Keluarganya Nadine tidak meminta pendapat Nadine lebih lanjut soal mengenai perceraiannya dengan Aliando, karena mereka pikir Nadine pasti akan setuju.
Pukul sepuluh lebih, kerabatnya Nadine baru pulang. Termasuk Alex yang pulang bersamaan dengan mereka.Aliando, Nadine, Kinanti dan Arjuna mengantarkan mereka sampai ke depan rumah, sampai mereka masuk ke dalam mobil masing-masing dan mobil-mobil itu pun mulai beranjak pergi dari halaman rumah.Ketika semuanya sudah pergi, mereka masuk ke dalam rumah lagi hendak istirahat."Mau ke mana kamu, Al?!" Kinanti berseru saat melihat Al hendak berjalan menuju ke arah kamarnya."Mau istirahat, Ma." Jawab Aliando yang jadi mengurungkan niatnya menuju kamar.Kinanti langsung memutar bola matanya. "Enak aja istirahat. Bantu yang lainnya dulu di belakang sana sampai semuanya beres! Baru kamu boleh tidur!""Awas saja ya kalau kamu sampai tidur duluan sebelum semuanya beres!" Lanjutnya sambil menuding muka Aliando.Sehabis berkata, Kinanti berjalan menuju kamarnya.Aliando menghela nafas kasar. Sebenarnya dia sudah capek sekali. Tenaganya benar-benar sudah terkuras habis hari ini. Ingin cepat-cepat beristirahat.Tapi dia hanya bisa menuruti perintah Ibu mertuanya sebelum masalahnya akan jadi panjang.Aliando segera pergi ke belakang rumah untuk membantu orang-orang yang tengah membereskan tempat pesta tadi.Pukul dua belas malam lebih, acara bersih-bersih dan beres-beres halaman belakang rumah baru selesai.Akhirnya Aliando baru bisa mengistirahatkan tubuhnya. Dia pun langsung merebahkan diri di atas kasur. Lantas memejamkan matanya.Aliando tidur terpisah dengan Nadine semenjak Kakeknya Nadine meninggal.Bahkan, dia belum menyentuh Nadine sama sekali semenjak mereka melangsungkan pernikahan.Nadine juga tidak mau disentuh oleh dirinya. Jika mereka tidur bareng di kamar, mereka tidur secara terpisah. Nadine tidur di ranjang, sedangkan Aliando tidur di sofa.Kinanti dan Arjuna juga melarang dirinya menyentuh Nadine. Apalagi semenjak Kakek meninggal. Ide mereka harus tidur terpisah juga tercetus dari mereka berdua.Sebenarnya Aliando benar-benar sudah muak dan marah diperlakukan bak pembantu, pesuruh dan supir di keluarga istrinya.Dia juga muak dengan hinaan, cacian dan makian yang dia terima dari keluarga dan kerabatnya Nadine.Namun, Aliando tidak bisa berbuat apa-apa karena dia miskin.***Pagi harinya. Ketika Aliando baru saja pulang ke rumah, sehabis mengantar Nadine ke tempat perusahaannya bekerja, ia melihat Ayahnya tengah berdiri di samping gerbang rumah.Damar langsung melambaikan tangannya ketika melihat Aliando. Wajahnya juga terlihat berbinar.Aliando segera memarkirkan mobil, keluar dari mobil dan bergegas menuju ke arah depan.Ada apa Ayahnya itu menemui dirinya? Pikir Aliando.Sebelum menemui Ayahnya di depan, Aliando bicara kepada satpam rumah itu lebih dulu."Kenapa kau enggak membukakan pintu untuk Ayahku dan menyuruhnya untuk masuk? Kenapa kau membiarkan dia di luar begitu saja?" Tanya Aliando dengan kening berkerut. Ia agak kesal.Meskipun sebenarnya Aliando juga tak begitu menyukai kelakukan dan sifat Ayahnya yang kadang agak menjengkelkan.Ayahnya sering main judi yang menyebabkan, terkadang, dirinya harus ikut terseret ke dalam masalahnya. Namun dia juga tidak terima jika melihat Ayahnya diperlakukan kurang sopan begitu.Satpam itu malah menyeringai, tersenyum meremehkan sambil berkacak pinggang."Tuan dan Nyonya sudah melarangku supaya tidak membiarkan Ayahmu masuk ke dalam rumah tanpa ijin dari mereka!" Satpam itu berseru dengan kedua alis terangkat tinggi. Tak terlihat takut sama sekali dengan gertakan Aliando.Kemudian, satpam itu menuding muka Aliando. "Dan...hei...kalian itu adalah keluarga miskin...meskipun kamu itu adalah suaminya Nona Nadine dan menantu di keluarga ini...tapi kamu itu hanya dianggap sampah oleh mereka! Kedudukan kita itu sama di sini! Dan...hei...kau..bahkan diperlakukan lebih buruk dariku!"Aliando mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Menatap satpam itu dengan tajam. Namun satpam itu juga balas menatapnya tajam. Tak merasa terintimidasi sedikit pun dengan sikap yang Aliando tunjukan kepadanya.Dia merasa kedudukannya sama dengan Aliando di rumah itu. Bahkan lebih tinggi!"Tutup mulutmu! Jangan asal bicara kau!" Aliando menuding muka sang satpam sambil menggeram.Namun satpam itu tetap tidak takut, malah nantangin.Akhirnya Aliando memilih untuk tidak menggubris satpam tersebut. Aliando sadar akan posisinya di rumah itu.Bahkan, mungkin saja, mertuanya akan lebih percaya dengan satpam itu dibandingkan dengan dirinya.Maka, dia pun memilih tak meladeninya lagi, bergegas ke depan, menghampiri sang Ayah yang nampak antusias sekali begitu melihat kemunculan dirinya.Aliando juga penasaran dengan maksud kedatangan Ayahnya ke rumah ini."Ada perlu apa Ayah datang ke sini? Menemuiku?" Tanya Aliando.Damar terdiam sejenak. Berfikir.Kemudian, menjelaskan jika maksud kedatangannya karena hendak meminjam uang untuk membayar hutangnya kepada renternir.Aliando memutar bola matanya begitu mendengar penjelasan dari sang Ayah, seketika itu keningnya berkerut.Aliando menghela nafas lebih dulu, lantas berkacak pinggang."Yah...Ayah kan tahu sendiri...aku itu di sini cuma dianggap kayak babu saja...bukan menantu yang sebenarnya...gajiku di bar juga...enggak seberapa...jadi aku enggak punya banyak uang..."Sehabis melakukan pekerjaan rumah, malamnya, Aliando pergi bekerja di sebuah bar jadi bartender.Namun dari keluarga istrinya tidak ada yang peduli.Makanya, dia juga sering kena omel dari Boss di tempatnya bekerja lantaran sering telat. Jika dia hendak pergi bekerja, ada-ada saja kelakuan orang-orang rumah yang mendadak menyuruhnya.Walau dia bekerja, tapi tidak membuat Aliando berhenti mendapat cibiran, makian, serta direndahkan.Apalagi dengan pekerjaannya yang hanya sebagai bartender, hal itu tak membuat keluarga istrinya merasa bangga."Ayah mohon sama kamu, Al. Hanya kamu satu-satunya keluarga yang Ayah punya saat ini. Ayah sudah bingung sekali mau cari pinjaman uang ke mana lagi. Ayah bingung mau minta bantuan sama siapa lagi, kalau bukan sama kamu."Kamu tahu sendiri, kan? Para renternir ini sangat kejam sekali dan menagih dengan cara yang kasar, Al dan bahkan mereka tak segan-segan akan menghabisi Ayah kalau Ayah sampai enggak bisa membayarnya."Kamu kan bisa pinjam sama istri atau mertuamu, Al...pasti...mereka akan memberimu pinjaman."Aliando tersentak, menatap ke sekeliling lebih dulu sebelum kemudian menatap Ayahnya lagi dengan tajam.Itu ide yang tidak bagus!"Apa Ayah sudah gila, hah?! Mereka saja bahkan enggak menganggapku sama sekali, Yah. Apalagi semenjak Kakeknya Nadine meninggal. Mereka jadi bertindak semena-mena sama aku. Pasti, aku akan dihina dan dicaci maki kalau aku sampai minjam uang sama mereka!""Ayah mohon sama kamu, Al. Kamu belum mencobanya, kan? Pasti mereka akan memberimu