Raditya menatap pria bertopeng di hadapannya dengan ekspresi penuh percaya diri. Ia tahu bahwa Serigala Hitam tidak mudah diyakinkan, tetapi ia juga tahu bahwa setiap organisasi bayangan selalu mencari peluang. “Apa yang bisa kau tawarkan?” tanya pria bertopeng itu. Raditya menyilangkan tangan. “Kekuasaan, akses ke sumber daya, dan yang paling penting—musuh yang layak untuk kau hancurkan.” Pria itu terdiam, lalu berjalan perlahan mengelilingi Raditya. “Kau ingin kami menghancurkan Adrian Gunawan?” Raditya tersenyum kecil. “Tidak hanya dia. Aku ingin mengacaukan seluruh aliansi yang akan dia bangun.” Felix, yang berdiri di belakang Raditya, mulai merasa tegang. Ini bukan hanya tentang membalas dendam—Raditya benar-benar ingin menghancurkan segalanya. Pria bertopeng itu akhirnya berhenti dan menatap langsung ke mata Raditya. “Aku tertarik,” katanya. “Tapi kau harus membuktikan bahwa kau pantas mendapatkan bantuan kami.” Raditya mengangkat alis. “Apa yang kau inginkan?” “Hancur
Suara sirene meraung di pelabuhan utama keluarga Gunawan. Kobaran api dari gudang nomor 4 dan 7 menerangi langit malam, memantulkan cahaya merah di perairan sekitar. Para petugas keamanan berlarian, mencoba mengendalikan situasi, sementara para pekerja panik dan berusaha menjauh dari titik ledakan. Di kantor pusat keluarga Gunawan, Adrian menerima panggilan darurat. Ia mendengarkan laporan dari salah satu kepala keamanan dengan ekspresi datar, meski dalam hatinya, ia sudah merasakan bahaya yang lebih besar sedang mengintai. “Saya akan segera ke sana,” katanya sebelum menutup telepon. Bayu yang berdiri di dekatnya menatapnya dengan serius. “Ini bukan kebetulan.” Adrian mengangguk. “Tidak. Ini rencana seseorang.” Tanpa membuang waktu, ia mengambil jasnya dan berjalan keluar. Ia harus melihat sendiri kehancuran yang baru saja terjadi. ________________________________________ Di Lokasi Kejadian Saat Adrian tiba di pelabuhan, udara masih dipenuhi dengan bau asap dan suara sirene pe
Adrian duduk dengan tenang di ruangannya, matanya masih tertuju pada laporan terbaru yang diberikan Bayu. Setiap pergerakan Raditya dalam seminggu terakhir tercatat dengan detail—lokasi yang ia kunjungi, orang-orang yang ia temui, hingga transaksi yang mencurigakan. “Ada satu hal yang menarik di sini,” kata Bayu sambil menunjuk sebuah catatan transaksi. Adrian memperhatikannya. “Serigala Hitam menerima pembayaran dalam jumlah besar dari rekening anonim tiga hari sebelum serangan di pelabuhan?” Bayu mengangguk. “Dan setelah kami telusuri lebih jauh, dana tersebut masuk dari rekening lepas pantai yang sebelumnya pernah digunakan untuk transaksi keluarga Saputra.” Adrian menyeringai tipis. “Jadi mereka benar-benar mencoba mengadu domba kita dengan keluarga Saputra.” “Sepertinya begitu,” kata Bayu. “Tapi ada satu masalah. Keluarga Saputra sendiri tidak menunjukkan tanda-tanda keterlibatan.” Adrian berpikir sejenak. Jika keluarga Saputra memang tidak terlibat langsung, itu berarti se
Raditya menatap layar di depannya, membaca laporan terbaru dari Felix. Semua jejak transaksi yang mengarah padanya telah dihapus, dan bukti baru yang mengarah pada salah satu keluarga kecil dari Dua Belas Keluarga Teratas telah disebar dengan rapi. Felix berdiri di sampingnya, menunggu instruksi selanjutnya. “Sekarang kita hanya perlu menunggu keluarga Saputra menggigit umpan.” Raditya menyandarkan diri ke kursi dengan senyum puas. “Mereka akan segera bertindak. Setelah itu, kita tinggal mengamati dan memastikan mereka saling menghancurkan.” Felix masih terlihat sedikit ragu. “Dan jika mereka menemukan bahwa kita yang menjebak mereka?” Raditya tertawa kecil. “Saat itu terjadi, kita sudah berada jauh di depan mereka.” Namun, jauh di lubuk hatinya, ia masih merasakan ketidaknyamanan. ________________________________________ Johan dan Adrian: Langkah Berikutnya Di tempat lain, Adrian duduk berhadapan dengan Johan dalam ruang rapat pribadi yang tersembunyi. Sebuah proyektor di dep
Felix duduk diam, ponselnya masih berada di genggamannya. Siapa yang baru saja meneleponnya? Siapapun dia, jelas tahu lebih banyak dari yang seharusnya. Raditya bukan tipe orang yang berbagi rencana sepenuhnya dengan bawahannya. Ia selalu menjaga jarak, seolah semua orang di sekitarnya hanyalah alat yang bisa dibuang kapan saja. Felix menghela napas panjang. Apakah aku hanya pion yang akan dibuang setelah ini? Pikirannya berputar cepat. Ia bisa mengabaikan peringatan itu, tetap setia pada Raditya dan berharap segalanya berjalan lancar. Atau… ia bisa mencari jalan keluar sebelum semuanya runtuh. Ponselnya kembali bergetar. Pesan lain masuk. "Datang ke lokasi ini jika kau ingin tahu kebenarannya." Di bawahnya, ada koordinat sebuah tempat. Felix menatap pesan itu lama. Lalu, dengan napas berat, ia berdiri dan meraih jasnya. Dia harus mencari tahu kebenarannya. ________________________________________ Jebakan yang Dipasang Adrian Sementara itu, Adrian mengamati layar komputer de
Di sebuah ruangan tersembunyi di markasnya, Raditya duduk di belakang meja, menatap laporan yang baru saja diterimanya. Ekspresinya tetap tenang, tetapi matanya menyiratkan kemarahan yang mendidih. “Felix menghilang?” suaranya terdengar datar, tetapi semua orang di ruangan itu tahu bahwa ini adalah ketenangan sebelum badai. Salah satu anak buahnya mengangguk dengan gugup. “Kami kehilangan jejaknya setelah dia menerima pesan misterius. Sejak saat itu, tidak ada yang tahu di mana dia.” Raditya mengetukkan jarinya ke meja. Felix bukan orang sembarangan—dia adalah salah satu orang kepercayaannya, tangan kanannya dalam banyak operasi penting. Jika dia menghilang, itu berarti hanya ada dua kemungkinan: dia diculik atau dia berkhianat. Dan Raditya tidak percaya pada kemungkinan pertama. “Adrian…” gumamnya. Sejak Adrian mulai bergerak, kekuatan Raditya perlahan mulai terkikis. Awalnya, ia menganggap adiknya hanyalah anak kecil yang tidak berpengalaman. Tetapi kini, setelah kehilan
Beberapa hari berlalu sejak Raditya mengubah pendekatannya terhadap Felix. Namun, keputusan itu membawa efek yang tidak terduga. Banyak orang kepercayaannya yang mulai merasa cemas. Mereka bertanya-tanya—mengapa Raditya tiba-tiba berhenti memburu Felix? Apakah ada kesepakatan rahasia yang mereka tidak tahu? Di sisi lain, Adrian dan Felix bekerja dalam diam, menanam benih keraguan di antara para pendukung Raditya. ________________________________________ Di Markas Raditya Aryo kembali dengan laporan terbaru. “Tuan, ada beberapa orang yang mulai mempertanyakan keputusan Anda. Mereka bertanya-tanya apakah Felix benar-benar seorang pengkhianat atau tidak.” Raditya mendengus. “Siapa saja yang mempertanyakannya?” Aryo menyerahkan daftar nama. Raditya melihatnya sekilas dan tersenyum miring. Beberapa di antaranya adalah orang-orang yang paling ambisius. Mereka bukan sekadar anak buah setia, melainkan orang yang selalu mencari peluang untuk naik ke atas. Jika mereka mulai ra
