Ah, ini rasanya begitu nyaman. Begitu mengambang dan meragukan. Bahkan aku tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi karena seluruh tubuhku rasanya tidak merespons. Aku bisa merasakan kehampaan hingga aku terus memikirkan sebenarnya, apa yang sedang terjadi. Lalu, pedang dengan suhu yang lebih tinggi itu menusuk tubuhku. Darah termuntahkan dari mulutku dan mataku memerah, aku baru menyadari, iblis yang memiliki tentakel tadi telah mendekapku seolah dia adalah ibuku. “kau tidak sekuat apa yang dipikirkan. Sekarang hanya tinggal membunuhmu dan menurunkan sang kuasa di tanah ini.” Suaranya menggelegar, walaupun aku merasa begitu lemah dan seperti hampir kehilangan kesadaran, tapi aku tahu suara yang begitu percaya diri dan penuh kesombongan itu. Dia penuh dengan keburukan dan aku akan menyesali jika aku tidak mampu melakukan apa pun. Ujung-ujung jariku yang kaku akhirnya bisa bergerak walaupun gerakannya begitu samar, mirip seperti angin yang berhembus pelan dan menggerakan reru
“Dasar, gembel ini!“ Dia membuka ritsleting celana sekolahnya.Samar-samar mataku memandang apa yang akan dia lakukan. Tanganku mengepal, siap menerima perlakuan yang dilakukan. Kenapa aku selalu sial, padahal aku tidak melakukan kesalahan apa pun. Hanya karena aku seorang anak yatim piatu mereka menindasku, bahkan mereka yang melihatku tidak membantu.Rasa hangat dari pipis yang dia siramkan padaku serasa membakar diriku, aku hanya bisa mengeram. Akan tetapi, bau dari pipis seorang perokok dan kurang minum ini yang benar-benar membuatku muntah. Bahkan mereka tidak membiarkanku menyelesaikan muntah. Satu dari mereka menerjang tubuhku dengan kuat.“Ugh ....” Aku mengerang kuat, kepalaku berputar-putar, tanpa sadar air mataku mengalir.“Hei, kau gembel! Seharusnya bersyukur dengan anugerah yang kuberikan ini.” Dia tertawa kejam.Plak!Kepalaku ditampar oleh dia lagi. Aku
Aku sudah paham.Mungkin ini yang disebut isekai. Aku ini murid SMA kelas dua biasa, seorang yatim piatu baru yang ditipu oleh pamannya sendiri. Alih-alih berperan sebagai wali, dia malah mengambil semua hartaku. Kemudian, anaknya yang sama sampah seperti dirinya, menindasku di sekolah.Dia yang menyebabkan aku mati.Leon Wijayah, namaku sebelumnya saat di bumi. Berbeda dengan namaku yang terkesan kuat dan berani, aku hanyalah anak dengan tubuh lemah, dan kurus. Membuat mereka gampang sekali menyiksakuLantas saat ini, aku masuk ke tubuh seorang anak yang sama denganku, umurnya tujuh belas tahun. Dia tertimpa cermin peninggalan leluhurnya, saat benda itu akan dipindahkan.Nama cermin itu Mirror of Dope.Akion sudah dikenal sebagai ahli pedang jenius, seorang swordmaster termuda di seluruh benua. Walaupun wajahnya terlihat kejam, tetapi tidak bisa kupungkiri kalau wajah ini seratus kali lebih tampan dariku di bum
Setelah menemui kesatriaku, aku berjalan ke Taman Baron. Taman yang tidak begitu mewah sesuai yang kupikirkan.Mana mungkin mewah, jika mereka saja sering kali kekurangan. Akan tetapi, Taman Baron cukup hidup.Di tepi danau, aku melihat Renia sedang berpiknik dengan pelayannya.Renia adalah anak bungsu Baron, dan adiknya Akion. Umurnya delapan tahun, mempunyai rambut pendek berwarna sama seperti Akion dan mata berwarna emas yang selalu membuatku kagum akan rupa keluarga ini.Adik atau saudara, aku tidak punya sebelumnya. Yang kupunya hanyalah sepupu brengsek yang ingin kubunuh.Dengan seluruh hatiku, kehadiran Renia membuatku senang.“Renia.” Aku tersenyum lebar pada Renia.Dia bergidik ngeri sendiri.Akion selalu sibuk untuk belajar, berlatih dan berburu monster. Sehingga Renia tidak dekat dengan Akion, dia cenderung takut pada kakaknya itu.Ya, seperti yang ada diingatank
“Tuan Muda Akion, kenapa Anda tidur di sini?”Saat aku membuka mataku, cahaya matahari langsung menyerang retinaku dan membuat buta sesaat. Setelah aku terbiasa, aku sadar Bastian menyelimuti. wajahnya penuh dengan rasa khawatir.“Aku hanya tertidur saat mencari angin semalam.”Wajahnya belum berubah.Aku berdiri dari kursi yang kududuki. Selimut yang sebelumnya dia selimutkan padaku, kuberikan dengan sesopan mungkin. Mungkin kasta di sini bisa saja membuatku bertindak sesukanya, tetapi itu bukan aku.“Tolong, siapkan air mandi untukku, Bastian.”Sekarang, aku harus menjalani hidup sebagai Akion. Tidak perlu banyak berpikir ten
“Boleh aku tambah, Tuan? ”Agnes langsung menyenggol lengan anak laki-laki itu, wajah Agnes terlihat khawatir. Mungkin, sudah sering kali mereka mengalami penolakan.“Silakan! Tambah semau kalian.”Aku memanggil pelayan untuk menambah pesanan.Sejujurnya, makanan di tempat ini sangat tidak enak. Roti yang mereka sajikan keras, tidak berasa, dan sup yang mereka sajikan lebih terasa seperti air bercampur garam saja.Mengingat tempat miskin seperti ini, ini sudah menjadi makanan yang cukup mewah. Sebagai penguasa wilayah, aku sadar betapa menyedihkannya.“Tanganmu kenapa bisa terluka?”
Aku meminta Hayd dan Levian untuk mengumpulkan semua penduduk Aurus. Hanya dengan memberi mereka persediaan makanan untuk sebulan ke depan tidak menyelesaikan masalah ini.Mereka akan kelaparan lagi, dan wilayah ini akan tetap tertinggal. Mereka membutuhkan cara untuk mempertahankan diri sendiri.Seperti kata Alexander Graham Bell, “Sebelum apapun, persiapan adalah kunci menuju kesuksesan.”Levian mengangguk saat melihatku. Sepertinya mereka semua sudah berkumpul di sini.Aku keluar dengan badan tegap, dan tanpa ragu. Saat ini, mereka membutuhkan pemimpin yang terlihat kuat dan mengetahui jalan keluarnya.Aku melihat wajah mereka yang penuh harap, wajah yang juga penuh khawatir akan nasib mereka.“Aku adalah Akion Naal Sanktessy, putra kedua dari Baron Eihns Naal Sanktessy. Aku diperintahkan oleh ayahku untuk membantu wilayah Aurus dan menyelesaikan masalah di sini.”Mereka memandangku tidak perca
Aku menyantap makan siangku dengan tenang. Ketenangan ini bahkan tidak kudapatkan beberapa hari belakangan ini. Aku menyelesaikan semuanya, orang-orang datang keluar masuk rumah ini. Lalu pikiranku yang terus bekerja mendapatkan bawahan yang loyal adalah sebuah keberuntungan.Wine hasil korupsi ini, pun, masih tetap enak dinikmati, walaupun si koruptor telah mati. Untuk mereka yang berani menyerang wilayahku akan kupastikan mereka akan mendapatkan balasannya.Akion terlalu kaku, sedangkan pikiranku tidak. Beruntung rasanya berada di tubuh Akion dengan kapasitas otakku. Mungkin, sekarang mereka sedang sibuk membuat apa yang kudesain. Aku memutar-mutar gelas wine sambil mengingat kejadian kemarin.“Kita akan bertani dengan air!”Wajah mereka tampak tak percaya. Mereka bahkan mengiraku sebagai orang gila. “Tanaman hanya dengan air ... apa kau gila? Pasti tanaman itu akan membusuk!”“Apa k