Setelah dibujuk Afkar dan Felicia, Gauri pun memaksakan diri untuk di luar. Amarah masih berkecamuk dalam hatinya.Saat merasakan tatapan para keluarga cabang, pelayan, dan pengawal yang dipenuhi ejekan, Felicia dan lainnya pun menjadi sangat murung. Harun sekalipun tidak bisa bersikap tenang seperti biasa. Ketika menatap Erlin, tatapannya dipenuhi kekecewaan dan kebencian.Harun bersumpah dalam hati, 'Aku sudah salah sangka. Ibuku bukan ingin mengajak kami baikan. Keluarga macam apa ini? Aku sendiri yang berharap terlalu tinggi. Istri dan anakku benar. Hais ....'"Afkar, kalau kamu nggak membantu kami mendapatkan kehormatan kami kembali, jangan harap kamu dan Felicia bisa mengadakan pesta nikah. Selain itu, aku nggak mau mengakuimu menantuku! Huh!" Setelah duduk, Gauri berkaca-kaca dan berkata dengan kesal."Tenang saja. Aku jamin sebentar lagi, Nenek dan Paman bakal memohon kepada kalian. Pokoknya kalian jangan cepat luluh nanti," hibur Afkar sambil tersenyum.Begitu mendengarnya, Ga
Renhad memberi tahu orang-orang bagaimana cara dia melewati krisis itu, bagaimana Afkar dan Felicia mencari masalah dengannya."Huh! Entah gimana pecundang itu bersekongkol dengan Sutopo. Mereka sepakat untuk nggak memasok bahan obat kepada Safira Farma lagi. Konyolnya, saat Pak Khaliq ingin menjadi supplier, pecundang itu bilang ada masalah dengan bahan obatnya! Jahat sekali!"Begitu ucapan ini dilontarkan, semua orang memandang ke arah Harun sekeluarga. Tatapan mereka dipenuhi ejekan dan kebencian.Sebagian besar orang di sini tidak memiliki saham di Safira Farma. Namun, sebagai anggota Keluarga Safira, mereka mendapat dividen. Besar kecilnya dividen tentu berkaitan dengan keuntungan yang didapat perusahaan. Jika Felicia dan Afkar mencari masalah dengan Renhad, itu berarti mereka merugikan seluruh Keluarga Safira."Mereka pantas diusir dari Keluarga Safira!""Enak sekali masih bisa duduk di luar! Mereka seharusnya diusir dari sini!"Begitu melihatnya, Erlin pun tersenyum puas. Renhad
"Si ... situasi macam apa ini?" Harun tidak memahami apa yang terjadi.Fadly menatap Felicia dan Afkar, lalu bertanya, "Kak, kalian menyuap Harris?"Harris sudah bertahun-tahun bekerja sama dengan Safira Farma. Fadly tidak menyangka Harris akan menyulitkan Erlin dan Renhad seperti ini."Afkar pernah bilang bahan obat yang dibeli Paman Renhad bermasalah. Harris datang pasti karena masalah ini," ujar Felicia dengan ekspresi dingin.Saat ini, Erlin berkata dengan wajah masam, "Kamu harus bisa membuktikan ucapanmu. Atas dasar apa kamu bilang Safira Farma pakai bahan obat berkualitas buruk? Kalau nggak ada bukti, itu berarti kamu memfitnah kami. Kamu bisa dituntut!"Seluruh Keluarga Safira memelototi Harris dengan kesal."Benar! Mana mungkin obat Safira Farma bermasalah?""Obat-obat itu begitu laris. Kamu mau bilang orang yang beli bodoh?""Pak Harris, apa Felicia dan Afkar menyogokmu? Makanya, kamu datang cari masalah?""Dasar rendahan!"Semua orang sibuk menyalahkan Felicia sekeluarga. Sa
"Aku sudah memperingatkan Paman Renhad sejak awal. Aku bilang semua bahan obat yang didapatkannya dari Pak Khaliq berkualitas buruk dan sudah direndam dengan zat kimia. Siapa suruh mereka nggak percaya? Makanya, obat-obat yang diproduksi nggak sesuai standar dan para agen meminta pertanggungjawabannya," jelas Afkar dengan tenang.Sesudah mendengarnya, Gauri tertawa. Dia mencebik dan bertanya, "Terus, kenapa mereka baru datang sekarang? Pasti kamu yang mengatur semua ini, 'kan?""Hehe." Afkar terkekeh-kekeh dan tidak mengaku ataupun membantah.Kekesalan pada ekspresi Gauri akhirnya mereda. Dia melirik Afkar, lalu tersenyum sambil berkata, "Dasar, kamu ini licik juga."Fadly mengacungkan jempolnya kepada Afkar. "Kak, luar biasa! Fajar agen dari provinsi lain. Kalian punya hubungan dekat? Dia mau menuruti instruksimu?"Afkar terkekeh-kekeh, lalu menggeleng. "Nggak kok. Tapi, kalau dihadapkan dengan keuntungan, mereka tentu tahu harus berdiri di pihak mana."Saat berikutnya, datang lagi be
Fajar mendengus. "Kalian mau menyelesaikan masalah ini, 'kan? Oke. Berdasarkan kontrak, kalau kualitas produk bermasalah, kalian harus bayar ganti rugi sebesar 10 kali lipat. Pesananku belum termasuk banyak kok, cuma 3 triliun. Berarti kalian harus membayarku 30 triliun?""Pesananku 4 triliun, berarti kompensasinya 40 triliun!""Pesananku 1 triliun, berarti kompensasinya 10 triliun! Kalian sanggup bayar?""Pesananku 2 triliun ...."Para agen sibuk berteriak untuk meminta kompensasi. Sebelumnya, mereka menambah pesanan. Pertama karena produk memang laris manis. Kedua karena Renhad menaikkan harga produk secara gila-gilaan, tetapi kuantitas dikurangi. Hal ini membuat mereka terpaksa memborong banyak.Ketika mendengar nominal yang disebutkan oleh para agen itu, Renhad tidak tahu harus bagaimana bereaksi. Erlin bahkan langsung terjatuh. Pesanan yang membuat mereka berbangga diri ini malah menjadi bumerang."I ... ini namanya pemerasan! Gimana bisa kalian minta ganti rugi sebanyak itu? Kena
"Benar, kami mau Bu Felicia yang mengelola Safira Farma lagi!""Kalau nggak ada Bu Felicia dan Pak Afkar, kami pasti sudah celaka!""Di mana Bu Felicia dan Pak Afkar? Kenapa aku nggak melihat mereka?""Ya! Usir Renhad dari Safira Farma!"Renhad mencengkeram dadanya karena merasa sesak. Untung saja, dia masih kuat. Jika tidak, dia mungkin sudah menemui ajalnya.Wajah Erlin sangat merah. Jika bukan karena ada yang memapahnya, dia mungkin tidak bisa berdiri lagi sekarang.Di sisi lain, Gauri terkesiap mendengar ucapan para agen itu. "Serius? Para agen itu minta Feli jadi penanggung jawab perusahaan balik?"Ekspresi Harun seketika menjadi senang. Dia merasa sangat puas dengan hasil ini."Gimana, Ibu? Seru nggak dramanya?" tanya Afkar yang tersenyum menyipitkan mata."Seru sekali!""Puas, 'kan?""Puas! Lihat wajah nenek dan paman kalian! Lucu sekali!" Gauri tersenyum lebar. Segala kebencian dan kekesalan sirna."Ya sudah. Kalau begitu, kita pergi dari sini," ujar Afkar.Gauri dan Harun kebi
Malam harinya, Afkar dan lainnya kembali ke Kompleks Graha. Di sini ada banyak kamar sehingga mereka tidak perlu takut tidak punya tempat untuk tidur.Selesai makan, ponsel Felicia berdering. Gauri pun bertanya, "Siapa?""Paman Renhad." Usai berbicara, Felicia mengangkat telepon. Dia bertanya dengan nada datar, "Halo, ada apa?""Kalian semua di mana? Cepat pulang!" Perintah Renhad dengan galak."Kenapa kita harus pulang? Kalau ada urusan, datang saja ke rumahku." Kemudian, Felicia langsung mengakhiri panggilan."Halo? Halo? Sialan!" Renhad kesal hingga membanting ponselnya."Apa yang dikatakan jalang itu?" tanya Jesslyn."Dia langsung menutup telepon. Dia suruh aku ke rumahnya kalau mau bicara. Sial, kurang ajar sekali!" Renhad menggertakkan giginya."Memang kurang ajar! Dia kira dia sudah hebat? Ayah, gimana sekarang? Masa kita harus memohon kepada mereka?" tanya Viola dengan ekspresi enggan."Bisa apa lagi? Memangnya mau masuk penjara?" tanya Renhad balik dengan ekspresi masam.Memoh
"Kamu nggak berhak bicara di sini! Tutup mulutmu!" sergah Viola sambil menunjuk Afkar dengan murka.Plak! Felicia sontak melayangkan tamparan ke wajah Viola. "Viola, dengar baik-baik! Mulai sekarang, setiap kali kamu memarahi suamiku, aku akan menamparmu!"Aura kuat yang ditunjukkan Felicia membuat Viola tidak bisa berkata-kata. Dia hanya bisa memegang pipinya sambil memelototi Felicia dengan tatapan penuh kebencian. "Ka ... kamu ...."Sayangnya, Viola tidak berani membalas tamparan Felicia untuk sekarang. Bagaimanapun, mereka sekeluarga membutuhkan bantuan Felicia."Feli, kita ini keluarga. Apa perlu ribut sampai seperti ini? Nenekmu menyuruhku membawa kalian pulang. Kita saling mengalah ya! Aku bakal menyerahkan Safira Farma kepadamu. Bukankah ini kabar baik?" Renhad menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.Felicia terkekeh-kekeh. "Hehe. Sekarang kalian baru tahu harus saling mengalah? Sebaiknya kalian pergi deh! Kalian lupa gimana kalian mengusir kami dan merampas saham kam
Dalam sekejap, beberapa hari telah berlalu. Hari ini, dengan ditemani Fadly, Afkar datang ke Rumah Lelang Keluarga Samoa.Di pinggiran barat Kota Nubes, terdapat sebuah vila pribadi seluas ratusan hektar. Ini adalah rumah Keluarga Samoa, sekaligus lokasi lelang. Biasanya, tempat ini tidak terbuka untuk umum, kecuali ada acara lelang.Pukul 8 pagi, banyak mobil mewah terparkir di vila itu. Afkar dan Fadly memarkirkan mobil mereka di luar. Setelah menjalani pemeriksaan, mereka baru memasuki vila."Fad, kamu lagi ada masalah belakangan ini ya?" Setelah berjalan beberapa langkah, Afkar tiba-tiba menatap Fadly yang berjalan di sampingnya dan bertanya demikian. Ketika bertemu Fadly hari ini, Afkar bisa melihat ekspresinya dipenuhi kecemasan."Hah?" Fadly termangu sejenak, lalu menggeleng. "Nggak ada kok! Cuma sedikit masalah kerjaan. Aku bisa mengatasinya sendiri.""Kalau butuh bantuan, kasih tahu saja aku. Aku mungkin bisa membantumu," pesan Afkar."Aku tahu. Kalau ada masalah, aku pasti me
Kaysan akhirnya menyadari apa yang terjadi. Dia menjelaskan, "Banyak makanan nggak beracun, tapi kalau dimakan bersamaan jadi beracun. Logikanya sama dengan fengsui. Kolam, ikan, cermin delapan diagram. Satu saja sudah cukup untuk membawa keberuntungan.""Tapi, kalau disatukan semuanya, ini sama saja dengan strategi membunuh. Siapa sebenarnya yang berniat jahat pada kalian? Kalau nggak ada Pak Afkar, aku rasa keluarga kalian nggak bakal tenang untuk selamanya! Keluarga kalian bisa binasa!"Begitu mendengarnya, Namish dan Reno pun terkesiap. Mereka tidak menyangka hasilnya akan semenakutkan itu."Apa mungkin ini kerjaan desainer itu?" tanya Namish dengan ekspresi masam. Dia tidak mengerti kenapa desainer itu ingin mencelakai mereka. Dia pun bertekad akan mencarinya untuk mengetahui kebenarannya.Reno menatap Afkar dengan heran. "Hei, Pak Kaysan saja nggak menyadari hal ini. Kenapa kamu langsung tahu hanya dengan melihat sekilas? Jangan-jangan kamu sekongkol dengan desainer itu untuk men
"Kamu mau 600 miliar, 'kan? Kami bakal membayarmu kok! Cepat sedikit! Sebenanya kamu bisa nggak sih?" desak Reno yang sungguh panik.Afkar mendengus, lalu sontak mengentakkan kakinya dan melompat turun dari jendela lantai dua. Begitu mendarat, dia tiba-tiba melompat lagi dan menghancurkan cermin delapan diagram di atas pintu. Prang! Cermin itu hancur berkeping-keping!"Apa yang kamu lakukan? Barang itu digunakan itu mencegah energi jahat!" seru Reno dengan kaget sambil menjulurkan kepalanya dari jendela."Nyonya sudah sembuh!" Tiba-tiba, ada yang berteriak demikian. Qaila yang tadinya hendak menggantung diri tiba-tiba jatuh pingsan setelah cermin itu hancur.Namish buru-buru menghampiri untuk memeriksa napas istrinya. Kemudian, dia menghela napas lega. Napas istrinya teratur. Istrinya hanya tidur.Setelah memastikan Qaila baik-baik saja, sekelompok orang itu pun datang ke halaman. Namish segera mengucapkan terima kasih, "Pak, terima kasih banyak!""Nggak usah sungkan-sungkan. Aku juga
Afkar tidur dengan sangat nyenyak. Tiba-tiba, dia menerima panggilan dari nomor tak dikenal."Siapa ini?" tanya Afkar yang masih mengantuk. Dia melihat jam dan ternyata masih tengah malam."Pak Afkar, kamu benaran bisa menolong ibuku?" Terdengar suara panik dari ujung telepon."Hm?" Segera, Afkar tersadarkan. "Reno?""Ya! Ini aku! Kamu benar! Ibuku dalam bahaya! Kamu benaran bisa menolong ibuku?" tanya Reno dengan suara rendah setelah ragu-ragu sejenak. Dia mendapat nomor telepon Afkar dari Cello."Tentu saja bisa! Tapi seperti yang kubilang, kamu harus membayarku 600 miliar kalau mencariku lagi!" timpal Afkar dengan tenang."Oke! Aku bakal bayar 600 miliar!" pekik Reno sambil menggertakkan giginya. Meskipun merasa kesal dengan sikap Afkar, keselamatan ibunya adalah yang terpenting untuk sekarang.Sejam kemudian, Afkar yang dijemput Reno akhirnya tiba di vila Keluarga Manggala. Keluarga Manggala memang kontraktor hebat. Vila mereka sangat luas dan dekorasinya sangat elegan. Ada kolam,
"Baiklah kalau begitu." Kaysan tidak sungkan-sungkan lagi.Namish menyuruh koki menyiapkan makanan lezat. Dia dan Reno menemani Kaysan minum. Suasana sungguh harmonis.Tiba-tiba, terdengar suara dari lantai atas. Saat berikutnya, disusul dengan tangisan wanita. Kali ini, tangisan itu terdengar lebih tajam dari sebelumnya. Semua orang sontak bergidik ngeri.Ekspresi ketiga orang itu berubah drastis. Mereka buru-buru berlari ke lantai dua. Terlihat Qaila yang rambutnya berantakan dan matanya memerah. Air mata terus berderai di wajahnya.Saat ini, Qaila menyatukan kedua kain yang diguntingnya dan menggantungnya di lampu kamar. "Huhu ... huhuhu ...."Sambil menangis, Qaila menginjak ranjang dan memasukkan kepalanya ke dalam tali. Jelas sekali, dia ingin gantung diri!"Sayang!" Namish ketakutan hingga wajahnya memucat. Dia tidak sempat memedulikan rasa takut dalam hatinya lagi dan bergegas maju untuk menghentikan istrinya.Namun, tenaga Qaila sangat besar. Qaila sontak menendangnya dan meng
Larut malam itu juga!"Huhuhu ... huhu ...."Di vila Keluarga Manggala, terdengar tangisan seorang wanita. Di tengah malam seperti ini, tangisan itu terdengar sangat mengerikan.Reno dan ayahnya, Namish, sama-sama berdiri di kamar dengan ekspresi tak menentu. Mereka menatap Qaila yang duduk di lantai sambil menangis. Seketika, bulu kuduk mereka meremang."Sayang, kamu kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Namish dengan jantung berdebar-debar.Tadi, mereka sudah tidur. Tiba-tiba, Namish mendengar tangisan di sampingnya. Siapa pun yang mengalami hal seperti ini pasti akan merinding dan ketakutan.Apalagi, Qaila bukan hanya menangis. Dia seperti kehilangan akal sehatnya. Sambil menangis, dia menggunting seprai dengan gila.Tidak peduli bagaimana Namish dan Reno memanggilnya, Qaila sama sekali tidak bereaksi. Qaila seperti kehilangan kesadarannya."Ayah, apa mungkin Ibu ... kerasukan?" tanya Reno dengan takut dan tidak yakin."Cepat panggil Pak Kaysan kemari!" instruksi Namish segera.Tidak ber
Cello tersenyum lebar. Hal ini membuat Reno merasa agak canggung. Pada akhirnya, dia berkata kepada Afkar dengan enggan, "Terima kasih ya."Ketika melihat sikap Reno yang tidak tulus, Afkar pun mencebik dan bertanya, "Gimana kamu akan berterima kasih kepadaku?"Afkar tidak keberatan membantu orang, tetapi keberatan jika orang yang dibantunya tidak tahu diri. Makanya, dia ingin menyulitkan Reno.Setelah mendengarnya, ekspresi Reno membeku. Dengan wajah murung, dia bertanya, "Kamu mau apa? Gimana kalau aku kasih uang saja?"Ucapan ini jelas mengandung makna menghina!Siapa sangka, Afkar malah mengangguk. "Boleh, aku minta 20 miliar."Begitu mendengarnya, Reno sontak memelotot dan menatap Afkar dengan marah. Cello juga kaget karena Afkar benar-benar meminta uang."Beraninya kamu minta uang. Kamu miskin ya sampai minta 20 miliar? Memangnya Bu Felicia nggak kasih kamu uang jajan?" cela Reno dengan jengkel."Kalau ada yang mati di lokasi konstruksi ini, bukankah kamu juga harus bayar kompens
"Kalau ada sesuatu yang kotor di dalam sana, aku bakal memakannya!" janji Kaysan dengan yakin."Wow! Besar sekali nyalimu." Afkar hanya bisa menggeleng dengan pasrah.Ekskavator datang dan mulai menggali sesuai instruksi Afkar. Afkar yang berdiri di samping hanya menyaksikan dengan tenang, sedangkan Kaysan merasa gugup hingga terus mengedipkan matanya. Adapun Reno dan Kaysan, keduanya melipat lengan di depan dada sambil tersenyum dingin.Tidak berselang lama, mereka telah menggali hingga kedalaman 5 meter. Selain batu, tidak ada lagi yang terlihat."Lucu sekali! Mana barang yang kamu bilang? Kamu seharusnya cari tahu dulu seterkenal apa aku. Beraninya kamu meragukan kemampuanku. Ayo, ganti rugi. Aku nggak minta banyak. Cuma 2 triliun kok!" ucap Kaysan dengan angkuh."Pak Afkar, kalau kamu nggak punya uang sebanyak itu, minta maaf saja pada Pak Kaysan. Aku bakal bantu kamu bicara nanti. Jangan malah minta uang sama Bu Felicia. Malu-maluin saja," goda Reno."Pak Reno, masih mau digali ng
Apalagi, Afkar mengejeknya malam itu. Reno tidak bisa melupakannya sampai sekarang."Aku yang minta Kak Afkar kemari untuk lihat fengsui di sini," sahut Cello sambil tersenyum.Begitu mendengarnya, alis Reno berkerut. "Serahkan saja masalah di sini kepada kami. Kamu nggak perlu repot-repot.""Jangan bicara begitu. Ada bagusnya juga kalau aku ikut mengawasi," balas Cello."Kamu nggak percaya padaku?" tanya Reno dengan kesal.Saat ini, pria tua berjubah kuning itu tiba-tiba mendengus. Reno memperkenalkan kepada Cello, "Ini Pak Kaysan, ahli fengsui terkenal di Kota Nubes. Sebelum proyek dimulai, perusahaan kami selalu mengundangnya ke lokasi konstruksi dulu. Pak Kaysan sudah cukup, nggak perlu amatiran lain. Jadi, sebaiknya bawa Pak Afkar pergi dari sini."Usai berbicara, Reno melirik Afkar dengan tatapan menghina dan melambaikan tangannya.Kaysan mengangguk, lalu berkata dengan sombong, "Aku sudah periksa. Fengsui di sini termasuk bagus karena ada cahaya keberuntungan. Konstruksi bisa di