Ketika melihat Codet bersujud dan memohon belas kasihan pada Afkar, Agus mulai meragukan realita.Codet adalah sosok berkuasa yang dikagumi Agus di hatinya. Sementara itu, Afkar adalah pria yang barusan diremehkannya. Pria yang sudah memiliki anak.Namun, kini sosok yang dikaguminya sedang berlutut dan memohon belas kasihan dari Afkar. Jika Agus tidak pernah melihat Codet dari kejauhan sebelumnya, dia mungkin akan curiga bahwa orang yang berlutut itu hanyalah penyamar yang disewa Afkar untuk menipu mereka.Melihat Codet ketakutan hingga kencing di celana di hadapan Afkar, Agus tiba-tiba merasa darah di tubuhnya bergelora penuh semangat. Dia bertanya, "Kak, dari mana kamu temukan pria sehebat ini?"Wulan, Martin, dan Sumi belum pulih dari rasa terkejut mereka. Pantas saja Afkar begitu berani berkata bahwa Codet hanyalah pecundang. Ternyata memang seperti itulah faktanya.Ucup dan beberapa anak buah Codet lainnya tertegun heran. Mereka seolah-olah baru melihat sesuatu yang tidak bisa dip
"Pak Afkar, Ucup yang meracuni pikiranku! Tolong ampuni aku kali ini! Ampuni aku untuk terakhir kalinya. Aku janji akan mengubah jalan hidupku dan nggak menindas siapa pun lagi. Ampun ... mohon ampuni aku," pinta Codet dengan ngeri.Afkar menatapnya tanpa ekspresi, lalu mendengus dan menendang area sensitif Codet.Codet mengaduh kesakitan dan memegangi area itu dengan tubuh meringkuk. Wajahnya berkerut-kerut dan biji matanya hampir keluar. Dia terlihat sangat kesakitan dan menyedihkan."Aku nggak percaya janji kosongmu. Kali ini aku hanya melumpuhkanmu, tapi kalau aku melihatmu berbuat keji lagi, kamu nggak akan selamat!" ancam Afkar dengan dingin.Codet memasang senyuman yang sangat dipaksakan dan berkata, "Ba ... baik! Terima kasih ... sudah mengampuni nyawaku, Pak Afkar.""Bawa orang-orangmu dan pria bernama Ucup itu pergi," ujar Afkar sambil melambaikan tangannya dengan raut sinis. Shafa masih berada di sampingnya. Bagaimanapun, dia tidak mungkin menghabisi orang di depan Shafa."B
Afkar tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Dia menjawab, "Nggak, kok! Aku bisa mengerti. Aku nggak akan meremehkanmu."Setelah mengalami berbagai macam kejadian di hidupnya, Afkar tidak lagi menyimpan hal-hal kecil seperti ini di dalam hatinya. Dia bisa memaklumi reaksi keluarga Wulan."Aku akan kembalikan 1,6 miliar itu padamu," ucap Wulan.Afkar mengatakan bahwa penyakit jantung ibunya sudah sembuh. Sekarang Wulan benar-benar memercayainya."Nggak perlu buru-buru, kamu simpan saja dulu. Kamu mungkin nggak leluasa karena tinggal bersama keluargamu. Kamu bisa memakai uang ini untuk menyewa apartemen," ujar Afkar.Afkar tidak keberatan membalas kebaikan teman sekolah yang sudah baik padanya semasa sekolah. Jika ada kesempatan, dia pasti akan membantu sebisanya.Wulan menggigit bibirnya dan sengaja bertanya dengan nada menggoda, "Kenapa? Kamu mau jadi gadunku?""Eh ... bukan begitu! Aku nggak bermaksud begitu! Anggap saja uang itu aku pinjamkan padamu, kamu bisa membayarnya pelan-pelan
Erlin menatap putra keduanya dengan sorot suram. Namun, dia tidak memberi tahu Renhad bahwa Afkar tidak datang dalam beberapa hari ini."Renhad, sepertinya Ibu nggak kuat lagi. Mungkin Ibu akan mati dalam beberapa hari ini ...," kata Erlin dengan lemah."Nggak, Bu! Ibu pasti akan berumur panjang!" bantah Renhad dengan cepat.Renhad memasang ekspresi sedih dan melanjutkan, "Ibu harus kuat. Kalau Ibu pergi, gimana nasib Keluarga Safira? Siapa yang akan menjadi pemimpin Keluarga Safira?"Sambil berkata demikian, Renhad diam-diam menatap Erlin. Dia mengeluh dalam hati. Di saat seperti ini, mengapa ibunya masih tidak segera memilih kepala keluarga selanjutnya?....Keesokan paginya, Mateo menemui Afkar di Vila Emperor untuk mengambil stok Pil Rejuvenasi yang baru.Afkar sedang menemani Shafa makan di ruang tamu. Dia bertanya dengan santai, "Mateo, apa semua Pil Rejuvenasi sudah terjual?"Mateo mengangguk dan menjawab, "Ya, sudah ludes! Haha! Semuanya laris manis!""Oh? Biarpun dihargai 2 mi
Sore itu, Afkar pergi ke kantor Felicia dan memijat kepala presdir cantik itu.Belakangan ini Felicia sangat sibuk. Namun, setiap kali Afkar memijatnya, dia selalu merasakan tubuhnya menjadi segar kembali. Dia juga merasa kondisi fisiknya terus membaik.Afkar melirik arlojinya. Sekarang hampir tiba waktunya untuk menjemput Shafa. Namun, tiba-tiba dia menerima telepon dari Bayu."Afkar, apa kamu mau makan bersama di rumahku malam ini?" tanya Bayu dengan ramah."Tentu saja. Karena kamu yang mengundang, aku nggak mungkin menolak," sahut Afkar. Dia sedikit terkejut, tetapi segera menyetujuinya.Saat Fadly mendapat masalah tempo hari, sikap awal Farel memang terkesan oportunistis. Namun, Afkar tidak memasukkannya ke dalam hati. Dia juga tidak menyimpan dendam terhadap Bayu.Lagi pula, Keluarga Subroto sudah beberapa kali membantunya, terutama pada pertemuan bisnis itu. Tanpa bantuan Farel dan Aruna, Felicia pasti sudah tidak berkutik difitnah oleh Hendrik.Afkar bukan orang yang picik. Dia
Begitu mendengarnya, Shafa langsung menoleh dan menyahut dengan kesal, "Ayahku bukan buaya! Jangan sembarangan! Eh, di mana ayahku?"Shafa mengejapkan matanya. Di sisi lain, Lyra sudah tiba di belakang Shafa. Ketika Lyra tersenyum nakal dan hendak meraih Shafa, tiba-tiba terjadi perubahan situasi.Buk! Shafa yang baik-baik saja tadi sontak terjatuh. Tubuhnya mengejang, ekspresinya kesakitan. Bahkan mulut, hidung, dan telinganya berdarah. Pemandangan ini sungguh mengerikan.Lyra membelalak terkejut. Wajahnya sampai memucat saking takutnya. Dia menangis sambil memanggil, "Shafa, kamu kenapa? Huhuhu .... Kakek, Nenek, Shafa berdarah! Paman, Bibi, cepat kemari! Shafa kenapa? Huhu ...."Saking kagetnya, suara Lyra sampai terdengar aneh. Begitu mendengar suara itu, Bayu dan lainnya bergegas menghampiri. Semua orang terkesiap melihat keadaan Shafa."Nak, kamu kenapa?" Tara segera menghampiri. Dia hendak menggendong Shafa untuk memeriksa kondisinya."Jangan disentuh! Kamu nggak ngerti apa-apa.
Niat membunuh yang menakutkan menyebar dari sosok Afkar. Melihat kondisi Shafa tiba-tiba memburuk di rumah Keluarga Subroto, dia pun mencurigai mereka dan menatap tajam kepada seluruh anggota Keluarga Subroto.Ekspresi semua orang sontak berubah pucat. Lyra semakin ketakutan dan menangis tersedu-sedu!"Afkar, kami juga nggak tahu kenapa Shafa jadi begini. Tadi dia baik-baik saja dan bermain dengan Lyra. Kemudian, dia tiba-tiba jadi seperti ini," jelas Bayu."Gimana mungkin? Putriku baik-baik saja. Kalau kalian nggak melakukan apa-apa, kenapa dia bisa jadi begini?""Jelaskan! Apa yang kalian lakukan padanya? Kalian meracuninya atau apa? Berikan aku penawar racunnya!" pekik Afkar dengan mata merah, seperti orang yang sudah kehilangan akal sehatnya.Saat ini, tubuh Shafa dikelilingi energi hitam. Afkar bahkan tidak tahu harus melakukan apa. Energi naga yang dimasukkan ke tubuh Shafa sama sekali tidak berefek. Dia benar-benar panik."Afkar, jangan sembarangan bicara! Kami benaran nggak mel
Bayu melirik istrinya dan menghela napas. Pada akhirnya, dia tidak mengatakan apa-apa lagi.....Afkar membawa Shafa pulang dengan tergesa-gesa. Di sepanjang perjalanan, dia terus-menerus menyalurkan energi naga ke tubuh Shafa. Namun, tidak ada efek sama sekali!"Shafa! Shafa ... jangan buat Papa takut .... Apa yang terjadi padamu? Siapa yang melakukan ini padamu?"Air mata Afkar mengalir. Ketika melihat putrinya seperti ini, dia merasa dunianya runtuh!Saat ini, Shafa sedang tidak sadarkan diri. Meskipun begitu, ekspresinya masih kesakitan. Bisa dibayangkan betapa beratnya penderitaan yang dialami Shafa.Sebagai seorang ayah, hati Afkar terasa sangat berat."Tuhan! Kenapa? Kenapa kau melakukan ini pada anakku? Sebelumnya dia baik-baik saja! Kenapa?"Jika dirinya bisa membantu Shafa menanggung semua ini, Afkar rela menerima rasa sakit itu berkali-kali lipat. Yang penting, Shafa bisa hidup sehat dan selamat.Setelah kembali ke rumah, Afkar tidak menghiraukan pertanyaan dari Manda. Dia m
Apalagi, Keluarga Permono pernah bekerja sama dengan Keluarga Samoa. Mereka sangat memahami betapa kuatnya fondasi Keluarga Samoa.Jika tidak, Victor tidak akan merendahkan dirinya seperti ini di hadapan seorang pengurus Keluarga Samoa."Gulzar pasti baik-baik saja. Ya, pasti," ucap Victor berulang kali."Ya, ya, Gulzar pasti akan selamat!" Yola juga berdoa untuk keselamatan Gulzar.Namun, Gael hanya membalas, "Semoga begitu!"Saat ini, beberapa orang berjalan mendekat dengan santai. Begitu melihat mereka, Yola, Victor, Gael, serta para pengawal Keluarga Permono langsung menunjukkan ekspresi tidak ramah."Afkar, Felicia? Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Yola dengan dingin.Gael menatap Afkar sambil bertanya, "Bocah, aku sedang sibuk dan nggak punya waktu untukmu. Kamu malah sengaja muncul di hadapanku ya?"Afkar tersenyum dingin. "Barusan aku dengar kalian berdoa agar pemuda di dalam sana selamat, 'kan? Heh, sayang sekali .... Aku harus memberitahumu, rumah sakit ini nggak akan
Afkar sebelumnya sempat melirik kondisi pemuda itu dan yakin bahwa rumah sakit tidak akan mampu menyelamatkannya.Dilihat dari sikap Yola dan ayahnya, Afkar merasa ini adalah kesempatan untuk memanfaatkan keadaan. 'Kalian ingin pemuda itu tetap hidup? Oke, mari kita lihat sejauh apa mereka akan bersandiwara!'Selanjutnya, Afkar melanjutkan proses penyembuhan Mateo. Dia terus menyalurkan energi naga ke tubuh Mateo, sekaligus menggunakan teknik akupunktur "Sembilan Vitalitas" dari Kitab Kaisar Naga.Mateo yang awalnya berada di ambang kematian menurut ilmu medis modern, perlahan-lahan menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang luar biasa.Entah berapa lama kemudian, Mateo akhirnya bangun dan turun dari ranjang. Meskipun wajahnya masih agak pucat, dia sudah mampu untuk berdiri dan berjalan."Sekarang kamu cuma perlu istirahat beberapa hari dan semuanya akan pulih sepenuhnya," ucap Afkar sambil tersenyum.Mata Mateo berkaca-kaca. Dia memandang Afkar dengan penuh rasa syukur. Sesaat kemudian, d
Melihat situasi itu, Felicia segera menarik Shafa ke samping. Tatapannya penuh kemarahan saat menatap pihak lawan. Dia tidak menyangka mereka begitu arogan, langsung menyerang tanpa peringatan.Afkar hanya mendengus dingin. Satu tangannya tetap fokus menyalurkan energi naga ke tubuh Mateo, sementara tangan lainnya diangkat untuk menangkis serangan.Bam! Suara benturan keras terdengar disertai dengan getaran udara. Lengan bawah Afkar sontak bertabrakan dengan tulang kering pria berbaju putih.Tap! Tap! Tap! Pria berbaju putih itu mundur tiga langkah sebelum akhirnya bisa berdiri dengan stabil. Sebaliknya, Afkar tetap duduk tegak seperti gunung yang tak tergoyahkan."Kalau mau bersikap sombong, setidaknya becermin dulu! Sudah kubilang, temanku masih butuh perawatan di sini. Pergi sana!" Suara Afkar dingin tetapi berwibawa, menunjukkan posisinya.Wajah pria berbaju putih berubah serius. Dia menatap Afkar dengan mata berkilat ragu. "Bocah, kamu tahu siapa yang sedang kamu lawan?""Tuan mud
Tampak direktur unit gawat darurat masuk dengan tergesa-gesa, ekspresinya penuh dengan ketidaksabaran dan kecemasan!Di belakangnya, beberapa tenaga medis mendorong ranjang rumah sakit darurat. Di atas ranjang itu, terbaring seseorang yang tubuhnya berlumuran darah dan terlihat dalam kondisi sangat kritis.Di samping dan belakangnya, ada banyak orang yang mengikuti. Masing-masing menunjukkan wajah penuh kekhawatiran."Cepat! Selamatkan tuan muda kami!" Seorang pria paruh baya yang berpakaian rapi terus berteriak dengan keras."Kenapa di ruang gawat darurat ini masih ada orang lain? Cepat usir mereka keluar!" Terdengar suara seorang wanita yang tajam, kasar, dan arogan."Siapa mereka? Suruh mereka pergi sekarang juga! Kalau sampai pengobatan tertunda, rumah sakit ini akan menerima akibatnya!" Pria paruh baya lainnya yang mengenakan setelan formal, juga berbicara dengan arogan.Mendengar keributan itu, Afkar yang sedang merawat Mateo pun perlahan-lahan menoleh dengan tatapan dingin. Mata
"Ya sudah, jangan nangis lagi. Papa akan masuk dan melihatnya. Papa nggak akan membiarkan Paman Mateo meninggal."Afkar menghapus air mata Shafa, lalu segera memasuki ruang gawat darurat. Felicia mengikuti di belakangnya.Saat itu, dokter yang baru saja keluar dari ruangan hanya bisa menggeleng mendengar perkataan Afkar. Mereka mengira Afkar hanya berusaha menenangkan anaknya."Kalau pasien masih bisa selamat dalam kondisi ini, berarti dia seorang dewa! Kami saja nggak bisa menyelamatkannya, apa yang bisa dia lakukan?" Kepala dokter itu mencibir, merasa tidak senang dengan pernyataan Afkar.....Di dalam ruang gawat darurat, Mateo terbaring di sana. Darah masih mengalir perlahan dari mulut dan hidungnya.Beberapa alat medis dan tabung telah dilepas, hanya selembar kain putih yang menutupi tubuhnya. Jelas, pihak rumah sakit telah menyerah untuk menyelamatkannya dan langkah berikutnya adalah mengurus jenazahnya.Namun, seolah-olah merasakan sesuatu atau mungkin itu adalah momen terakhirn
Beberapa SUV melaju di jalan menuju ibu kota provinsi dari Kota Nubes. Di salah satu mobil, Noah memegang wajahnya dengan ekspresi dipenuhi keengganan dan kebencian. Matanya tampak tajam dan menyeramkan."Dasar pria tua bangka! Kamu tega memukulku demi orang luar!" Noah menggeram dengan penuh kebencian.Kemudian, dia menatap tajam ke arah David yang duduk di sebelahnya sambil berkata dengan galak, "Kamu keluar dari mobil!"David terkejut dan bertanya dengan takut, "Pak ... ada apa?""Aku ingin kamu tetap tinggal di Kota Nubes. Manfaatkan mantan istri Afkar untuk memisahkan dia dari Felicia!" Tatapan Noah berkilat tajam.Mendengar ini, ekspresi David tampak cemas dan takut. "Tapi ... Afkar akan membunuhku kalau aku melakukan itu.""Diam! Aku nggak menyuruhmu bertarung dengannya! Kalau kamu menolak, akan kubunuh kamu sekarang juga! Jangan pikir Afkar akan mengampunimu meskipun kamu nggak membantuku!" maki Noah sambil mencengkeram rambut David.Dengan tubuh gemetaran, David akhirnya menga
Dengan wajah penuh rasa malu dan bersalah, Heru memohon dengan tulus, "Aku sudah menyuruhnya pergi. Aku tahu kalau kalian bertemu, kamu pasti akan membunuhnya! Tapi, dia cucuku!""Pak, aku sudah menghukumnya dengan keras dan Keluarga Sanjaya akan memberi kompensasi besar sebagai permintaan maaf. Karena Bu Felicia dan putrimu nggak terluka, apa kamu bisa mengampuni Noah demi aku? Aku rela kehilangan martabatku!"Karen menggigit bibirnya dan berkata kepada Afkar dengan suara lembut, "Afkar, kujamin Kak Noah nggak akan melakukannya lagi! Demi hubungan kita, apa kamu bisa mengampuni nyawanya? Kakek sebenarnya berniat ...."Karen memberi tahu rencana Heru kepada Afkar, "Kak Noah sebenarnya impoten, makanya mentalnya agak bermasalah. Dia sebenarnya agak kasihan! Dia pasti khilaf. Apa kamu ... bisa mengampuninya?"Mendengar ini, senyuman dingin muncul di wajah Afkar. Dengan gigi terkatup, dia berkata, "Dia kasihan? Lalu, gimana dengan korbannya? Bukankah mereka lebih kasihan? Penyakit bukan a
Saat melihat Noah diusir oleh kakeknya sendiri, Felicia awalnya terkejut. Namun, dia segera merasa bangga! Dia merasa bangga karena suaminya! Meskipun Afkar tidak datang, dia tetap melindungi Felicia dari kejauhan!Felicia tidak menyangka bahwa kakek dan adik Noah datang karena Afkar. Mereka memarahi Noah habis-habisan dan langsung menyuruhnya pergi sejauh mungkin.Di sisi lain, Afkar membawa Shafa mengendarai mobil menuju lokasi. Setelah menggeledah seluruh tempat, dia tidak menemukan jejak Noah. Wajahnya langsung berubah menjadi suram.Afkar tahu bahwa dirinya terlambat, Noah sudah memindahkan semua. Saat membayangkan Felicia berada di tangan orang sekejam Noah, Afkar merasa sangat khawatir.Jika Felicia terluka, Afkar tidak akan pernah memaafkan diri sendiri, bahkan Noah harus dihancurkan hingga berkeping-keping! Seluruh Keluarga Sanjaya harus binasa!Namun, tiba-tiba tiga sosok muncul di depannya. Heru dan Karen ternyata datang bersama Felicia!"Afkar ...." Felicia melihat Afkar ya
Hanya saja, wajah Heru yang telah pulih sepenuhnya ini membuat Noah tercengang!Sebelumnya di telepon, Heru pernah memberi tahu Noah bahwa dokter sakti telah menyembuhkan wajahnya yang hancur. Namun, Noah sama sekali tidak menyangka hasilnya bisa sedahsyat ini!Saat itu juga, Noah semakin tidak sabar untuk bertemu dengan dokter sakti itu!"Kakek, para anak buah mungkin nggak mengenalimu dan Karen. Kenapa kamu nggak mengabariku saja? Aku bisa turun untuk menyambut kalian! Untuk apa berkelahi dengan mereka?"Noah mengira anak buahnya telah menghalangi kakeknya dan Karen masuk, sehingga keduanya terpaksa menerobos.Noah tersenyum, lalu melirik ke belakang Heru. "Kakek, di mana dokter sakti yang kamu sebutkan itu?"Plak! Begitu Noah selesai bicara, Heru langsung melayangkan sebuah tamparan keras ke wajahnya!Tubuh Noah sampai berputar satu kali akibat tamparan itu. Separuh wajahnya sontak bengkak. Dia pun menatap kakeknya dengan kaget dan bingung."Kakek, kenapa kamu menamparku?"Wajah Her