #13

    Kami melintasi jalan berair dengan penuh kehati-hatian. Sebab, jalur yang awalnya hanya dipenuhi air hitam dan rambut panjang, kini juga diisi oleh tubuh buaya dengan jumlah yang tak terhitung. Ukurannya pun bervariasi, mulai dari yang sebesar bus hingga buaya dengan ukuran yang dapat kita temui di alam manusia.Kami dapat dengan mudah menghindari buaya dengan ukuran masif, tentu karena tubuhnya yang tidak dapat disembunyikan oleh air yang setinggi pinggang. Justru buaya-buaya yang lebih kecil lah yang membuat kami was-was. Tubuh mereka cukup ‘kecil’, membuat mereka dapat diselimuti air hitam dengan sempurna. Kami jadi tidak tahu apakah tubuh yang ada di bawah sana benar-benar sudah mati, atau belum. Maka ketika kaki kami tidak sengaja bertabrakan dengan moncong mereka, jantung rasanya hampir keluar dari badan.“Toru, apakah mungkin jika mereka adalah hewan biasa yang diambil dari alam manusia?” tanya Yuma-san dari barisan paling belakang.Pertanyaan yang dilontarkan Yuma-san sontak m

  • Bayangan Dalam Pandang   Look for The Head #12

    “... Tempat ini benar-benar persis dengan penglihatan yang saya dapatkan ketika menggunakan POD.”, ujar Satoru dengan nada yakin. Pria itu menggunakan pilihan kata yang sopan, menandakan bahwa kalimatnya itu dialamatkan kepada Shiroyama-san. Sang detektif pun langsung paham apa maksud Satoru berkata demikian dan menimpali, “Jika benar seperti itu, apakah saya dapat mengambil kesimpulan bahwa saya akan segera bertemu dengan buah yang saya nanti-nantikan?”.Tentu saja orang selain aku, Satoru dan Shiroyama-sanakan memasang raut wajah bingung karena tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Maka seperti biasa, Satoru memintaku untuk memberi penjelasan secara singkat kepada mereka yang tidak paham.“Sebelumnya kami menggunakan alat bernama pendant of the deaduntuk mencari tahu di mana keberadaan bagian kepala korban yang hilang. Saat itu informasi yang didapat adalah bagian kepala korban berada di suatu tempat di Higashi Shinagawa,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status