Home / Pendekar / Bara Dendam di Perbatasan / 22 - Gerombolan Perampok

Share

22 - Gerombolan Perampok

Author: Kebo Rawis
last update Last Updated: 2024-08-26 08:07:46

Seta berlari menyusuri pecahan aliran sungai sebelah timur. Setelah menempuh jarak sekitar enam ribu lima ratus depa (20 kilometer), tibalah prajurit muda Kerajaan Jenggala itu di satu pemukiman.

Tepat di gapura pintu masuk Seta hentikan laju larinya. Lalu dengan langkah perlahan sang prajurit masuk ke dalam pemukiman tersebut.

Malam tengah berada di puncak kegelapan. Suasana pemukiman yang dimasuki Seta sangat sunyi. Tak terdengar suara apapun kecuali riuhnya nyanyian binatang malam saling bersahut-sahutan.

"Desa apa ini? Kenapa sepi sekali di sini?" batin Seta seraya mengamati sekeliling.

Belum terlalu jauh kakinya masuk ke tengah-tengah pemukiman, tiba-tiba saja dari kejauhan terdengar derap kaki kuda banyak sekali. Diikuti bentakan-bentakan keras menggebah, juga ringkikan melengking hewan-hewan tersebut.

Seta seketika hentikan langkah, lalu menepi ke bawah lindungan perdu di pinggir jalan. Setelah m

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Bara Dendam di Perbatasan   23 - Menumpas Tuntas

    "Aaaaaa!"Satu jeritan melengking keluar dari mulut si penjahat. Ia merasakan ada satu benda dingin yang menyentuh pergelangan kakinya.Wajah si perampok yang mengernyit kesakitan menjadi pucat pasi sewaktu melihat telapak kakinya putus, melayang di samping kepalanya dan jatuh ke tanah."Ke-keparat!" bentak lelaki tersebut terbata-bata. Amarahnya seketika memuncak. "Ku-kubunuh kau, bangsat!"Setelah menggembor marah lelaki tersebut cabut parang besar dari pinggang. Tubuhnya kemudian melorot turun dari atas punggung kuda. Akan tetapi boro-boro hendak menyerang, untuk berdiri saja si penjahat kesusahan.Karena hanya punya sebelah telapak kaki, keseimbangan si lelaki jadi terganggu. Ia tak dapat lama-lama berdiri tegak, itupun dalam keadaan miring. Ketika ia coba berjalan, langkahnya terpincang-pincang.Sementara di tempatnya, Seta tampak menyeringai tipis melihat keadaan lawan."Ah,

    Last Updated : 2024-08-27
  • Bara Dendam di Perbatasan   24 - Menumpas Tuntas II

    Suara berdentrangan keras bertalu-talu. Saking kerasnya, dentrangan tersebut terdengar hingga ke telinga pemimpin gerombolan perampok yang berada di sudut lain. Saat itu lelaki tersebut tengah menghitung-hitung ternak yang dikumpulkan warga."Suara senjata siapa itu?" desis lelaki tersebut, sembari berpaling pada perampok lain di sebelahnya.Yang diajak bicara tajamkan pendengaran. Suara berdentrangan sekali lagi terdengar. Kening si perampok seketika mengerut dalam."Agaknya ada yang bertempur, Kang? Jangan-jangan ..." sahutnya tanpa mampu menyelesaikan ucapan.Pemimpin gerombolan rampok menggeram marah. Tanpa berkata apa-apa ia segera melesat ke arah asal suara. Perampok satunya lagi mengikuti di belakang.Para warga yang sedari tadi dicekam ketakutan jadi merasa penasaran. Tanpa diaba-aba, dengan langkah hati-hati mereka ikut membuntuti kedua perampok. Begitu melihat si gadis yang tergeletak pingsan, beberapa orang segera bergerak menolong.

    Last Updated : 2024-08-28
  • Bara Dendam di Perbatasan   25 - Mengorek Keterangan

    Dukk!Telapak kaki Seta mendarat telak di dada lawan. Membuat tubuh si perampok terpental jauh ke belakang, lalu jatuh duduk di tanah. Lelaki tersebut segera berusaha bangkit. Namun belum lagi ia mampu berdiri, sekelompok warga sudah mengurungnya dengan macam-macam senjata terhunus."Bagus, Kisanak sekalian. Aku serahkan lelaki itu pada kalian," ujar Seta pada penduduk desa.Mendengar itu para penduduk desa yang berdiri mengurung langsung merangsek maju. Senjata di tangan masing-masing mereka terayun ke bawah, siap merobek-robek tubuh si perampok.Di lain tempat, pemimpin Rampok Alas Aranan menggeram marah melihat apa yang terjadi. Sebenarnya hatinya kecut, tapi pantang bagi lelaki tersebut untuk menyerah begitu saja. Lebih baik mati ketimbang lari."Bangsat! Kau harus mati di tanganku, prajurit keparat!" jerit si gembong rampok sembari melesat menyerang dengan parang besar terayun.Seta mend

    Last Updated : 2024-08-29
  • Bara Dendam di Perbatasan   26 - Sebuah Pengakuan

    Seta kernyitkan kening mendengar penjelasan tersebut. Seketika benaknya dipenuhi sejuta pertanyaan. Siapa yang telah mengirimkan pasukan ke Gua Selogiri? Apakah ada kaitan dengan kedatangannya ke gua tersebut?Kemudian sang prajurit teringat pada Darpa. Sewaktu mengantar dirinya ke Hantang, rekannya sesama prajurit Jengggala itu mengusulkan padanya agar melapor pada bekel atasan mereka. Darpa juga menyarankan agar Seta ditemani sepasukan prajurit saat menuju ke Gua Selogiri."Meloloskan diri ke mana?" tanya Seta lagi pada si gembong rampok."A-aku tidak tahu orang itu lari ke mana. Hanya kabar mengenai penyerbuan itu yang sampai ke telingaku," sahut si perampok cepat."Dusta!" bentak Seta. "Kau pasti berkata dusta!"Si gembong rampok menggeram tak senang dibentak begitu rupa."Apa perlunya aku berdusta? Aku benar-benar tidak tahu ke mana Ranajaya melarikan diri!" balasnya dengan suara lebih tinggi.Plak!Telapak tangan Seta mel

    Last Updated : 2024-08-30
  • Bara Dendam di Perbatasan   27 - Tawaran Ki Palasara

    "Tapi ...," Seta buru-buru melanjutkan, tetapi sengaja penggal ucapannya sampai di sana. Sepasang matanya memandang ke sekeliling, ke arah wajah-jawah warga desa yang masih menuntut penjelasan.Setelah para penduduk kembali diam baru sang prajurit melanjutkan, "Tapi, tentu saja aku tidak punya hak untuk melarang kalian menjatuhkan hukuman padanya. Jadi, ya silakan saja, terserah kalian mau diapakan perampok satu ini."Usai berkata begitu Seta menyeringai lebar, kemudian melangkah pergi. Ucapannya diikuti sorak-sorai ramai para penduduk desa. Tanpa diberi aba-aba mereka langsung menyerbu gembong rampok yang seketika menjadi pucat pasi wajahnya."Keparat!" terdengar makian si perampok dengan nada geram.Sepasang mata lelaki bercambang bauk lebat itu menatap nanar pada senjata-senjata di tangan warga desa yang terayun ke arahnya. Dalam beberapa kejap kemudian mulutnya sudah mengeluarkan jerit-pekik kesakitan. Para penduduk tak mau memberinya ampun.Sementara di tempatnya, tampak Ki Palas

    Last Updated : 2024-08-31
  • Bara Dendam di Perbatasan   28 - Pesona Rara

    "I-ssteriku?" Seta mendesis dengan kening berkerut dalam. Tatapannya terpaku pada puteri Ki Palasar.Wajah gadis di hadapan sang prajurit berbentuk bulat telur, dengan sepasang mata lebar dinaungi alis tebal melengkung. Rambutnya yang panjang sepunggung mengembang indah, hitam legam bak arang. Sedangkan kulitnya tampak halus, berwarna kekuningan dalam siraman cahaya lampu.Sepasang mata Seta jadi terbelalak lebar. Kakinya sampai tersurut mundur satu langkah ke belakang, saking merasa tak percaya pada apa yang dilihat. Puteri Ki Palasara benar-benar tak ubahnya kembaran Harini, isterinya yang telah tiada.Hal itu tentu saja membuat Ki Palasara beserta isteri dan anaknya terheran-heran. Ketiganya saling pandang sesaat. Namun tak satu pun dari mereka yang berani bertanya pada sang prajurit."Maaf, Tuan Prajurit. Nama puteri saya ini Rara," kata isteri Ki Palasara kemudian, membuyarkan angan-angan Seta.Sang prajurit jadi tergeragap, lalu buru-buru menanggapi, "Ah, harap maafkan aku, Ni.

    Last Updated : 2024-09-01
  • Bara Dendam di Perbatasan   29 - Dua Orang Mencurigakan

    Untung saja pada saat-saat seperti itu akal sehat kembali menguasai Seta. Di kepala sang prajurit segera saja terbayang wajah Harini, isterinya.Wanita yang dikasihinya itu belum lama pergi meninggalkan dunia ini. Bagaimana mungkin ia sudah tertarik pada pesona perempuan lain? Pada Rara puteri kepala desa ini?Di dalam hati, sang prajurit Jenggala jadi mengutuk dirinya sendiri."Suami macam apa kau ini, Seta! Dendam atas kematian anak dan isterimu belum lagi tuntas, bisa-bisanya dirimu sudah tergoda pada seorang gadis!"Tanpa sadar Seta geleng-gelengkan kepala. Ia berharap dengan begitu segala perasaan dan hasrat yang tiba-tiba muncul terhadap Rara dapat dienyahkan sejauh mungkin."Semirip apapun gadis itu dengan Harini, tak selayaknya kau memendam perasaan asmara terhadapnya, Seta!" bisik satu suara lain di dalam diri sang prajurit."Setidaknya sampai kau dapat membalaskan dendam pada Ranajaya keparat itu!" tambah suara itu.Suasana di dalam kamar itu untuk sesaat menjadi sunyi. Samp

    Last Updated : 2024-09-02
  • Bara Dendam di Perbatasan   30 - Berpamitan

    "Kau kenal dua orang itu?" tanya Seta pada Rara.Si gadis gelengkan kepala dengan wajah bingung."Saya juga tidak tahu, Kang. Mungkin saja tamu Ayah," jawab Rara. Namun kemudian ia bertanya-tanya setengah menggumam, "Tapi kalau mereka tamu Ayah, kenapa tidak masuk ke dalam rumah?"Ketika melihat Rara dan Seta datang menghampiri, kedua tamu Ki Palasara terlihat buru-buru pamit. Sedangkan sang lurah menunjukkan wajah bingung, sembari memandangi kepergian dua lelaki bercaping lebar.Dari tempatnya, kening Seta mengernyit melihat tingkah tamu Ki Palasara tersebut. Dalam pandangan sang prajurit, gerak-gerik dua orang tersebut sungguh mencurigakan. Akan tetapi buru-buru disingkirkannya pikiran buruk yang seketika muncul."Ah, Tuan Prajurit. Bagaimana, apakah tidur andika semalam nyenyak?" ujar Ki Palasara dengan tersenyum lebar. Lelaki paruh baya itu tahu-tahu saja sudah berada di hadapan Seta.Sang prajurit bungkukkan badan memberi hormat, baru menjawab, "Tidurku semalam sungguh nyenyak se

    Last Updated : 2024-09-03

Latest chapter

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 203

    Seta menunggu hingga matahari tergelincir dari ubun-ubun. Saat itu, kebanyakan abdi dalem akan sibuk di bangsal tengah—membersihkan ruangan utama setelah santap siang para pembesar. Waktu yang tepat untuk menyusup ke bangsal timur, tempat Wadu tinggal sebelum ia menghilang entah ke mana.Seta memilih jalan belakang, melalui lorong-lorong sempit yang biasa dilalui pengangkat air dan pemikul kayu. Langkahnya ringan, tubuhnya setengah bersembunyi di balik tiang dan tabir. Ia tahu betul, satu kesalahan kecil bisa membuatnya diadili karena menyusup ke ruang kediaman abdi dalem tanpa izin.Bangsal timur sunyi. Di luar, hanya ada satu penjaga yang duduk malas sambil mengunyah sirih. Seta menunggu sampai penjaga itu lengah, lalu menyelinap masuk lewat pintu samping.Ruangan itu gelap, lembap, dan penuh bau keringat. Tikar pandan digelar berderet, menunjukkan bahwa tempat itu dihuni beberapa orang sekaligus.Seta melangkah pelan, menyusuri sudut demi sudut h

