Jadi, Bossnya akan memberikan pinjaman uang kepada dirinya, berapa pun yang ia minta, asalkan, dirinya mau menyerahkan Nadine kepadanya?
Seketika darah dalam diri Aliando mendidih. Ia langsung menatap Albert dengan tajam.Aliando menggeleng dengan cepat sambil mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Dia tidak akan menyerahkan Nadine kepada Bossnya!Suami mana yang rela memberikan istrinya kepada lekaki lain?Walau Aliando tahu jika Nadine bersikap cuek dan dingin kepadanya, tidak mencintainya, tapi, entah kenapa, dia tidak rela saja memberikan Nadine kepada lelaki lain, melihat Nadine disentuh oleh lelaki lain."Saya enggak mau, Boss!" Jawab Aliando setelah terdiam sebentar.Albert mengerutkan kening. Menyipitkan pandangan. "Yakin? Kamu enggak mau? Kamu enggak mau memberikan istrimu padaku?" Albert bertanya lagi. Memastikan."Yakin sekali. Saya tidak akan membiarkan seorang pun menyentuh Nadine! Istri saya!" Jawab Aliando lagi dengan intonasi suara keras. Tetap bersikeras.Albert malah terkekeh begitu mendapati kepercayaan diri Aliando. "Heh, bodoh! Nona Nadine itu tidak mencintaimu. Karna kau itu lelaki miskin. Dan...apa kau tidak sadar diri, heh? Kau sama sekali tidak pantas bersanding dengan Nona Nadine. Mengerti?!" Ledek Albert.Aliando tambah mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat begitu mendengar penghinaan dari Albert. Ingin sekali Aliando merobek mulut Albert."Dan kau juga enggak dianggap sama sekali di keluarga Arjuna. Kau itu hanya dianggap kayak pembantu. Kayak babu. Ckck, menyedihkan sekali. Dan kau masih mau tinggal bersama mereka? Kau masih mau mempertahankan rumah tanggamu yang jelas-jelas, istrimu saja enggak mencintaimu?""Padahal...aku mau menawarimu uang. Berapa pun yang kau minta, akan aku kasih. Kau bisa foya-foya, bermain dengan perempuan cantik dan seksi di luar sana. Beli barang apa saja yang kau mau. Hanya dengan kau serahkan istrimu buat tidur denganku saja. Tidak berat, kan?" Albert menyeringai.Amarah Aliando semakin berada di ujung tanduk.Aliando tidak akan pernah membiarkan Nadine disentuh oleh lelaki mana pun! Tidak akan pernah!"Jadi, kau tetap enggak mau? Menyerahkan istrimu?" Tanya Albert lagi dengan sebelah alis terangkat. Memastikan kembali."Tidak akan! Mau ditawari uang berapa banyak pun! Saya tetap tidak akan menyerahkan istri saya kepada Anda!" Jawab Aliando dengan tegas.Albert menghembuskan nafas."Baik lah. Kalau kau tidak mau. Aku tidak akan memberimu yang yang kau minta itu. Dan...aku juga akan memecatmu." Albert menyeringai. Kembali menenggak minuman alkhoholnya dengan santai.Aliando membelakakan matanya. Sempat diam mematung untuk beberapa saat.Terkejut begitu mendengar jika dia sampai kehilangan pekerjaan hanya karena ia tidak mau memberikan istrinya kepada Bossnya!Sial!Bukannya menemukan jalan keluar atas masalah yang sedang ia hadapi saat ini, ia malah menemukan masalah baru.Tapi sudah lah. Lebih baik ia harus kehilangan pekerjaan, daripada harus menyerahkan istri sendiri kepada lelaki lain.Soal ia yang akan bekerja apa setelah ini, akan ia pikirkan nanti."Baik jika Anda ingin memecat saya. Saya terima. Saya akan keluar dari pekerjaan ini!"Dan saya enggak akan pernah membiarkan siapa pun menyentuh istri saya! Kalau hal itu sampai terjadi, saya, tidak akan segan-segan menghabisi orang itu!" Jawab Aliando dengan tegas setengah mengancam.Albert agak tersentak mendengar intonasi suara Aliando yang jadi keras dan berani mengancam dirinya.Siapa dia? Kok berani sekali dia mengancam Boss besar seperti dirinya?Sebenarnya Albert hanya mau mengetes Aliando saja. Ia ingin melihat respon Aliando akan seperti apa setelah dirinya mengatakan kalau ia akan memecatnya. Pasti Aliando akan bersedia menyerahkan istrinya kepadanya karena dia lelaki miskin. Pasti, dia sangat membutuhkan pekerjaan ini. Tapi ternyata tidak. Bahkan, Aliando rela kehilangan pekerjaanya demi sang istri.Tapi Albert akan memberikan Aliando waktu untuk berfikir.Aliando pun balik badan dan hendak melangkah keluar dari ruangan Albert."Kalau kau berubah pikiran, kamu bisa ke sini lagi, Al!" Seruan Albert membuat langkah Aliando terhenti sesaat. Terdiam."Enggak akan!" Jawab Aliando setelah terdiam sebentar sambil menoleh ke belakang demi melihat wajah Albert yang menyebalkan itu sebelum kemudian melanjutkan langkahnya keluar dari ruangan tersebut.Sementara Albert berdecih, menyeringai, ia yakin sekali jika Aliando akan berubah pikiran.***Aliando langsung pulang setelah tahu dia telah dipecat."Loh, kok jam segini kamu udah pulang, Al?" Tanya Kinanti yang saat ini sedang duduk di sofa ruang keluarga. Tengah menonton TV."Iya, Ma karna aku sudah dipecat dari tempatku bekerja." Jawab Al dengan suara lemah.Seketika Kinanti membelalakan matanya. Menatap Aliando dengan cepat. "Apa? Kamu dipecat?!"Aliando mengangguk lemah. Kemudian, menjelaskan mengenai kejadian tadi."Jelas aku enggak mau, Ma. Aku rela dipecat daripada membiarkan Nadine disentuh oleh lelaki lain. Aku enggak terima, Ma!" Jawab Aliando dengan nada yang masih menahan marah.Namun respon Kinanti malah sinis sekali.Tak tersentuh sama sekali dengan apa yang dilakukan oleh menantu sampahnya itu.Kinanti malah berdecih, melipat tangan di depan dada. "Aduh...jangan terlalu percaya diri deh kamu, Al. Nadine itu enggak butuh pangeran pelindung sepertimu. Asal kamu tahu saja ya. Sebentar lagi, dia juga akan menceraikan kamu! Dan setelah bercerai sama kamu, dia akan menikah dengan lelaki kaya raya. Mengerti?!"Tiba-tiba Nadine muncul yang membuat Aliando dan Kinanti menoleh ke arahnya.Dia sempat mendengar pembicaraan Aliando dan Ibunya barusan.Jadi, Aliando rela kehilangan pekerjaan hanya karena dirinya?Astaga. Benar kah itu?"Jadi, kamu rela dipecat hanya karena aku, Al?" Tanya Nadine sambil berjalan mendekat. Meminta penjelasan dari suaminya."Jangan percaya sama omongan dia, Nad. Dia cuma mau sok melindungi kamu. Biar kamu simpati, terus luluh deh. Dia itu cuma mau cari perhatian aja sama kamu. Jadi jangan dipercaya omongannya!" Kinanti buru-buru menyadarkan Nadine. Tidak mau Nadine percaya dan luluh dengan Aliando.Aliando menghela nafas. Tidak paham lagi dengan Kinanti. Sudah pasti jika apa pun yang dirinya lakukan, serba salah dimatanya."Itu benar, Nad. Aku enggak berbohong. Walau aku tahu...kamu enggak mencintaiku...tapi...aku benar-benar enggak rela kalau sampai hal itu terjadi! Dan aku enggak akan pernah membiarkan kamu disentuh oleh lelaki mana pun!"Aliando tidak peduli. Mau Nadine percaya atau tidak. Yang penting, dia sudah menjelaskan hal yang sebenarnya.Nadine tersentak. Terdiam. Tidak membalas apa-apa. Tengah mencerna ucapan Aliando.Sehabis berkata, Aliando berjalan menuju kamarnya meninggalkan ruang keluarga.Nadine masih mengamati Aliando sampai tubuh suaminya itu menghilang dari balik pandangan.Dia masih mencoba mencerna apa yang barusan suaminya itu katakan.***Di dalam kamarnya, Aliando mendapat panggilan masuk dari Dika, teman baiknya pada saat SMA dulu."Datang ke The Clouds saja sini, Al. Aku akan membantumu."Aliando langsung bersemangat begitu mendengarnya. Akhirnya teman baiknya itu mau membantunya. Dia sempat meminta tolong kepadanya."Oke-oke, Dik. Aku akan segera ke sana!"Begitu sampai di The Clouds, Aliando langsung duduk di sofa samping Dika.Ada teman-temannya Dika pula di sana. Mereka tengah asik berbincang. Bersantai. Mungkin melepas penat setelah seharian melakukan aktivitas. Di atas meja, dipenuhi botol-botol minuman beralkhohol