Daripada Afkar berjuang sampai mati untuk dirinya, Fadly lebih memilih menyerah!Saat ini, Afkar mendekati para ahli Keluarga Safira. Fadly hanya bisa menyaksikan dengan tidak berdaya.Sosok yang tegap itu kini malah terlihat kecil dan lemah. Fadly merasa terharu, tetapi dia tidak ingin Afkar mempertaruhkan nyawa untuknya.Namun, tiba-tiba terdengar suara Afkar yang lantang dan tegas. "Fadly! Ingat baik-baik! Manusia harus berjuang di kehidupannya! Kalau kehilangan keberanian sekali, kamu akan menjadi lemah untuk selamanya!"Dengan tatapan mendominasi, Afkar mengamati sekeliling. Kemudian, dia meneruskan dengan nada meremehkan, "Lagian, sekelompok orang ini cuma manusia lemah! Mereka nggak bakal bisa apa-apa!"Ucapan Afkar ini sontak membuat hati Fadly bergetar. Dia merasa darahnya bergejolak hebat.Sejak kecil, Fadly dimanjakan dan hidup dalam kemewahan. Meskipun menjadi pemimpin mafia selama bertahun-tahun, dia tidak pernah bertarung mati-matian. Dengan kata lain, Fadly belum pernah
Afkar hanya mendengus saat berhadapan dengan Melvin dan 24 ahli Keluarga Safira yang maju untuk menyerangnya. Tatapannya tajam dan dipenuhi semangat tempur yang luar biasa.Afkar mengangkat kaki kanannya yang membawa kekuatan besar, lalu sontak menginjak dengan keras. Duar .... terdengar gemuruh yang menggelegar!Pada saat yang sama, Melvin dan para ahli Keluarga Safira yang sedang maju tiba-tiba terbang ke udara dan terhempas satu per satu.Bup! Bup! Bup! Sekelompok orang itu memuntahkan darah, termasuk Melvin dan 4 ahli bela diri tingkat gulita!Seketika, terlihat kabut darah yang menyelimuti sekeliling. Begitu melihat ke tanah, terhampar retakan besar yang mengerikan seperti jaring laba-laba! Sungguh kekuatan yang mengerikan!Glek! Glek .... Semua orang hanya bisa terdiam melihat pemandangan ini. Orang-orang menarik napas dalam-dalam dan menelan ludah saking kagetnya.Buk! Buk! Buk! Para ahli Keluarga Safira terhempas dengan kuat di lantai. Suara tubuh yang jatuh ke lantai tanpa hen
"Kak ... Kak Afkar, aku ... aku adik iparmu! Kamu nggak boleh membunuh kami!" seru Viola sambil mundur ketakutan. Di saat seperti ini, dia malah memanggil Afkar dengan sebutan kakak.Afkar menatap mereka dengan tatapan tenang. Saat berikutnya, tatapannya dipenuhi ejekan. "Kalian seharusnya bersyukur karena kalian kerabat Felicia. Kalian juga harus bersyukur karena Fadly masih baik-baik saja. Kalau nggak, kalian pasti sudah mati sekarang! Pergi sana!"Setelah mendengar bentakan Afkar, Renhad sekeluarga pun bergidik ketakutan. Mereka merasa sangat lega karena selamat dari kematian. Kemudian, mereka bergegas melarikan diri. Bahkan, mereka tidak sempat menghiraukan para ahli Keluarga Safira yang terluka parah. Bawahan mereka yang berjumlah 400 hingga 500 orang itu pun hanya bisa bertatapan dengan ketakutan."Pergi sana! Bawa saudara-saudara kalian yang bodoh itu pergi juga!" perintah Afkar sambil melambaikan tangan kepada para bawahan Renhad. Mereka pun merasa lega. Beberapa yang berbaik h
Di vila Keluarga Subroto.Farel dan Barra kembali. Wajah mereka masih dipenuhi keterkejutan sekaligus kelegaan. Untung saja, mereka tidak benar-benar menyinggung Afkar!Bayu, Tara, Heru, dan Karen sedang duduk di ruang tamu. Mereka menikmati teh sambil menunggu kabar. Semua orang penasaran dengan hasil malam ini."Karen, kamu menang," ujar Farel sambil tersenyum getir. Suaranya terdengar agak lesu."Menang?" Karen mengangkat alisnya, lalu tersenyum. "Sudah kuduga! Aku sudah bilang, 'kan?"Karen bertanya dengan penasaran dan antusias, "Afkar benaran mengalahkan semua ahli Keluarga Safira sendirian? Pertempurannya pasti sangat sengit dan mengagumkan, 'kan?"Bayu dan Tara juga menatap Farel dengan tatapan penasaran. Apa benar Afkar berhasil melakukannya sendirian? Mereka juga ingin mengetahui kejadian spesifiknya.Namun, Farel hanya tersenyum getir dan menggeleng. "Memang mengagumkan, tapi nggak terlalu sengit."Farel menjulurkan satu jarinya. "Satu tendangan! Cuma dengan satu tendangan,
Musaf si berengsek ini tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya sebelumnya!"Barra, bawa dia pergi! Jangan sampai aku melihatnya lagi!" pekik Farel sambil menunjuk Musaf dengan penuh amarah.....Keesokan pagi.Mungkin sebagai hadiah atas kontribusi Afkar semalam, Felicia akhirnya melepaskan Afkar hari ini. Dia tidak menyiksa Afkar di perusahaan.Setelah mengantar Felicia ke perusahaan, Afkar pergi ke daerah pegunungan di pinggiran kota dan mendaki ke puncak gunung, tempat dia membuat terobosan malam itu.Energi spiritual di kota dan di pegunungan berbeda. Meskipun sama-sama tipis, perbedaan tetap ada.Setelah menembus tingkat pembangunan fondasi, Afkar yang tidak mengalami hambatan pun melanjutkan latihan dengan penuh semangat.Peristiwa semalam membuat Afkar semakin sadar betapa pentingnya kekuatan. Meskipun sekarang adalah masyarakat peradaban, hukum alam yang berlaku tidak pernah berubah, yaitu yang kuat yang bertahan dan yang lemah yang punah.Sayangnya, di dunia modern ini, en
Wajah Namish seketika menunjukkan kepanikan, lalu tersenyum dan berdalih, "Sebentar lagi musim gugur, dua kolam itu menarik nyamuk, bukan? Jadi, aku suruh orang untuk menutupnya.""Oh, begitu ya ...." Mateo mengangguk, menatap Namish dalam-dalam, lalu tidak berkata apa-apa lagi.Detik berikutnya, dia mengeluarkan sebuah desain dan meletakkannya di depan Namish. "Pak Namish, halamanmu ini luas sekali, harus diatur dengan baik! Ini adalah desain baru yang kubuat untukmu. Coba lihat, apakah tata letaknya memuaskan? Maksudku, di kedua sisi pintu masuk utama manor ini, pasanglah dua patung hewan pembawa rezeki, lalu ...."Mateo mulai menjelaskan idenya kepada Namish.Namun, pikiran Namish benar-benar kacau. Dia sama sekali tidak mengerti tentang hal ini. Yang ada di pikirannya hanyalah kekhawatiran dan kecurigaan. Dia merasa Mateo pasti ingin memasang fengsui buruk untuk mencelakai keluarganya."Pak Namish, gimana menurutmu?""Pak Namish? Lagi mikir apa?" tanya Mateo setelah selesai menje
Afkar mengusap kepala Shafa dan menenangkannya dengan lembut."Bu Laura, orang tua Shafa sudah datang," kata Nia sambil melirik Afkar dan memberi tahu ibu muda berambut ikal itu.Kepala sekolah paruh baya menatap Afkar dengan ekspresi datar, lalu segera menggantinya dengan senyum lebar dan berkata kepada wanita itu, "Bu Laura, pihak kami memang ada kekurangan dalam pengawasan. Saya meminta maaf atas hal itu. Namun, tanggung jawab lebih besar ada di pihak sana. Bukankah begitu?"Laura, wanita muda berambut ikal itu, melangkah mendekat, lalu menunjuk Afkar dan bertanya dengan nada ketus, "Gimana sih kamu mendidik anakm? Masih kecil sudah belajar mukul orang! Mau jadi apa dia nanti? Lihat, anakku sampai babak belur begini!"Sambil berbicara, dia menarik anak lelakinya, Conan, ke depan untuk menunjukkan kondisinya kepada Afkar. Anak lelaki bernama Conan itu memang terlihat lebam di hidung dan wajahnya."Papa, dia yang narik rokku duluan," kata Shafa dengan wajah sedih sambil melambaikan ta
Laura menatap Afkar dengan penuh amarah dan berkata dengan tajam, "Dengar nggak? Minta maaf sekarang, atau tampar dirimu sendiri beberapa kali! Atau mau aku sendiri yang turun tangan?"Sambil berbicara, Laura menunjuk hidung Afkar dengan sikap mengancam, seolah siap untuk menampar kapan saja."Papa! Shafa bikin masalah, ya? Kalau begitu, Shafa minta maaf saja ke Conan ...." Shafa yang memeluk kaki Afkar dengan panik, berkata dengan suara pelan. Meskipun merasa tertekan, dia lebih tidak ingin ayahnya dipermalukan di depan umum.Mendengar ucapannya, Laura tertawa sinis. "Dengar nggak? Anak kecil saja lebih tahu diri daripada kamu!"Conan semakin sombong. Dia menunjuk-nunjuk ke arah Shafa sambil berkata, "Hah! Berani lawan aku? Papa dan mamaku lebih hebat daripada papamu!"Kepala sekolah dan Nia memandang Afkar dan Shafa dengan wajah puas. Bagi mereka, ini semua terjadi karena Shafa yang membuat mereka harus meminta maaf setengah mati kepada Laura.Afkar menggenggam tangan kecil Shafa, la
"Rasanya pasti sangat memuaskan membunuh seorang genius, 'kan? Bocah, kenapa kamu nggak menyembunyikan kekuatanmu sampai akhir? Sepertinya, mentalmu masih belum cukup matang!""Ingat baik-baik untuk kehidupan selanjutnya, sebelum kamu benar-benar tumbuh kuat, belajarlah untuk menunduk dan menyembunyikan taringmu!"Giiik! Giiik .... Di saat itu, beberapa mobil tiba-tiba berhenti tidak jauh dari sana. Suara rem mereka memecah keheningan.Jelas, mereka juga menyadari ada sesuatu yang terjadi di jalan ini dan memutuskan untuk menepi dan mengamati.Dari salah satu mobil, terlihat sosok Raditya, Santo Sekte Bulan Hitam, bersama dengan Kelam dan Orion."Santo, bukankah itu Afkar?" Kelam menyipitkan mata sambil bertanya dengan ekspresi terkejut.Raditya mengangguk pelan. "Yang berjubah biru itu sepertinya adalah perwakilan dari Keluarga Pakusa dari dunia misterius. Dilihat dari situasinya, sepertinya dia sedang mengincar Afkar.""Terus, kita harus gimana?" tanya Kelam.Orion yang duduk di kurs
Afkar melajukan mobil off-road dengan kecepatan paling tinggi, melintasi jalanan di antara kaki pegunungan.Felicia sudah mengatakan, kalau Afkar tidak sempat kembali, paling-paling Fadly akan menyerahkan kekuasaannya. Namun, Afkar tetap memilih untuk mengambil risiko dengan meninggalkan Desa Langga.Dia tahu ini keputusan berisiko. Namun, yang lebih menakutkan adalah kemungkinan kecil yang bisa berakibat fatal.Afkar tidak bisa memastikan, jika benar Fadly mengadakan pertemuan dunia mafia dan secara resmi bergabung dengan Organisasi NC, apakah pihak lawan akan menepati janji atau justru berbalik menghancurkan setelah mendapatkan apa yang mereka mau.Jadi, jika memang harus ada yang mengambil risiko, Afkar lebih rela itu dirinya sendiri, bukan orang-orang yang dia sayangi.Mungkin memang begitu watak Afkar sejak dulu, seseorang yang lebih dikendalikan oleh perasaan daripada logika. Sejak dia rela menjual ginjal demi menyelamatkan putrinya, bahkan menabrakkan diri demi uang kompensasi,
Setelah mendengar ucapan itu, Afkar tidak bisa membantah dan hanya bisa mengangguk pelan sambil berkata, "Baiklah."Saat itu juga, tiba-tiba dia teringat sesuatu dan matanya langsung berbinar. "Kalau begitu, kita nggak perlu terburu-buru. Aku mau telepon orang dulu."Menghadapi kemungkinan penyergapan yang akan datang, Afkar tiba-tiba teringat akan seorang penolong, Murad.Putra Keluarga Hasyim yang seluruh tubuhnya seperti dilapisi kulit pohon itu punya latar belakang yang luar biasa kuat. Bahkan, pengikut yang selalu ada di sekelilingnya pun punya kekuatan yang tidak bisa diprediksi.Apalagi, Murad masih mengandalkan Afkar untuk menyembuhkannya. Pria itu tidak mungkin ingin melihat Afkar mati.Sekarang ada yang ingin menyergapnya, bukankah kekuatan Murad akan sangat berguna? Namun, kemungkinan butuh beberapa hari agar bala bantuan bisa tiba.Bagaimanapun, nyawa adalah hal yang utama. Afkar dan Rose bisa tinggal di Desa Langga beberapa hari, paling-paling keluar uang sedikit.Lagi pul
Semalam pun berlalu dengan tenang.Setelah beristirahat semalaman, Afkar bersama dua rekannya meninggalkan wilayah Sekte Langga. Rose telah mendapatkan kualifikasi untuk menjadi murid Sekte Langga, tetapi dia belum langsung menetap di sana, karena masih harus pulang untuk mengurus beberapa hal.Saat itu, Afkar belum tahu bahwa Felicia dan yang lainnya sudah hampir gila karena tidak bisa menghubunginya sama sekali.Tentu saja, yang pergi bukan hanya mereka bertiga. Setelah uji coba peringkat individu selesai, keluarga-keluarga dan sekte-sekte juga turut kembali ke Desa Langga di luar.Ketika Afkar dan dua rekannya kembali ke penginapan di ujung desa itu, mereka langsung melihat rombongan Keluarga Darmadi di sana.Setelah Logan tewas, kini yang memimpin adalah seorang pria paruh baya dengan kekuatan tingkat pembentukan inti tahap awal. Namanya Rudy, paman Logan."Afkar, berani sekali kamu membunuh Logan! Menurutmu musuh Keluarga Samoa masih kurang banyak ya?" Begitu melihat Afkar, Rudy l
Rose merasa dirinya yang mengambil alih kendali. Entah kenapa, di dalam hatinya, dia merasa Afkar ini ... agak menggemaskan.Saat sedang sombong, Afkar seolah-olah akan terbang ke langit. Namun, baru dicium sekali, dia langsung malu?Rose menutup mulutnya sambil tersenyum geli, lalu berdiri dan berkata, "Afkar, kamu memang nggak bisa menerimaku jadi wanitamu, tapi kita sudah pernah melewati hidup dan mati bersama. Nggak masalah kalau aku jadi sahabatmu, 'kan?""Pokoknya, aku sangat berterima kasih atas semua kebaikanmu terhadapku dan Keluarga Samoa. Aku sampai nggak tahu harus membalasnya dengan apa. Kelak kalau kamu butuh bantuan, aku pasti akan siap bertaruh nyawa untukmu."Setelah mengucapkan itu, dia sekali lagi menatap Afkar dengan dalam, lalu akhirnya membuka pintu dan pergi."Fiuh ...." Afkar akhirnya mengembuskan napas panjang. Dia merasa lebih lega.Dia menyentuh pipinya. Rasanya masih ada sisa kehangatan dan aroma lembut dari Rose. Sebuah senyuman getir pun muncul di wajahnya
Afkar hampir tersedak saat mendengar perkataan Rose!Astaga! Mau jadi istri mudanya? Berani sekali wanita ini mengatakan hal seperti itu!Sebelumnya Rose bersikap angkuh di hadapannya, tetapi sekarang malah mau jadi istri mudanya? Dari ekspresinya, sepertinya dia tidak bercanda?"Nona Rose, sekarang ini zaman apa? Kita hidup di masyarakat yang menganut sistem monogami, bukan zaman poligami! Jangan bercanda deh!" Afkar berkata sambil mengelap keringat di dahinya.Mendengar itu, mata indah Rose tampak sedikit meredup. Dia menggigit bibirnya dan bertanya, "Apa kamu masih dendam karena sikapku yang dulu? Aku tahu .... Waktu itu aku salah menilai. Aku nggak seharusnya meremehkanmu ...."Afkar melambaikan tangan, menyela, "Bukan, bukan karena itu! Cuma, cara pandang kita saja yang beda. Aku nggak bisa terima poligami dan aku sangat menghargai istriku, jadi ...."Afkar tersenyum getir dalam hati. Akhirnya, dia paham juga apa maksud dari pepatah "paling susah menolak cinta seorang wanita canti