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 202

    Langkah Seta tak langsung menuju ke barak. Pagi itu, setelah meninggalkan kediaman permaisuri, ia berputar arah ke sisi belakang istana.Di sanalah dapur besar kerajaan berdiri, nyaris tak pernah sepi sejak fajar. Asap tipis mengepul dari tungku tanah liat, aroma rebusan daging dan beras merah bercampur dengan harum dedaunan segar yang baru dipotong.Seta menyusup di antara para pelayan yang sibuk, menyapa sekadarnya agar tak tampak mencurigakan. Pandangannya mencari satu nama—Ni Lastri, juru masak kepala yang sudah puluhan tahun mengabdi di istana permaisuri.Tak lama, ia menemukan orang yang dicari-cari di balik anyaman tikar bambu, tengah membersihkan lembaran-lembaran daun pisang.“Ni Lastri…” Seta menyapa dengan suara rendah.Perempuan tua itu menoleh cepat, sedikit heran. “Oh, Raden Seta? Ada angin apa pagi-pagi kemari?”“Tidak usah panggil raden. Aku… aku hanya abdi bi

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 201

    Cahaya pagi menyelusup pelan ke balik tirai sutra kamar permaisuri Panjalu. Suasana cerah yang sangat berlawanan dengan kabar muram yang akan disampaikan Seta pada pemilik tempat ini.Burung-burung belum lama berkicau di taman dalam ketika Seta melangkah masuk, menunduk hormat di hadapan Sasi Kirana yang telah duduk di bangku rendah, mengenakan kain selendang tipis warna biru senja. Rambutnya masih basah setelah mandi, dan matanya sembab. Entah karena lelah, atau ada sesuatu yang ia rasakan sejak semalam.“Ada apa pagi-pagi begini kau menghadapku, Seta?” bisiknya lirih. Seakan tahu gelagat, ia menyuruh pelayannya mundur menjauh sehingga kini dirinya dan Seta seakan tengah berbicara empat mata.Seta menunggu sampai pintu ditutup rapat. Barulah ia menjawab. “Lira… pelayan Gusti… tewas dibunuh.”Sasi Kirana tersentak. Nafasnya tercekat. “Apa maksudmu?” tanyanya, nyaris tanpa suara.“Tadi malam, h

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 200

    Dini hari turun pelan-pelan seperti kabut, menyusup lembut ke balik dinding-dinding bata dan atap genteng istana Panjalu.Seta belum tidur sejak semalam. Ia terus berjaga di serambi belakang tempat dapur istana berada, matanya tak lepas dari lorong kecil yang tembus ke arah sumur tua. Tempat itulah yang semalam menjadi jalur Wadu menghancurkan sepotong surat.Di balik tembok, waktu terasa beku. Sesekali terdengar suara kelelawar, sesekali suara tikus kecil di sela-sela kayu. Namun malam itu, ada sesuatu yang berbeda.Seta yang duduk memeluk lutut perlahan menegakkan tubuh. Sebuah langkah ringan terdengar—terlalu ringan untuk seorang lelaki, dan terlalu gelisah untuk sekadar pelayan menuju sumur.Dari celah bayangan, tampak sekelebat sosok perempuan berjalan pelan-pelan membawa kendi. Baju pelayannya kusam oleh lembab dini hari, rambutnya digelung seadanya, seolah terburu-buru. Ia menoleh dua kali ke belakang, seperti takut ketahuan.Seta meng

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 199

    Seta memilih untuk tidak menanggapi secara terburu-buru. Sejak semula, ia tidak ingin kehadirannya di istana Panjalu memancing perhatian. Maka ia menahan diri, hanya memperhatikan dari balik bayang-bayang pilar batu di serambi samping ketika sosok abdi muda itu keluar dari bilik dapur pembantu. Gerak-geriknya terlalu tenang—terlalu teratur untuk ukuran pelayan baru.Tiap pagi, pelayan itu muncul lebih cepat dari yang lain, dan tiap malam ia pulang paling lambat. Namun ada satu hal yang membuat Seta semakin curiga: ia tak pernah terlihat berbincang dengan siapa pun. Tak ada senda gurau, tak ada obrolan remeh-temeh seperti yang biasa dilakukan para abdi muda lainnya. Ia hanya diam, bekerja, dan sesekali menghilang dari pandangan.Malam itu, selepas membasuh diri dan bersantap malam seadanya di bilik dalam, Seta diam-diam mengikuti langkah pelayan muda itu dari kejauhan. Ia menunggu sampai hampir seluruh isi istana permaisuri tertidur. Ketika suara malam tinggal des

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 198

    Tak terasa, sudah nyaris sepekan Seta menetap di istana Panjalu. Ia tinggal diam-diam di bangsal kecil dekat taman belakang, bagian dari kompleks kediaman Permaisuri Sasi Kirana.Bangunan itu dahulu tempat istirahat emban dan pelayan istana. Letaknya agak terpencil, dikelilingi pepohonan dan jalan setapak, membuatnya tempat yang ideal untuk sembunyi dari mata pengintai.Sasi Kirana sendiri yang mengatur semuanya. Tak banyak pelayan yang tahu bahwa ada seorang tamu rahasia yang diam-diam tinggal di sana. Ia hanya mempercayakan hal itu pada dua emban tua dan satu pengawal muda yang telah bersumpah setia padanya sejak masih menjadi puteri Jenggala.Namun ketenangan itu mulai terusik.Sejak fajar tadi, Seta merasa ada yang ganjil. Seorang pelayan baru tampak mondar-mandir di sekitar lorong yang menghubungkan dapur ke taman belakang.Gerak-gerik pelayan itu terlalu hati-hati di mata Seta, terlalu memperhitungkan langkah. Seperti seseorang yang ingin ter

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 197

    Di istana, Seta tidak mengetahui bahwa bayang-bayang bahaya mulai mengintai. Ia tetap menjalankan tugasnya tanpa cela, dengan sikap penuh siaga.Setiap pagi, ia mengiringi Sasi Kirana ke taman, juga mengikuti Dyah Ardana berlatih menulis dan bermain di sana.Seta belum menyadari jika setiap gerak-geriknya terus diawasi dari kejauhan.Sudut belakang pasar tua Kotaraja menjadi tempat mata-mata Dyah Srengga mengintai istana permaisuri. Seperti petang itu, ketika dua orang bersandar di tembok bata sambil berbincang pelan.“Sudah aku pastikan kebenerannya. Rombongan Permaisuri dari Jenggala sudah kembali ke timur dua hari lalu,” kata salah satu dari mereka, berselendang kusam dan memakai caping lebar. "Namun rupanya ada satu yang tampaknya sengaja ditinggalkan di sini."“Maksudmu, pengawal yang tengah mengiringi Sasi Kirana dan Dyah Ardana itu?”“Ya, benar sekali. Laki-laki itu membuatku curiga. Dia masuk ke dalam istana Permaisuri Panjalu sebagai anggota rombongan dari Jenggala. Namun seka

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 196

    Hari-hari pertama di istana Panjalu terasa seperti babak baru bagi Seta. Sebagai prajurit, ia telah menjalani banyak tugas berat, tetapi tak satu pun seperti yang kini diembannya—menjadi bayangan di belakang permaisuri Panjalu dan putranya yang seorang calon penerus takhta, tanpa boleh mengungkapkan jati diri yang sebenarnya.Seta ditempatkan di lingkungan dalam istana sebagai bagian dari pengawal keluarga raja, tetapi tidak satu pun menyadari bahwa ia bukan sekadar prajurit biasa. Terlebih dalam kesehariannya Seta mengenakan busana dan ikat kepala khas abdi Panjalu, tidak mencolok namun tetap gagah.Sikapnya tenang, selalu menjaga jarak yang tepat, dengan tatapan matanya tajam tapi sopan—ciri khas prajurit berpengalaman.Pembawaan itu membuat Sasi Kirana dan putranya, Dyah Ardana, cepat menyukai kehadiran Seta. Sang calon putera mahkota bahkan mulai sering meminta diajak berlatih pedang-pedangan kayu, dan Seta dengan sabar meladeni, meski tak lupa selalu berjaga di sekeliling mereka.

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 195

    Rombongan Permaisuri Jenggala akhirnya tiba di gerbang megah istana Panjalu menjelang senja. Suara genderang dan tiupan seruling mengiringi kedatangan mereka, sementara para pelayan istana dan prajurit berbaris rapi di halaman depan.Sri Prabu Kamesywara berdiri di tangga utama bersama Sasi Kirana dan puteranya yang masih kecil, Dyah Ardana. Wajah mereka berseri-seri menyambut kedatangan sang tamu agung.“Selamat datang di Panjalu, Ibunda Permaisuri,” Sri Prabu Kamesywara menyambut dengan suara lantang, langkahnya mantap menuruni tangga. Ia membungkuk hormat, diikuti Sasi Kirana yang tersenyum hangat.“Terima kasih, Ananda Prabu,” Permaisuri menjawab lembut, turun dari kereta kencana dengan bantuan mbok emban. Wajahnya sedikit letih, tetapi masih memancarkan wibawa yang anggun.Dyah Ardana berlari kecil menghampiri eyangnya, kedua tangannya terangkat tinggi memohon pelukan. Permaisuri menyambutnya dengan penuh kasih sayang, membela

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status