uang...percaya sama Ayah!" Damar sampai memohon kepada Aliando dengan wajah memelas. Meyakinkan Aliando jika keluarga istrinya akan memberinya pinjaman.Aliando menghela nafas. Belum bisa memutuskan. Masih berfikir.Di sisi lain, dia jadi tidak tega jika sudah melihat Ayahnya sampai memelas begini kepada dirinya. Ia juga tidak mau jika terjadi apa-apa dengan Ayahnya.Aliando berdecih."Berapa hutang Ayah sama renternir itu?!" Tanya Aliando."30 juta, Al." Jawab Damar. Detik berikutnya, ia langsung menundukan kepala.Aliando memutar bola matanya. Buat apa uang sebanyak itu?Pasti buat main judi.Aliando berdecak.Aliando juga cukup kaget begitu mendengar nominalnya.Baginya, nominal uang segitu sangat lah besar. Susah mendapatkannya bagi orang seperti dirinya.Aliando mengusap wajah. Tidak tahu apakah ide meminjam uang kepada Nadine dan mertuanya itu akan berhasil atau tidak. Ia tidak terlalu yakin.Damar terus memohon kepada Aliando. Mendesak untuk melakukan apa yang dia katakan tadi.Bahkan Damar sampai mau bersimpuh di kaki Aliando dan memohon-mohon kepadanya.Hal itu membuat Aliando berdecih, buru-buru menahan Ayahnya supaya tidak sampai bersimpuh di kedua kakinya."Oke, oke. Akan aku usahakan, Yah. Aku akan coba ngomong sama Nadine atau enggak sama mertuaku soal hal ini!" Jawab Aliando. Setengah kesal.Namun tidak dengan ekspresi Damar yang mendadak berbinar begitu mendengar jika Aliando akan mengusahakannya."Terima kasih, Al. Terima kasih banyak. Kamu memang anak Ayah yang baik." Damar memeluk Aliando dan menepuk-nepuk punggungnya.Baik lah. Aliando akan mencoba meminjam uang kepada Nadine. Meskipun mungkin dia akan mendapat omelan dulu.Tapi, tidak apa-apa lah. Demi sang Ayah. Akan dia lakukan, walau harus mendapat makian dan hinaan, lagi pula, hal itu sudah menjadi makanan sehari-harinya.Setelah itu, Damar pamit pulang ke rumah kontrakannya.Bahkan, saking miskinnya, mereka tidak punya rumah sendiri dan harus tinggal di rumah kontrakan.***Di dalam mobil, dalam perjalanan pulang sehabis menjemput Nadine dari kantor, Aliando memberanikan diri bicara mengenai dia yang hendak meminjam uang kepada Nadine untuk membayarkan hutang Ayahnya kepada renternir.Nadine memutar bola matanya begitu mendengarnya. Berhenti bermain ponsel. Menatap Aliando."Ck, kamu ini ya...selalu aja menyusahkan!" Decak Nadine.Aliando menghela nafas."Maafkan aku, Nad. Tapi, aku enggak tega sama Ayah dan kalau enggak dibayar, maka, pasti Ayah akan mendapat masalah."Nadine memperbaiki posisi duduknya. Terdiam sebentar sebelum kemudian menatap Aliando lagi. "Memangnya berapa hutang Ayahmu sama renternir?!""Tiga puluh juta.""Apa?!"Nadine berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Kok bisa sih Ayahmu punya hutang sebanyak itu sama renternir?! Apa Ayahmu itu enggak mikir kalau dia itu miskin? Emangnya buat apa?!""Sepertinya...buat judi, Nad."Nadine berdecak, geleng-geleng kepala.Nadine sudah tahu kalau Ayahnya Aliando suka main judi."Oke. Ntar aku pinjemin." Jawab Nadine pendek setelah terdiam sebentar. Setelah itu, dia fokus pada ponselnya lagi.Aliando menatap sang istri dengan cepat. Tak menyangka jika Nadine akan bersedia meminjamkannya. "Makasih, ya, Nad. Makasih banyak karna kamu mau meminjamkan uang sama aku."Seketika kedua mata Aliando menda
Jadi, Bossnya akan memberikan pinjaman uang kepada dirinya, berapa pun yang ia minta, asalkan, dirinya mau menyerahkan Nadine kepadanya?Seketika darah dalam diri Aliando mendidih. Ia langsung menatap Albert dengan tajam.Aliando menggeleng dengan cepat sambil mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Dia tidak akan menyerahkan Nadine kepada Bossnya!Suami mana yang rela memberikan istrinya kepada lekaki lain?Walau Aliando tahu jika Nadine bersikap cuek dan dingin kepadanya, tidak mencintainya, tapi, entah kenapa, dia tidak rela saja memberikan Nadine kepada lelaki lain, melihat Nadine disentuh oleh lelaki lain."Saya enggak mau, Boss!" Jawab Aliando setelah terdiam sebentar.Albert mengerutkan kening. Menyipitkan pandangan. "Yakin? Kamu enggak mau? Kamu enggak mau memberikan istrimu padaku?" Albert bertanya lagi. Memastikan."Yakin sekali. Saya tidak akan membiarkan seorang pun menyentuh Nadine! Istri saya!" Jawab Aliando lagi dengan intonasi suara keras. Tetap bersikeras.Albert malah
Begitu sampai di The Clouds, Aliando langsung duduk di sofa samping Dika.Ada teman-temannya Dika pula di sana. Mereka tengah asik berbincang. Bersantai. Mungkin melepas penat setelah seharian melakukan aktivitas. Di atas meja, dipenuhi botol-botol minuman beralkhohol mahal, gelas-gelas dan juga rokok. Asap juga tengah mengepul bebas dari mulut mereka masing-masing. Sesekali mereka menenggak minuman. Aliando langsung menayakan kabar Dika. Pasalnya mereka sudah lama tidak bertemu. Aliando sudah tahu jika Dika sudah jadi orang sukses sekarang. Aliando ikut senang dengarnya. Bagimana tidak senang? Sahabat baiknya sejak SMA sudah jadi orang sukses. Aliando adalah saksi mata dari awal Dika memulai bisnis, sampai bisa sesukses seperti sekarang ini. Makanya, Aliando berharap lebih kepada Dika yang akan membantunya karena mereka adalah sahabat sejak SMA. Namun Aliando harus dikejutkan dengan sikap Dika yang tidak terlalu antusias menjawab pertanyaannya dan kehadirannya.Dika juga tid
"Marahin aja tuh Mbak suami kerenya!" "Bikin malu aja!""Makanya kerja. Jangan kerjaanya cuma minjam duit doang!" Seru teman-temannya Dika sambil ketawa. Dika telah kongkalikong dengan mereka sebelumnya untuk ikut menghina nasib Aliando. Mereka juga mengira jika Nadine akan memarahi Aliando dikarenakan Aliando meminjam uang kepada temannya. "Lihat lah suami miskinmu itu, Nad. Memalukan sekali bukan? Masa, dia mau minjam uang sama aku sih?" Dika menyeringai sambil bangkit dari duduknya. Berjalan mendekat ke arah mereka berdua.Wajah Nadine berubah masam sambil menahan marah. "Kamu kok kejem banget sih sama sahabatmu sendiri, Dik? Dulu, pas kamu lagi susah, mau berteman sama Al. Dulu, Al juga sering bantu kamu. Tapi, kenapa, sekarang, pas giliran kamu udah sukses. Udah jadi orang kaya. Kamu jadi lupa sama temen yang udah sering bantu kamu!" Nadine berseru kesal. Nadine juga menungkapkan kekecewaannya terhadap Dika karena tega menyuruh Aliando melakukan hal yang dapat membuat harga
Aliando terbelalak begitu mendengar nominal yang harus dia bayarkan yang tak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ayahnya. "Bagimana bisa jadi 50 juta? Bukannya total semua hutang Ayah saya itu hanya 30 juta?! Kenapa tahu-tahu bisa jadi 50 juta? Apa-apa an ini!" Aliando tidak terima. Dia butuh penjelasan. Aliando menoleh ke arah sang Ayah, meminta penjelasan darinya. "Benar kan, Yah? Semua total hutang Ayah sama mereka itu hanya 30 juta?! Bukan 50 juta?!" Pak Damar nampak clingak-clinguk dulu sebelum kemudian mangguk-mangguk. Membenarkan. "Iya, Al. Hutang Ayah sama mereka itu hanya 30 juta saja." Kemudian, Pak Damar beralih menatap mereka berdua dengan kening berkerut. Dia juga kaget karena tahu-tahu hutangnya jadi 50 juta. "Kenapa bisa jadi 50 juta? Bukannya hutang saya sama kalian itu hanya 30 juta?" "Heh, itu bunga! Bunga!" "Apa kau tidak paham juga, hah?!" Kata mereka. Agak emosi. Bunga? Sebanyak itu? "Boleh saya liat bukti hutang Ayah saya?!" Ucap Aliando setelah terd
Sang Boss melepas kaca mata hitamnya yang bertengger di hidungnya setelah tepat berada di depan Aliando.Lalu Sang Boss memicingkan pandangan, menatap Aliando lekat, lantas tergelak setelah mengamati Aliando dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pemuda yang tak ada spesial-spesialnya. Hanya bocah kemarin sore. Batin Sang Boss. Sang Boss sempat beralih menatap Pak Damar, yang langsung kicep, sebelum kemudian menatap Aliando lagi. Kini urusan hutangnya Pak Damar beralih ke Aliando. Putranya. "Jadi, kau tidak mau membayar hutang pada kami?!" Tanya Sang Boss sambil menghisap rokoknya, seketika itu asap rokok menyembul keluar dari dalam mulutnya dan menerpa wajah Aliando. Aliando menggerakan wajah ke samping demi menghindari asap rokok, kemudian kembali menatap Sang Boss, menghela nafas pelan. Sudah berapa kali dia katakan, kalau dia akan membayar hutang Ayahnya, tetapi sesuai yang tetera di surat perjanjian, bukan sama sekali tidak mau membayarnya!Aliando agak kesal dengan hal itu.
Kening Aliando berkerut, kemudian memicingkan mata. "Apa kalian bilang barusan? Kalian memanggil saya dengan...sebutan 'Tuan Muda'?"Apa saya tidak salah dengar?!" Tanya Aliando dengan suara terbata. Mereka berdua saling pandang, sebelum kemudian menatap Aliando lagi. "Tidak, Tuan Muda." Jawab mereka berdua dengan kompak sembari menggelengkan kepalanya.Aliando tersentak.Jadi dirinya tidak salah dengar? Mereka memang sengaja memanggil dirinya dengan sebutan 'Tuan Muda?' Aliando tidak mengerti, bingung dengan panggilan tersebut. Sementara itu, terlihat Pak Damar yang tengah bergegas menghampiri Aliando. "Kamu tidak apa-apa, Nak?" Tanya Pak Damar cemas begitu sudah berada di dekat Aliando. "Aku tidak apa-apa kok, Yah." Jawab Aliando sambil menggeleng. Masih memikirkan panggilan 'Tuan Muda' yang keluar dari mulut bodyguard itu. Pak Damar langsung menghela nafas lega begitu mendengarnya. Dia merasa amat bersalah jika sampai terjadi apa-apa dengan putranya, sudah putranya yang m
"E-mail itu...bukan kah e-mail itu hanya spam? E-mail itu hanya mau mengerjai saya saja?" Tanya Aliando sambil tergelak. "Tidak, Tuan Muda. E-mail itu beneran dikirimkan dan ditunjukan untuk Tuan Muda. Tuan Besar Arya lah yang mengirimkannya secara langsung." Aliando tersentak lagi, terdiam, mencoba mencerna perkataan Pak Irawan barusan. Jadi, e-mail itu bukan spam? Pantas saja. E-mail itu sempat masuk kembali secara berulang-ulang, karena kesal, akhirnya Aliando tak mengubrisnya sama sekali. Mengabaikannya. Sebentar...jadi si pengirim e-mail itu adalah Tuan Besar Aryaprasaja?Astaga. Aliando sampai tidak menyadari si pengirim e-mail tersebut.Kemudian, Aliando mencoba membandingkan isi e-mail itu dengan penjelasan Pak Irawan barusan, seketika itu, bulu kuduknya pun berdiri. "Enggak...ini enggak mungkin...ini...ini enggak mungkin..." Aliando geleng-geleng kepala. Itu masih terdengar tak masuk akal baginya.Bagimana mungkin jika dia adalah putranya Tuan Besar Aryaprasaja? Pewar
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa