Share

Awal Mula

Penulis: Nana Shamsy
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-14 15:27:41

Part 6

Di rumah Nuning dan Jamil. 

"Dik, sudahlah. Jangan usil sama keluarga Abi!" kata Jamil mengingatkan ketika melihat istrinya bersiap mengirimkan demit ke sana. "Kita 'kan dengan mudah mendapatkan tumbal dari yang lainya. Kita buang uang di pasar saja banyak anak-anak yang ambil dan menjadi tumbal kita. Tanpa harus susah-susah," terang jamil.

"Nyi Ratu sangat menyukai Mila. Lagi pula, kamu tidak ikut apa-apa. Semuanya, aku yang mengerjakan. Tugasmu hanya menutup mulut saja!" cecar Nuning kepada suaminya sendiri. Memang, Nuninglah dalang di balik semuanya, yang memiliki ide mencari pesugihan pun juga Nuning. Ia jugalah yang menjalankan tapa brata di gunung kawi tiga tahun yang lalu. Pertama kali mereka mengambil pesugihan.

"Kita sudah kaya raya. Apa kita tidak bisa menghentikan semuanya!" ujar Jamil. Ia lelah dengan segala ritual yang selalu di jalaninya. 

"Apa kamu sudah siap mati? Heh!" 

"Maksudmu, Dik?" Jamil tak mengerti. 

"Aku sudah membuat perjanjian dengan Nyi Ratu. Aku tidak bisa mengakhiri semua ini kecuali kalau kita mati!" 

"Lalu, Ayu dan Dimas?" tanya Jamil. Ayu adalah anak pertama mereka berumur sembilan tahun, sementara Dimas berusia enam tahun. 

"Itulah sebabnya. Makanya aku masukan mereka ke pondok pesantren. Agar anak-anak kita menjadi ahli agama dan bisa menyelamatkan diri mereka sendiri nanti!" 

"Maksudnya menyelamatkan diri mereka apa, Dik?" Jamil sungguh tak mengerti.

"Kamu tahu sendiri. Bukan hanya satu pesugihan yang ku jalani. Seluruh keluarga kita, sudah kuserahkan namanya. Termasuk Ayu dan Dimas!" 

"Apa?! Lalu buat apa semua ini?" 

"Ah, sudahlah. Lagi pula ini semua salahmu. Kalau saja kamu mampu membahagiakan aku seperti Abi memenuhi semua kebutuhan Dyah!" 

"Jangan bilang kalau kamu masih menaruh hati padanya!" 

"Dyah memang beruntung!" ucap Nuning mengakhiri perdebatanya dengan Jamil. Nuning memang menaruh hati kepada Abi sedari dulu, sayang cinta itu harus bertepuk sebelah tangan.

Kehidupan Abi dan Dyah yang adem ayem selalu membuat iri Nuning. Abi sudah yatim piatu sejak berumur sepuluh tahun. Sebagai anak sulung dari tiga bersaudara. Abi mengemban tugas sebagai orang tua untuk adik-adiknya. Terbiasa hidup keras membuat Abi tahan banting. Usaha tak menghianati hasil. Susah payah Abi bisa membesarkan adik-adiknya. Kini adiknya sudah berumah tangga dan punya kehidupan masing-masing. 

Abi sendiri bekerja sebagai blantik kambing. Setiap hari senin dan kamis ia ke pasar untuk berjual beli kambing. 

Bersama Dyah, akhirnya Abi mampu membeli sepetak sawah. Raja kaya seperti kambing dan sapi pun di milikinya. Sangat bertolak belakang dengan kehidupan Nuning yang serba kekurangan. Jamil yang hanya bekerja serabutan dan buruh tani. Kurang bisa memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Rumah reot dari bambu menjadi tempat benaung keluarga mereka. Tadinya itu tidak mengapa. Sampai akhirnya sesuatu terjadi.

Semua itu berawal dari rasa malu dan marah jadi satu. 

Kala itu ....

"Sudah tua bukanya insyaf! Ingat umur! Malah, maling!"

"Eling Mak ... eling. Inget umur!"

"Dasar maling!" umpatan demi umpatan itu di tujukan kepada Mak Ijah yang sudah tua renta. 

"Ada apa ya, kok rame pagi-pagi?" gumam Nuning yang masih belum sadar kalau ibunya sedang di hakimi masa.

Nuning yang sedari tadi sibuk di belakang rumah memberi makan ayam, sedikit heran dengan suara riuh di depan. Suasana desa yang biasanya sepi mendadak rame.

"Ning! Nuning!" suara Pak Burhan lantang.

"Eh, ada yang manggil." Nuning tergopoh berlari ke depan ingin tau, kenapa sepagi ini, ada yang mencarinya. Betapa kagetnya Nuning setelah sampai di depan, ia melihat Emaknya dipegang beramai ramai seperti tahanan polisi.

"Astaqfirullohaladzim, Emak! Ada apa dengan Emak saya?!"

Teriak Nuning Histeris. Dia pikir Emaknya jatuh atau kenapa-kenapa hingga harus diantar beramai- ramai ke rumah. 

"Ini!" Pak Burhan mendorong Mak Ijah dengan kasar hingga tubuh rentah itu hampir jatuh tersunngkur ke tanah. 

"Allahuakbar!" 

Nuning dengan sigap menangkap tubuh Emaknya, sebelum tubuh renta itu jatuh.

"Mak, nggak apa-apa Mak?" tanya Nuning. Dirabanya tubuh Emak Ijah dari atas sampai bawah, memastikan tak ada satu pun yang terluka.

Mak Ijah menangis.

"Ada apa dengan Emak saya. Memangnya kalian tidak punya hati, menyeret dan mendorong orang tua, hah!" bentak Nuning sambil memeluk erat tubuh emaknya. Nuning marah besar mendapati Emaknya diperlakukan tidak manusiawi oleh orang-orang.

"Emakmu itu maling! Kalau saja aku tidak ingat dia sudah tua. Mungkin suda aku seret ke penjara biar masuk bui sekalian."

"Jaga Emak kamu baik-baik. Biar nggak nyolong lagi!" pesan Pak Burhan sembari membubarkan warga.

"Ayo pulang saudara-saudara!" 

Cih. Pak Burhan membuang ludah di depan Nuning sebelum pergi membuat darah Nuning semakin mendidih. Mata Nuning berkaca-kaca. Menyimpan rasa marah yang luar biasa. 

🌿🌿🌿

Kini tinggal Nuning dan Emak nya di teras rumah menangis dan meraung sambil berpelukan. Nuning memeluk tubuh renta itu agar ia merasa tenang dan mastikan semua akan baik-baik saja.

"Ayo masuk Mak!" 

Di bopongnya tubuh rentah itu masuk ke rumah yang dindingnya terbuat dari bambu. 

"Hati-hati Mak." Kata Nuning saat kaki keriput Mak Ijah hampir terantuk daun pintu.

"Aku buatin teh ya, Mak. Terus Mak istirahat."

Nuning menuju dapur. Di ambilnya kayu bakar di belakang rumah untuk membuat api di tungku. Setelah itu dia meletakan panci untuk merebus air. 

"Ini Mak teh nya. Setelah itu Mak istirahat ya, Mak."

Nuning tidak bertanya perihal yang di alami Mak Ijah. Dia sadar itu akan sangat menyakiti hati ibundanya. Namun, di lubuk hati Nuning yang paling dalam. Dia menyimpan dendam kepada para tetangga. 

"Aku akan membalas semua perbuatan orang-orang dan membeli mulut mereka!" Nuning berjanji kepada dirinya sendiri. 

🌿🌿🌿

Malam.

"Anak-anak sudah tidur?" tanya Jamil suami Nuning yang baru saja pulang dari mencari belut. Lumayan hasilnya bisa buat beli kebutuhan dapur. Bukan hanya belut, kadang Jamil juga mencari kodok di sawah. Daging kodok banyak manfaatnya, salah satunya bisa untuk mengobati penyakit kulit. Tak sedikit juga orang yang butuh daging kodok. Hasilnya lumayan bisa membuat asap dapur tetap mengepul. Tidak cukup kalau hanya mengandalkan penghasilan sebagai buruh tani. Maka profesi apapun dilakoni oleh Jamil. Kadang ada juga yang menyuruhnya membenahi genteng atau sekedar membersihkan kebun. Semua di lakoni oleh Jamil demi memenuhi kebutuhan anak dan istrinya. 

"Sudah Mas."

"Kamu kenapa?" 

Dengan mata berkaca-kaca Nuning menceritakan kejadian tadi padi yang di alami oleh ibunya.

"Sabar!"

"Sabar? Aku harus bersabar seperti apa mas! Mereka semua selalu saja menghina kita!" 

Kejadian tadi pagi sungguh mengiris hati Nuning. Malihat orang yang paling dicintainya diseret dan di dorong hingga hampir jatuh. Hati Nuning bagai di cabik-cabik. Hal itu membuatnya benar-benar kalap dan hilang akal.

"Nanti tanggal 12 suro aku mau Gunung Kawi dan melakukan tapa brata di sana mencari wangsit, siapa tau, tapa brata ku diterima dan kita bisa kaya, Mas!"

Nuning berniat mencari jalan pintas dengan cara menyembah dedemit. Pesugihan! Nuning sudah tidak perduli lagi dosa apa yang akan dia pikul. Di benaknya hanyalah balas dendam kepada orang-orang yang telah menyakiti hatinya. 

"Apa kamu sudah gila dik!" Bentak Jamil.

"Iya! Aku memang sudah gila Mas! Kalau kamu takut, kamu tidak usah ikut. Aku bisa kesana sendirian. Aku akan tetap kesana, dengan atau tanpa kamu Mas!" Ancam Nuning kepada suaminya yang menentang niatnya. Matanya merah menahan amarah. Darahnya mendidih setiap kali ingat kejadian tadi pagi.

Malam itu Jamil dan Nuning sama-sama tak bisa memejamkan mata mereka. Nuning terus saja mengumpat mengucapka sumpah serapah dalam hatinya kepada semua orang. Sementara Jamil tak mengerti harus berbuat apa.

Jamil sangat mengenal sifat istrinya. Keras kepala.  Apa yang sudah diucapkan Nuning akan sulit untuk di-ubah. Kini Jamil hanya bisa pasrah, semoga amarah Nuning mereda dan membatalkan niatnya.

Setiap hari Jamil mencoba mengingatkan kepada Nuning. Apa saja resikonya jika dia mencari jalan yang sesat. Namun, Nuning tak perduli. Dosa akan dia tanggung sendiri katanya. Dia ingin ibunya bisa bahagia meski dia harus masuk neraka karena melawan takdir sekalipun. 

Seakan semua jalan sudah buntu. Jamil tak berhasil membujuk istrinya untuk mengurungkan niatnya. Bulan suro akan segera datang. Nuning sudah mantab dengan langkah yang akan di ambilnya. Di persiapkan semuanya untuk bekal ke Gunung Kawi. 

 🌿🌿🌿

Bulan suro.

Memasuki bulan yang konon katanya bulan yang di keramatkan. Nuning sudah bersiap. Jamil tidak mendukung istrinya, akan tetapi dia juga tidak tega melepas Nuning pergi sendiri. 

"Besok Mas antar anak-anak dan Ibu ke Dek Lastri ya, Mas." Jamil mengangguk pelan.

Sebenarnya Nuning hampir berubah pikiran. Namun, gunjingan para tetangga membuatnya hillang akal. 

🌿🌿🌿

Mitos.

Pagi itu dengan mantab Nuning dan Jamil memulai perjalanan mereka mencari pesugihan. Mitos Gunung Kawi yang cukup terkenal memandu mereka untuk datang ke sana. Walau sebenarnya Nuning dan Jamil masih belum tahu apa yang akan dilakukannya di sana. Dan apa yang akan mereka temui. Namun, setan, tentu saja ikut andil dalam niat buruk manusia. Setan tidak akan lelah mengoda kita, maka dari itu Rosulullah bersabda yang artinya. 

Jika sesuatu (yang tidak engkau inginkan) menimpamu, maka janganlah engkau katakan ‘andaikan aku melakukan begini dan begitu tentu akan begini dan begitu’ namun katakanlah “Qodarullah wa ma syaa’a fa’ala” karena kalimat seandainya itu akan membuka (pintu) perbuatan syaithon.” [HR. Muslim]

(sumber g****e)

Aroma kemenyan dan bunga tujuh rupa yang sangat menyengat mulai tercium. Pertanda gerbang menuju Gunung Kawi tinggal sejengkal. Sebelum sampai ke petilasan yang sudah sangat terkenal dengan Mitos pesugihanya itu. Seseorang tiba-tiba mendatangi Nuning dan Jamil. Handoko, dia memperkenalkan diri. Seorang pemuda dengan perawakan tinggi semampai. Rambut cepak dan kulit sawo matang. Seakan sangat paham atas seluk beluk Mitos tentang Gunung Kawi.

"Maaf Buk, Pak. Mungkin saya bisa bantu, sebelumnya tujuan kalian datang kesini apa? Untuk treveling atau mencari pesugihan?"

Nuning dan Jamil saling berpandangan. Handoko dengan cepat menangkap ekpresi raut wajah mereka. Pesugihan! Tak diragukan lagi, suami istri itu pasti ingin melakukan ritual malam dua belas suro. Handoko mengajak mereka berdua bicara ke tempat yang sepi. Dengan menghidangkan kopi dan gorengan agar obrolan menjadi rilek. 

"Pesugihan, ya?" Dengan enteng Handoko mengatakan hal itu sambil meneguk kopi panas.  Dia bersedia membantu untuk mengantar Jamil dan Nuning ke petilasan. Handoko juga menawari penginapan buat mereka. Mengantar para peziarah ke petilasan adalah pekerjaan Handoko. Terlepas dari apa niat mereka mendatangi petilasan tersebut. 

"Apa memang benar saya bisa meminta ... maksud saya-"

"Saya tidak tau," ujar Handoko memotong ucapan Nuning.

"Namun, sejauh ini memang banyak yang bolak balik kesini dan keadaan mereka berubah dratis dari awal kesini," tambah Handoko membuat Nuning semakin bersemangat. Kalau mau ke Gunung Kawi lagi. Handoko akan mempersiapkan semuanya. Jadi mereka tidak perlu bingung lagi.

Setelah bicara cukup lama. Akhirnya Nuning dan Jamil diajak ke penginapan milik Handoko. Rupanya Nuning tak sendiri, ada banyak orang yang ingin mangadu nasib juga mendatangi petilasan. Bahkan banyak yang dari luar kota jauh-jauh kesana.

🌿🌿🌿

Ritual malam jum'at legi dua belas suro. Nuning dan jamil diantar oleh Handoko ke petilasan. Alih-alih sepi. Suasana di luar petilasan ramai seperti pasar. Ada yang menjual bunga, kemenyan, dan jimat untuk ritual khusus.

Handoko sudah menyiapkan semuanya. Kini Nuning melangkah ke dalam petilasan sendiri. Jamil tidak menemani sang Istri. Jauh di dalam lubuk hati Jamil dia tidak setuju dengan langkah istrinya.

"Aku tunggu di sini," kata Jamil kepada Nuning sebelum istrinya masuk ke petilasan. Jamil hanya ingin memastikan istrinya baik-baik saja. Nuning akan melakukan tapa brata selama empat hari tiga malam. Sementara itu jamil menunggu di penginapan.

🌿🌿🌿

Sampai di dalam petilasan Nuning disambut oleh seorang juru kunci. Aki-aki tua sedikit bungkuk itu memakai baju batik dan kain jarik. 

"Apa kamu yakin mau mencari pesugihan?" tanyanya dengan suara parau.

"Iya, Ki." 

"Kamu tidak akan bisa kembali jika sudah terlanjur mengambil keputusan ini. Pikirkan baik-baik!" 

"Sudah, Ki. Saya sangat yakin!" jawab Nuning mantab.

"Baiklah, ayo ikuti saya." Ajak lelaki tua itu. Nuning lantas dimandikan di sebuah sumur tua. Kemudian Nuning diberikan baju kebaya dan kain jarik. Selanjutnya mereka menuju ke tengah hutan gunung kawi. Mereka baru berhenti di sebuah tempat. Ada gundukan batu dengan bekas sesajen berserakan di sana. 

"Bertapalah di sini. Ingat, apapun yang muncul di hadapanmu nanti. Jangan pernah takut, atau tapa bratamu gagal!" 

"Baik, Ki," jawab Nuning. Ia pun duduk di depan gundukan batu tersebut. Begitu Nuning duduk, juru kunci itu tiba-tiba sudah menghilang meninggalkan Nuning sendirian di tengah hutan. 

lho, kemana si aki. Kenapa cepat sekali perginya? Apakah dia bukan manusia? 

Dalam sekejab Nuning sudah tidak bisa menemukan juru kunci tersebut. 

Bab terkait

  • Bapakku Dukun   Tapa Brata

    Part 7 "Bertapalah di sini. Ingat, apapun yang muncul di hadapanmu nanti. Jangan pernah takut, atau tapa bratamu gagal!" "Baik, Ki," jawab Nuning. Ia pun duduk di depan gundukan batu tersebut. Begitu Nuning duduk, juru kunci itu tiba-tiba sudah menghilang meninggalkan Nuning sendirian di tengah hutan. lho, kemana si aki. Kenapa cepat sekali perginya? Apakah dia bukan manusia? Dalam sekejab Nuning sudah tidak bisa menemukan juru kunci tersebut. 🌿🌿🌿 Nuning celingukan memerhatikan sekitar. Ia sendirian di tengah hutan. Dua botol air minum menjadi bekalnya selama bertapa. Nuning hanya bertapa pada saat matahari tenggelam, di siang hari ia bisa menghentikan tapa bratanya. Angin berhembus kencang. Gemerisik dedaunan menjadi teman Nuning. Sesekali terdengar suara, entah benda jatuh, atau mungkin hewan kecil yang tak sengaja lewat. Nuning duduk layaknya sinden. Ia mulai menarik napas panjang dan dikeluarkanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • Bapakku Dukun   Tumbal Pertama

    Part 8Nyi Ratu tersemyum kecil. Ia memberikan sebuah mantra kepada Nuning untuk bisa memanggilnya."Tutup mata kamu," kata Nyi Ratu. Beberapa saat kemudian Nuning mendengar suara motor. Ketika Nuning membuka matanya, Ia sangat terkejut, ternyata ia sudah berada di depan gerbang penginapan. Pakaian Nuning pun sudah berubah menjadi baju yang dipakainya saat ke petilasan, tidak memakai kebaya dan kain jarik lagi. Sedikit kaget Nuning menoleh kekiri dan kanan. Kemudian baru masuk ke penginapan menuju kamar nomor lima. Jadi, benar ... yang menyambut dan mengantar Nuning ke tengah hutan pasti bukanlah juru kunci yang sebenarnya. Tapi, abdi dari Nyi Ratu yang ia kirimkan.Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum, Mas!""Waalaikumsalam," jawab Jamil. Ia membuka pintu dan mendapati istrinya sudah berdiri di sana. "Dik, ya Allah. Bagaimana?" tanya Jamil. Dengan masih menginggat sang pencipta Jamil lega Nuning sudah kembali dari petilasan. Ia

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • Bapakku Dukun   Ular Siluman

    Part 9"Ada apa, Rif?""Bapak nggak ada, Kang!""Apa?! Innalilahi wainna ilaihi rojiun."Jamil mumutar kepalanya, menoleh kepada Nuning. Menatap tajam matanya. Nuning tertunduk, mungkinkah tumbal pertama itu adalah Bapaknya?🌿🌿🌿Bibir Jamil bergetar, seluruh tubuhnya gemetar. Melihat raut wajah Nuning, dia tau pasti. Bapaknya sudah jadi tumbal ke-egoisanya."Pulanglah dulu, Rif. Sebentar, aku ke sana.""Iya, Kang!"Jamil segera menutup pintu setelah Arif pulang. Diseretnya Nuning ke kamar."Dik, katakan! Apa Bapakku yang kau jadikan tumbal?"Nuning terdiam, matanya berkaca-kaca. Dua tetes air mata jatuh dari pelupuk mata Nuning saat dia memejamkan matanya. Jamil memegang kedua lengan Nuning. Berharap sang istri bilang 'Tidak' . Berharap kalau dugaanya salah."Dik!"Nuning terisak. "Iya Mas, Bapak adalah tumbal pertamaku.""Apa?!"Jamil tak percaya denga

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-04
  • Bapakku Dukun   Kehilangan Mila

    Part 10"Dik, hentikan!" ucap Abi. Akhirnya Abi berhasil masuk ke rumah juga. Ia menyambar gunting itu dari tangan isyrinya dan membuangnya."Jangan hentikan aku, Mas. Ular ini mau membunuh anak kita, Mila. Mas!" Dyah kembali berusaha mencari sesuatu. Matanya mengedar ke penjuru kamar. Garbu di atas nakas menjadi sasaran. Dyah mengambilnya dan mau ditusukkan kembali ke tangannya yang ia lihat adalah seekor ular.🌿🌿🌿"Dik, sadar. Istigfar!" Abi memegang kedua lengan istrinya dan berusaha menyadarkanya, setelah istrinya tenang, Abi memeluk erat Dyah."Kenapa Nuning terus saja menganggu kita, Mas!" Abi mengelus lengan istrinya dan menuntunya duduk di ranjang. Mereka berdua menatap putrinya tangis Mila memecah kesunyian malam."Cup, cup sayang. Bismilahirohmanirohim." ucap Abi kemudian ia membacakan surat An-nas untuk mengusir jin. Sementara Dyah masih terdiam, syok atas kejadian barusan. Abi sudah mengikat lengan tangan Dyah di b

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-04
  • Bapakku Dukun   Tamu Misterius

    Part 11 Kami persembahkan tumbal kami Nyi. Terimalah!" Dyah mendengar Nuning berkata demikian. Tak, akan kubiarkan. Klik. Pintu pun terbuka. Milaaa ... Dyah berteriak kencang. "Dik, Dik, bangun, Dik!" Abi mengoyang-goyangkan tubuh Dyah dengan kencang dan menepuk-nepuk pipinya. Hah. "Istigfar, kamu mimpi buruk!" "Mimpi?" Dyah menoleh ke samping dan mendapati putrinya sedang tertidur. "Ya, Allah, Mila," ucap Dyah. "Minumlah," kata Abi. Sementara itu napas Dyah mulai stabil. Untunglah semua itu cuma mimpi. "Kamu mimpi apa?" tanya Abi. Dyah pun menceritakan perihal mimpinya. "Ini bukan sekedar mimpi, Mas. Ini petunjuk, ini firasat!" "Lagi-lagi Nuning," jawab Abi. Sekarang Abi seratus persen percaya, ini sudah kesekian kalinya Dyah bermimpi tentang Nuning. Firasat Dyah memang kuat. Badan Mila mulai panas lagi, Dyah mengompres sambil terus memba

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-04
  • Bapakku Dukun   Di Tolong Pak Lurah

    Part 12Arrrggg!Suara Abi semakin keras, sementara itu, tamu itu makin kencang mengedor-ngedor pintu, seakan ikut merasakan kepanikan si empunya rumah."Waalaikumsalam," jawab Dyah. "Lho, Pak Lurah. Ada perlu apa malam-malam bertamu, Pak?" tanya Dyah setelah pintu terbuka."Suara apa itu?" tanya Pak Lurah."Itu suami saya, Pak!" Pak Lurah dengan wajah panik langsung nyelonong begitu saja. Dyah mengikutin Pak Lurah dari belakang. Mendapati Abi yang kesakitan, tanpa meminta izin terlebih dahulu. Pak Lurah langsung komat-kamit dan memegang bagian pusar Abi. Abi menjerit keras, Dyah hanya jadi penonton di ambang pintu. Apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana Pak Lurah bisa tahu?"Tutup pintu depan!" Perintah Pak Lurah. Dyah tergopoh menutup pintu depan. Kemudian Pak Lurah kembali membaca doa, Abi makin menjerit dan berguling kekiri dan kanan. Abi terus menyebut asma Allah, peluh membasahi seluruh badannya, bola mata A

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Bapakku Dukun   Membalikkan Fakta

    Part 13"Jangan dibuka!" teriak Abi dari dalam kamar mandi seakan tahu apa yang akan dilakukan oleh Dyah. Dyah memang pemberani, tetapi kadang ia terlalu sembrono. Dyah buru-buru menutup pintu dan menunggu Abi ke luar dari kamar mandi. Setelah perutnya terasa enak, akhirnya Abi ke luar juga."Kenapa?" tanya Dyah ingin tahu. Tadi saat pergi kerumah Nuning, Abi baik-baik saja."Aku ngeri dengan makanan yang disajikan oleh Nuning dan Jamil. Entah apa cuma aku yang bisa melihatnya. Bangkai ayam dalam keadaan masih dipenuhi bulu. Hi," kata Abi begidik."Masak sih, Mas?! Yang benar saja!""Beneran! Makanya aku mual, bukan karena aku ikut makan! Aku hanya berpikir, apakah selama ini hidangan semacam itu jugalah yang kumakan setiap kali kundangan di rumah Jamil!""Jadi ... tadi orang-orang makannya biasa-biasa aja begitu?""Iya, mereka malah rebutan ayam panggang. Nah, itu dia, bukanya ayam panggang, aku lihatnya

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Bapakku Dukun   Boneka Misterius

    Part 14🌿🌿🌿Terdengar suara deru mobil di jam dua belas malam. Dyah dan Abi menyibak korden. Terlihat Pak Lurah dan Abah turun dari mobil yang diparkir di depan rumah, tepatnya di kebun milik Nuning."Itu Abah!" kata Abi yang memang sudah sedari tadi menunggu kedatangan beliau sesuai janji. Dyah langsung menyalakan lampu dan bersiap menyambut beliau. Benar kata Abi, Abah begitu berkarisma meski tak lagi muda. Sebelum beliau mengetuk pintu, Dyah sudah membukannya terlebih dahulu. Abah melangkah dengan gagah, kaki jenjangnya persis seperti aktor india Amitabh Bachchan."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, Bah," jawab Abi dan Dyah hampir bersamaan."Mangga, Bah," kata Dyah mempersilakan Abah untuk masuk. Akan tetapi, Abah seperti menangkap sesuatu di luar, beliau tidak langsung masuk. Namun, perhatianya terfokus ke arah kiri beberapa saat. Barulah setelah itu Abah masuk, dan tentu saja beliau langsung mencari Mila. Aba

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05

Bab terbaru

  • Bapakku Dukun   Bapakku Dukun dan aku bangga

    Part 68"Maaf kami tidak bisa menyelamatkan putri Anda!"Bruukk!Dyah jatuh tersungkur pingsan.Abi segera menangkap tubuh Dyah dan berusaha menyadarkannya, Ayu dan Lidya menutup mulut mereka dengan ke dua telapak tangannya, tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Dimas terduduk lemas, seluruh tulangnya seakan tercabut dari tubuhnya. Ia melihat Abi dan Dyah. Bagaimana perasaan mereka kehilangan putri semata wayangnya.Mila ... Mila ...Ketika Dyah terbangun yang keluar dari mulutnya hanya nama Mila saja. Abi yang tak kalah hancurnya dengan Dyah harus tetap bersikap tegar. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulut Abi yang bisa untuk menggambarkan perasaannya sekarang ini.Dokter kemudian segera menyiapkan berkas kematian Mila. Abi meminta bantuan kepada Bahrul untuk mengabari orang-orang desa. Dengan begitu, warga bisa menyiapkan lubang kuburan untuk Mila dan mengabari kerabat ja

  • Bapakku Dukun   Sebuah Akhir

    Part 67"Mila ...!"Reflek Dimas menjatuhkan diri dan berusaha menangkap tangan Mila. Namun usaha Dimas gagal, Mila tergelincir. Untunglah ada batu besar yang menjorok, tangannya berhasil meraih akar tanaman rambat yang lebat di pinggir tebing. Akar tanaman itu menjuntai ke bawah seperti tanaman hias. Mila hampir jatuh tapi Mila berhasil menyelamatkan diri. Kini Mila duduk di batu tersebut tak berani bergerak. Mila masih belum percaya kalau dirinya masih selamat.Ibu, Lidya, dan Ayu berteriak histeris.Nyi Dewi tertawa senang."Dimas, kamu mencintai wanita ini bukan? Matilah kalian berdua!" Lalu Nyi Dewi pun menghempaskan Dimas juga.Mila sangat terkejut melihat Dimas jatuh di hadapanya. Mila berteriak histeris memanggil namanya, saat Mila melongok. Betapa lega hati Mila melihat Dimas berhasil meraih akar tanaman rambat juga, tapi dia tak seberuntung Mila. Tubuh Dimas mengayun ke kiri dan ke kanan seperti Tarzan. Deng

  • Bapakku Dukun   Tergelincir

    Part 66"Sepertinya saya tahu Mila di bawa kemana. Ayo Pak Abi.""Kalian mau kemana?" tanya Dyah bingung."Inshaallah saya janji akan membawa Mila pulang dengan segera, selamat, dan tanpa kurang apapun. Bu Dyah jangan kawatir. Doain kami saja!" kata Dimas menyakinkan.Bahrul yang kebetulan berada di lokasi proyek pun mendekati Dimas."Ada apa, Bro?" tanya Bahrul ketika menangkap raut wajah panik dari Dimas, Abi dan Dyah."Mila!""Ada apa dengan Mila?""Aku nggak bisa menjelaskan sekarang. Intinya aku titip Neng Ayu ya, tolong jaga Neng Ayu dan Bu Dyah kalau sampai malam hari nanti kami belum juga pulang.""Tapi-""Kami buru-buru," Dimas memotong ucapan Bahrul. Dimas segera menghidupkan mesin motornya, dan menarik gasnya dengan kencang setelah Abi naik ke atas motor."Sebenarnya ada apa Bu Dyah?" tanya Bahrul."Begini, sekitar satu jam tadi ada yang menjemput Mila. Dimas, aku s

  • Bapakku Dukun   Dijemput

    Part 65Mila bingung harus berbuat apa sekarang. Kami berdua hanya saling bersitatap.Ehem.Deheman Bahrul memecahkan kebisuan mereka.Em ... Mila kikuk. Segera ia ambil langkah seribu, kembali ke kamar. Dimas memandang Mila sampai menghilang, sementara Bahrul memainkan alisnya kepada Dimas.Dimas melipat jubahnya dengan rapi, ia kemudian ke depan dan menyimpan jubah itu di jok motor. Lalu, Dimas mendahului melanjutkan pekerjaan sembari menunggu orang-orang datang. Usai salat Bahrul langsung menyusul Dimas ke depan."Bagaimana?" tanya Bahrul."Bagaimana apanya?" kata Dimas sambil mengayunkan cangkul meneruskan membuat pondasi. Sebenarnya tadi Dimas merasa malu."Sudahlah, serahkan padaku masalah Mila!" kata Bahrul. Entah apa yang di rencanakan anak itu. Dimas tak mengubris Bahrul, omongannya sudah mulai ngawur. Bagaimanapun juga, bagi Dimas sudah tidak ada jalan lagi bagi Dimas untuk me

  • Bapakku Dukun   Kesempatan

    Part 64Tak ada seorang pun yang mendengar teriakan Ayu.Dimas ....Pintu depan terbuka dengan sendirinya. Demit itu menyeret tubuh Ayu, entah ia mau membawa Ayu kemana."Lepas!"Ayu memberontak."Lepas ...."Ayu berteriak keras, tiba-tiba Ayu sudah terduduk di tempat tidurnya. Ia terbangun, Ayu masih mencoba mengatur napasnya, Dinda dan Mbak Yaroh, Ayu memandang mereka secara bergantian.Apakah tadi itu aku bermimpi?Ayu berjingkat ketika korden kamarnya bergerak tertutup dengan sendirinya. Napas Ayu kembali berderu. Sekilas saat korden itu tertutup tadi, Ayu melihat sosok di luar jendela. Sosok yang ia lihat dalam mimpinya.Sebenarnya tadi Aku bermimpi atau tidak? Tapi ... korden itu barusan ... tadi aku di luar rumah. Lalu sekarang posisiku di tempat tidur, dan --Ayu mencoba berpikir memakai logikannya.Ini tak masuk di akal. Celet

  • Bapakku Dukun   Teror

    Part 63"Sebentar, kamu tadi bilang apa? Orang tuaku gentayangan jadi setan?"Kenapa Kak Dimas harus dengar, sih.Kami semua terdiam. Terutama Ilyas."Sebaiknya kita duduk dan bicara," kata Abi. "Orang-orang mengaku telah diteror oleh Ibu dan Bapakmu," ucap Abi setelah Dimas kembali duduk. Mila masuk ke kamar dan menyimak obrolan mereka. Dimas tak bersuara, ia hanya diam dan mengigit bibirnya."Sabar, Nak! Mungkin arwah Ibu dan Bapakmu merasa sangat bersalah, jadi mereka belum sepenuhnya tenang. Sebaiknya kita doakan saja. Nak, Dimas ada perlu apa ke sini?" tanya Abi."Neng Ayu masih sangat terpukul Pak Abi, saya takut Neng Ayu terguncang jiwanya, dan doa yang diberikan Pak Abi kemarin hilang. Saya mau minta lagi!" kata Dimas."Sebentar." Abi meninggalkan Dimas dan Ilyas berdua saja di ruang tamu. Ilyas mengeser duduknya mendekati Dimas."Maaf tentang yang tadi," kata Ilyas.

  • Bapakku Dukun   Gentayangan

    Part 62Ayu masih sangat syok atas kepergian kedua orang tuanya. Jasadnya hancur lebur jadi abu dan hanya tersisa beberapa potong, itu pun hangus. Lidya dan Mila terus menguatkannya. Abi membuatkan omben-omben untuk Ayu agar ia bisa merasa tenang. Dyah mengajak Ayu kerumah, kami semua tak bisa tidur. Suasana desa seketika menjadi ramai, bapak-bapak juga begadang di halaman rumah Asih. Dimas hanya bisa terdiam sambil terus melihat kehancuran istana yang telah di bangun oleh orang tuanya. Bahrul-lah yang menceritakan semuanya secara gamblang. Apa saja yang telah diperbuat Nuning dan Jamil selama ini. Warga sangat antusias mendengarkan cerita Bahrul.Oalah ya, Allah Mas Dimas. Kalau aku diposisi Mas Dimas mungkin aku juga tidak tahu apa yang bakal aku lakukan.Semua orang merasa iba terhadap Dimas dan Ayu. Bahrul berulang kali memohon maaf atas nama Dimas, Ayu, Nuning, dan Jamil.“Mas Dimas sama Ayu nggak salah kok, kami tidak akan me

  • Bapakku Dukun   Allahu Akbar

    Part 61"Dimas ...!"Bapak.Ibu.Dimas segera berlari ke bawah. Orang tuanya kembali disiksa dengan kejam."Dimas ... Dimas cepat bakar Ibu, Nak!""Cepat!" jerit Nuning.Dimas berlari, mengusir para demit yang menyiksa orang tuanya. Nyi Dewi telah memerintahkan mereka untuk membunuh Nuning dan Jamil.🌿🌿🌿Di satu sisi.Ayu kerasukan dan mencekik leher Bahrul yang sedang menyetir."Mbak Ayu!" Lidya mencoba melepaskan cekikan tangan Ayu.AarrrgggBahrul mengerang, ia tidak lagi bisa fokus menyetir. Mobil oleng ke kiri dan ke kanan. Bahrul tetap berusaha agar tetap berada di jalur yang benar dan tidak menabrak."Mbak Ayu! Hentikan!" pekik Lidya. Namun, Ayu terus saja tertawa dan semakin kencang mencengkeram leher Bahrul. Lidya mengambil tasnya lalu ia pukulkan berkali-kali kepada Ayu. Ayu marah dan berganti mencekik leher Lidya.

  • Bapakku Dukun   Terpedaya

    Part 60"Jadi kalian sudah bosan hidup?!" Suara serak dan sumbang itu datang dari arah belakang.Nuning dan Jamil menoleh bersamaan. Demit itu langsung ingin menghujam jantung Nuning dengan kukunya yang panjang, syukurlah Nuning mampu menghindar."Kalau kalian takut mati, harusnya kalian sediakan tumbal untukku hari ini."Nuning dan Jamil berjalan mundur, tapi di belakang mereka telah ada makhluk lainya yang siap mencabik daging mereka berdua. Nyi Dewi muncul di tangga, ia berjalan dengan sangat pelan dan angun."Nuning ... Jamil. Kenapa tak ada persembahanku?" tanyanya."Kami sudah siap mati. Tidak akan ada persembahan-persembahan lagi!" Pekik Nuning."Jadi, kalian sudah siap mati? Baiklah, kalau itu mau kalian." ujar Nyi Dewi yang kemudian memberi kode kepada para pasukan demitnya. Nyi Dewi kemudian hanya menonton pertunjukan di mana Nuning dan Jamil akan dihabisi oleh demit-demit Nyi Dewi.Empat

DMCA.com Protection Status