Saat menyadari dengan apa tengah terjadi, mata Dion membulat seketika itu. Ia pun buru-buru membanting setir, mobil meliuk, mengerem mendadak, kemudian terdengar bunyi berdecit setelahnya sebelum akhirnya mobil berhenti, Dion menepikan mobilnya.Wajah-wajah di dalam mobil itu terlihat tegang, napasnya menderu tak beraturan. Dion langsung menoleh ke belakang, celingak-celinguk, seperti sedang mengecek sesuatu. Diikuti oleh Lidya dan kedua anaknya setelahnya. Kemudian, klakson dari kendaraan yang lainnya terdengar, beberapa orang berteriak, marah-marah. Dion mendengus, ia hanya bisa meminta maaf kepada mereka. Beberapa detik kemudian, Dion boleh menggela napas lega.Sebab orang di belakang sana terlihat baik-baik saja. Tidak tertabrak mobilnya. Barusan ia nyaris saja menabrak orang yang sedang menyebrang. Ia tidak fokus menyetir tadi lantaran sedang berdebat dengan istrinya.Sampai-sampai ia tidak melihat kalau ada orang yang tengah menyebrang di depannya. "Mas! Hati-hati
Kedua mata Nadine membesar seketika itu. Tatapan matanya menatap lurus ke arah sebuah test pack yang berada di tangannya -yang kini tengah gemetaran.Lantas ia membekap mulut dengan satu tangannya. Kencang. Dua garis biru? Ia hamil?Astaga. Nadine terkesiap, langsung merasa tak karu-karuan. Pandangannya menyasar ke mana-mana. Untuk memastikan bahwa ia tidak salah lihat, hasil yang diperlihatkan pada test pack itu benar, Nadine mengucek mata sampai berkali-kali dan hasilnya tetap sama ; test pack itu tetap menunjukan hasil dua garis biru. Itu artinya ia positif hamil. Nadine menggeleng pelan, rasanya masih belum bisa memepercayainya. Sebenarnya ia sudah diberitahu Dokter sebelum ia mengecek menggunakan test pack yang beberapa saat lalu memeriksanya. Ia juga telah menceritakan semua keluhan yang ia rasakan. Saat mengetahui istrinya sakit, Aliando langsung memanggil Dokter pribadi ke rumah untuk memeriksa kondisi Nadine.Dokter itu memberitahu jika kemungkinan besar ia tengah h
Beberapa detik kemudian, mata Aliando membulat.Ia langsung mengangkat muka, menatap Nadine. Dua garis biru? Nadine yang mendapati keterkejutan di wajah Aliando sehabis mengecek test pack yang ia berikan sebelumnya hanya menahan senyum. Ia jadi tidak sabar ingin segera melihat bagimana reaksi suaminya setelah ini. "K-amu hamil, sayang?" Kata Aliando tercekat. Suaranya tertinggal di tenggorokan. Meskipun ia sudah tahu soal kabar kehamilan istrinya sejak beberapa saat yang lalu. Tapi, entah kenapa, rasanya tetap saja terkejut saat mendapati bahwa test pack itu memperlihatkan dua garis biru. Membuktikan kalau Nadine benaran positif hamil. Nadine mangguk-mangguk. Membenarkan. Wajahnya tampak berseri-seri. Aliando kembali merasakan kedua matanya memanas seketika itu, masih celingukan ke sekitar, rasa haru karena saking bahagianya langsung menyelimuti dirinya. "Wah...wah..." Aliando bangkit dari ranjang seraya menghembuskan napas berat berkali-kali. Selang sebentar saja, Alian
Ish...kenapa aku terus kepikiran sama Bang Al sih?! Runtuk Raisa dalam hati. Raisa mengigit bibirnya kuat-kuat, mendecakan lidah, jadi kesal sendiri. Enggak boleh. Aku enggak boleh mikirin Bang Al sampai sejauh ini. Bang Al itu udah punya istri, Sa. Sadar kamu. Sadar. Bang Al itu udah punya Nona Nadine. Kamu enggak boleh memikirkan laki-laki yang udah punya istri. Enggak boleh! Sangkal Raisa. "Kamu lagi apa, Raisa? Lagi mikirin apa?" Pertanyaan dari sang Ayah membuat Raisa terlonjak kaget -apa yang barusan bergejolak di hati dan pikirannya itu mendadak terhempas begitu saja -pandangannya yang semula tengah menatap rintik hujan di luar sana kini beralih menatap ke arah sang Ayah yang terlihat sedang berjalan ke arahnya, kemudian duduk di samping Raisa sembari menghembuskan napas kasar. "Eh, Ayah." Raisa menjawab dengan agak gugup. Lalu ikut duduk di samping Ayahnya. Lantas buru-buru menguasai diri supaya tidak terlihat mencurigakan. "Enggak. Rasia lagi enggak mikirin apa-apa k
