Begitu mendengarnya, Shafa langsung menoleh dan menyahut dengan kesal, "Ayahku bukan buaya! Jangan sembarangan! Eh, di mana ayahku?"Shafa mengejapkan matanya. Di sisi lain, Lyra sudah tiba di belakang Shafa. Ketika Lyra tersenyum nakal dan hendak meraih Shafa, tiba-tiba terjadi perubahan situasi.Buk! Shafa yang baik-baik saja tadi sontak terjatuh. Tubuhnya mengejang, ekspresinya kesakitan. Bahkan mulut, hidung, dan telinganya berdarah. Pemandangan ini sungguh mengerikan.Lyra membelalak terkejut. Wajahnya sampai memucat saking takutnya. Dia menangis sambil memanggil, "Shafa, kamu kenapa? Huhuhu .... Kakek, Nenek, Shafa berdarah! Paman, Bibi, cepat kemari! Shafa kenapa? Huhu ...."Saking kagetnya, suara Lyra sampai terdengar aneh. Begitu mendengar suara itu, Bayu dan lainnya bergegas menghampiri. Semua orang terkesiap melihat keadaan Shafa."Nak, kamu kenapa?" Tara segera menghampiri. Dia hendak menggendong Shafa untuk memeriksa kondisinya."Jangan disentuh! Kamu nggak ngerti apa-apa.
Niat membunuh yang menakutkan menyebar dari sosok Afkar. Melihat kondisi Shafa tiba-tiba memburuk di rumah Keluarga Subroto, dia pun mencurigai mereka dan menatap tajam kepada seluruh anggota Keluarga Subroto.Ekspresi semua orang sontak berubah pucat. Lyra semakin ketakutan dan menangis tersedu-sedu!"Afkar, kami juga nggak tahu kenapa Shafa jadi begini. Tadi dia baik-baik saja dan bermain dengan Lyra. Kemudian, dia tiba-tiba jadi seperti ini," jelas Bayu."Gimana mungkin? Putriku baik-baik saja. Kalau kalian nggak melakukan apa-apa, kenapa dia bisa jadi begini?""Jelaskan! Apa yang kalian lakukan padanya? Kalian meracuninya atau apa? Berikan aku penawar racunnya!" pekik Afkar dengan mata merah, seperti orang yang sudah kehilangan akal sehatnya.Saat ini, tubuh Shafa dikelilingi energi hitam. Afkar bahkan tidak tahu harus melakukan apa. Energi naga yang dimasukkan ke tubuh Shafa sama sekali tidak berefek. Dia benar-benar panik."Afkar, jangan sembarangan bicara! Kami benaran nggak mel
Bayu melirik istrinya dan menghela napas. Pada akhirnya, dia tidak mengatakan apa-apa lagi.....Afkar membawa Shafa pulang dengan tergesa-gesa. Di sepanjang perjalanan, dia terus-menerus menyalurkan energi naga ke tubuh Shafa. Namun, tidak ada efek sama sekali!"Shafa! Shafa ... jangan buat Papa takut .... Apa yang terjadi padamu? Siapa yang melakukan ini padamu?"Air mata Afkar mengalir. Ketika melihat putrinya seperti ini, dia merasa dunianya runtuh!Saat ini, Shafa sedang tidak sadarkan diri. Meskipun begitu, ekspresinya masih kesakitan. Bisa dibayangkan betapa beratnya penderitaan yang dialami Shafa.Sebagai seorang ayah, hati Afkar terasa sangat berat."Tuhan! Kenapa? Kenapa kau melakukan ini pada anakku? Sebelumnya dia baik-baik saja! Kenapa?"Jika dirinya bisa membantu Shafa menanggung semua ini, Afkar rela menerima rasa sakit itu berkali-kali lipat. Yang penting, Shafa bisa hidup sehat dan selamat.Setelah kembali ke rumah, Afkar tidak menghiraukan pertanyaan dari Manda. Dia m
Malam itu, Afkar tidak bisa tidur. Dia mempelajari ingatan dalam otaknya dengan saksama, termasuk beberapa teknik yang tidak biasa, bahkan yang berbahaya dan sesat. Harapannya hanya satu, yaitu menemukan cara untuk menyelesaikan masalah. Namun, semua itu sia-sia.Kemudian, Afkar pergi ke halaman untuk berlatih Mantra Roh Naga. Dia tahu, baik itu Mantra Roh Naga, Kitab Kaisar Naga, ataupun Jurus Mata Naga, dia baru menguasai Sebagian kecil. Tahap yang lebih tinggi hanya bisa dikuasai seiring dengan meningkatnya kekuatan diri!Mungkin pada saat itu, dia baru bisa menyembuhkan penyakit putrinya dan membuat Shafa tidak tersiksa lagi oleh penyakit.Pada pukul 11 malam, ponselnya bergetar. Afkar mengeluarkan ponsel dan melihat. Itu adalah video yang dikirim oleh Farel.Afkar sebenarnya sudah tahu, kemungkinan besar dia telah salah paham dengan Keluarga Subroto. Kondisi Shafa seharusnya tidak ada hubungannya dengan Keluarga Subroto.Mengingat hal ini, Afkar merasa sangat menyesal atas reaksi
Sahira menyipitkan matanya dan mengangguk. "Ini adalah sebuah kutukan! Sebuah kutukan yang telah diteruskan selama ribuan tahun!""Kutukan? Apa yang sebenarnya terjadi? Beri tahu aku apa saja yang kamu tahu!" Mendengar itu, Afkar langsung terkejut dan emosinya bercampur aduk."Ya sudah, aku jelasin! Kita berdua sama-sama bermarga Rajendra. Sebenarnya kita ini keturunan dari sebuah keluarga besar yang tersembunyi, Keluarga Rajendra Kuno. Demi mengendalikan kekuatan dalam keluarga dan mencegah adanya pengkhianatan, setiap beberapa generasi, Kepala Keluarga Rajendra akan memberikan obat rahasia kepada setiap anggota keluarga.""Baik yang termasuk garis keturunan utama maupun cabang, semua harus meminumnya! Obat rahasia ini pada dasarnya adalah sebuah kutukan. Kutukan ini nggak langsung memengaruhi anggota keluarga yang meminumnya, tetapi akan diwariskan secara acak kepada keturunan dekat dalam empat generasi. Sepertinya, putrimu mewarisi kutukan itu!"Mendengar penjelasan itu, Afkar terbe
"Liontin itu sama ayahku, aku bahkan nggak bisa menemukannya! Apa yang harus kulakukan? Ada cara lain nggak?" tanya Afkar dengan suara rendah.Jika ini memang kutukan dan jika liontin berbentuk naga itu efektif, semua sudah terlambat karena Afkar telah menyerapnya!Tebersit kilatan dingin pada tatapan Sahira setelah mendengar jawaban itu. Sebenarnya, dia sudah lama curiga bahwa Afkar tidak mengatakan yang sebenarnya. Makanya, dia ingin mencoba untuk mengecoh Afkar agar menyerahkan liontin itu kepada putrinya.Namun, Afkar malah memberi jawaban seperti itu. Sepertinya, liontin itu memang ada di tangan ayahnya?Sahira tampaknya sudah tidak tertarik untuk berbicara lebih lanjut dengan Afkar. Dia menggeleng sambil menyahut, "Nggak ada! Kecuali ....""Kecuali apa?" tanya Afkar dengan cemas.Sahira menatap Afkar. Tatapannya dipenuhi dengan ejekan dan sindiran. "Kecuali, kamu mencari Keluarga Rajendra dan minta Kepala Keluarga menghapus kutukan itu untuk putrimu! Tapi, ini bisa dibilang musta
Afkar menunjukkan ekspresi kecewa. "Baiklah, tolong bantu aku perhatikan soal itu.""Baik!" Mateo mengiakan.Setelah Mateo pergi, Afkar menerima telepon dari nomor tak dikenal. Dia ragu-ragu sesaat sebelum menjawab panggilan. "Siapa ini?"Di ujung telepon, terdengar suara serak dan lemah. "Aku nenek Felicia.""Oh? Bu Erlin?" Afkar termangu sejenak. Dia sudah tahu Erlin pasti akan menghubunginya. Sekarang pun terbukti."Benar! Afkar, apa kata-katamu masih berlaku?" tanya Erlin dengan suara serak."Yang mana?" Afkar pura-pura tidak tahu.Setelah hening sejenak, terdengar suara rendah di ujung telepon. "Aku mau hidup! Aku nggak mau mati!""Hehe, aku mengerti! Aku akan segera ke sana." Afkar tersenyum, lalu mengakhiri panggilan.Pagi hari itu saat Afkar bertemu dengan Erlin, dia melihat wanita tua itu sudah tampak sangat lemah. Sepertinya, dia bisa meninggal kapan saja.Afkar tahu ini karena usia Erlin yang sudah lanjut, ditambah dengan organ tubuh yang hampir tidak berfungsi lagi. Meskipu
Dengan demikian, Erlin membuat pengumuman. Pukul 8 malam ini, rapat akan diadakan. Seluruh anggota Keluarga Safira harus hadir! Bahkan, keluarga Harun yang diusir juga menerima undangan.Gauri awalnya tidak ingin ikut serta, tetapi Harun memberitahunya tentang ucapan Afkar hari itu. Makanya, Gauri langsung menyetujuinya."Kembali ke Keluarga Safira? Bahkan membuatmu jadi kepala keluarga? Afkar benaran bicara begitu?""Oke! Aku pasti pergi! Aku yakin menantuku nggak bakal membuatku kecewa!" seru Gauri dengan penuh semangat.Harun hanya bisa mengerlingkan matanya. Jelas-jelas Gauri sangat menentang kehadiran Afkar sejak awal, tetapi sekarang .... Apa ini bisa dibilang ibu mertua semakin menyukai menantunya?"Pergi saja. Kita harus menjenguk Ibu. Hais ...."Harun mengangguk, teringat pada kali terakhir melihat ibunya. Penampilan ibunya menjadi sangat lemas. Dia merasa sedih memikirkannya.Harun tidak pernah berpikir untuk menjadi kepala keluarga selanjutnya. Dia hanya ingin kembali ke kel
"Dilaporkan, sebuah pabrik kimia di pinggiran selatan kota kita telah meledak! Berdasarkan sisa-sisa bahan baku yang ditemukan di lokasi, pabrik kimia ini sebenarnya merupakan tempat produksi narkoba milik sebuah kelompok kriminal.""Ledakan ini menyebabkan banyak korban tewas dan luka-luka. Diduga ledakan dipicu oleh kelalaian saat proses produksi narkoba! Tapi ada juga yang menduga, ini adalah aksi balas dendam di antara kelompok-kelompok kejahatan ...."Berbagai laporan berita terdengar di mana-mana. Sementara itu, di sisi lain. Setelah bantu mengobati mertuanya, Afkar pun segera mengajaknya pulang.Sebenarnya, kondisi fisik Harun tidak mengalami cedera serius. Jadi setelah mendapat pengobatan dari Afkar menggunakan energi naga, keadaannya pun sudah jauh membaik.Namun dalam hati Afkar, masih ada sedikit rasa kecewa. Sebab, Guntur bersama Kobra dan yang lainnya sudah lebih dulu meninggalkan markas utama dan menuju Kota Nubes. Kalau saja mereka belum pergi ....Bagaimanapun, keselama
"Fadly sudah nyerah, mau gimana lagi?" Seorang pria berjanggut yang sedang memainkan pisau kecil di tangannya, berkata sambil tersenyum dingin."Sial, kita disuruh jaga di sini, bosan sekali! Memangnya dia bisa kabur?" Pria botak itu tertawa sinis.Orang lain juga mencebik. "Sebenarnya perlu nggak sih kita jaga begini? Ini 'kan markas, siapa yang berani datang selamatin dia?""Iya! Aku sampai berkarat di sini!""Nggak bisa, kita harus cari hiburan!" Pria berjanggut itu berkata sambil menatap Harun dengan niat buruk.Pria botak itu juga menyeringai, menunjukkan ekspresi mengejek dan penuh permainan. "Kalau begitu, kita lanjutkan? Yang penting dia nggak cacat. Lagian, siapa yang tahu kapan dia dipukuli, 'kan?"Mendengar itu, beberapa orang tertawa kecil. Harun yang terikat di sana menunjukkan ekspresi marah dan takut. Mungkin dia ingin memaki mereka, tetapi karena mulutnya disumpal kain, dia hanya bisa mengeluarkan suara yang tidak jelas.Namun, pada saat itu, suara dingin da
Guntur mencibir dengan penuh penghinaan."Ya! Ya! Terima kasih banyak, Pak Guntur. Kalau nanti Organisasi NC benar-benar masuk ke Kota Nubes, keluarga kami tentu sangat berharap bisa bekerja sama dengan kalian," ucap Erlin dengan ramah, mencoba menunjukkan sikap bersahabat.Guntur hanya tertawa dingin dan langsung menutup telepon, malas membuang waktu dengan si nenek tua.Di sisi lain!Melihat panggilan sudah berakhir, raut wajah Erlin berubah. Dia menarik napas panjang, lalu sorot matanya menjadi kelam.Tentu saja dia tahu Guntur memandang rendah dirinya. Hal ini membuat Erlin yang sudah berkuasa seumur hidup merasa terhina dan marah.Sejak kapan dia pernah diperlakukan seperti ini? Namun, yang terpenting adalah nyawanya selamat. Harga diri bisa dikesampingkan."Nek ... gimana? Fadly sudah nyerah belum?" tanya Viola yang berada di sampingnya. Renhad juga menatap dengan penuh harap, menantikan jawaban.Erlin tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja dia nyerah. Pak Guntur sendiri bilang, s
"Pak Fadly, ini aku, Guntur! Aku akan datang bersama anak buahku buat menyambutmu. Tapi, ayahmu nggak mungkin kubawa, takutnya kamu main curang lagi. Tenang saja, di markas besar sini banyak ahli. Mereka pasti bisa menjamin keselamatan Harun.""Nanti setelah pertemuan selesai dan kamu bekerja sama dengan baik, aku janji kamu bisa ketemu lagi sama ayahmu!" Nada suara Guntur terdengar penuh percaya diri dan mendominasi.Fadly menarik napas dalam-dalam dan menjawab, "Oke! Semoga kamu bisa pegang omonganmu.""Itu sudah pasti! Kalau kamu sudah jadi saudara kami, masa aku tega bohongin kamu? Hahaha ...." Guntur tertawa, pikirannya sudah memperhitungkan segalanya dengan cermat.Dengan datang sendiri ke pertemuan yang diselenggarakan oleh Fadly, dia bisa menunjukkan eksistensinya di depan kekuatan besar di Kota Nubes. Bahkan, dia bisa sekaligus menggertak kelompok Farel dan lainnya.Sementara itu, Harun tetap ditinggal di markas besar, jadi Guntur tidak perlu takut Fadly akan berbuat macam-mac
"Pak Fadly, gimana? Hehehe .... Masih belum mau menyerah? Organisasi NC paling menjunjung tinggi kepercayaan, kamu tenang saja.""Kalau kami sudah janji nggak bakal bunuh ayahmu sebelum malam ini, berarti dia tetap akan hidup sampai malam ini. Tapi ya ... kasih dia sedikit hiburan nggak apa-apa, 'kan?""Sebenarnya, kamu nunda-nunda buat apa sih? Hasilnya juga sama saja, 'kan? Kamu harus tunggu sampai akhir banget baru mau kompromi? Biar ayahmu makin menderita?" Suara Kobra di telepon terdengar sinis."Oke! Oke! Aku setuju! Aku setuju bawa semua anggotaku gabung ke Organisasi NC! Jangan sentuh ayahku lagi, paham?" Fadly akhirnya tidak tahan melihat Harun terus disiksa. Dia berteriak keras di telepon.Mendengar itu, Gauri yang ada di samping hanya bisa terus menghapus air matanya, tidak sanggup berkata-kata. Felicia pun tidak lagi menahan Fadly."Hehe, begitu dong dari tadi. Kapan kamu mau adakan pertemuan bawah tanah? Cepat kasih tahu!" Kobra terkekeh-kekeh, suaranya penuh kepuasan.Fa
Saat mobil berhenti untuk istirahat, Orion menghubungi Guntur."Guntur, selama aku nggak ada di tempat, apa ada masalah?" tanya Orion dengan suara berat.Saat ini, Guntur sedang berada di markas Organisasi NC Provinsi Jimbo, menunggu kabar dari Fadly apakah akan menyerah atau tidak. Siapa sangka, dia malah mendapat telepon dari Orion.Ekspresi Guntur sedikit berubah, tetapi dia tetap berkata, "Nggak ada apa-apa. Tenang saja, Pak!""Bagus kalau nggak ada apa-apa. Tapi, rencana ekspansi ke Kota Nubes yang sudah kita susun itu batal. Paham?" jelas Orion."Hah? Kenapa?" Nada suara Guntur berubah berat, penuh dengan rasa heran dan tidak puas."Karena di Kota Nubes ada orang yang nggak bisa kita usik! Pokoknya kamu cukup ikuti instruksi dariku!" jawab Orion dengan dingin. Dalam hati, dia sebenarnya merasa kesal karena Guntur mempertanyakan keputusannya.Guntur mendengus, menggertakkan giginya, dan berkata, "Ya, aku sudah paham. Omong-omong, kapan kamu kembali?"Orion berpikir sejenak. "Palin
Detik berikutnya, si kakek melambaikan tangan sambil berkata pelan, "Naik mobil dulu, kita bicara di dalam."Afkar mengangguk cepat, lalu segera membukakan pintu mobil untuk si kakek, mempersilakannya duduk di kursi penumpang depan.Setelah Afkar duduk di kursi pengemudi, dia tak bisa menahan diri untuk kembali memandang pria tua itu dengan lebih saksama.Penampilannya benar-benar berantakan. Rambut kusut, wajah kotor, dan tubuhnya mengeluarkan bau tak sedap, bahkan lebih parah dari gelandangan di jalanan.Namun, orang seperti inilah yang memukul mati seorang kultivator tingkat inti emas hanya dengan satu pukulan."Senior, kamu ini siapa? Kenapa kamu menolongku?" tanya Afkar dengan hati-hati, tak mampu lagi menahan rasa penasarannya yang membuncah.Kakek gila itu tampak cukup waras untuk sekarang. Tatapannya saat menatap Afkar mengandung semacam emosi rumit yang sulit dijelaskan.Detik berikutnya, bukannya menjawab, dia malah bertanya balik, "Ayahmu di mana?"Begitu pertanyaan itu kelu
Afkar awalnya sudah bersiap untuk bertarung habis-habisan melawan Safwan. Namun, orang itu malah terpental begitu saja?Tampak sesosok pria tua berjubah compang-camping dan lusuh. Pria tua itu berdiri tepat di jalur di mana Safwan melesat tadi.Meskipun penampilannya acak-acakan, aura yang terpancar dari tubuhnya justru dalam hingga tak terprediksi, seperti jurang tanpa dasar.Afkar hanya bisa melongo, menatapnya dengan penuh kebingungan. 'Buset, bukannya ini kakek gila yang nabrak aku sampai jatuh ke kawah di Lembah Obat?'Sekarang, pria tua itu sama sekali tidak tampak gila. Justru ada aura agung dan tak terjangkau yang mengelilinginya, seperti dewa yang membuat orang ingin menunduk hormat.Safwan diserang olehnya hanya dengan satu telapak tangan, lalu tubuhnya terpental keras ke tanah. Badannya sempat mengejang beberapa kali, lalu langsung tewas di tempat!Darah dan cairan tubuh lainnya menyebar membentuk genangan yang menjijikkan. Pemandangan yang sungguh mengenaskan. Orang yang ti
"Rasanya pasti sangat memuaskan membunuh seorang genius, 'kan? Bocah, kenapa kamu nggak menyembunyikan kekuatanmu sampai akhir? Sepertinya, mentalmu masih belum cukup matang!""Ingat baik-baik untuk kehidupan selanjutnya, sebelum kamu benar-benar tumbuh kuat, belajarlah untuk menunduk dan menyembunyikan taringmu!"Giiik! Giiik .... Di saat itu, beberapa mobil tiba-tiba berhenti tidak jauh dari sana. Suara rem mereka memecah keheningan.Jelas, mereka juga menyadari ada sesuatu yang terjadi di jalan ini dan memutuskan untuk menepi dan mengamati.Dari salah satu mobil, terlihat sosok Raditya, Santo Sekte Bulan Hitam, bersama dengan Kelam dan Orion."Santo, bukankah itu Afkar?" Kelam menyipitkan mata sambil bertanya dengan ekspresi terkejut.Raditya mengangguk pelan. "Yang berjubah biru itu sepertinya adalah perwakilan dari Keluarga Pakusa dari dunia misterius. Dilihat dari situasinya, sepertinya dia sedang mengincar Afkar.""Terus, kita harus gimana?" tanya Kelam.Orion yang duduk di kurs