Aliando agak kaget saat tahu-tahu dia diserang pertanyaan mengenai Lamborghini miliknya. Mencerna dalam waktu sepersekian detik, sebelum kemudian berdehem, segera tau dengan situasi yang saat ini sedang terjadi dan tahu apa yang harus dia lakukan. Namun sebelum Aliando sempat menjawab, Kinanti sudah menyuruh Aliando untuk masuk ke dalam lagi mengambil surat bukti kepemilikan Lamborghini. Aliando pun menurut, masuk ke dalam lagi untuk mengambil apa yang diminta oleh Ibu mertua. Tak lama kemudian, Aliando sudah kembali ke depan dan langsung menyerahkan surat bukti kepemilikan Lamborghini itu kepada mereka. Salah satu dari mereka segera mengecek -seketika. Diikuti yang lain yang sudah kepo setengah mati. Depan rumah lengang sejenak. Semua pandangan orang-orang itu kini tengah terfokus pada surat bukti kepemilikan tersebut. Sementara Aliando, Kinanti dan Nadine menunggu di hadapan mereka dengan sikap tenang. Beberapa saat kemudian, mereka kompak mendongakkan kepala, menatap merek
Kedua mata Nadine membesar, menoleh ke samping -seketika. Nadine diam sebentar, tengah mencerna perkataan sang suami yang membuatnya termangu dalam waktu sepersekian detik, sebelum kemudian langsung menggelengkan kepala, mendadak panik bukan main. Nadine tak menyangka jika dia akan mendapat respon seperti itu dari sang suami. Nadine pikir, suaminya itu sudah memaafkan dirinya sepenuhnya. Suaminya sudah tidak mempermasalahkan sikap dan perlakukan dirinya dulu lagi terhadapnya. Jadi, Nadine tenang-tenang saja. Toh selama ini dari masing-masing keduanya sadar bahwa keduanya saling mencintai. Seakan, jiwa keduanya telah menyatu menjadi satu.Selama ini pula, Nadine tidak pernah mendapati kekecewaan dan kemarahan dari Aliando kepada dirinya.Sang suami tidak pernah menunjukan hal itu. Semua yang Aliando tunjukan adalah rasa cinta yang begitu dalam kepada dirinya. Tapi, kenapa sekarang, dia mendadak berubah? Ternyata Aliando marah? Kecewa dengan dirinya yang dulu? Dia mau balas dend
Aliando berfikir bahwa mungkin saja Tasya sedang mencoba mendekatinya. Mungkin saja Tasya suka dengannya?Kemungkinan itu bisa terjadi. Pasalnya, secara blak-blak an, Tasya memberikan perhatian lebih layaknya seperti seorang yang sedang jatuh cinta. Meskipun perhatian itu tidak ditunjukan dia secara langsung, hanya melalui pesan saja. Pasti, Tasya juga akan mikir-mikir lagi kalau dia melakukannya secara terang-terangan (kecuali kalau dia ingin mendapat masalah) karena dia memberikan perhatian kepada seseorang yang sudah beristri. Apa yang membuat Tasya ingin mendekatinya? Apa karena dia menyukainya? Apa mungkin dia sengaja mau mengincar dirinya setelah tahu kalau dirinya adalah orang kaya raya sekarang?Aliando berfikir dengan keras, mencoba menerka-nerka segala kemungkinan, juga berspekulasi. Hal itu bisa saja terjadi karena Tasya adalah orang pertama yang tahu kalau dirinya mempunyai black card. Dia juga yang tahu duluan mengenai identitas dirinya yang sebenarnya dibandingkan
"Iya. Coba kamu hubungi Tasya buat memastikan hal itu dan tanya soal tujuan dia datang ke sini tadi itu untuk apa, apa emang karna mau mau ketemu sama aku atau enggak dan tanyakan juga soal dia yang ngasih makan siang sama aku itu benar atau enggak. Apa dia akan berkata jujur atau enggak." Sambar Aliando. Setuju dengan ide Nadine yang akan menghubungi Tasya untuk memastikan kebenarannya. Nadine mengangguk. Mengiyakan.Nadine segera mengeluarkan ponsel, jari jemarinya bergerak di layar ponsel mencari kontak Tasya.Lima detik, nomor kontak Tasya telah ditemukan. Nadine segera menempelkan ponsel di telinga, menunggu seseorang yang sedang dihubungi mengangkat panggilan. Beberapa saat kemudian, Tasya telah menerima panggilan masuk darinya. "Hallo, Sya ...oh ya ...kata Bi Inah ...tadi siang kamu ke rumahku, ya?" Nadine langsung bertanya mengenai hal itu. Lengang sejenak di ujung ponsel. Seperti orang di sebrang sana itu sedang mencari jawaban. Hal itu membuat Nadine jadi curiga
"Hei...apa yang Nona lakukan?!" Aliando berseru, mengedar pandangan ke sekeliling. Kemudian, meminta Raisa untuk berdiri. Tidak perlu sampai berlutut begitu. Terlalu berlebihan. Raisa menurut, berdiri dari berlutut di depan kaki Aliando, mengusap telapak tangan dan dengkul lebih dulu yang terkena debu. "Ada apa, Nona datang menemuiku lagi?" Tanya Aliando.Belum sempat Raisa menjawab, namun Aliando sudah bicara lagi. Aliando bersidekap, memicingkan pandangan."Bukannya urusan diantara kita udah selesai, Nona? Urusanku dengan Ayahmu juga udah selesai? Kita udah enggak punya urusan apa-apa lagi. Tapi kenapa Nona tiba-tiba datang dan anehnya langsung berlutut di depanku?""Ada hal yang mau saya katakan kepada Tuan Al. S-saya tidak tahu harus menjelaskannya mulai dari mana ...tapi ...intinya Ayah saya yang menyuruh saya untuk menemui Tuan Al...dan meminta bantuan kepada Tuan Al..." Kalimat Raisa melemah di ujung kalimat. Dia tampak gugup dan tidak siap berbicara dengan Aliando. Alian
Aliando menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Baik lah. Dia akan membantu Raisa dan Ayahnya. Air mata Raisa membuat sisi sentimenya tersentil. Mereka berdua menaruh harapan besar padanya. Maka, dia akan membantu. Membantu orang itu adalah perbuatan baik bukan?Aliando juga jadi teringat dengan masa-masa susah dulu, yang sering meminta bantuan kepada orang lain ketika dia sedang mendapat masalah. Kini dia sudah menjadi orang yang dimintai tolong, maka, dia akan membantu sebisa mungkin.(Dalam artian, orang itu memang benar-benar pantas dibantu). "Oke-oke. Aku akan ikut dengan Nona untuk bertemu dengan Pak Harry!" Tandas Aliando pada akhirnya. Dia mengiyakan permintaan Raisa karena tidak mau membuat perempuan itu menangis lebih keras lagi. Tidak enak juga karena ada banyak orang yang sedang berlalu lalang di sekitar mereka.Dikira, dirinya ngapa-ngapain Raisa lagi. Kan bisa gawat. Kedua mata Raisa melebar begitu mendengar kesanggupan Aliando yang mau ikut de
Pak Harry dan Raisa kompak menahan napas, menunggu detik-detik Aliando mengambil keputusan -antara mengiyakan permintaan mereka, bersedia membantu mereka atau tidak.Aliando menghela napas, menatap Pak Harry dan Raisa bergantian, lantas mengusap wajah. Baik lah. Dia sudah mengambil keputusan. Dia akan membantu mereka setelah sebelumnya sempat dipikir-pikir dulu dan mempertingkan segala sesuatunya dengan matang.Sepertinya mereka memang benar-benar membutuhkan bantuannya, tanpa ada rencana buruk dibaliknya. "Baik lah. Setelah saya pikir-pikir, setelah saya pertimbangkan, tadi saya juga sudah menyanggupi permintaan Pak Harry ini di depan kantor kepada Nona Raisa. Putri Bapak." Aliando menghentikan kalimat sejenak, menoleh ke arah Raisa. Pak Harry ikut menoleh, seakan bertanya kepada Raisa. Raisa mengangguk pelan. Membenarkan perkataan Aliando. Aliando kembali menghela napas untuk yang kedua kali, sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya. "Saya tidak tahu...apakah saya bisa memban
"Sudah. Enggak apa-apa, Nona. Biarkan Ayahmu bercerita sesuka hatinya. Siapa tau, suasana hatinya yang sedang baik ini akan memulihkan kesehatannya dan siapa tau, bisa segera sembuh dan bisa menghadapi situasi yang terjadi sebelum semuanya menjadi kacau." "Lagi pula, aku kan udah bilang hal ini berkali-kali, kalau aku udah melupakan kejadian itu. Aku paham, kenapa Nona sampai nekat melakukan hal itu. Untungnya, istriku enggak sampai kenapa-napa. Kalau istriku sampai kenapa-napa, mungkin, akan lain urusannya." Aliando tersenyum di ujung kalimat. Dia serius. Tidak main-main dengan ucapannya. Kalau saja istrinya sampai kenapa-napa karena ulah Raisa, mungkin dia tidak akan mengampuni mereka. Tapi yang terjadi, bukan demikian. Jadi, Aliando masih memaklumi. Seketika tubuh Raisa menegang begitu mendengarnya, terdiam untuk beberapa saat sambil menelan ludah. Kalimat Aliando membuatnya merinding. Kemudian, Raisa buru-buru menguasai diri. "M-aafkan Ayah saya ya, Tuan. Ayah saya jadi bic