"Akan sekalian mengadakan pesta besar-besar an untuk merayakan kehamilan istrimu, Al." Kata Tuan Aryaprasaja lagi.Aliando dan Nadine balas mangguk-mangguk. Senang mendengarnya.Tuan Aryaprasaja lalu beralih menatap Nadine. "Nadine... maafkan kami ya. Tapi kami harus tetap memberi pelajaran kepada keluarga dan kerabat-kerabatmu yang telah tega memperlakukan Aliando seperti babu. Rasanya, kami masih belum rela saja kalau Aliando dulu diperlakukan seperti itu oleh mereka." Ucap Tuan Arya. Mengganti topik lain. Di sampingnya, Nyonya Besar Kartika menarik napas dan menghembuskannya dengan kasar. Ikutan bersuara. "Iya. Maafkan kami ya, Nadine. Karna rasa-rasanya, kami masih belum sepenuhnya rela saja kalau belum memberi pelajaran kepada keluarga dan kerabat-kerabatmu yang dulu sudah berbuat jahat kepada Aliando."Nyonya Besar Kartika menghela napas lagi sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya. "Tapi ...kamu tenang saja, sayang. Kami tidak akan menghancurkan keluarga dan kerabat-kerabat
Dion berpikir keras seketika itu, pandangannya menatap lurus ke depan, menerawang.Beberapa saat kemudian, terbit seulas senyum licik menghiasi bibirnya. "Aku tahu caranya memberi pelajaran kepada Aliando, Dim!" Ucap Dion sembari mangguk-mangguk. Suasana hatinya yang beberapa saat lalu sangat buruk kini mendadak berubah. Muncul kilat tajam di kedua matanya setelah itu, menenggak minumannya sekali lagi, sembari membayangkan rencananya yang tergambar mulus di benaknya -semulus jalan tol -tanpa hambatan sedikit pun.Dimas yang sedang sibuk menyapa beberapa temannya yang kebetulan lewat, serta tebar pesona kepada para gadis-gadis yang terlihat menggoda di matanya, segera mengalihkan pandangannya ke arah Dion demi memastikan ucapannya barusan -yang tentu saja langsung membuat antusias.Mata Dimas menyipit, rahangnya mengeras. Bagimana caranya?Itu yang tengah ia tunggu-tunggu! Pasalnya sedari tadi buntu. Tidak punya ide sama sekali untuk memberi pelajaran kepada Aliando.Karena sebe
"Kandungan aku itu masih awal banget. Perutnya aja masih belum kelihatan besar tuh. Masih rata." Nadine berkata sambil mengusap bagian perutnya. Memperlihatkan perutnya yang masih rata itu kepada Aliando.Aliando terdiam, tidak menimpali perkataan sang istri. "Jadi, aku enggak akan kenapa-napa kalau semisal aku tetap melakukan pekerjaanku sehari-hari, Mas... berangkat ke kantor dan melakukan aktivitas lainnya seperti biasa. Enggak akan berpengaruh apa-apa sama kandungan aku!" Jelas Nadine. Sudah berapa kali ia ngomong begitu kepada suaminya? Tapi suaminya itu tetap saja khawatir. Nadine menghela napas lebih dulu sebelum melanjutkan kalimatnya. "Nanti lah, Mas kalau perutku sudah membesar, kandunganku sudah memasuki bulan-bulan mau melahirkan. Terus, aku merasa sudah kesusahan buat melakukan aktivitas seperti biasa. Baru deh, aku akan mengambil cuti untuk enggak masuk kantor dan fokus sama kandunganku saja.""Tapi kalau untuk sekarang, aku akan baik-baik saja kalau aku tetap masuk
"Aku mau minta saran dari kamu, Bang ..." Ucap Raisa dengan suara tergagap dan pelan setelah terbengong cukup lama karena ia barusan melamun.Sebenarnya yang Raisa butuhkan bukan hanya sekadar saran ; tetapi keterlibatan Aliando dalam misinya menyerang Gading. Namun ia tidak bisa menyampaikan hal itu secara gamblang. Raisa baru saja menatap Aliando selama beberapa detik dengan intens tanpa berkedip.Raisa mendadak merasa bahagia bukan main karena pada akhirnya ia bisa bertemu dengan Aliando lagi. Ingin sekali ia memandangi wajah Aliando lebih lama lagi. Bersamaan dengan itu, muncul perasaan aneh yang langsung bergemuruh di dada. Cinta sepertinya. Tiba-tiba Raisa membayangkan perlakuan manis yang ia terima dari Aliando beberapa hari yang lalu -yang berhasil membuat hatinya berdebar-debar, juga jantung yang berdetak lebih kencang.Raisa refleks teringat dengan kejadian pada saat Aliando menyuruh dirinya makan, mengkhawatirkan dirinya, memberinya dukungan dan nasihat ketika ia sedang
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa