"Pak Fajar saja membayar 200 miliar untuk mendapatkan hak distribusi di Provinsi Zoda. Pak Budiman, kamu ingin mendapatkan hak distribusi di tiga provinsi dengan 400 miliar? Itu terlalu sedikit, 'kan? Lagi pula, khasiat obat kami biasa saja. Hasil produksi perusahaan kecil seperti ini mungkin nggak akan diakui," ucap Afkar."Hahaha! Aku hanya ingin menakut-nakuti Pak Fajar. Khasiat obat perusahaanmu sangat luar biasa, pasti akan populer! Aku tulus ingin bekerja sama. Gimana kalau aku bayar 800 miliar untuk hak distribusi di tiga provinsi timur? Aku akan suruh orangku transfer uangnya!" ujar Budiman sambil tersenyum canggung.Mendengar itu, semua orang di sana terkesiap kaget. Para eksekutif perusahaan hampir menangis saking senangnya.Saat Afkar tawar-menawar dengan Budiman, mereka sempat takut taipan dari dunia farmasi itu akan pergi dengan kesal. Siapa sangka, pria itu justru melipatgandakan nilai tawarannya! Sepertinya dia benar-benar menginginkan hak distribusi itu.Di sisi lain, e
Renhad dan Jesslyn juga telah meninggalkan kawasan pabrik. Begitu masuk mobil, Renhad langsung menerima telepon dari Erlin."Bu!" panggil Renhad dengan nada muram."Kudengar kamu bawa para eksekutif ke pabrik hari ini. Gimana? Apa Feli sudah menyerah?" tanya Erlin. Dia tahu bahwa putra keduanya pergi ke sana untuk melihat Felicia dipermalukan.Sejujurnya, tindakan seorang paman pada keponakannya seperti ini terbilang sangat rendah. Namun, Erlin tidak menyalahkan Renhad. Sebaliknya, dia terdengar antusias untuk mendengar apa yang terjadi.Saat ini, mayoritas anggota Keluarga Safira berharap Felicia menyerah dan menuruti perintah untuk menikah dengan Noah."Putus asa? Mana ada? Ibu nggak lihat betapa puasnya dia tadi!" sahut Renhad sambil tersenyum pahit.Erlin tertegun sejenak, lalu bertanya, "Kenapa? Apa yang terjadi?""Aku juga nggak tahu kenapa, ada banyak sekali distributor besar dari seluruh negeri yang meminta hak distribusi obat-obatan baru itu," ucap Renhad. Dia lantas mencerita
Felicia bertanya dengan nada bercanda. Namun, kekhawatiran terlihat dari matanya meski hanya sekejap. Di dalam hatinya, dia mengharapkan suatu jawaban."Kamu harusnya tahu apa yang aku alami. Aku pria yang pernah tersakiti, nggak begitu mudah untuk jatuh cinta. Haha," ujar Afkar sambil mentertawakan diri sendiri.Afkar mengatakan yang sebenarnya. Setelah dicampakkan dan disakiti oleh Freya, Afkar merasa dirinya sudah tidak percaya pada cinta lagi. Satu-satunya kelembutan di hatinya hanya untuk putrinya, Shafa.Afkar juga bukan sepenuhnya tidak memiliki perasaan terhadap Felicia. Namun, sebagian besar yang Afkar lakukan untuk Felicia didasarkan pada rasa terima kasih dan balas budi. Afkar tidak berpikir dia benar-benar memiliki perasaan cinta yang besar terhadap Felicia.Begitu mendengar ucapan Afkar, Felicia terkekeh-kekeh. Entah mengapa hatinya merasa agak gelisah."Kebetulan sekali. Aku juga pernah tersakiti, nggak begitu mudah untuk jatuh cinta. Jadi, ayo kita buat kesepakatan. Hm?"
Begitu Freya mendengar permintaan Aldo, ekspresinya seketika berubah. Dia bertanya, "Pak Aldo, apa maksudmu?""Sialan! Pak Aldo menyuruhmu bawa anakmu dengan Afkar kemari. Kamu nggak paham?" bentak Rafai dengan kasar sambil memelototi Freya.Di hadapan Aldo, Rafai berusaha untuk menyenangkan sekaligus takut padanya. Dia khawatir sikap Freya akan membuat Aldo kesal dan melibatkan dirinya."Jangan bentak dia. Biar aku bicara pelan-pelan padanya," ucap Aldo melambaikan tangan kepada Rafai.Kemudian, Aldo menyipitkan matanya seraya berujar, "Sudah kubilang aku paling suka anak-anak. Freya, kamu bawa putrimu kemari dan jadikan aku sebagai kakek angkatnya. Gimana?"Mata Freya berbinar-binar. Dia tersenyum dan menjawab, "Oke! Anak itu sangat beruntung bisa punya kakek angkat seperti Pak Aldo. Tapi setelah cerai, anak itu diasuh ayahnya, nggak bersamaku."Benar. Freya cukup kejam. Namun ketika mendengar bahwa Aldo memiliki niat terhadap Shafa, wanita ini sedikit ragu. Freya memang tidak peduli
Afkar tentu saja ingin mengungkapkan rasa terima kasihnya.Setelah menjawab panggilan, Bayu menyapa dengan ramah, "Haha, Afkar ya.""Pak Bayu, terima kasih atas bantuanmu, Dokter Bian, dan Pak Heru. Begini, aku mau mentraktir kalian makan siang ini. Apa kalian bersedia?" tanya Afkar dengan tulus.Heru selalu bertamu di kediaman Keluarga Subroto. Bian juga diundang Keluarga Subroto dari Bumantra. Itu sebabnya, Afkar langsung menghubungi Bayu. "Afkar, kamu terlalu segan," balas Bayu menolak dengan sopan."Sudah seharusnya," sahut Afkar sepenuh hati."Baiklah. Aku akan kabari Heru dan Dokter Bian," ucap Bayu tanpa menolak lagi. Kebetulan, dia juga ingin lebih dekat dengan Afkar.Kemudian, Bayu menambahkan, "Oh, iya. Afkar, aku khawatir kamu merasa bosan kalau makan bersama kami yang sudah tua. Begini saja. Aku akan panggil beberapa anak muda seusiamu biar lebih ramai. Kamu keberatan nggak?"Afkar menimpali dengan santai, "Boleh. Pak Bayu yang putuskan saja."Bayu tersenyum sembari berkat
Naufal telah dirawat di rumah sakit selama lebih dari seminggu. Hari ini, dia baru keluar dari rumah sakit.Meskipun saat itu Afkar memberinya Obat Luka Safira Farma, kerusakan pada kerongkongan dan ususnya yang disebabkan spirytus 96% tidak bisa sepenuhnya pulih dengan mudah. Bahkan ada kemungkinan meninggalkan efek samping jangka panjang.Selain itu, suara Naufal mungkin akan seperti ini selamanya. Bagaimana mungkin orang seperti Naufal tidak menyimpan dendam kepada Afkar yang menjadi penyebab semua ini? Naufal sangat marah saat melihat Afkar."Pak Naufal, kamu kenal orang ini?" tanya pemuda beranting dengan gugup. Jika ternyata Afkar adalah teman Naufal, dia akan merasa malu karena sudah bersikap kasar kepada Afkar barusan."Tentu saja kenal! Kak Naufal masuk rumah sakit gara-gara dia!" jawab Izora mengangguk sambil memelototi Afkar.Ada belasan orang yang datang bersama Naufal. Selain seorang wanita yang mencolok, semuanya menunjukkan ekspresi tidak ramah terhadap Afkar.Wanita itu
"Pak Jackson, ada apa?" tanya manajer dengan hormat.Meskipun Jackson hanya keluarga cabang, dia juga keturunan Keluarga Subroto. Manajer tentu saja sopan kepadanya."Usir orang ini!" perintah Jackson menunjuk Afkar.Manajer mengamati Afkar sekilas, lalu mempersilakannya keluar. Dia menegaskan, "Pak, silakan pergi."Afkar mengangkat alis sembari bertanya, "Kenapa aku harus pergi? Aku juga tamu yang mau makan di sini. Ini cara kalian memperlakukan tamu?"Jackson mendengus dingin sebelum menimpali, "Memangnya kamu pantas jadi tamu? Sriburasa itu pakai sistem member. Kamu nggak lihat di sini cuma ada ruang privat dan nggak ada ruang makan umum? Di sini cuma melayani member. Kamu punya member?"Ketika berbicara, Jackson mengamati pakaian Afkar yang harganya palingan hanya ratusan ribu dengan ekspresi jijik. Rombongannya juga memandang Afkar dengan tatapan merendahkan."Lihat penampilannya. Mana mungkin dia punya member hotel ini?""Member paling rendah di sini minimal harus mengisi saldo r
Ketika melihat kartu hitam itu, para satpam sontak tercengang. Ekspresi manajer berubah drastis. Dia segera berseru, "Berhenti!"Jackson terbelalak dengan tidak percaya. Aruna pun menatap kartu hitam itu dengan serius, lalu bertanya, "Ini ... kartu VIP untuk seluruh bisnis Keluarga Subroto, 'kan?"Afkar terkekeh-kekeh. "Kira-kira, apa tingkat keanggotaanku kalau punya kartu ini?""Tingkat tertinggi!" sahut Aruna. Hanya saja, sorot matanya masih dipenuhi keraguan saat bertanya, "Apa aku boleh lihat sebentar?"Aruna adalah keturunan keluarga utama. Namun, dia jarang menampakkan diri sehingga manajer hanya mengenal Jackson dan tidak mengenal dirinya.Afkar mengedikkan bahu, lalu menyerahkan kartu itu kepada Aruna. Aruna pun mengamati dengan saksama. Ekspresinya tampak tidak karuan."Gimana? Bukan kartu palsu, 'kan?" tanya Afkar dengan tersenyum."Sepertinya begitu." Aruna mengangguk dan mengembalikan kartu itu kepada Afkar."Itu artinya, aku berhak mengusir anggota yang lebih rendah darik
Menikah ... dengan pria ini? Pada saat itu, hati Felicia terasa kacau. Namun, ketika dia menoleh ke arah Afkar yang berdiri di sampingnya, entah kenapa hatinya tiba-tiba menjadi tenang. Bayangan pangeran berkuda yang dulu dia impikan perlahan mulai menyatu dengan sosok pria di hadapannya ini."Nggak apa-apa! Ayo, kita masuk untuk milih gaun pengantin!" Dengan senyuman lembut di wajahnya, mata Felicia tampak sedikit merah dengan kilau yang hampir tak terlihat.Pada momen itu, hati Afkar terasa seperti tertusuk sesuatu. Dia terpana. Dalam sekejap, Felicia terlihat begitu memesona hingga membuatnya tenggelam dalam keindahan tersebut.Namun, momen hangat itu mendadak pecah oleh suara nyaring yang tak diundang. "Wah, kak Felicia? Bawa cowok ini untuk milih gaun pengantin, ya?"Mendengar suara itu, Felicia dan Afkar langsung mengernyitkan dahi. Ekspresi keduanya memancarkan kejengkelan."Ya. Kami akan menikah. Bukankah aku baru saja mendapatkan perusahaan farmasi? Ayah dan ibuku bilang ini s
Afkar langsung mengenali dokumen itu! Bukankah ini perjanjian pernikahan palsu yang pernah ditandatangani Felicia bersamanya? Namun kenapa sekarang ... dia malah merobeknya?"Eh, maksudmu apa? Apa kamu merasa aku melayanimu kurang baik dan ingin mengakhiri ini semua?" Afkar mengernyitkan dahi. Wajahnya tampak rumit, tidak mengerti kenapa mendadak perjanjian itu disobek."Dasar bodoh!" Felicia mendelik sebal, lalu berkata dengan nada dingin, "Luangkan waktumu sore ini. Kita pergi beli pakaian pernikahan dan perhiasan.""Eh ...." Afkar terpana lagi. Namun setelah menyadari maksudnya, senyum tipis langsung muncul di wajahnya. "Oh, jadi maksudnya mau meresmikan aku, ya?"Wajah Felicia yang cantik memerah seketika, rona merah merayap hingga ke pipinya. "Jangan sok tahu! Siapa juga yang mau meresmikanmu?! Itu cuma kemauan ayah dan ibuku. Ini cuma untuk membuat mereka senang!"Afkar tertawa kecil, lalu berkata santai, "Oke, oke. Kalau begitu, kita harus melakukannya dengan serius, 'kan?""Ber
Sahira akhirnya melepaskan tangannya dari leher Afkar, kemudian langsung naik ke mobil dan meninggalkan tempat itu. Afkar berdiri di sana, tampak seperti pria yang terbuai sambil menatap mobil Sahira yang menghilang di kejauhan.Namun, begitu dia berbalik, ekspresinya langsung berubah dingin.Pada saat ini, Sahira mengira Afkar sudah sepenuhnya berada di bawah kendalinya. Namun, dia tidak menyadari bahwa racun pengikat jiwa yang dimasukkannya telah terblokir oleh energi naga dalam tubuh Afkar.Afkar sebenarnya bisa memusnahkan racun itu, tetapi dia ragu sejenak. "Sahira, kuharap kamu benar-benar bisa menemukan orang tuaku. Kalau itu benar terjadi, aku nggak tahu harus bagaimana membalas budimu.""Cari liontin naga? Apa kamu tahu rahasia liontin itu ... atau bahkan identitasku? Mengembalikan kerabatku? Entah kenapa, aku sama sekali nggak percaya."....Malam harinya.Afkar keluar dari vila dan duduk bersila di puncak gunung yang sunyi tanpa penghuni. Di depannya, giok spiritual mengamba
Tidak heran Alvin dulu bisa tergila-gila pada Sahira, sampai-sampai tak mau mendengar nasihat orang tuanya. Saat ini, Afkar menatap Sahira dengan tatapan penuh ketertarikan dan keinginan yang tak bisa ditutupiDengan wajah terpesona, dia mengangguk seperti orang bodoh dan berkata, "Cantik ...."Sahira tersenyum manis, tetapi di dalam hatinya dia mendengus dingin. 'Dasar pecundang! Berani-beraninya kamu menggagalkan urusanku berkali-kali, tapi pada akhirnya tetap jatuh dalam genggamanku.''Kali ini, racun pengikat jiwa yang kuberikan padamu jauh lebih kuat dibandingkan racun cinta yang kupakai pada Alvin dulu. Meskipun kamu punya kemampuan, kali ini kamu nggak akan bisa lepas dari kendaliku.'"Kamu suka aku nggak?" Sahira berbisik lembut, tubuhnya yang lentur kini menggantung di leher Afkar, suaranya seperti alunan melodi yang memabukkan."Tentu saja suka ... sangat suka," jawab Afkar. Tatapan matanya kosong seperti terbius."Kalau begitu, aku mau tanya beberapa hal padamu. Kamu harus j
Fadly sempat tertegun sejenak. Dari tatapan mata Afkar, dia merasakan sesuatu yang berbahaya.....Di sebuah jalan pegunungan yang sunyi, Sahira mengemudikan mobil off-road-nya dengan kecepatan stabil. Pada saat ini, dia sudah keluar dari wilayah kekuasaan Keluarga Samoa.Namun, tiba-tiba matanya yang penuh pesona melirik ke kaca spion, dan senyum penuh arti muncul di wajahnya. Dengan cepat, dia memutar kemudi dan berbelok menuju sebuah jalan kecil yang lebih terpencil.Tak lama kemudian, sebuah sosok yang tegap tiba-tiba muncul di tengah jalan dan menghentikan laju mobil. Sahira menghentikan mobil dan turun, ekspresinya tampak sedikit heran dan curiga. "Kamu mau apa?" tanyanya.Wajah Afkar terlihat dingin, lalu dia berkata dengan suara berat, "Rampok!"Sahira tercengang sejenak, kemudian tertawa terbahak-bahak, suara tawanya manis namun menggoda."Merampok? Wah, Afkar… kamu humoris juga, ya. Jadi kamu mau merampok apa nih? Uang atau ... kehormatanku?"Wanita ini sepertinya memiliki da
"David benar-benar luar biasa, ikut lelang sampai muntah darah! Salut! Salut!" kata Fadly dengan nada penuh cemoohan dan tawa bahagia saat melihat itu.Afkar hanya terkekeh kecil dan berjalan pergi bersama Fadly. Mereka menuju ruang tamu prasmanan yang sudah disiapkan oleh Keluarga Samoa untuk menikmati makanan ringan, sebelum mengikuti sesi lelang siang.Meskipun Afkar tidak mendapatkan giok spiritual, dia tetap penasaran ingin melihat apakah ada barang berharga lain yang layak untuk dimenangkan."David! David, kamu baik-baik saja, 'kan?!" Si selebritas panik melihat David memuntahkan darah."Pergi sana!" David mendorongnya dengan kasar, wajahnya masih merah padam dan penuh amarah sambil menatap ke arah Afkar dan Fadly yang pergi."Afkar sialan! Kita lihat saja nanti! Aku bersumpah kamu akan mati tragis!"Dalam sekejap, David berbalik menatap pengurus Keluarga Samoa dengan tajam. "Gimana dia bisa mendapatkan jimat itu? Apa kalian tahu?"Pengurus itu sempat ragu, tetapi mengingat David
David tertawa terbahak-bahak. Di sampingnya, Fadly yang melihat wajah puas David tak bisa menahan diri lagi dan langsung tergelak. "Dasar tolol! Bikin aku ngakak saja ...."Mendengar itu, wajah David langsung menggelap. "Fadly, tolong jaga sikapmu!" katanya dengan nada tajam.Fadly malah tertawa lebih keras lagi. Orang ini berkoar-koar tak ada habisnya, tapi malah menyuruh orang lain menjaga sikap .... Lucu sekali!Pada saat ini, seorang pengurus dari Keluarga Samoa tiba-tiba keluar dari ruangan tempat transaksi sebelumnya dan berlari mengejar Afkar. "Pak Afkar, mohon tunggu sebentar!"Begitu menyusulnya, pengurus itu menyerahkan sebuah kartu emas berkilauan dengan huruf besar "Samoa" di atasnya."Pak Afkar, ini adalah Kartu VIP Emas dari Keluarga Samoa untuk Anda! Ke depannya, kalau Anda mengikuti lelang kami, biaya penyelesaian transaksi akan dipotong sebesar 3%! Hanya tamu dengan total transaksi lebih dari 800 miliar yang berhak mendapatkan perlakuan khusus ini," ujar pengurus itu d
Melihat ekspresi Afkar seolah-olah telah membuat keputusan besar dan mengumpulkan keberanian untuk mengajukan tawaran, wajah Fadly berkedut beberapa kali. Orang lain mungkin tidak tahu, tapi Fadly jelas mengetahuinya.Jimat Pencabut Nyawa ini adalah barang titipan Afkar sendiri! Sungguh licik!Kakak ipar ini benar-benar menjebak orang tiada ampun! Kalau bukan menjebak Sahira, ya pasti menjebak David!"840 miliar!" Seperti yang diduga, melihat Afkar mengajukan tawaran, Sahira kembali mengangkat papan tawaran."860 miliar! Bu Sahira, jangan terlalu berlebihan!" seru Afkar dengan menggertakkan gigi."880 miliar! Kalau nggak punya kemampuan, tutup saja mulutmu!" ejek Sahira dengan dingin."Baiklah, kamu menang!" Bibir Afkar tampak gemetar "marah". Suaranya seolah-olah dipenuhi rasa tidak rela, marah, dan frustrasi.Pada saat ini, David menelan ludah dan wajahnya tampak muram. Melihat Afkar yang duduk kembali, lalu melihat Sahira ... Afkar benar-benar tidak mengajukan tawaran lagi? Serius?
Makanya, Sahira menyerah begitu saja melihat David ikut menawar."Eh? Dia juga mau beli? Menarik sekali." Afkar terkejut melihat David menawar harga. Seketika, dia menyunggingkan senyuman misterius. 'Mau beli jimatku ya? Boleh saja! Naikkan dulu harganya!'"Tujuh ratus miliar!" Afkar yang sudah duduk tiba-tiba bangkit kembali.David pun tercengang. Dia mengira dirinya sudah menang, tetapi Afkar tiba-tiba menawar lagi."Tujuh ratus dua puluh miliar!" Begitu Afkar kembali, Sahira juga menawar lagi.David mengedipkan matanya beberapa kali. Pada akhirnya, dia menelepon Noah. "Pak, aku di acara lelang Keluarga Samoa. Ada jimat yang katanya bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir dalam sekejap. Aku ingin mendapatkannya."Terdengar suara rendah Noah dari ujung telepon. "Jimatnya bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir dalam sekejap? Serius?"David menganalisis, "Seharusnya benar. Afkar dan seorang wanita sedang menawar secara gila-gilaan. Harganya sudah men