Detik berikutnya, Pisau Naga Es di depan Afkar tiba-tiba bergetar hebat, mengeluarkan dengingan tajam dan jernih. Suara itu seperti raungan harimau dan naga yang mengamuk.Pada saat yang sama, bilah memancarkan cahaya perak yang terang, menyala selama beberapa detik sebelum akhirnya meredup kembali.Mata Afkar berbinar terang. Dia bisa merasakan seolah-olah dirinya dan pedang itu telah terhubung dalam satu kesatuan yang harmonis.Afkar menggenggam gagangnya, kembali mengelus permukaan bilah. Namun, kali ini dia tidak lagi merasakan aura tajam ataupun hawa dingin yang menusuk. Yang dia rasakan hanyalah keluwesan serta keintiman.Seakan-akan Pisau Naga Es bukan sekadar senjata, melainkan sepasang mata yang menyatu dengan tubuhnya. Ketajamannya hanya akan diarahkan pada musuh dan tidak akan pernah menyakiti tuannya."Luar biasa! Pedang ini benar-benar bisa dirasuki oleh roh pedang milikku! Jadi, ini yang disebut ... senjata yang memiliki roh?"Afkar memegang pedang itu erat-erat, merasaka
Setelah Afkar dan lainnya meninggalkan tempat Zinia, mereka kembali ke halaman yang sementara ditinggali mereka selama berada di tempat ini.Karena berada di wilayah sekte, para pendatang seperti mereka tidak diperbolehkan berkeliaran sembarangan. Setelah makan, Afkar hanya berdiam diri di dalam kamar.Dia duduk bersila di atas ranjang, merasakan perubahan yang terjadi setelah menembus ke tingkat pembentukan inti secara saksama.Berbeda dengan para kultivator tingkat pembentukan inti biasa, kini seluruh pusat energinya telah berubah menjadi bola padat yang terbentuk dari energi sejati murni yang sangat terkondensasi. Daya tahan bola itu bahkan sekeras logam mulia.Energi sejati dalam bentuk seperti ini biasanya hanya bisa dicapai oleh kultivator tingkat pembentukan inti tahap puncak.'Dengan kekuatanku yang sekarang, bagaimana kalau aku melawan seorang kultivator tingkat inti emas?' batin Afkar.Tadi saat bersama Zinia, Afkar secara halus mencoba menggali informasi tentang kekuatan Saf
Afkar melanjutkan, "Benar, Keluarga Samoa memang takut menyinggung Sekte Langga dan hal itu sama sekali nggak perlu ditutupi. Tapi, aku bisa dengan tegas memberitahumu satu hal. Aku pribadi nggak takut menyinggungmu.""Kalau mengesampingkan latar belakang dan status, kamu sendiri nggak ada apa-apanya di mataku. Jangan bertingkah seperti gadis kecil di sini. Berhentilah marah-marah nggak jelas," sindir Afkar.Mendengar ucapan itu, tubuh Arisa bergetar hebat saking marahnya. Wajah cantiknya juga memerah. Emosinya yang meluap hampir saja membuat luka di dalam tubuhnya kambuh. Bahkan, dia juga nyaris memuntahkan darah.Arisa menggertakkan gigi. Suaranya penuh amarah dan kebencian ketika memaki, "Dasar bajingan! Aku nggak peduli. Pokoknya aku akan bertarung mati-matian denganmu!""Arisa, cukup! Jangan nggak bisa lihat situasi! Cepat ambil Pisau Naga Es dan tukarkan dengan Pedang Es Jiwa! Cepat pergi!" Nada suara Zinia tiba-tiba terdengar lebih tegas dan dingin saat memberi perintah pada Ari