Tiba di kantin rumah sakit, Aliando dan Raisa duduk saling berhadap-hadapan satu sama lain. Pramusaji menghampiri meja mereka, memberikan buku menu. Sejenak, keduanya disibukan dengan memilih makanan dan minuman yang hendak dipesan.Tiga menit, keduanya telah selesai memilih menu masing-masing, lantas menyerahkan buku menu itu kembali kepada Pramusaji. Pramusaji menerima buku menu tersebut, mengecek sebentar, bertanya kepada mereka berdua untuk memastikan pesanan mereka terlebih dahulu.Setelah dirasa clear, Pramusaji bilang pesanan akan segera diantar, kemudian, pramusaji itu pun beranjak dari sana. "Oh ya...panggil aku Al saja...jangan panggil aku dengan panggilan Tuan..." Kata Aliando mencomot topik pembicaraan setelah pramusaji baru saja pergi. "T-tapi, Tuan..." Raisa keberatan. Aliando menghela napas. "Udah. Nurut saja sama aku. Jangan panggil aku Tuan. Panggil aku Al saja."Raisa terdiam sebentar, memikirkannya sejenak. "Bagimana kalau saya panggil Anda dengan panggilan
"Dan Pak Harry juga pernah maksa kamu dengan berbagai macam cara supaya kamu bisa bekerja padanya, kan, Mas? Terus, dia juga sempat meremehkan kamu, sebelumnya?" Nadine berseru tertahan. Dia sudah mendengar cerita itu dari Aliando. Nadine menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Menjeda ketidaksukaaanya terhadap mereka berdua sejenak. Dia sangat tidak setuju dengan keputusan sang suami yang mau membantu orang yang dulu pernah menjahatinya. "Dan Raisa...anaknya Pak Harry itu juga udah main nyulik aku, Mas tanpa tahu masalah apa yang terjadi diantara kamu dan Pak Harry...dia juga udah pernah ngatain kamu, meremehkan kamu juga, sikapnya juga sombong banget dan ngeselin banget. Ish rasanya, sampai sekarang, aku masih belum terima aja Mas atas perlakukan mereka ke kamu. Aku jadi ikutan marah Mas kalau teringat dengan perbuatan buruk yang pernah udah mereka lakukan sama kamu!"Bukan apa-apa, mereka pernah berbuat jahat kepada suaminya. Nadine benar-benar tidak habis pik
Nadine lah yang memilih beranjak berdiri untuk membukakan pintu -yang ternyata itu adalah Bi Inah -yang baru saja mengetuk pintu kamarnya dan terdengar suara Bi Inah setelahnya. "Ada apa, Bi?" Tanya Nadine begitu pintu kamar terbuka. "Ada Mbak Lidya, Mas Dion dan Tante Luna datang ke sini, Non. Saya disuruh manggil Non Nadine dan Mas Aliando sama Nonya dan Tuan untuk segera ke bawah untuk makan malam." Kata Bi Inah. "Oh ada mereka ke sini, Bi...oke-oke...kami akan segera turun, Bi." "Iya, Non. Kalau gitu, Bibi kembali ke bawah dulu ya." "Iya, Bi." Setelah Bi Inah melangkahkan kakinya dari depan kamar, Nadine menutup pintu dan kemudian berjalan menghampiri Aliando lagi. "Ada apa, sayang?" Tanya Aliando. "Itu kata Bi Inah...Kak Lidya, Bang Dion dan Tante Luna ke sini, Mas." Aliando mangguk-mangguk begitu mendengar jika mereka bertiga ke sini. Rahangnya mendadak mengeras -seketika. Nadine menghembuskan napas. "Kayaknya, kedatangan mereka ke sini itu karna mau tanya-tanya dan m
Nadine dan Aliando tidak langsung menjawab, malah saling pandang, saling melempar senyum, lantas kembali menatap Lidya dan Tante Luna bergantian sambil mengangguk pelan. Itu benar. Anggukan kepala dari keduanya tak ayal membuat Lidya dan Tante Luna tercengang lagi. Kemudian, Nadine dan Aliando berjalan ke arah kursi, menarik kursi dan duduk bersebelahan dengan sikap tenang. Tidak mempedulikan Lidya dan Tante Luna yang kini mendadak terpelongo.Beberapa saat kemudian, Lidya dan Tante Luna langsung menerocos, bilang, jika mereka berdua tidak percaya. Nadine dan Aliando mengedikan bahu kepada mereka berdua. Ya sudah kalau mereka tidak percaya. Tak masalah. Terserah. Alhasil, walau mereka tidak percaya, tapi, tetap saja mereka berdua kembali mendesak Nadine dan Aliando untuk menjelaskan lebih detail lagi, mereka perlu bukti untuk membuat mereka berdua percaya.Belum sempat Aliando dan Nadine bicara, Dion muncul dengan keadaan yang terlihat kacau. Perhatian semua orang yang ada di me
Telinga mereka panas saat mendengar Kinanti yang malah menasehati mereka untuk ikutan percaya dengan Aliando, tidak, mereka tidak mau. Mereka juga mencoba untuk tidak peduli dengan penjelasan Kinanti, tidak mau mendengarkan.Tapi, entah kenapa, tanpa mereka sadari, mereka tetap mendengarkannya dengan saksama dan dipikirkan. ARGH! Siapa sih Aliando sebenarnya itu? Kenapa dia mendadak jadi berubah drastis begini? Kenapa dia jadi punya banyak uang sekarang? Mereka frustasi bukan main, tidak bisa berkata-kata lagi, hanya bisa menghembuskan napas dengan kasar, mencoba mencerna, serta berpikir dengan keras. Meja makan kembali lengang untuk beberapa saat.Keluarga Arjuna yang memang belum makan malam, yang niatnya mau makan malam beberapa saat yang lalu, kini mendadak tidak berselera lagi karena kedatangan mereka. Makanan yang kini terhidang di atas meja seakan menjadi saksi bisu atas obrolan yang sedang terjadi. Arjuna dan Kinanti lalu menyuruh Aliando untuk mengambil surat bukti kep
Pukul sepuluh malam, Dion, Lidya dan Tante Luna memutuskan untuk pulang. Mereka bertiga pulang dalam keadaan marah, kesal, heran, bingung, malu, pokoknya semua rasa itu bercampur aduk menjadi satu. Dion jadi merasa tersaingi dengan Aliando yang selama ini dianggap sebagai menantu yang tidak berguna di keluarga Arjuna, tapi mendadak berubah sekarang, dia malah berada di atasnya, jauh melampaui batas. Dion jadi merasa terancam dengan posisi dirinya sebagai menantu yang dibangga-banggakan di keluarga Arjuna. Pekerjaan mapan, dia juga berasal dari keluarga kaya, terhormat -setara dengan keluarga Arjuna -yang membuat Dion menyandang predikat sebagai menantu idaman di keluarga tersebut.Lidya yang menjadi istri dari seorang laki-laki tampan dan mapan seperti Dion, dianggap sebagai perempuan yang beruntung karena bisa menikah dengannya.Hal itu membuat Lidya merasa bangga, besar kepala, dia terus menyombongkan diri dan kerap menghina Nadine -adiknya -yang menurut semua orang nasibnya sun
Nadine mengerjap, bingung menjelaskan mengenai hal itu pada Mamanya. Dia belum bisa cerita soal identitas Aliando kepada Mama dan Papanya sebelum mendapat ijin dulu. "Maaf, kalau soal itu, aku belum bisa ngasih tau ke Mama dan Papa. Tapi, pasti, suatu saat nanti, Mas Aliando akan menceritakan siapa dia yang sebenarnya kepada kita semua." Jawab Nadine setelah terdiam sebentar sambil mengulas senyum kepada kedua orang tuanya. Kinanti mendecakan lidahnya saat tidak langsung mendapat jawaban dari Nadine, memilih menghempaskan punggung ke sandaran kursi, hal itu malah jadi beban pikiran lagi.Arjuna menghela napas, mengusap muka, dia juga jadi ikutan penasaran. "Kalau tidak...kasih tau sama Papa dan Mama...soal pekerjaan Aliando. Sebenarnya Aliando itu bekerja di mana, Nad? Kerja Apa? Apa dia masih bekerja di rumah makan milik David ...anaknya Pak Irawan itu?" Tanya Arjuna. Tapi Arjuna juga tidak yakin dengan hal itu. Nadine beralih kepada Sang Papa. "Maaf ya, Pa. Sebenarnya mengenai
Aliando mengerutkan kening saat membaca pesan dari Tasya. Siang ini Tasya kembali mengirimi pesan setelah sebelumnya tidak dia gubris sama sekali. [Kenapa Pak Al jadi susah sekali ditemui?] Tasya bercerita di pesannya jika dia habis ke rumah lagi untuk bertemu dengan dirinya, dia juga sampai pergi ke kantor perusahaan Sadewa Group, ke warung kopi dan choffe shop tempat dirinya biasa ngopi, sudah keliling dunia katanya untuk mencari keberadaan dirinya, tapi tetap saja tidak berhasil bertemu. Aliando menghela napas, geleng-geleng kepala, Tasya jadi semakin gencar mendekati dirinya. Tasya juga masih gencar mengirimi pesan, walau pesannya selalu dia abaikan.Seperti siang ini, pesan dari Tasya dia abaikan lagi, memilih untuk tidak dia balas. Namun beberapa detik kemudian, Tasya tidak menyerah, kembali mengirim pesan -kali ini berganti mengirimkan beberapa foto. Karena penasaran, Aliando pun membuka foto tersebut. Sebuah foto Tasya yang sedang selfie dengan pakaian yang super seksi