Malam harinya, Afkar dan lainnya kembali ke Kompleks Graha. Di sini ada banyak kamar sehingga mereka tidak perlu takut tidak punya tempat untuk tidur.Selesai makan, ponsel Felicia berdering. Gauri pun bertanya, "Siapa?""Paman Renhad." Usai berbicara, Felicia mengangkat telepon. Dia bertanya dengan nada datar, "Halo, ada apa?""Kalian semua di mana? Cepat pulang!" Perintah Renhad dengan galak."Kenapa kita harus pulang? Kalau ada urusan, datang saja ke rumahku." Kemudian, Felicia langsung mengakhiri panggilan."Halo? Halo? Sialan!" Renhad kesal hingga membanting ponselnya."Apa yang dikatakan jalang itu?" tanya Jesslyn."Dia langsung menutup telepon. Dia suruh aku ke rumahnya kalau mau bicara. Sial, kurang ajar sekali!" Renhad menggertakkan giginya."Memang kurang ajar! Dia kira dia sudah hebat? Ayah, gimana sekarang? Masa kita harus memohon kepada mereka?" tanya Viola dengan ekspresi enggan."Bisa apa lagi? Memangnya mau masuk penjara?" tanya Renhad balik dengan ekspresi masam.Memoh
"Kamu nggak berhak bicara di sini! Tutup mulutmu!" sergah Viola sambil menunjuk Afkar dengan murka.Plak! Felicia sontak melayangkan tamparan ke wajah Viola. "Viola, dengar baik-baik! Mulai sekarang, setiap kali kamu memarahi suamiku, aku akan menamparmu!"Aura kuat yang ditunjukkan Felicia membuat Viola tidak bisa berkata-kata. Dia hanya bisa memegang pipinya sambil memelototi Felicia dengan tatapan penuh kebencian. "Ka ... kamu ...."Sayangnya, Viola tidak berani membalas tamparan Felicia untuk sekarang. Bagaimanapun, mereka sekeluarga membutuhkan bantuan Felicia."Feli, kita ini keluarga. Apa perlu ribut sampai seperti ini? Nenekmu menyuruhku membawa kalian pulang. Kita saling mengalah ya! Aku bakal menyerahkan Safira Farma kepadamu. Bukankah ini kabar baik?" Renhad menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.Felicia terkekeh-kekeh. "Hehe. Sekarang kalian baru tahu harus saling mengalah? Sebaiknya kalian pergi deh! Kalian lupa gimana kalian mengusir kami dan merampas saham kam
Gauri memang merasa senang, tetapi juga merasa agak cemas. "Feli, kamu mau nenekmu minta maaf? Apa ini mungkin? Gengsinya sangat tinggi!"Begitu mendengarnya, Harun sontak mengernyit. "Serius? Feli, ini agak keterlaluan. Dia nenekmu!"Felicia menggigit bibirnya sebelum berucap, "Keterlaluan? Saat aku dipaksa menikah dengan Noah, apa Nenek nggak keterlaluan? Dia juga terus ingkar janji. Dia mengusir kita, bahkan merebut semua saham kita!""Kemudian, dia mengadakan pesta syukuran untuk Paman Renhad dan mengundang kita untuk dipermalukan. Apa semua ini nggak keterlaluan?"Kalimat Felicia ini langsung membuat Harun tidak bisa berkata-kata. Harun membuka mulutnya dan akhirnya hanya mengembuskan napas panjang."Tenang saja, nenekmu pasti akan datang. Justru dia datang karena gengsinya tinggi. Coba pikirkan, datang kemari atau masuk penjara lebih memalukan?" ujar Afkar.Setelah mendengarnya, orang-orang masih tidak yakin. Bagaimanapun, Erlin sudah terlalu lama memegang kuasa. Semua orang meng
Saat ini, Afkar menggenggam tangan Felicia dengan erat. Felicia merasa jauh lebih tenang. Dia kembali menatap Erlin.Seketika, tekanan dan ketidakadilan yang diberikan Erlin padanya selama ini membanjiri benaknya. Felicia bertanya, "Nenek, kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?""Huh! Kenapa harus merasa bersalah?" tanya Erlin balik dengan galak."Felicia, kamu kurang ajar sekali. Nenekmu sudah datang. Kamu masih belum puas? Kamu masih belum mau balik ke Safira Farma dan membantu mengatasi para agen itu?" tanya Renhad dengan murung. Karena ada Erlin di sini, dia merasa lebih percaya diri."Ya! Cepat kasih jawaban!""Apa kamu mau nenekmu berlutut dan memohon kepadamu? Felicia, kamu bisa disambar petir lho!"Jesslyn dan Viola juga bersuara untuk mendesak Felicia. Mereka berbicara seolah-olah Felicia adalah pendosa besar di sini.Felicia tidak menghiraukan mereka dan hanya menatap Erlin. Sorot matanya terlihat kecewa. Akan tetapi, dia segera terlihat dingin kembali, seolah-olah telah men
"Besok, kamu datang ke perusahaan untuk menyelesaikan prosedur pengalihan saham! Semoga kamu nggak takut karma!" Erlin menggertakkan giginya sambil menunjuk Felicia dengan murka.Kemudian, Erlin menatap Afkar dengan tatapan suram. "Pecundang, pasti kamu dalang di balik semua ini! Kamu sangat ambisius. Kamu pasti ingin memanfaatkan cucuku untuk menguasai aset Keluarga Safira, 'kan?"Afkar menyunggingkan senyuman, lalu membalas, "Kamu berpikir terlalu jauh. Asal kamu tahu, aku nggak tertarik dengan aset Keluarga Safira."Afkar merasa lucu mendengar ucapan Erlin. Asal tahu saja, dia bahkan menolak 20% saham yang ditawarkan oleh Johan kepadanya. Aset Keluarga Safira masih tidak ada apa-apanya di mata Afkar."Hahahaha .... Sombong sekali! Uhuk! Uhuk, uhuk!" Erlin terbatuk setelah tertawa terbahak-bahak. Dia menutup mulutnya dengan sapu tangan. Terlihat noda darah di atasnya. Bisa dilihat bahwa Erlin terlalu emosional."Ibu, kamu baik-baik saja?" Harun bergegas maju untuk memapah Erlin.Namu
Afkar teringat bahwa istri Johan juga mengidap penyakit leukemia, jadi dia ingin membantu.Begitu mendapat kabar ini, Johan pun merasa sangat terharu. Hari itu juga, dia menyuruh putranya membawa istrinya kemari.Ketika mereka tiba di Kota Nubes, waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Afkar menyuruh Jarel dan Elang membantu menjemput Shafa hari ini. Kemudian, dia pergi ke rumah Johan."Sayang, Cello, ini Dokter Afkar yang kuceritakan." Johan langsung memperkenalkan Afkar kepada istri dan putranya.Istri Johan punya paras yang cantik. Sayangnya, rambutnya rontok banyak. Dia juga terlihat sangat lesu. Sementara itu, Cello sangat berbakat dan rupawan."Dokter Afkar, untung saja ada obat darimu. Kalau nggak, aku pasti sudah mati," ucap Tessa dengan penuh rasa syukur sambil membungkuk memberi hormat.Cello juga segera memberi hormat. Kemudian, dia bertanya dengan penuh penantian, "Pak Afkar, kudengar kamu bisa mengobati penyakit ibuku? Apa itu benar?""Ya, kemungkinan sembuhnya 80%." Afkar t
"Oh ya, kalau bisa, bawa istrimu juga. Kita makan bersama," usul Alvin."Oke, aku tanya dia nanti," balas Afkar. Felicia sangat sibuk belakangan ini. Afkar tidak yakin Felicia punya waktu luang."Kalau begitu, Ruang Privat Damon Sriburasa nomor 6. Aku sudah pesan tempat. Jangan lupa datang ya! Jangan beri tahu orang tuaku juga! Hehe." Usai berpesan, Alvin mematikan panggilan.Afkar mengiakan, lalu berpamitan dengan Johan sekeluarga. Karena Alvin merahasiakan hal ini dari keluarganya, berarti dia juga tidak ingin Johan tahu. Jadi, Afkar tidak memberi tahu apa-apa.Kemudian, Afkar menelepon Felicia untuk menanyakan pendapatnya. Setelah Felicia menyetujuinya, Afkar pun membawanya ke Sriburasa.Begitu keduanya turun dari mobil, mereka melihat seorang wanita yang merias diri dengan sangat cantik. Wanita itu merangkul lengan seorang bule bertubuh tinggi.Ketika melihat Felicia, wanita itu tampak terkejut. "Feli? Kamu Felicia, 'kan?"Yola melambaikan tangan pada Felicia dengan ramah. Dia bera
"Di Yanura, nggak semua orang berpendidikan tinggi. Lagian, kamu sangat hebat. Kamu menguasai banyak bahasa."Kemudian, Yola berbicara kepada Felicia dengan nada menginstruksi, "Feli, lain kali atur gaya berpakaian suamimu supaya terlihat lebih keren. Memangnya kamu nggak malu jalan sama dia kalau penampilannya begini?"Bisa dilihat bahwa Yola memandang rendah Afkar. Yola memang cantik, bahkan dia dan Felicia sama-sama primadona kampus saat itu.Ketika kuliah, Yola memperkenalkan banyak pemuda kaya Magizta kepada Felicia. Dia ingin mengenal orang kaya yang sebenarnya melalui Felicia.Sayangnya, Felicia tidak tertarik pada mereka semua. Hal ini membuat semua usaha Yola sia-sia. Itu sebabnya, dia hanya bisa tertawa dalam hati melihat Felicia menikah dengan pria seperti Afkar.Afkar hanya menatap Yola dengan ekspresi datar. Ketika merasakan hinaan Yola, amarahnya mulai tersulut. Hanya saja, dia berusaha menahan diri karena Yola adalah teman Felicia. Lagi pula, mereka tidak akan makan bers
Makanya, Sahira menyerah begitu saja melihat David ikut menawar."Eh? Dia juga mau beli? Menarik sekali." Afkar terkejut melihat David menawar harga. Seketika, dia menyunggingkan senyuman misterius. 'Mau beli jimatku ya? Boleh saja! Naikkan dulu harganya!'"Tujuh ratus miliar!" Afkar yang sudah duduk tiba-tiba bangkit kembali.David pun tercengang. Dia mengira dirinya sudah menang, tetapi Afkar tiba-tiba menawar lagi."Tujuh ratus dua puluh miliar!" Begitu Afkar kembali, Sahira juga menawar lagi.David mengedipkan matanya beberapa kali. Pada akhirnya, dia menelepon Noah. "Pak, aku di acara lelang Keluarga Samoa. Ada jimat yang katanya bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir dalam sekejap. Aku ingin mendapatkannya."Terdengar suara rendah Noah dari ujung telepon. "Jimatnya bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir dalam sekejap? Serius?"David menganalisis, "Seharusnya benar. Afkar dan seorang wanita sedang menawar secara gila-gilaan. Harganya sudah men
"Barang selanjutnya agak istimewa. Ini adalah jimat yang dititip jual oleh tamu kami. Menurutnya, begitu jimat ini dirobek, pengguna bisa melancarkan serangan yang dapat membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir!""Kami nggak bisa mengidentifikasi keasliannya, tapi kami yakin energi yang terkandung di dalamnya sangat dahsyat. Pilihan ada di tangan kalian. Harga awal 100 miliar. Lelang dimulai!"Selesai menjelaskan, pembawa acara menarik kain merah yang menutupi jimat itu. Seketika, terlihat Jimat Pencabut Nyawa yang dititip jual oleh Afkar. Kata "mati" di atas seakan-akan memancarkan energi istimewa yang membuat orang bergidik ketakutan."Barang apa itu? Apa benaran sehebat itu?""Bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir?""Ini pasti tipuan, 'kan? Ahli bela diri tingkatan itu sangat kuat lho! Masa satu jimat saja sudah bisa membunuh mereka?"Orang-orang sibuk bergosip dan meragukan kekuatan jimat itu. Lagi-lagi, suasana menjadi hening. Tidak ada yang berani
"Harga awal giok spiritual ini adalah 440 miliar! Setiap kenaikan harga nggak boleh di bawah 10 miliar. Silakan menawar!"Begitu ucapan ini dilontarkan, kain merah di atas panggung pun disingkirkan. Di atas meja, terlihat sebuah giok seukuran telapak tangan. Warna hijau itu terlihat sangat jernih! Bahkan, ada kilauan berwarna-warni yang terpancar!Mata Afkar pun berbinar-binar. Dia tampak bersemangat. Dia bisa merasakan energi spiritual yang terkandung di dalamnya. Itu adalah giok spiritual yang dicarinya. Namun, Afkar tidak terburu-buru untuk menawar harga. Dia ingin mengamati situasi dahulu.Setelah pembawa acara menjelaskan, suasana menjadi heboh. Beberapa saat kemudian, suasana menjadi hening untuk sesaat."Empat ratus empat puluh miliar untuk sebuah batu giok?""Sekalipun batu giok berkualitas paling tinggi, harganya tetap nggak semahal itu!""Batu giok macam apa ini? Katanya bisa membantu menerobos? Cuma orang bodoh yang mau beli."Banyak orang yang berdiskusi dan tidak tertarik
"Jimat Pencabut Nyawa. Setelah dirobek, jimat ini bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir ...."Afkar menjelaskan cara pakai dan manfaat jimat itu. Jimat itu adalah buatan Afkar sendiri. Dia menggunakan metode menggambar jimat dalam Jurus Mata Naga, lalu menyegel energi naga di dalamnya. Kekuatan yang terkandung sama dengan 80% kekuatan Afkar.Setelah mendengarnya, pria paruh baya itu berkata dengan ragu, "Aku harus menyuruh orang lain memeriksanya dulu. Aku kurang tahu soal ini."Sesaat kemudian, pria paruh baya itu kembali dengan membawa jimat itu. Dia tersenyum getir dan berujar, "Nggak ada yang bisa mengidentifikasi jimat ini. Tapi, bisa dipastikan ada energi di dalam. Makanya, kami memutuskan untuk menerimanya. Kamu mau dijual dengan harga berapa, Pak?""Paling rendah 100 miliar," jawab Afkar setelah berpikir sejenak."Seratus miliar? Tinggi sekali!" Sudut bibir pria paruh baya itu berkedut mendengarnya."Apa ada masalah? Kalau seefektif yang kubilang tadi, bukan
Dalam sekejap, beberapa hari telah berlalu. Hari ini, dengan ditemani Fadly, Afkar datang ke Rumah Lelang Keluarga Samoa.Di pinggiran barat Kota Nubes, terdapat sebuah vila pribadi seluas ratusan hektar. Ini adalah rumah Keluarga Samoa, sekaligus lokasi lelang. Biasanya, tempat ini tidak terbuka untuk umum, kecuali ada acara lelang.Pukul 8 pagi, banyak mobil mewah terparkir di vila itu. Afkar dan Fadly memarkirkan mobil mereka di luar. Setelah menjalani pemeriksaan, mereka baru memasuki vila."Fad, kamu lagi ada masalah belakangan ini ya?" Setelah berjalan beberapa langkah, Afkar tiba-tiba menatap Fadly yang berjalan di sampingnya dan bertanya demikian. Ketika bertemu Fadly hari ini, Afkar bisa melihat ekspresinya dipenuhi kecemasan."Hah?" Fadly termangu sejenak, lalu menggeleng. "Nggak ada kok! Cuma sedikit masalah kerjaan. Aku bisa mengatasinya sendiri.""Kalau butuh bantuan, kasih tahu saja aku. Aku mungkin bisa membantumu," pesan Afkar."Aku tahu. Kalau ada masalah, aku pasti me
Kaysan akhirnya menyadari apa yang terjadi. Dia menjelaskan, "Banyak makanan nggak beracun, tapi kalau dimakan bersamaan jadi beracun. Logikanya sama dengan fengsui. Kolam, ikan, cermin delapan diagram. Satu saja sudah cukup untuk membawa keberuntungan.""Tapi, kalau disatukan semuanya, ini sama saja dengan strategi membunuh. Siapa sebenarnya yang berniat jahat pada kalian? Kalau nggak ada Pak Afkar, aku rasa keluarga kalian nggak bakal tenang untuk selamanya! Keluarga kalian bisa binasa!"Begitu mendengarnya, Namish dan Reno pun terkesiap. Mereka tidak menyangka hasilnya akan semenakutkan itu."Apa mungkin ini kerjaan desainer itu?" tanya Namish dengan ekspresi masam. Dia tidak mengerti kenapa desainer itu ingin mencelakai mereka. Dia pun bertekad akan mencarinya untuk mengetahui kebenarannya.Reno menatap Afkar dengan heran. "Hei, Pak Kaysan saja nggak menyadari hal ini. Kenapa kamu langsung tahu hanya dengan melihat sekilas? Jangan-jangan kamu sekongkol dengan desainer itu untuk men
"Kamu mau 600 miliar, 'kan? Kami bakal membayarmu kok! Cepat sedikit! Sebenanya kamu bisa nggak sih?" desak Reno yang sungguh panik.Afkar mendengus, lalu sontak mengentakkan kakinya dan melompat turun dari jendela lantai dua. Begitu mendarat, dia tiba-tiba melompat lagi dan menghancurkan cermin delapan diagram di atas pintu. Prang! Cermin itu hancur berkeping-keping!"Apa yang kamu lakukan? Barang itu digunakan itu mencegah energi jahat!" seru Reno dengan kaget sambil menjulurkan kepalanya dari jendela."Nyonya sudah sembuh!" Tiba-tiba, ada yang berteriak demikian. Qaila yang tadinya hendak menggantung diri tiba-tiba jatuh pingsan setelah cermin itu hancur.Namish buru-buru menghampiri untuk memeriksa napas istrinya. Kemudian, dia menghela napas lega. Napas istrinya teratur. Istrinya hanya tidur.Setelah memastikan Qaila baik-baik saja, sekelompok orang itu pun datang ke halaman. Namish segera mengucapkan terima kasih, "Pak, terima kasih banyak!""Nggak usah sungkan-sungkan. Aku juga
Afkar tidur dengan sangat nyenyak. Tiba-tiba, dia menerima panggilan dari nomor tak dikenal."Siapa ini?" tanya Afkar yang masih mengantuk. Dia melihat jam dan ternyata masih tengah malam."Pak Afkar, kamu benaran bisa menolong ibuku?" Terdengar suara panik dari ujung telepon."Hm?" Segera, Afkar tersadarkan. "Reno?""Ya! Ini aku! Kamu benar! Ibuku dalam bahaya! Kamu benaran bisa menolong ibuku?" tanya Reno dengan suara rendah setelah ragu-ragu sejenak. Dia mendapat nomor telepon Afkar dari Cello."Tentu saja bisa! Tapi seperti yang kubilang, kamu harus membayarku 600 miliar kalau mencariku lagi!" timpal Afkar dengan tenang."Oke! Aku bakal bayar 600 miliar!" pekik Reno sambil menggertakkan giginya. Meskipun merasa kesal dengan sikap Afkar, keselamatan ibunya adalah yang terpenting untuk sekarang.Sejam kemudian, Afkar yang dijemput Reno akhirnya tiba di vila Keluarga Manggala. Keluarga Manggala memang kontraktor hebat. Vila mereka sangat luas dan dekorasinya sangat elegan. Ada kolam,
"Baiklah kalau begitu." Kaysan tidak sungkan-sungkan lagi.Namish menyuruh koki menyiapkan makanan lezat. Dia dan Reno menemani Kaysan minum. Suasana sungguh harmonis.Tiba-tiba, terdengar suara dari lantai atas. Saat berikutnya, disusul dengan tangisan wanita. Kali ini, tangisan itu terdengar lebih tajam dari sebelumnya. Semua orang sontak bergidik ngeri.Ekspresi ketiga orang itu berubah drastis. Mereka buru-buru berlari ke lantai dua. Terlihat Qaila yang rambutnya berantakan dan matanya memerah. Air mata terus berderai di wajahnya.Saat ini, Qaila menyatukan kedua kain yang diguntingnya dan menggantungnya di lampu kamar. "Huhu ... huhuhu ...."Sambil menangis, Qaila menginjak ranjang dan memasukkan kepalanya ke dalam tali. Jelas sekali, dia ingin gantung diri!"Sayang!" Namish ketakutan hingga wajahnya memucat. Dia tidak sempat memedulikan rasa takut dalam hatinya lagi dan bergegas maju untuk menghentikan istrinya.Namun, tenaga Qaila sangat besar. Qaila sontak menendangnya dan meng