Home / Horor / Bapakku Dukun / Kematian yang tak wajar

Share

Bapakku Dukun
Bapakku Dukun
Author: Nana Shamsy

Kematian yang tak wajar

Author: Nana Shamsy
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Innalilahi wainna ilaihi rojiun." Aku mendengar orang-orang berkata demikian. Wajahku masih basah setelah kubasuh beberapakali agar seluruh rasa sedihku hilang agar wajahku yang lusuh kembali segar. Aku terdiam beberapa saat di kamar mandi. Umurku masih sembilan tahun tetapi aku sudah harus bisa menjaga rahasia besar keluarga. 

Mery. Bayi yang baru berumur satu bulan itu harus meregang nyawa akibat dijadikan tumbal orang jahat. Aku sendiri yang menjadi saksi detik-detik di mana Mery berjuang antara hidup dan mati. 

Hari itu aku libur sekolah. Aku masih duduk di kelas empat SD. Pagi-pagi Ibu sudah memandikan Mery adikku. Ia wangi dan aku suka sekali aroma mulut bayi. Kuciumi Mery berkali-kali. Aku menjaga adik sementara Ibu sibuk memasak dan melaksanakan tugas sebagai Ibu rumah tangga pada umumnya. 

Pukul sembilan pagi, semua pekerjaan Ibu sudah selesai, ia menyuapi Mery dengan pisang. Hanya sedikit, sekitar satu sendok teh saja. Bahkan bisa di katakan pisang itu masih utuh. Setelah itu Ibu menimang-nimang Mery. Kami bercanda di ruang tamu. 

"Assalamualaikum," sapa Bu Bidan. Aku tidak tahu kenapa Bu Bidan datang ke rumah. Bukankah biasanya ibu-ibu yang datang ke posyandu? 

"Waalaikumsalam," jawab Ibu. Kemudian Bu Bidan mulai mengajak Mery bercanda. 

"Hallo cantik, gendut ya, sehat ya, kita timbang dulu ya," kata Bu Bidan. Aku terus memerhatikan Bu Bidan. Ia menidurkan Mery di gendongan yang sudah di kaitkan ke timbangan bayi gantung, timbangan ini hanya mengangkat beban sampai sepuluh kilo saja. Setelah dilihat dengan seksama kemudian Bu Bidan melepaskan gendongan dari timbangan. 

"Sudah, naik satu kilo lho. Pantesan endut," kata Beliau. Kemudian ia mencatat hasilnya di buku. aku terus memerhatikanya sampai Bu Bidan pamit pulang. Mungkin, Bu Bidan belum sampai di rumahnya ketika Mery mulai memuntahkan isi perutnya, yang tak lain adalah bubur pisang yang baru saja dimakan.

Huek. 

"Hem, makan sedikit udah dimuntahin," kata Ibu gemas. Ia segera menganti baju Mery yang terkena muntah. "Sudah cantik!" kata Ibu lagi. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Kembali Mery memuntahkan bubur pisang untuk ke dua kali. Semua masih nampak normal dan baik-baik saja. Sampai akhirnya Mery muntah untuk ketiga kalinya. Di sini Ibu mulai panik. 

"Nduk tolong panggil Bapak, adek kok, gumoh terus. Apa dia pusing habis ditimbang?" kata Ibu. Aku langsung berlari ke belakang mencari Bapak yang lagi sibuk membersihkan kandang kambing. 

"Pak, dipanggil ibu!" kataku. 

"Nggeh, bentar," jawab Bapak. Aku kembali ke ruang tamu. Mery terus saja muntah setiap lima belas detik sekali.

"Ada apa?" tanya Bapak.

"Ini lho anakmu muntah terus. Coba pangilin Bu Bidan," kata ibu. Bapak memeriksa Mery, terlihat mimik wajahnya kurang enak. Kemudian beliau segera berganti baju dan pergi ke rumah Bu Bidan. Tak, butuh waktu lama Bu Bidan sudah di rumah kami lagi. 

"Habis makan pisang ya, Bu," kata Bu Bidan.

"Iya," jawab Ibu singkat.

"Bayi itu nggak boleh dikasih pisang Bu. Perutnya belum bisa menerima," kata Bu Bidan lagi.

"Sedikit kok, Bu," jawab Ibu. Ia tunjukan pisang yang tadi disuapin ke Mery. Pisang itu hampir masih utuh.

"Oh, nggeh. Padahal tadi nggak apa-apa ya, Bu?" Bu Bidan sedikit heran.

"Iya, begitu habis ditimbang tadi langsung muntah Bu. Apa iya bayiku pusing?" kata ibu. "Ya, semacam habis makan minum kemudian di ayun, jadinya pusing."

Bu Bidan melempar senyum kecil mendengar ucapan Ibu barusan. Setelah memeriksa, Bu Bidan pulang. Tak apa-apa katanya, nanti juga berhenti muntahnya.

Namun, hal itu tidak terjadi. Mery masih terus memuntahkan bubur pisang dan semakin banyak. Bude yang kebetulan mampir mau belanja  bertanya-tanya awalnya bagaimana kok, bisa begitu. Kemudian tetangga mulai berdatangan satu persatu. Ibuku sudah tidak kuasa melihat Mery yang semakin lemas. Akhirnya Bude yang mengendong Mery. Sementara aku ... aku mengusap bibir Mery setiap kali ia habis muntah. 

"Astagfirullahaladzim," ucap Bude setiap kali Mery muntah. Aku berinisiatif  menaruh bak bayi di bawah untuk menampung muntahan adikku. Posisi Mery tengkurap sementara tangan Bude ia letakan di keningnya. Aku lari ke dalam mengambil kain untuk mengelap bubur pisang yang  dimuntahkan. Hampir semua baju bayi aku pakai untuk membersihkan bibir adik, kupilih baju dan selimut yang lembut. Ibu menangis tersedu di kamar, sementara Bapak memanggil nenekku. Lama-lama Bude pun tak tega. Kini ganti nenek yang memangku Mery. Kejadianya berlangsung begitu cepat.

Aku tak memerhatikan Bapak lagi, entah kemana beliau, apa cari jampi-jampi ke orang pintar? Atau kemana? Entahlah. 

Kini bubur pisang itu makin banyak. Tak hanya keluar dari mulut tetapi, juga lewat lubang hidung. Bubur itu begitu kental dan kasar, banyak bulir-bulir pisang yang tak hancur. Sungguh aneh. Pikirku. 

"Ati-ati, nduk. Nanti hidungnya wedangan," kata para tetangga memberikan peringatan. Dengan cekatan kubersihkan dan kupencet hidung adik. Wedangan itu seperti terkena balsem, panas. Ku pastikan tak ada bubur pisang di lubang hidungnya yang kecil agar ia bisa bernapas. 

Aku lihat ubun-ubunya mulai cekung. Seiring dengan kelopak matanya. Aku punya sebuah firasat, adikku tak akan selamat. Kini durasi muntahnya makin lambat, tak seperti tadi. Badan gendut adikku makin menyusut. Aku memegang tanganya, uratnya mulai timbul. Kaki dan tanganya keriput, kemudian keningnya mulai membiru. Napasnya masih teratur, tak tersenggal-senggal. Begitu tenang. Kini seluruh badanya membiru, aku tahu dia akan segera pergi. Ku bersihkan wajahnya untuk yang terakhir kali. Aku berdiri menuju kamar mandi, pandanganku kosong. Cukup lama aku di sana, sampai ku dengar suara riuh itu.

"Sudah tidak ada," kata mereka. Sebenarnya aku sudah tahu. Akan tetapi, tetap saja hatiku pilu. Aku terdiam cukup lama di kamar mandi. Tadi pagi aku masih mengajaknya bercanda. 

"Gendok mana? Gendok mana?" Aku dengar orang-orang panik mencariku. Selamat jalan Mery. Ucapku. Kemudian aku membasuh wajahku dan keluar dari kamar mandi.

"He, ini Gendok di sini," kata Budeku. Semua orang memenuhi rumahku dari depan sampai dapur. Sebagian lagi mencoba menenangkan Ibu yang baru saja sadar karena pingsan. Sementara Bude Sulis menyodorkan air putih untukku. Aku berjalan pelan, menenggok Ibu di kamar. Kemudian aku ke ruang tamu. Mery sudah tidur dengan tenang di atas meja dengan kain jarik sebagai alas dan selimut.

Bubur pisang sebanyak bak mandi menganjal pikiranku. Perut adikku hanya sekecil itu. Kalau bubur itu aku kembalikan ke perutnya, tentu tidak akan muat. Kematianya sungguh tak wajar. Aku mengutuk orang yang telah berbuat jahat kepada adikku. 

Aku tidak tahu, apakah ada yang sadar mengenai hal itu. Kutatap bak berisi bubur pisang yang di muntahkan adikku yang kini di letakan di bawah kursi. Hanya dalam waktu tak lebih dari dua jam ia membunuh bayi mungil itu. 

Aku terus mengikuti setiap prosesnya, mulai dari Mery dimandikan dan dikafani. Sampai ia di berangkatkan ke kuburan untuk dimakamkan. Aku lihat semua. Sampai hari ini aku tidak pernah melupakan peristiwa itu. Di mana adikku tersiksa di depan mataku. Orang jahat itu, aku tahu siapa dia. 

Wanita iblis. 

Aku calon tumbal pesugihan yang berhasil selamat.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
๐ŸŒนisqia๐ŸŒน
iiiiii atuttt
goodnovel comment avatar
Hunny Rizma A'Husb
wuiihh bakal seru nih ceritanya
goodnovel comment avatar
Andi Gultom
mantapppppppp
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bapakku Dukunย ย ย Tabir Mimpi

    Setelah kepergian Mery. Rumah Abi dan Dyah terasa sangat sepi. Abi merapikan semua baju bayi yang ada di keranjang, lalu memasukannya ke dalam kardus, kemudian kardus itu di lakban dan ditaruh di atas almari. Tersisa tumpukan sabun bayi, jejeran minyak telon dan shampo bayi di meja kamar, buah tangan dari para tetangga dan saudara.Dyah masih syok atas kepergian Mery, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya seharian ini. Mila apalagi, ia yang menyaksikan sediri detik terakhir napas Mery. Dyah memeluk putri kecilnya dan mengusap-ngusap pucuk kepalanya. Tak, ada pengajian karena Mery masih bayi. Ia masih suci dan belum mempunyai dosa, jadi tidak perlu diadakan pengajian."Kita kecolongan lagi," kata Abi. Mila menyimak obrolan orang tuanya. Sudah biasa baginya mendengarkan obrolan seperti itu."Kemarin ada selembar uang lusuh tepat di depan rumah. Sudahku singkirkan dan ku tindih dengan batu. Aku tak mengambilnya. Malam harinya, terdengar suara seseor

  • Bapakku Dukunย ย ย Kisah Masa Kecilku

    "Pagi harinya kakakmu meninggal dengan bekas luka di lehernya.""Apa kak Asep jadi tumbal bu Ning? Lalu, bagaimana aku bisa selamat? Dan anak-anak lainya juga?" tanya Mila antusias.๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟMila kembali memaksa Dyah untuk meneruskan ceritanya. Dyah kemudian mengambil napas sebentar."Ibu, waktu Kak Asep meninggal apa dia tidak pakek sakit? Terus, kak Asep umur berapa?" celotehku. Mila mendesak terus ibunya agar mau meneruskan ceritanya."Tidak, Asep masih bayi berumur lima bulan. Dia nggak pernah rewel, saat bangun tidur, Ibu saja tidak tahu kalau Asep sudah tidak ada. Ibu baru tahu ketika mau memandikanya, setelah Ibu menyiapkan air hangat. Ibu lantas membangunkanya, biasanya Ibu akan menciumi pipinya sampai tidurnya tergganggu. Namun, Asep tidak membuka matanya, setelah ibu cek. Ternyata Asep sudah tidak bernyawa." Suara Dyah sedikit tercekat, mungkin ia merasa perih menginggat peristiwa itu."Terus, kalau Mi

  • Bapakku Dukunย ย ย Gangguan Makhluk Halus

    Part 4"Keesokan harinya semua anak-anak sembuh. Kecuali Mila!" kata Dyah."Terus!"Terus, malam harinya, tepat pukul satu malam ....Abi sedang melaksanakan salat malam. Tiba-tiba ada asap mengepul masuk kedalam kamar melalui celah pintu bagian bawah. Antara sadar dan nggak sadar. Dyah melihat Nuning dan Jamil muncul bersama kepulan asap tersebut, mereka lantas tertawa terbahak-bahak!๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ"Ibu ingin memanggil Napak. Namun bibir ibu terasa kelu. Ibu juga tidak bisa mengerakkan badan ibu sementara Mila nangis kejer," kata Dyah. Dyah semakin memeluk erat Mila sehingga Mila makin tenggelam dalam dekapan hangatnya."Ibu bacakan ayat kursi berkali-kali, sambil terus berusaha melawan untuk bisa kembali menguasai diri. Sampai akhirnya Ibu berhasil dan mampu menepis tangan si Nuning yang mau mengambil Mila dari sisi Ibu. Ibu segera mengendong Mila dan berlari ke tempat salat di mana Bapak Mila lagi salat malam." Dyah berhenti s

  • Bapakku Dukunย ย ย Tumbal pengganti Mila

    Part 5Maaaaas!!!Dyah berteriak, menunduk, dan mendekap erat putrinya. Sementara Abi mendekap Dyah. Dyah melindungi Milla, dan Abi melindungi Dyah. Kemudian suasana berubah menjadi hening. Bau anyir menyeruak.Allahuakbar Allahu akbar.Azan subuh berkumandang. Sesaat kemudian disusul berita kematian yang disiarkan lewat toa masjid pagi itu.๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ"Siapa?!" tanya Dyah kepada suaminya. Dyah seakan tak percaya dengan pedengarannya sendiri."Innalilahiwainna ilaihi rojiun," ucap Abi. "Yusuf nggak ada."Hah ..."Yu_yusuf putranya Hindun? Innalilahi wainna ilaihi rojiun." Sambil mengucap demikian Dyah memeluk erat dan menangisi Mila. Padahal Mila tidak apa-apa. "Ya, Allah jaga selalu Mila untukku."Abi mengusap pundak Dyah. " Mila akan selalu baik-baik saja. Aku janji!"Setelah memastikan anak dan istrinya baik-baik saja. Abi memeriksa ke luar kamar. Suara menggel

  • Bapakku Dukunย ย ย Awal Mula

    Part 6Di rumah Nuning dan Jamil."Dik, sudahlah. Jangan usil sama keluarga Abi!" kata Jamil mengingatkan ketika melihat istrinya bersiap mengirimkan demit ke sana. "Kita 'kan dengan mudah mendapatkan tumbal dari yang lainya. Kita buang uang di pasar saja banyak anak-anak yang ambil dan menjadi tumbal kita. Tanpa harus susah-susah," terang jamil."Nyi Ratu sangat menyukai Mila. Lagi pula, kamu tidak ikut apa-apa. Semuanya, aku yang mengerjakan. Tugasmu hanya menutup mulut saja!" cecar Nuning kepada suaminya sendiri. Memang, Nuninglah dalang di balik semuanya, yang memiliki ide mencari pesugihan pun juga Nuning. Ia jugalah yang menjalankan tapa brata di gunung kawi tiga tahun yang lalu. Pertama kali mereka mengambil pesugihan."Kita sudah kaya raya. Apa kita tidak bisa menghentikan semuanya!" ujar Jamil. Ia lelah dengan segala ritual yang selalu di jalaninya."Apa kamu sudah siap mati? Heh!""Maksudmu, Dik?" Jamil tak menger

  • Bapakku Dukunย ย ย Tapa Brata

    Part 7 "Bertapalah di sini. Ingat, apapun yang muncul di hadapanmu nanti. Jangan pernah takut, atau tapa bratamu gagal!" "Baik, Ki," jawab Nuning. Ia pun duduk di depan gundukan batu tersebut. Begitu Nuning duduk, juru kunci itu tiba-tiba sudah menghilang meninggalkan Nuning sendirian di tengah hutan. lho, kemana si aki. Kenapa cepat sekali perginya? Apakah dia bukan manusia? Dalam sekejab Nuning sudah tidak bisa menemukan juru kunci tersebut. ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ Nuning celingukan memerhatikan sekitar. Ia sendirian di tengah hutan. Dua botol air minum menjadi bekalnya selama bertapa. Nuning hanya bertapa pada saat matahari tenggelam, di siang hari ia bisa menghentikan tapa bratanya. Angin berhembus kencang. Gemerisik dedaunan menjadi teman Nuning. Sesekali terdengar suara, entah benda jatuh, atau mungkin hewan kecil yang tak sengaja lewat. Nuning duduk layaknya sinden. Ia mulai menarik napas panjang dan dikeluarkanya

  • Bapakku Dukunย ย ย Tumbal Pertama

    Part 8Nyi Ratu tersemyum kecil. Ia memberikan sebuah mantra kepada Nuning untuk bisa memanggilnya."Tutup mata kamu," kata Nyi Ratu. Beberapa saat kemudian Nuning mendengar suara motor. Ketika Nuning membuka matanya, Ia sangat terkejut, ternyata ia sudah berada di depan gerbang penginapan. Pakaian Nuning pun sudah berubah menjadi baju yang dipakainya saat ke petilasan, tidak memakai kebaya dan kain jarik lagi. Sedikit kaget Nuning menoleh kekiri dan kanan. Kemudian baru masuk ke penginapan menuju kamar nomor lima. Jadi, benar ... yang menyambut dan mengantar Nuning ke tengah hutan pasti bukanlah juru kunci yang sebenarnya. Tapi, abdi dari Nyi Ratu yang ia kirimkan.Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum, Mas!""Waalaikumsalam," jawab Jamil. Ia membuka pintu dan mendapati istrinya sudah berdiri di sana. "Dik, ya Allah. Bagaimana?" tanya Jamil. Dengan masih menginggat sang pencipta Jamil lega Nuning sudah kembali dari petilasan. Ia

  • Bapakku Dukunย ย ย Ular Siluman

    Part 9"Ada apa, Rif?""Bapak nggak ada, Kang!""Apa?! Innalilahi wainna ilaihi rojiun."Jamil mumutar kepalanya, menoleh kepada Nuning. Menatap tajam matanya. Nuning tertunduk, mungkinkah tumbal pertama itu adalah Bapaknya?๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟBibir Jamil bergetar, seluruh tubuhnya gemetar. Melihat raut wajah Nuning, dia tau pasti. Bapaknya sudah jadi tumbal ke-egoisanya."Pulanglah dulu, Rif. Sebentar, aku ke sana.""Iya, Kang!"Jamil segera menutup pintu setelah Arif pulang. Diseretnya Nuning ke kamar."Dik, katakan! Apa Bapakku yang kau jadikan tumbal?"Nuning terdiam, matanya berkaca-kaca. Dua tetes air mata jatuh dari pelupuk mata Nuning saat dia memejamkan matanya. Jamil memegang kedua lengan Nuning. Berharap sang istri bilang 'Tidak' . Berharap kalau dugaanya salah."Dik!"Nuning terisak. "Iya Mas, Bapak adalah tumbal pertamaku.""Apa?!"Jamil tak percaya denga

Latest chapter

  • Bapakku Dukunย ย ย Bapakku Dukun dan aku bangga

    Part 68"Maaf kami tidak bisa menyelamatkan putri Anda!"Bruukk!Dyah jatuh tersungkur pingsan.Abi segera menangkap tubuh Dyah dan berusaha menyadarkannya, Ayu dan Lidya menutup mulut mereka dengan ke dua telapak tangannya, tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Dimas terduduk lemas, seluruh tulangnya seakan tercabut dari tubuhnya. Ia melihat Abi dan Dyah. Bagaimana perasaan mereka kehilangan putri semata wayangnya.Mila ... Mila ...Ketika Dyah terbangun yang keluar dari mulutnya hanya nama Mila saja. Abi yang tak kalah hancurnya dengan Dyah harus tetap bersikap tegar. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulut Abi yang bisa untuk menggambarkan perasaannya sekarang ini.Dokter kemudian segera menyiapkan berkas kematian Mila. Abi meminta bantuan kepada Bahrul untuk mengabari orang-orang desa. Dengan begitu, warga bisa menyiapkan lubang kuburan untuk Mila dan mengabari kerabat ja

  • Bapakku Dukunย ย ย Sebuah Akhir

    Part 67"Mila ...!"Reflek Dimas menjatuhkan diri dan berusaha menangkap tangan Mila. Namun usaha Dimas gagal, Mila tergelincir. Untunglah ada batu besar yang menjorok, tangannya berhasil meraih akar tanaman rambat yang lebat di pinggir tebing. Akar tanaman itu menjuntai ke bawah seperti tanaman hias. Mila hampir jatuh tapi Mila berhasil menyelamatkan diri. Kini Mila duduk di batu tersebut tak berani bergerak. Mila masih belum percaya kalau dirinya masih selamat.Ibu, Lidya, dan Ayu berteriak histeris.Nyi Dewi tertawa senang."Dimas, kamu mencintai wanita ini bukan? Matilah kalian berdua!" Lalu Nyi Dewi pun menghempaskan Dimas juga.Mila sangat terkejut melihat Dimas jatuh di hadapanya. Mila berteriak histeris memanggil namanya, saat Mila melongok. Betapa lega hati Mila melihat Dimas berhasil meraih akar tanaman rambat juga, tapi dia tak seberuntung Mila. Tubuh Dimas mengayun ke kiri dan ke kanan seperti Tarzan. Deng

  • Bapakku Dukunย ย ย Tergelincir

    Part 66"Sepertinya saya tahu Mila di bawa kemana. Ayo Pak Abi.""Kalian mau kemana?" tanya Dyah bingung."Inshaallah saya janji akan membawa Mila pulang dengan segera, selamat, dan tanpa kurang apapun. Bu Dyah jangan kawatir. Doain kami saja!" kata Dimas menyakinkan.Bahrul yang kebetulan berada di lokasi proyek pun mendekati Dimas."Ada apa, Bro?" tanya Bahrul ketika menangkap raut wajah panik dari Dimas, Abi dan Dyah."Mila!""Ada apa dengan Mila?""Aku nggak bisa menjelaskan sekarang. Intinya aku titip Neng Ayu ya, tolong jaga Neng Ayu dan Bu Dyah kalau sampai malam hari nanti kami belum juga pulang.""Tapi-""Kami buru-buru," Dimas memotong ucapan Bahrul. Dimas segera menghidupkan mesin motornya, dan menarik gasnya dengan kencang setelah Abi naik ke atas motor."Sebenarnya ada apa Bu Dyah?" tanya Bahrul."Begini, sekitar satu jam tadi ada yang menjemput Mila. Dimas, aku s

  • Bapakku Dukunย ย ย Dijemput

    Part 65Mila bingung harus berbuat apa sekarang. Kami berdua hanya saling bersitatap.Ehem.Deheman Bahrul memecahkan kebisuan mereka.Em ... Mila kikuk. Segera ia ambil langkah seribu, kembali ke kamar. Dimas memandang Mila sampai menghilang, sementara Bahrul memainkan alisnya kepada Dimas.Dimas melipat jubahnya dengan rapi, ia kemudian ke depan dan menyimpan jubah itu di jok motor. Lalu, Dimas mendahului melanjutkan pekerjaan sembari menunggu orang-orang datang. Usai salat Bahrul langsung menyusul Dimas ke depan."Bagaimana?" tanya Bahrul."Bagaimana apanya?" kata Dimas sambil mengayunkan cangkul meneruskan membuat pondasi. Sebenarnya tadi Dimas merasa malu."Sudahlah, serahkan padaku masalah Mila!" kata Bahrul. Entah apa yang di rencanakan anak itu. Dimas tak mengubris Bahrul, omongannya sudah mulai ngawur. Bagaimanapun juga, bagi Dimas sudah tidak ada jalan lagi bagi Dimas untuk me

  • Bapakku Dukunย ย ย Kesempatan

    Part 64Tak ada seorang pun yang mendengar teriakan Ayu.Dimas ....Pintu depan terbuka dengan sendirinya. Demit itu menyeret tubuh Ayu, entah ia mau membawa Ayu kemana."Lepas!"Ayu memberontak."Lepas ...."Ayu berteriak keras, tiba-tiba Ayu sudah terduduk di tempat tidurnya. Ia terbangun, Ayu masih mencoba mengatur napasnya, Dinda dan Mbak Yaroh, Ayu memandang mereka secara bergantian.Apakah tadi itu aku bermimpi?Ayu berjingkat ketika korden kamarnya bergerak tertutup dengan sendirinya. Napas Ayu kembali berderu. Sekilas saat korden itu tertutup tadi, Ayu melihat sosok di luar jendela. Sosok yang ia lihat dalam mimpinya.Sebenarnya tadi Aku bermimpi atau tidak? Tapi ... korden itu barusan ... tadi aku di luar rumah. Lalu sekarang posisiku di tempat tidur, dan --Ayu mencoba berpikir memakai logikannya.Ini tak masuk di akal. Celet

  • Bapakku Dukunย ย ย Teror

    Part 63"Sebentar, kamu tadi bilang apa? Orang tuaku gentayangan jadi setan?"Kenapa Kak Dimas harus dengar, sih.Kami semua terdiam. Terutama Ilyas."Sebaiknya kita duduk dan bicara," kata Abi. "Orang-orang mengaku telah diteror oleh Ibu dan Bapakmu," ucap Abi setelah Dimas kembali duduk. Mila masuk ke kamar dan menyimak obrolan mereka. Dimas tak bersuara, ia hanya diam dan mengigit bibirnya."Sabar, Nak! Mungkin arwah Ibu dan Bapakmu merasa sangat bersalah, jadi mereka belum sepenuhnya tenang. Sebaiknya kita doakan saja. Nak, Dimas ada perlu apa ke sini?" tanya Abi."Neng Ayu masih sangat terpukul Pak Abi, saya takut Neng Ayu terguncang jiwanya, dan doa yang diberikan Pak Abi kemarin hilang. Saya mau minta lagi!" kata Dimas."Sebentar." Abi meninggalkan Dimas dan Ilyas berdua saja di ruang tamu. Ilyas mengeser duduknya mendekati Dimas."Maaf tentang yang tadi," kata Ilyas.

  • Bapakku Dukunย ย ย Gentayangan

    Part 62Ayu masih sangat syok atas kepergian kedua orang tuanya. Jasadnya hancur lebur jadi abu dan hanya tersisa beberapa potong, itu pun hangus. Lidya dan Mila terus menguatkannya. Abi membuatkan omben-omben untuk Ayu agar ia bisa merasa tenang. Dyah mengajak Ayu kerumah, kami semua tak bisa tidur. Suasana desa seketika menjadi ramai, bapak-bapak juga begadang di halaman rumah Asih. Dimas hanya bisa terdiam sambil terus melihat kehancuran istana yang telah di bangun oleh orang tuanya. Bahrul-lah yang menceritakan semuanya secara gamblang. Apa saja yang telah diperbuat Nuning dan Jamil selama ini. Warga sangat antusias mendengarkan cerita Bahrul.Oalah ya, Allah Mas Dimas. Kalau aku diposisi Mas Dimas mungkin aku juga tidak tahu apa yang bakal aku lakukan.Semua orang merasa iba terhadap Dimas dan Ayu. Bahrul berulang kali memohon maaf atas nama Dimas, Ayu, Nuning, dan Jamil.“Mas Dimas sama Ayu nggak salah kok, kami tidak akan me

  • Bapakku Dukunย ย ย Allahu Akbar

    Part 61"Dimas ...!"Bapak.Ibu.Dimas segera berlari ke bawah. Orang tuanya kembali disiksa dengan kejam."Dimas ... Dimas cepat bakar Ibu, Nak!""Cepat!" jerit Nuning.Dimas berlari, mengusir para demit yang menyiksa orang tuanya. Nyi Dewi telah memerintahkan mereka untuk membunuh Nuning dan Jamil.๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟDi satu sisi.Ayu kerasukan dan mencekik leher Bahrul yang sedang menyetir."Mbak Ayu!" Lidya mencoba melepaskan cekikan tangan Ayu.AarrrgggBahrul mengerang, ia tidak lagi bisa fokus menyetir. Mobil oleng ke kiri dan ke kanan. Bahrul tetap berusaha agar tetap berada di jalur yang benar dan tidak menabrak."Mbak Ayu! Hentikan!" pekik Lidya. Namun, Ayu terus saja tertawa dan semakin kencang mencengkeram leher Bahrul. Lidya mengambil tasnya lalu ia pukulkan berkali-kali kepada Ayu. Ayu marah dan berganti mencekik leher Lidya.

  • Bapakku Dukunย ย ย Terpedaya

    Part 60"Jadi kalian sudah bosan hidup?!" Suara serak dan sumbang itu datang dari arah belakang.Nuning dan Jamil menoleh bersamaan. Demit itu langsung ingin menghujam jantung Nuning dengan kukunya yang panjang, syukurlah Nuning mampu menghindar."Kalau kalian takut mati, harusnya kalian sediakan tumbal untukku hari ini."Nuning dan Jamil berjalan mundur, tapi di belakang mereka telah ada makhluk lainya yang siap mencabik daging mereka berdua. Nyi Dewi muncul di tangga, ia berjalan dengan sangat pelan dan angun."Nuning ... Jamil. Kenapa tak ada persembahanku?" tanyanya."Kami sudah siap mati. Tidak akan ada persembahan-persembahan lagi!" Pekik Nuning."Jadi, kalian sudah siap mati? Baiklah, kalau itu mau kalian." ujar Nyi Dewi yang kemudian memberi kode kepada para pasukan demitnya. Nyi Dewi kemudian hanya menonton pertunjukan di mana Nuning dan Jamil akan dihabisi oleh demit-demit Nyi Dewi.Empat

DMCA.com Protection Status