Begitu Fajar menyerbu masuk ke gudang, tatapan semua orang langsung tertuju padanya. Mereka menatapnya dengan raut penasaran dan bingung.Saat ini, satpam pabrik yang mengejar Fajar dari belakang berseru dengan keras, "Berhenti, Pak! Ini gudang pabrik kami, kamu nggak boleh masuk tanpa izin!"Demi mengejar waktu, distributor produk farmasi dan bos besar dari Provinsi Zoda ini langsung menerobos masuk tanpa izin ke dalam gudang. Untungnya, beberapa pengawalnya membantu membuka jalan.Harris yang mengenali Fajar segera menghampirinya dan bertanya, "Apa kamu benar-benar Pak Fajar?"Fajar mengabaikan Harris dan mendorongnya pergi. Kemudian, dia menyapukan pandangan pada para wanita yang ada di tempat.Harris hanyalah distributor kecil di Kota Nubes. Mana mungkin bos besar seperti Fajar mengenalinya?Fajar datang setelah dihubungi Bian. Dia disuruh menemui Presdir Safira Farma yang merupakan seorang wanita cantik.Tatapan Fajar jatuh pada sosok Felicia. Dia segera menghampirinya dan bertany
Fajar sangat senang mendengar persetujuan Felicia. Dia lantas memandang antusias ke arah obat-obatan yang menumpuk di gudang."Belum. Pak Fajar adalah orang pertama yang menawarkan kerja sama," sahut Felicia sambil menggeleng.Fajar menepuk pahanya dan berkata penuh semangat, "Bagus! Kalau begitu, aku akan memborong semuanya. Sebagai wujud ketulusanku, kita bisa langsung tanda tangan kontrak. Begini, aku akan bayar 200 miliar dulu. Kalau kurang, anggaplah itu deposit. Kalau lebih, jadikan saja sisanya uang muka untuk kerja sama kita di masa depan. Gimana menurutmu?"Mendengar itu, semua orang kembali gempar. Fajar ingin langsung tanda tangan kontrak dan membuat pesanan sebesar 200 miliar?Semua orang menahan napas. Jika begini caranya, Safira Farma akan untung besar!Felicia menoleh pada Afkar. Mata jernihnya sedikit berkaca-kaca penuh emosi. Barusan, suasana hati Felicia terjun bebas karena Harris. Sakit hati dan amarah yang dipendamnya hampir membuatnya putus asa.Namun, sebuah kejut
Begitu mendengar ucapan Budiman, wajah Felicia yang tadinya berseri-seri kini terlihat muram dan dipenuhi amarah.Perusahaan tidak memiliki masalah dengan Budiman. Pria berpengaruh itu juga tidak mungkin sengaja menyabotase Felicia atas suruhan paman dan neneknya. Lantas, mengapa Budiman menjelek-jelekkan obat baru yang diluncurkan perusahaannya?Renhad, Jesslyn, dan Harris tersenyum mengejek. Mereka bergembira karena situasi berbalik ke pihak mereka lagi.Namun, Fajar sama sekali tidak goyah. Dia hanya menatap Budiman dan berkata, "Pak Budiman, jangan cari ribut, deh. Kamu datang terlambat, semua obat itu sudah aku borong. Hahahah!"Budiman membalas dengan ekspresi masam, "Pak Fajar, kusarankan kamu lebih berhati-hati. Kamu memborong sebanyak ini, gimana kalau nggak terjual? Begini saja, berikan aku setengahnya. Aku akan membantumu menanggung separuh risikonya."Mendengar itu, orang-orang sontak terkesiap. Ekspresi Renhad dan Jesslyn yang tadinya tersenyum puas kini terlihat membeku.
"Pak Fajar saja membayar 200 miliar untuk mendapatkan hak distribusi di Provinsi Zoda. Pak Budiman, kamu ingin mendapatkan hak distribusi di tiga provinsi dengan 400 miliar? Itu terlalu sedikit, 'kan? Lagi pula, khasiat obat kami biasa saja. Hasil produksi perusahaan kecil seperti ini mungkin nggak akan diakui," ucap Afkar."Hahaha! Aku hanya ingin menakut-nakuti Pak Fajar. Khasiat obat perusahaanmu sangat luar biasa, pasti akan populer! Aku tulus ingin bekerja sama. Gimana kalau aku bayar 800 miliar untuk hak distribusi di tiga provinsi timur? Aku akan suruh orangku transfer uangnya!" ujar Budiman sambil tersenyum canggung.Mendengar itu, semua orang di sana terkesiap kaget. Para eksekutif perusahaan hampir menangis saking senangnya.Saat Afkar tawar-menawar dengan Budiman, mereka sempat takut taipan dari dunia farmasi itu akan pergi dengan kesal. Siapa sangka, pria itu justru melipatgandakan nilai tawarannya! Sepertinya dia benar-benar menginginkan hak distribusi itu.Di sisi lain, e
Renhad dan Jesslyn juga telah meninggalkan kawasan pabrik. Begitu masuk mobil, Renhad langsung menerima telepon dari Erlin."Bu!" panggil Renhad dengan nada muram."Kudengar kamu bawa para eksekutif ke pabrik hari ini. Gimana? Apa Feli sudah menyerah?" tanya Erlin. Dia tahu bahwa putra keduanya pergi ke sana untuk melihat Felicia dipermalukan.Sejujurnya, tindakan seorang paman pada keponakannya seperti ini terbilang sangat rendah. Namun, Erlin tidak menyalahkan Renhad. Sebaliknya, dia terdengar antusias untuk mendengar apa yang terjadi.Saat ini, mayoritas anggota Keluarga Safira berharap Felicia menyerah dan menuruti perintah untuk menikah dengan Noah."Putus asa? Mana ada? Ibu nggak lihat betapa puasnya dia tadi!" sahut Renhad sambil tersenyum pahit.Erlin tertegun sejenak, lalu bertanya, "Kenapa? Apa yang terjadi?""Aku juga nggak tahu kenapa, ada banyak sekali distributor besar dari seluruh negeri yang meminta hak distribusi obat-obatan baru itu," ucap Renhad. Dia lantas mencerita
Felicia bertanya dengan nada bercanda. Namun, kekhawatiran terlihat dari matanya meski hanya sekejap. Di dalam hatinya, dia mengharapkan suatu jawaban."Kamu harusnya tahu apa yang aku alami. Aku pria yang pernah tersakiti, nggak begitu mudah untuk jatuh cinta. Haha," ujar Afkar sambil mentertawakan diri sendiri.Afkar mengatakan yang sebenarnya. Setelah dicampakkan dan disakiti oleh Freya, Afkar merasa dirinya sudah tidak percaya pada cinta lagi. Satu-satunya kelembutan di hatinya hanya untuk putrinya, Shafa.Afkar juga bukan sepenuhnya tidak memiliki perasaan terhadap Felicia. Namun, sebagian besar yang Afkar lakukan untuk Felicia didasarkan pada rasa terima kasih dan balas budi. Afkar tidak berpikir dia benar-benar memiliki perasaan cinta yang besar terhadap Felicia.Begitu mendengar ucapan Afkar, Felicia terkekeh-kekeh. Entah mengapa hatinya merasa agak gelisah."Kebetulan sekali. Aku juga pernah tersakiti, nggak begitu mudah untuk jatuh cinta. Jadi, ayo kita buat kesepakatan. Hm?"
Begitu Freya mendengar permintaan Aldo, ekspresinya seketika berubah. Dia bertanya, "Pak Aldo, apa maksudmu?""Sialan! Pak Aldo menyuruhmu bawa anakmu dengan Afkar kemari. Kamu nggak paham?" bentak Rafai dengan kasar sambil memelototi Freya.Di hadapan Aldo, Rafai berusaha untuk menyenangkan sekaligus takut padanya. Dia khawatir sikap Freya akan membuat Aldo kesal dan melibatkan dirinya."Jangan bentak dia. Biar aku bicara pelan-pelan padanya," ucap Aldo melambaikan tangan kepada Rafai.Kemudian, Aldo menyipitkan matanya seraya berujar, "Sudah kubilang aku paling suka anak-anak. Freya, kamu bawa putrimu kemari dan jadikan aku sebagai kakek angkatnya. Gimana?"Mata Freya berbinar-binar. Dia tersenyum dan menjawab, "Oke! Anak itu sangat beruntung bisa punya kakek angkat seperti Pak Aldo. Tapi setelah cerai, anak itu diasuh ayahnya, nggak bersamaku."Benar. Freya cukup kejam. Namun ketika mendengar bahwa Aldo memiliki niat terhadap Shafa, wanita ini sedikit ragu. Freya memang tidak peduli
Afkar tentu saja ingin mengungkapkan rasa terima kasihnya.Setelah menjawab panggilan, Bayu menyapa dengan ramah, "Haha, Afkar ya.""Pak Bayu, terima kasih atas bantuanmu, Dokter Bian, dan Pak Heru. Begini, aku mau mentraktir kalian makan siang ini. Apa kalian bersedia?" tanya Afkar dengan tulus.Heru selalu bertamu di kediaman Keluarga Subroto. Bian juga diundang Keluarga Subroto dari Bumantra. Itu sebabnya, Afkar langsung menghubungi Bayu. "Afkar, kamu terlalu segan," balas Bayu menolak dengan sopan."Sudah seharusnya," sahut Afkar sepenuh hati."Baiklah. Aku akan kabari Heru dan Dokter Bian," ucap Bayu tanpa menolak lagi. Kebetulan, dia juga ingin lebih dekat dengan Afkar.Kemudian, Bayu menambahkan, "Oh, iya. Afkar, aku khawatir kamu merasa bosan kalau makan bersama kami yang sudah tua. Begini saja. Aku akan panggil beberapa anak muda seusiamu biar lebih ramai. Kamu keberatan nggak?"Afkar menimpali dengan santai, "Boleh. Pak Bayu yang putuskan saja."Bayu tersenyum sembari berkat
Apalagi, Keluarga Permono pernah bekerja sama dengan Keluarga Samoa. Mereka sangat memahami betapa kuatnya fondasi Keluarga Samoa.Jika tidak, Victor tidak akan merendahkan dirinya seperti ini di hadapan seorang pengurus Keluarga Samoa."Gulzar pasti baik-baik saja. Ya, pasti," ucap Victor berulang kali."Ya, ya, Gulzar pasti akan selamat!" Yola juga berdoa untuk keselamatan Gulzar.Namun, Gael hanya membalas, "Semoga begitu!"Saat ini, beberapa orang berjalan mendekat dengan santai. Begitu melihat mereka, Yola, Victor, Gael, serta para pengawal Keluarga Permono langsung menunjukkan ekspresi tidak ramah."Afkar, Felicia? Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Yola dengan dingin.Gael menatap Afkar sambil bertanya, "Bocah, aku sedang sibuk dan nggak punya waktu untukmu. Kamu malah sengaja muncul di hadapanku ya?"Afkar tersenyum dingin. "Barusan aku dengar kalian berdoa agar pemuda di dalam sana selamat, 'kan? Heh, sayang sekali .... Aku harus memberitahumu, rumah sakit ini nggak akan
Afkar sebelumnya sempat melirik kondisi pemuda itu dan yakin bahwa rumah sakit tidak akan mampu menyelamatkannya.Dilihat dari sikap Yola dan ayahnya, Afkar merasa ini adalah kesempatan untuk memanfaatkan keadaan. 'Kalian ingin pemuda itu tetap hidup? Oke, mari kita lihat sejauh apa mereka akan bersandiwara!'Selanjutnya, Afkar melanjutkan proses penyembuhan Mateo. Dia terus menyalurkan energi naga ke tubuh Mateo, sekaligus menggunakan teknik akupunktur "Sembilan Vitalitas" dari Kitab Kaisar Naga.Mateo yang awalnya berada di ambang kematian menurut ilmu medis modern, perlahan-lahan menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang luar biasa.Entah berapa lama kemudian, Mateo akhirnya bangun dan turun dari ranjang. Meskipun wajahnya masih agak pucat, dia sudah mampu untuk berdiri dan berjalan."Sekarang kamu cuma perlu istirahat beberapa hari dan semuanya akan pulih sepenuhnya," ucap Afkar sambil tersenyum.Mata Mateo berkaca-kaca. Dia memandang Afkar dengan penuh rasa syukur. Sesaat kemudian, d
Melihat situasi itu, Felicia segera menarik Shafa ke samping. Tatapannya penuh kemarahan saat menatap pihak lawan. Dia tidak menyangka mereka begitu arogan, langsung menyerang tanpa peringatan.Afkar hanya mendengus dingin. Satu tangannya tetap fokus menyalurkan energi naga ke tubuh Mateo, sementara tangan lainnya diangkat untuk menangkis serangan.Bam! Suara benturan keras terdengar disertai dengan getaran udara. Lengan bawah Afkar sontak bertabrakan dengan tulang kering pria berbaju putih.Tap! Tap! Tap! Pria berbaju putih itu mundur tiga langkah sebelum akhirnya bisa berdiri dengan stabil. Sebaliknya, Afkar tetap duduk tegak seperti gunung yang tak tergoyahkan."Kalau mau bersikap sombong, setidaknya becermin dulu! Sudah kubilang, temanku masih butuh perawatan di sini. Pergi sana!" Suara Afkar dingin tetapi berwibawa, menunjukkan posisinya.Wajah pria berbaju putih berubah serius. Dia menatap Afkar dengan mata berkilat ragu. "Bocah, kamu tahu siapa yang sedang kamu lawan?""Tuan mud
Tampak direktur unit gawat darurat masuk dengan tergesa-gesa, ekspresinya penuh dengan ketidaksabaran dan kecemasan!Di belakangnya, beberapa tenaga medis mendorong ranjang rumah sakit darurat. Di atas ranjang itu, terbaring seseorang yang tubuhnya berlumuran darah dan terlihat dalam kondisi sangat kritis.Di samping dan belakangnya, ada banyak orang yang mengikuti. Masing-masing menunjukkan wajah penuh kekhawatiran."Cepat! Selamatkan tuan muda kami!" Seorang pria paruh baya yang berpakaian rapi terus berteriak dengan keras."Kenapa di ruang gawat darurat ini masih ada orang lain? Cepat usir mereka keluar!" Terdengar suara seorang wanita yang tajam, kasar, dan arogan."Siapa mereka? Suruh mereka pergi sekarang juga! Kalau sampai pengobatan tertunda, rumah sakit ini akan menerima akibatnya!" Pria paruh baya lainnya yang mengenakan setelan formal, juga berbicara dengan arogan.Mendengar keributan itu, Afkar yang sedang merawat Mateo pun perlahan-lahan menoleh dengan tatapan dingin. Mata
"Ya sudah, jangan nangis lagi. Papa akan masuk dan melihatnya. Papa nggak akan membiarkan Paman Mateo meninggal."Afkar menghapus air mata Shafa, lalu segera memasuki ruang gawat darurat. Felicia mengikuti di belakangnya.Saat itu, dokter yang baru saja keluar dari ruangan hanya bisa menggeleng mendengar perkataan Afkar. Mereka mengira Afkar hanya berusaha menenangkan anaknya."Kalau pasien masih bisa selamat dalam kondisi ini, berarti dia seorang dewa! Kami saja nggak bisa menyelamatkannya, apa yang bisa dia lakukan?" Kepala dokter itu mencibir, merasa tidak senang dengan pernyataan Afkar.....Di dalam ruang gawat darurat, Mateo terbaring di sana. Darah masih mengalir perlahan dari mulut dan hidungnya.Beberapa alat medis dan tabung telah dilepas, hanya selembar kain putih yang menutupi tubuhnya. Jelas, pihak rumah sakit telah menyerah untuk menyelamatkannya dan langkah berikutnya adalah mengurus jenazahnya.Namun, seolah-olah merasakan sesuatu atau mungkin itu adalah momen terakhirn
Beberapa SUV melaju di jalan menuju ibu kota provinsi dari Kota Nubes. Di salah satu mobil, Noah memegang wajahnya dengan ekspresi dipenuhi keengganan dan kebencian. Matanya tampak tajam dan menyeramkan."Dasar pria tua bangka! Kamu tega memukulku demi orang luar!" Noah menggeram dengan penuh kebencian.Kemudian, dia menatap tajam ke arah David yang duduk di sebelahnya sambil berkata dengan galak, "Kamu keluar dari mobil!"David terkejut dan bertanya dengan takut, "Pak ... ada apa?""Aku ingin kamu tetap tinggal di Kota Nubes. Manfaatkan mantan istri Afkar untuk memisahkan dia dari Felicia!" Tatapan Noah berkilat tajam.Mendengar ini, ekspresi David tampak cemas dan takut. "Tapi ... Afkar akan membunuhku kalau aku melakukan itu.""Diam! Aku nggak menyuruhmu bertarung dengannya! Kalau kamu menolak, akan kubunuh kamu sekarang juga! Jangan pikir Afkar akan mengampunimu meskipun kamu nggak membantuku!" maki Noah sambil mencengkeram rambut David.Dengan tubuh gemetaran, David akhirnya menga
Dengan wajah penuh rasa malu dan bersalah, Heru memohon dengan tulus, "Aku sudah menyuruhnya pergi. Aku tahu kalau kalian bertemu, kamu pasti akan membunuhnya! Tapi, dia cucuku!""Pak, aku sudah menghukumnya dengan keras dan Keluarga Sanjaya akan memberi kompensasi besar sebagai permintaan maaf. Karena Bu Felicia dan putrimu nggak terluka, apa kamu bisa mengampuni Noah demi aku? Aku rela kehilangan martabatku!"Karen menggigit bibirnya dan berkata kepada Afkar dengan suara lembut, "Afkar, kujamin Kak Noah nggak akan melakukannya lagi! Demi hubungan kita, apa kamu bisa mengampuni nyawanya? Kakek sebenarnya berniat ...."Karen memberi tahu rencana Heru kepada Afkar, "Kak Noah sebenarnya impoten, makanya mentalnya agak bermasalah. Dia sebenarnya agak kasihan! Dia pasti khilaf. Apa kamu ... bisa mengampuninya?"Mendengar ini, senyuman dingin muncul di wajah Afkar. Dengan gigi terkatup, dia berkata, "Dia kasihan? Lalu, gimana dengan korbannya? Bukankah mereka lebih kasihan? Penyakit bukan a
Saat melihat Noah diusir oleh kakeknya sendiri, Felicia awalnya terkejut. Namun, dia segera merasa bangga! Dia merasa bangga karena suaminya! Meskipun Afkar tidak datang, dia tetap melindungi Felicia dari kejauhan!Felicia tidak menyangka bahwa kakek dan adik Noah datang karena Afkar. Mereka memarahi Noah habis-habisan dan langsung menyuruhnya pergi sejauh mungkin.Di sisi lain, Afkar membawa Shafa mengendarai mobil menuju lokasi. Setelah menggeledah seluruh tempat, dia tidak menemukan jejak Noah. Wajahnya langsung berubah menjadi suram.Afkar tahu bahwa dirinya terlambat, Noah sudah memindahkan semua. Saat membayangkan Felicia berada di tangan orang sekejam Noah, Afkar merasa sangat khawatir.Jika Felicia terluka, Afkar tidak akan pernah memaafkan diri sendiri, bahkan Noah harus dihancurkan hingga berkeping-keping! Seluruh Keluarga Sanjaya harus binasa!Namun, tiba-tiba tiga sosok muncul di depannya. Heru dan Karen ternyata datang bersama Felicia!"Afkar ...." Felicia melihat Afkar ya
Hanya saja, wajah Heru yang telah pulih sepenuhnya ini membuat Noah tercengang!Sebelumnya di telepon, Heru pernah memberi tahu Noah bahwa dokter sakti telah menyembuhkan wajahnya yang hancur. Namun, Noah sama sekali tidak menyangka hasilnya bisa sedahsyat ini!Saat itu juga, Noah semakin tidak sabar untuk bertemu dengan dokter sakti itu!"Kakek, para anak buah mungkin nggak mengenalimu dan Karen. Kenapa kamu nggak mengabariku saja? Aku bisa turun untuk menyambut kalian! Untuk apa berkelahi dengan mereka?"Noah mengira anak buahnya telah menghalangi kakeknya dan Karen masuk, sehingga keduanya terpaksa menerobos.Noah tersenyum, lalu melirik ke belakang Heru. "Kakek, di mana dokter sakti yang kamu sebutkan itu?"Plak! Begitu Noah selesai bicara, Heru langsung melayangkan sebuah tamparan keras ke wajahnya!Tubuh Noah sampai berputar satu kali akibat tamparan itu. Separuh wajahnya sontak bengkak. Dia pun menatap kakeknya dengan kaget dan bingung."Kakek, kenapa kamu menamparku?"Wajah Her