mahal, gelas-gelas dan juga rokok. Asap juga tengah mengepul bebas dari mulut mereka masing-masing. Sesekali mereka menenggak minuman. Aliando langsung menayakan kabar Dika. Pasalnya mereka sudah lama tidak bertemu. Aliando sudah tahu jika Dika sudah jadi orang sukses sekarang. Aliando ikut senang dengarnya. Bagimana tidak senang? Sahabat baiknya sejak SMA sudah jadi orang sukses. Aliando adalah saksi mata dari awal Dika memulai bisnis, sampai bisa sesukses seperti sekarang ini. Makanya, Aliando berharap lebih kepada Dika yang akan membantunya karena mereka adalah sahabat sejak SMA. Namun Aliando harus dikejutkan dengan sikap Dika yang tidak terlalu antusias menjawab pertanyaannya dan kehadirannya.Dika juga tid
"Marahin aja tuh Mbak suami kerenya!" "Bikin malu aja!""Makanya kerja. Jangan kerjaanya cuma minjam duit doang!" Seru teman-temannya Dika sambil ketawa. Dika telah kongkalikong dengan mereka sebelumnya untuk ikut menghina nasib Aliando. Mereka juga mengira jika Nadine akan memarahi Aliando dikarenakan Aliando meminjam uang kepada temannya. "Lihat lah suami miskinmu itu, Nad. Memalukan sekali bukan? Masa, dia mau minjam uang sama aku sih?" Dika menyeringai sambil bangkit dari duduknya. Berjalan mendekat ke arah mereka berdua.Wajah Nadine berubah masam sambil menahan marah. "Kamu kok kejem banget sih sama sahabatmu sendiri, Dik? Dulu, pas kamu lagi susah, mau berteman sama Al. Dulu, Al juga sering bantu kamu. Tapi, kenapa, sekarang, pas giliran kamu udah sukses. Udah jadi orang kaya. Kamu jadi lupa sama temen yang udah sering bantu kamu!" Nadine berseru kesal. Nadine juga menungkapkan kekecewaannya terhadap Dika karena tega menyuruh Aliando melakukan hal yang dapat membuat harga
Aliando terbelalak begitu mendengar nominal yang harus dia bayarkan yang tak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ayahnya. "Bagimana bisa jadi 50 juta? Bukannya total semua hutang Ayah saya itu hanya 30 juta?! Kenapa tahu-tahu bisa jadi 50 juta? Apa-apa an ini!" Aliando tidak terima. Dia butuh penjelasan. Aliando menoleh ke arah sang Ayah, meminta penjelasan darinya. "Benar kan, Yah? Semua total hutang Ayah sama mereka itu hanya 30 juta?! Bukan 50 juta?!" Pak Damar nampak clingak-clinguk dulu sebelum kemudian mangguk-mangguk. Membenarkan. "Iya, Al. Hutang Ayah sama mereka itu hanya 30 juta saja." Kemudian, Pak Damar beralih menatap mereka berdua dengan kening berkerut. Dia juga kaget karena tahu-tahu hutangnya jadi 50 juta. "Kenapa bisa jadi 50 juta? Bukannya hutang saya sama kalian itu hanya 30 juta?" "Heh, itu bunga! Bunga!" "Apa kau tidak paham juga, hah?!" Kata mereka. Agak emosi. Bunga? Sebanyak itu? "Boleh saya liat bukti hutang Ayah saya?!" Ucap Aliando setelah terd
Sang Boss melepas kaca mata hitamnya yang bertengger di hidungnya setelah tepat berada di depan Aliando.Lalu Sang Boss memicingkan pandangan, menatap Aliando lekat, lantas tergelak setelah mengamati Aliando dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pemuda yang tak ada spesial-spesialnya. Hanya bocah kemarin sore. Batin Sang Boss. Sang Boss sempat beralih menatap Pak Damar, yang langsung kicep, sebelum kemudian menatap Aliando lagi. Kini urusan hutangnya Pak Damar beralih ke Aliando. Putranya. "Jadi, kau tidak mau membayar hutang pada kami?!" Tanya Sang Boss sambil menghisap rokoknya, seketika itu asap rokok menyembul keluar dari dalam mulutnya dan menerpa wajah Aliando. Aliando menggerakan wajah ke samping demi menghindari asap rokok, kemudian kembali menatap Sang Boss, menghela nafas pelan. Sudah berapa kali dia katakan, kalau dia akan membayar hutang Ayahnya, tetapi sesuai yang tetera di surat perjanjian, bukan sama sekali tidak mau membayarnya!Aliando agak kesal dengan hal itu.
Kening Aliando berkerut, kemudian memicingkan mata. "Apa kalian bilang barusan? Kalian memanggil saya dengan...sebutan 'Tuan Muda'?"Apa saya tidak salah dengar?!" Tanya Aliando dengan suara terbata. Mereka berdua saling pandang, sebelum kemudian menatap Aliando lagi. "Tidak, Tuan Muda." Jawab mereka berdua dengan kompak sembari menggelengkan kepalanya.Aliando tersentak.Jadi dirinya tidak salah dengar? Mereka memang sengaja memanggil dirinya dengan sebutan 'Tuan Muda?' Aliando tidak mengerti, bingung dengan panggilan tersebut. Sementara itu, terlihat Pak Damar yang tengah bergegas menghampiri Aliando. "Kamu tidak apa-apa, Nak?" Tanya Pak Damar cemas begitu sudah berada di dekat Aliando. "Aku tidak apa-apa kok, Yah." Jawab Aliando sambil menggeleng. Masih memikirkan panggilan 'Tuan Muda' yang keluar dari mulut bodyguard itu. Pak Damar langsung menghela nafas lega begitu mendengarnya. Dia merasa amat bersalah jika sampai terjadi apa-apa dengan putranya, sudah putranya yang m
"E-mail itu...bukan kah e-mail itu hanya spam? E-mail itu hanya mau mengerjai saya saja?" Tanya Aliando sambil tergelak. "Tidak, Tuan Muda. E-mail itu beneran dikirimkan dan ditunjukan untuk Tuan Muda. Tuan Besar Arya lah yang mengirimkannya secara langsung." Aliando tersentak lagi, terdiam, mencoba mencerna perkataan Pak Irawan barusan. Jadi, e-mail itu bukan spam? Pantas saja. E-mail itu sempat masuk kembali secara berulang-ulang, karena kesal, akhirnya Aliando tak mengubrisnya sama sekali. Mengabaikannya. Sebentar...jadi si pengirim e-mail itu adalah Tuan Besar Aryaprasaja?Astaga. Aliando sampai tidak menyadari si pengirim e-mail tersebut.Kemudian, Aliando mencoba membandingkan isi e-mail itu dengan penjelasan Pak Irawan barusan, seketika itu, bulu kuduknya pun berdiri. "Enggak...ini enggak mungkin...ini...ini enggak mungkin..." Aliando geleng-geleng kepala. Itu masih terdengar tak masuk akal baginya.Bagimana mungkin jika dia adalah putranya Tuan Besar Aryaprasaja? Pewar
Pukul tujuh malam, Aliando baru pulang ke rumah Nadine dengan banyak melamun di jalan tadi. Tentu saja dia masih memikirkan apa yang terjadi hari ini, mencoba mempercayai bahwa dirinya adalah anak dari seorang konglomerat paling terkenal di Jakarta.Ayahnya cerita banyak soal masa lalunya. Juga dirinya yang nanya-nanya karena penasaran. Kejadian itu mirip seperti di film dan novel. Aliando benar-benar tak menyangka jika akan terjadi di kehidupan nyata. Terjadi pada dirinya pula. Kalau hal itu memang benar. Maka, apa jadinya jika Nadine tahu? Kedua mertuanya? Keluarganya? Aliando mendadak ingin menunjukannya kepada mereka dan tentu saja ingin membalas hinaan, cacian dan makian yang dia terima selama hidup menumpang di rumah keluarga istrinya. Aliando mengerutkan kening, melihat mobil porsce terparkir di halaman rumah, setelah dia turun dari motor. Aliando merasa seperti tak asing dengan mobil itu.Beberapa detik kemudian, kedua mata Aliando langsung melebar setelah ingat siapa
Luka-luka Pak Damar baru saja selesai diobati oleh dokter dan suster di rumah sakit terdekat. Al duduk di kursi di samping ranjang sang Ayah.Al langsung membawa Ayahnya ke sini setibanya di rumah kontrakan. Namun Al agak bingung dengan biaya pengobatan sang Ayah. Saat ini dia benar-benar tidak punya uang banyak. "Ayah kira...kau sudah tidak mau menemui Ayah lagi, Al...kau sudah tidak mau pulang lagi. Makasih, Al. Karna kamu udah mau pulang dan nolong Ayah." Ucap Pak Damar. "Ayah ngomong apa sih. Jangan ngomong gitu! Al tidak suka! Itu sudah jadi kewajibanku sebagai seorang anak, Yah!"Lengang sejenak di ruangan itu. "Kejadiannya bagimana, Yah? Kenapa Ayah sampai didatangi preman dari tempat Ayah berjudi? Apa Ayah punya masalah sama mereka?!" Tanya Aliando. Baru teringat hal itu. Mengganti topik. "Sebenarnya Ayah masih punya hutang di tempat Ayah judi, Al. Ayah belum bisa membayarnya, makanya, mereka datang dan memukuli, Ayah." Jelas Pak Damar dengan suara lemah. Aliando ter
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa