Part 4
"Keesokan harinya semua anak-anak sembuh. Kecuali Mila!" kata Dyah.
"Terus!"
Terus, malam harinya, tepat pukul satu malam ....
Abi sedang melaksanakan salat malam. Tiba-tiba ada asap mengepul masuk kedalam kamar melalui celah pintu bagian bawah. Antara sadar dan nggak sadar. Dyah melihat Nuning dan Jamil muncul bersama kepulan asap tersebut, mereka lantas tertawa terbahak-bahak!
🌿🌿🌿
"Ibu ingin memanggil Napak. Namun bibir ibu terasa kelu. Ibu juga tidak bisa mengerakkan badan ibu sementara Mila nangis kejer," kata Dyah. Dyah semakin memeluk erat Mila sehingga Mila makin tenggelam dalam dekapan hangatnya.
"Ibu bacakan ayat kursi berkali-kali, sambil terus berusaha melawan untuk bisa kembali menguasai diri. Sampai akhirnya Ibu berhasil dan mampu menepis tangan si Nuning yang mau mengambil Mila dari sisi Ibu. Ibu segera mengendong Mila dan berlari ke tempat salat di mana Bapak Mila lagi salat malam." Dyah berhenti sejenak.
Ternyata, menurut cerita Dyah, Abi sama sekali tidak mendengar tangisan putrinya. Telinganya seakan tertutup sampai akhirnya Dyah berhasil lolos dari kelinde kalau orang jawa bilang. Antara mimpi dan kenyataan. Namun, begitu sangat nyata.
"Ada apa?" tanya Abi terkejut melihat Dyah dengan napas tersengah-engah dan penuh peluh mengendong putrinha ke tempat salat. "Tenang, istigfar," kata Abi. Kemudian ia mengambilkan istrinya segelas air putih.
"Minumlah," kata Abk lagi. Ia menyodorkanya kepada Dyah. Lalu Abi mengendong putrinya dan menimangnya. Mila masih menangis, padahal biasanya Mila tidak pernah rewel meskipun sakit. Kata Dyah.
"Mas, mungkin Mila merasakan kehadiran demitnya Nuning dan Jamil!" Akhirnya Dyah bisa bicara juga.
Meski dengan tubuh gemetar, seumur-umur baru kali ini Dyah menghadapi demit secara langsung.
"Gendong Mila!" kata Abi. Lantas ia mengambil segelas air lalu dibacakanya ayat kursi tujuh kali, kemudian air itu diusapkan keseluruh tubuh Mila. Sisanya diciprat-cipratkan ke seluruh penjuru rumah dari depan sampai dapur.
"Pergi, jangan ganggu anakku!" hardik Abi. Sementara Dyah terus mengikuti langkah suaminya dari belakang. Benar saja. Kata Dyah. Selanjutnya Mila bisa tidur pulas kembali. Tetapi tidak dengan Dyah dan Abi, mereka begadang sepanjang malam demi menjaga putrinya.
Pukul setengah tiga dini hari. Dyah mulai merasakan hawa yang kurang enak.
"Mas, mas!" Dyah mengoyang-goyangkan badan suaminya yang ketiduran. Sementara itu, Dyah benar-benar tak bisa memejamkan matanya.
"Mas!"
Entah kena ilmu sirep atau gimana. Abi sangat susah untuk dibangunkan. Sampai akhirnya demit itu kembali datang menganggu. Dyah mendengar langkah kaki seseorang. Padahal di rumah tak ada siapa-siapa lagi selain mereka berdua dan putrinya. Kali ini Dyah sama sekali tidak takut. Ia mengendong Mila. Mila tidur dipelukan Dyah. Ia mengantur bantal sedemikian rupa sehingga nyaman dengan posisi tidur sambil duduk dan menggendong bayi. Dyah bangun dan membuka pintu kamar perlahan, menengok de ruang tamu dan ke belakang.
Deg.
Samar-samar terlihat sesosok bayangan. Dyah memicingkan mata. Siapa wanita itu?
Sosok iblis itu diam saja di pojokan ruang tamu. Namun kali ini, bukan sosok Nuning yang dilihat oleh Dyah. Dyah bercerita kalau yang dilihatnya adalah wanita yang sangat cantik, hidungnya mancung, kulitnya bersih, ia memakai pakaian adat jawa, dan bersanggul. Sekilas terlihat begitu. Dyah sudah berusaha menyalakan lampu. Akan tetapi, lampu ruang tamu tidak bisa menyala, sosok itu sepertinya tidak mau kalau Dyah melihat wujudnya secara terang-terangan.
Dengan perasaan yang tidak karuan Dyah memberanikan diri mendekatinya.
"Siapa kamu!" tanya Dyah dengan sangat berani. Dyah tiba-tiba menjadi seorang wonder woman.
"Siapa yang menyuruhmu datang ke sini. Kembalilah, karena aku akan selalu menjaga anakku," kata Dyah. Sebuah al-qur'an kecil dipegang erat olehnya.
"Aku mau menjemput bayiku!" kata demit itu dengan suara sangat pelan.
"Bayimu? Enak saja! Siapa yang mengirimmu?" tanya Dyah. Kemudian terdengar suara ledakan dari belakang, Dyah berjingkat kaget, saat Dyah kembali melihat ke pojok ruang tamu, demit itu sudah menghilang.
Dyah buru-buru menyingkap korden dan melihat ke luar. Di luar dugaan, Entah demit atau manusia. Dyah melihat Nuning memakai kebaya dan berdiri di bawah pohon mangga kebunnya yang berada tepat di depan rumahnya.
Seumur-umur Dyah tidak pernah membayangkan hidupnya bakal horor seperti itu. Berawal dari sebuah mimpi. Dyah tak mau mengedipkan matanya, mereka saling pandang hanya terhalang kaca. Suasana malam sangat mencekam, hanya diterangi sedikit cahaya dari lampu petromak yang dibawa sosok Nuning. Lampu jalan dan lampu teras rumah pun mati. Sosok itu berdiri tegak di bawah pohon mangga.
Dyah terus membaca ayat kursi, dengan terus tak perpaling sedetikpun dari sosok Nuning. Tiba-tiba ada yang menepuk bahunya. Saat Dyah menoleh, tak ada siapa-siapa di sana. Hanya kursi kosong. Dyah membaca surat an-nas sebanyak sebelas kali kemudian mengusapkanya kepada putrinya dari ubun-ubun sampai kaki. Sosok Nuning sudah menghilang, Dyah memutuskan untuk kembali ke kamar.
"Mas!" Kembali Dyah mencoba membangunkan suaminya.
Byurrr!
Dengan sangat terpaksa Dyah menyiram suaminya dengan air. Gangguan malam itu teramat sangat banyak. Sedendam itukah Nuning kepada keluarganya. Pikir Dyah.
Abi pun terbangun dengan gelagapan. Namun, ia sama sekali tidak marah atas tindakan Dyah. Ia segera melepas bajunya yang basah lantas mengambil kemeja yang nyantol di balik pintu.
"Ada apa? Mila kenapa?" tanyanya panik.
"Ssstt. Dengar sesuatu nggak, Mas?" tanya Dyah. Mereka memasang telingga baik-baik. Terdengar desisan ular yang cukup keras diatas genteng. Dari suaranya bisa dipastikan ular itu memiliki ukuran yang besar.
"Allahumasholli ala syaidina muhamad, waala ali syaidina muhamad!" Abi membaca sholawat berkali-kali sementara putrinya sama sekali tak terganggu. Tetap tidur anteng digendongan. Genteng rumah mulai terdengar gemeretak.
Dan ....
Duar!
Maaaaas!!!
Dyah berteriak, menunduk, dan mendekap erat putrinya. Sementara Abi mendekap Dyah. Dyah melindungi Milla, dan Abi melindungi Dyah. Kemudian suasana berubah menjadi hening. Bau anyir menyeruak.
Allahuakbar Allahu akbar.
Azan subuh berkumandang. Sesaat kemudian disusul berita kematian yang disiarkan lewat toa masjid pagi itu.
Part 5Maaaaas!!!Dyah berteriak, menunduk, dan mendekap erat putrinya. Sementara Abi mendekap Dyah. Dyah melindungi Milla, dan Abi melindungi Dyah. Kemudian suasana berubah menjadi hening. Bau anyir menyeruak.Allahuakbar Allahu akbar.Azan subuh berkumandang. Sesaat kemudian disusul berita kematian yang disiarkan lewat toa masjid pagi itu.🌿🌿🌿"Siapa?!" tanya Dyah kepada suaminya. Dyah seakan tak percaya dengan pedengarannya sendiri."Innalilahiwainna ilaihi rojiun," ucap Abi. "Yusuf nggak ada."Hah ..."Yu_yusuf putranya Hindun? Innalilahi wainna ilaihi rojiun." Sambil mengucap demikian Dyah memeluk erat dan menangisi Mila. Padahal Mila tidak apa-apa. "Ya, Allah jaga selalu Mila untukku."Abi mengusap pundak Dyah. " Mila akan selalu baik-baik saja. Aku janji!"Setelah memastikan anak dan istrinya baik-baik saja. Abi memeriksa ke luar kamar. Suara menggel
Part 6Di rumah Nuning dan Jamil."Dik, sudahlah. Jangan usil sama keluarga Abi!" kata Jamil mengingatkan ketika melihat istrinya bersiap mengirimkan demit ke sana. "Kita 'kan dengan mudah mendapatkan tumbal dari yang lainya. Kita buang uang di pasar saja banyak anak-anak yang ambil dan menjadi tumbal kita. Tanpa harus susah-susah," terang jamil."Nyi Ratu sangat menyukai Mila. Lagi pula, kamu tidak ikut apa-apa. Semuanya, aku yang mengerjakan. Tugasmu hanya menutup mulut saja!" cecar Nuning kepada suaminya sendiri. Memang, Nuninglah dalang di balik semuanya, yang memiliki ide mencari pesugihan pun juga Nuning. Ia jugalah yang menjalankan tapa brata di gunung kawi tiga tahun yang lalu. Pertama kali mereka mengambil pesugihan."Kita sudah kaya raya. Apa kita tidak bisa menghentikan semuanya!" ujar Jamil. Ia lelah dengan segala ritual yang selalu di jalaninya."Apa kamu sudah siap mati? Heh!""Maksudmu, Dik?" Jamil tak menger
Part 7 "Bertapalah di sini. Ingat, apapun yang muncul di hadapanmu nanti. Jangan pernah takut, atau tapa bratamu gagal!" "Baik, Ki," jawab Nuning. Ia pun duduk di depan gundukan batu tersebut. Begitu Nuning duduk, juru kunci itu tiba-tiba sudah menghilang meninggalkan Nuning sendirian di tengah hutan. lho, kemana si aki. Kenapa cepat sekali perginya? Apakah dia bukan manusia? Dalam sekejab Nuning sudah tidak bisa menemukan juru kunci tersebut. 🌿🌿🌿 Nuning celingukan memerhatikan sekitar. Ia sendirian di tengah hutan. Dua botol air minum menjadi bekalnya selama bertapa. Nuning hanya bertapa pada saat matahari tenggelam, di siang hari ia bisa menghentikan tapa bratanya. Angin berhembus kencang. Gemerisik dedaunan menjadi teman Nuning. Sesekali terdengar suara, entah benda jatuh, atau mungkin hewan kecil yang tak sengaja lewat. Nuning duduk layaknya sinden. Ia mulai menarik napas panjang dan dikeluarkanya
Part 8Nyi Ratu tersemyum kecil. Ia memberikan sebuah mantra kepada Nuning untuk bisa memanggilnya."Tutup mata kamu," kata Nyi Ratu. Beberapa saat kemudian Nuning mendengar suara motor. Ketika Nuning membuka matanya, Ia sangat terkejut, ternyata ia sudah berada di depan gerbang penginapan. Pakaian Nuning pun sudah berubah menjadi baju yang dipakainya saat ke petilasan, tidak memakai kebaya dan kain jarik lagi. Sedikit kaget Nuning menoleh kekiri dan kanan. Kemudian baru masuk ke penginapan menuju kamar nomor lima. Jadi, benar ... yang menyambut dan mengantar Nuning ke tengah hutan pasti bukanlah juru kunci yang sebenarnya. Tapi, abdi dari Nyi Ratu yang ia kirimkan.Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum, Mas!""Waalaikumsalam," jawab Jamil. Ia membuka pintu dan mendapati istrinya sudah berdiri di sana. "Dik, ya Allah. Bagaimana?" tanya Jamil. Dengan masih menginggat sang pencipta Jamil lega Nuning sudah kembali dari petilasan. Ia
Part 9"Ada apa, Rif?""Bapak nggak ada, Kang!""Apa?! Innalilahi wainna ilaihi rojiun."Jamil mumutar kepalanya, menoleh kepada Nuning. Menatap tajam matanya. Nuning tertunduk, mungkinkah tumbal pertama itu adalah Bapaknya?🌿🌿🌿Bibir Jamil bergetar, seluruh tubuhnya gemetar. Melihat raut wajah Nuning, dia tau pasti. Bapaknya sudah jadi tumbal ke-egoisanya."Pulanglah dulu, Rif. Sebentar, aku ke sana.""Iya, Kang!"Jamil segera menutup pintu setelah Arif pulang. Diseretnya Nuning ke kamar."Dik, katakan! Apa Bapakku yang kau jadikan tumbal?"Nuning terdiam, matanya berkaca-kaca. Dua tetes air mata jatuh dari pelupuk mata Nuning saat dia memejamkan matanya. Jamil memegang kedua lengan Nuning. Berharap sang istri bilang 'Tidak' . Berharap kalau dugaanya salah."Dik!"Nuning terisak. "Iya Mas, Bapak adalah tumbal pertamaku.""Apa?!"Jamil tak percaya denga
Part 10"Dik, hentikan!" ucap Abi. Akhirnya Abi berhasil masuk ke rumah juga. Ia menyambar gunting itu dari tangan isyrinya dan membuangnya."Jangan hentikan aku, Mas. Ular ini mau membunuh anak kita, Mila. Mas!" Dyah kembali berusaha mencari sesuatu. Matanya mengedar ke penjuru kamar. Garbu di atas nakas menjadi sasaran. Dyah mengambilnya dan mau ditusukkan kembali ke tangannya yang ia lihat adalah seekor ular.🌿🌿🌿"Dik, sadar. Istigfar!" Abi memegang kedua lengan istrinya dan berusaha menyadarkanya, setelah istrinya tenang, Abi memeluk erat Dyah."Kenapa Nuning terus saja menganggu kita, Mas!" Abi mengelus lengan istrinya dan menuntunya duduk di ranjang. Mereka berdua menatap putrinya tangis Mila memecah kesunyian malam."Cup, cup sayang. Bismilahirohmanirohim." ucap Abi kemudian ia membacakan surat An-nas untuk mengusir jin. Sementara Dyah masih terdiam, syok atas kejadian barusan. Abi sudah mengikat lengan tangan Dyah di b
Part 11 Kami persembahkan tumbal kami Nyi. Terimalah!" Dyah mendengar Nuning berkata demikian. Tak, akan kubiarkan. Klik. Pintu pun terbuka. Milaaa ... Dyah berteriak kencang. "Dik, Dik, bangun, Dik!" Abi mengoyang-goyangkan tubuh Dyah dengan kencang dan menepuk-nepuk pipinya. Hah. "Istigfar, kamu mimpi buruk!" "Mimpi?" Dyah menoleh ke samping dan mendapati putrinya sedang tertidur. "Ya, Allah, Mila," ucap Dyah. "Minumlah," kata Abi. Sementara itu napas Dyah mulai stabil. Untunglah semua itu cuma mimpi. "Kamu mimpi apa?" tanya Abi. Dyah pun menceritakan perihal mimpinya. "Ini bukan sekedar mimpi, Mas. Ini petunjuk, ini firasat!" "Lagi-lagi Nuning," jawab Abi. Sekarang Abi seratus persen percaya, ini sudah kesekian kalinya Dyah bermimpi tentang Nuning. Firasat Dyah memang kuat. Badan Mila mulai panas lagi, Dyah mengompres sambil terus memba
Part 12Arrrggg!Suara Abi semakin keras, sementara itu, tamu itu makin kencang mengedor-ngedor pintu, seakan ikut merasakan kepanikan si empunya rumah."Waalaikumsalam," jawab Dyah. "Lho, Pak Lurah. Ada perlu apa malam-malam bertamu, Pak?" tanya Dyah setelah pintu terbuka."Suara apa itu?" tanya Pak Lurah."Itu suami saya, Pak!" Pak Lurah dengan wajah panik langsung nyelonong begitu saja. Dyah mengikutin Pak Lurah dari belakang. Mendapati Abi yang kesakitan, tanpa meminta izin terlebih dahulu. Pak Lurah langsung komat-kamit dan memegang bagian pusar Abi. Abi menjerit keras, Dyah hanya jadi penonton di ambang pintu. Apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana Pak Lurah bisa tahu?"Tutup pintu depan!" Perintah Pak Lurah. Dyah tergopoh menutup pintu depan. Kemudian Pak Lurah kembali membaca doa, Abi makin menjerit dan berguling kekiri dan kanan. Abi terus menyebut asma Allah, peluh membasahi seluruh badannya, bola mata A
Part 68"Maaf kami tidak bisa menyelamatkan putri Anda!"Bruukk!Dyah jatuh tersungkur pingsan.Abi segera menangkap tubuh Dyah dan berusaha menyadarkannya, Ayu dan Lidya menutup mulut mereka dengan ke dua telapak tangannya, tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Dimas terduduk lemas, seluruh tulangnya seakan tercabut dari tubuhnya. Ia melihat Abi dan Dyah. Bagaimana perasaan mereka kehilangan putri semata wayangnya.Mila ... Mila ...Ketika Dyah terbangun yang keluar dari mulutnya hanya nama Mila saja. Abi yang tak kalah hancurnya dengan Dyah harus tetap bersikap tegar. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulut Abi yang bisa untuk menggambarkan perasaannya sekarang ini.Dokter kemudian segera menyiapkan berkas kematian Mila. Abi meminta bantuan kepada Bahrul untuk mengabari orang-orang desa. Dengan begitu, warga bisa menyiapkan lubang kuburan untuk Mila dan mengabari kerabat ja
Part 67"Mila ...!"Reflek Dimas menjatuhkan diri dan berusaha menangkap tangan Mila. Namun usaha Dimas gagal, Mila tergelincir. Untunglah ada batu besar yang menjorok, tangannya berhasil meraih akar tanaman rambat yang lebat di pinggir tebing. Akar tanaman itu menjuntai ke bawah seperti tanaman hias. Mila hampir jatuh tapi Mila berhasil menyelamatkan diri. Kini Mila duduk di batu tersebut tak berani bergerak. Mila masih belum percaya kalau dirinya masih selamat.Ibu, Lidya, dan Ayu berteriak histeris.Nyi Dewi tertawa senang."Dimas, kamu mencintai wanita ini bukan? Matilah kalian berdua!" Lalu Nyi Dewi pun menghempaskan Dimas juga.Mila sangat terkejut melihat Dimas jatuh di hadapanya. Mila berteriak histeris memanggil namanya, saat Mila melongok. Betapa lega hati Mila melihat Dimas berhasil meraih akar tanaman rambat juga, tapi dia tak seberuntung Mila. Tubuh Dimas mengayun ke kiri dan ke kanan seperti Tarzan. Deng
Part 66"Sepertinya saya tahu Mila di bawa kemana. Ayo Pak Abi.""Kalian mau kemana?" tanya Dyah bingung."Inshaallah saya janji akan membawa Mila pulang dengan segera, selamat, dan tanpa kurang apapun. Bu Dyah jangan kawatir. Doain kami saja!" kata Dimas menyakinkan.Bahrul yang kebetulan berada di lokasi proyek pun mendekati Dimas."Ada apa, Bro?" tanya Bahrul ketika menangkap raut wajah panik dari Dimas, Abi dan Dyah."Mila!""Ada apa dengan Mila?""Aku nggak bisa menjelaskan sekarang. Intinya aku titip Neng Ayu ya, tolong jaga Neng Ayu dan Bu Dyah kalau sampai malam hari nanti kami belum juga pulang.""Tapi-""Kami buru-buru," Dimas memotong ucapan Bahrul. Dimas segera menghidupkan mesin motornya, dan menarik gasnya dengan kencang setelah Abi naik ke atas motor."Sebenarnya ada apa Bu Dyah?" tanya Bahrul."Begini, sekitar satu jam tadi ada yang menjemput Mila. Dimas, aku s
Part 65Mila bingung harus berbuat apa sekarang. Kami berdua hanya saling bersitatap.Ehem.Deheman Bahrul memecahkan kebisuan mereka.Em ... Mila kikuk. Segera ia ambil langkah seribu, kembali ke kamar. Dimas memandang Mila sampai menghilang, sementara Bahrul memainkan alisnya kepada Dimas.Dimas melipat jubahnya dengan rapi, ia kemudian ke depan dan menyimpan jubah itu di jok motor. Lalu, Dimas mendahului melanjutkan pekerjaan sembari menunggu orang-orang datang. Usai salat Bahrul langsung menyusul Dimas ke depan."Bagaimana?" tanya Bahrul."Bagaimana apanya?" kata Dimas sambil mengayunkan cangkul meneruskan membuat pondasi. Sebenarnya tadi Dimas merasa malu."Sudahlah, serahkan padaku masalah Mila!" kata Bahrul. Entah apa yang di rencanakan anak itu. Dimas tak mengubris Bahrul, omongannya sudah mulai ngawur. Bagaimanapun juga, bagi Dimas sudah tidak ada jalan lagi bagi Dimas untuk me
Part 64Tak ada seorang pun yang mendengar teriakan Ayu.Dimas ....Pintu depan terbuka dengan sendirinya. Demit itu menyeret tubuh Ayu, entah ia mau membawa Ayu kemana."Lepas!"Ayu memberontak."Lepas ...."Ayu berteriak keras, tiba-tiba Ayu sudah terduduk di tempat tidurnya. Ia terbangun, Ayu masih mencoba mengatur napasnya, Dinda dan Mbak Yaroh, Ayu memandang mereka secara bergantian.Apakah tadi itu aku bermimpi?Ayu berjingkat ketika korden kamarnya bergerak tertutup dengan sendirinya. Napas Ayu kembali berderu. Sekilas saat korden itu tertutup tadi, Ayu melihat sosok di luar jendela. Sosok yang ia lihat dalam mimpinya.Sebenarnya tadi Aku bermimpi atau tidak? Tapi ... korden itu barusan ... tadi aku di luar rumah. Lalu sekarang posisiku di tempat tidur, dan --Ayu mencoba berpikir memakai logikannya.Ini tak masuk di akal. Celet
Part 63"Sebentar, kamu tadi bilang apa? Orang tuaku gentayangan jadi setan?"Kenapa Kak Dimas harus dengar, sih.Kami semua terdiam. Terutama Ilyas."Sebaiknya kita duduk dan bicara," kata Abi. "Orang-orang mengaku telah diteror oleh Ibu dan Bapakmu," ucap Abi setelah Dimas kembali duduk. Mila masuk ke kamar dan menyimak obrolan mereka. Dimas tak bersuara, ia hanya diam dan mengigit bibirnya."Sabar, Nak! Mungkin arwah Ibu dan Bapakmu merasa sangat bersalah, jadi mereka belum sepenuhnya tenang. Sebaiknya kita doakan saja. Nak, Dimas ada perlu apa ke sini?" tanya Abi."Neng Ayu masih sangat terpukul Pak Abi, saya takut Neng Ayu terguncang jiwanya, dan doa yang diberikan Pak Abi kemarin hilang. Saya mau minta lagi!" kata Dimas."Sebentar." Abi meninggalkan Dimas dan Ilyas berdua saja di ruang tamu. Ilyas mengeser duduknya mendekati Dimas."Maaf tentang yang tadi," kata Ilyas.
Part 62Ayu masih sangat syok atas kepergian kedua orang tuanya. Jasadnya hancur lebur jadi abu dan hanya tersisa beberapa potong, itu pun hangus. Lidya dan Mila terus menguatkannya. Abi membuatkan omben-omben untuk Ayu agar ia bisa merasa tenang. Dyah mengajak Ayu kerumah, kami semua tak bisa tidur. Suasana desa seketika menjadi ramai, bapak-bapak juga begadang di halaman rumah Asih. Dimas hanya bisa terdiam sambil terus melihat kehancuran istana yang telah di bangun oleh orang tuanya. Bahrul-lah yang menceritakan semuanya secara gamblang. Apa saja yang telah diperbuat Nuning dan Jamil selama ini. Warga sangat antusias mendengarkan cerita Bahrul.Oalah ya, Allah Mas Dimas. Kalau aku diposisi Mas Dimas mungkin aku juga tidak tahu apa yang bakal aku lakukan.Semua orang merasa iba terhadap Dimas dan Ayu. Bahrul berulang kali memohon maaf atas nama Dimas, Ayu, Nuning, dan Jamil.“Mas Dimas sama Ayu nggak salah kok, kami tidak akan me
Part 61"Dimas ...!"Bapak.Ibu.Dimas segera berlari ke bawah. Orang tuanya kembali disiksa dengan kejam."Dimas ... Dimas cepat bakar Ibu, Nak!""Cepat!" jerit Nuning.Dimas berlari, mengusir para demit yang menyiksa orang tuanya. Nyi Dewi telah memerintahkan mereka untuk membunuh Nuning dan Jamil.🌿🌿🌿Di satu sisi.Ayu kerasukan dan mencekik leher Bahrul yang sedang menyetir."Mbak Ayu!" Lidya mencoba melepaskan cekikan tangan Ayu.AarrrgggBahrul mengerang, ia tidak lagi bisa fokus menyetir. Mobil oleng ke kiri dan ke kanan. Bahrul tetap berusaha agar tetap berada di jalur yang benar dan tidak menabrak."Mbak Ayu! Hentikan!" pekik Lidya. Namun, Ayu terus saja tertawa dan semakin kencang mencengkeram leher Bahrul. Lidya mengambil tasnya lalu ia pukulkan berkali-kali kepada Ayu. Ayu marah dan berganti mencekik leher Lidya.
Part 60"Jadi kalian sudah bosan hidup?!" Suara serak dan sumbang itu datang dari arah belakang.Nuning dan Jamil menoleh bersamaan. Demit itu langsung ingin menghujam jantung Nuning dengan kukunya yang panjang, syukurlah Nuning mampu menghindar."Kalau kalian takut mati, harusnya kalian sediakan tumbal untukku hari ini."Nuning dan Jamil berjalan mundur, tapi di belakang mereka telah ada makhluk lainya yang siap mencabik daging mereka berdua. Nyi Dewi muncul di tangga, ia berjalan dengan sangat pelan dan angun."Nuning ... Jamil. Kenapa tak ada persembahanku?" tanyanya."Kami sudah siap mati. Tidak akan ada persembahan-persembahan lagi!" Pekik Nuning."Jadi, kalian sudah siap mati? Baiklah, kalau itu mau kalian." ujar Nyi Dewi yang kemudian memberi kode kepada para pasukan demitnya. Nyi Dewi kemudian hanya menonton pertunjukan di mana Nuning dan Jamil akan dihabisi oleh demit-demit Nyi Dewi.Empat