Raditya duduk di ruangannya dengan ekspresi serius. Aryo baru saja melaporkan sesuatu yang menarik—ada bisikan di antara orang-orangnya bahwa seseorang di dalam tim inti telah mulai bermain di dua sisi. "Kau yakin ini bukan hanya rumor?" tanya Raditya, suaranya tajam. Aryo menggeleng. "Bukan hanya rumor, Tuan. Aku mendapatkan beberapa petunjuk kecil bahwa seseorang dalam lingkaran kita telah melakukan komunikasi rahasia dengan pihak luar." Raditya menyipitkan matanya. "Siapa?" Aryo mengambil napas sebelum menjawab. "Prasetyo." Ruangan itu menjadi hening. Nama itu bukan sembarang nama—Prasetyo adalah salah satu otak strategi terbaik yang dimiliki Raditya. Namun, justru karena kepintarannya itulah, Raditya tahu bahwa Prasetyo bukan orang yang akan setia jika situasinya berubah. Raditya menyandarkan tubuhnya, berpikir sejenak. "Apa kau punya bukti?" Aryo menggeleng. "Belum ada bukti konkret. Tapi gelagatnya aneh. Ia terlihat lebih tertutup dari biasanya, dan ada informasi y
BZZT! BZZT! Puluhan drone tempur mulai bergerak, mengelilingi Johan dengan formasi sempurna. Senjata otomatis yang terpasang di bawah mereka menyala merah, bersiap menembakkan peluru berkecepatan tinggi. Leon Albrecht berdiri dengan percaya diri, senyumnya penuh kemenangan. "Kau mungkin kuat dalam pertarungan tangan kosong, Johan. Tapi coba lihat, bahkan kau tidak bisa menangkis hujan peluru dari semua arah." Johan hanya menghela napas, menatap Leon dengan tatapan dingin. "Aku sudah menumbangkan Wilhelm yang jauh lebih unggul dalam teknologi dibandingkan kau, Leon. Apa kau benar-benar berpikir ini cukup untuk menjatuhkanku?" Leon tertawa kecil, mengetuk layar di arlojinya. "Kita lihat saja." "TEMBAK!" BRRRTTTTTTT! Dalam sekejap, hujan peluru melesat ke arah Johan dari berbagai sudut. Namun, Johan tidak bergerak sedikit pun. S
Malam yang kelam menyelimuti kota Eisenwald. Di kejauhan, Menara Aeternum berdiri megah seperti monumen kekuasaan keluarga Albrecht. Namun, malam ini menara itu bukan hanya sekadar lambang kejayaan—ia akan menjadi medan perang. Johan turun dari mobil bersama Evelyn dan Darius. Di belakang mereka, puluhan anggota pasukan elit Arthura Trade & Co telah bersiap dengan senjata lengkap. Darius menyeringai saat melihat menara yang penuh dengan penjaga. "Leon benar-benar tidak main-main. Aku menghitung setidaknya 50 penjaga hanya di bagian luar." Evelyn menghela napas dan memeriksa peluru di pistolnya. "Kita masuk dengan paksa atau menyelinap?" Johan melangkah maju, mengenakan sarung tangannya dengan tenang. "Kita masuk seperti badai." ________________________________________ Di dalam Menara Aeternum… Leon Albrecht duduk di ruangannya, menyesap anggur merah dengan
Di jantung Eisenwald, pertempuran tak kasat mata mulai berkecamuk. Leon Albrecht tidak membuang waktu. Begitu ia menyadari serangan Johan telah menghancurkan sebagian besar operasional rahasia keluarganya, ia langsung mengaktifkan Sentinel Malam—kelompok pembunuh bayangan yang selama ini menjadi kekuatan tersembunyi keluarga Albrecht. Mereka bukan sekadar algojo. Mereka adalah hantu yang bergerak tanpa suara, spesialis dalam eliminasi cepat dan bersih. Dan target pertama mereka malam ini: Johan. ________________________________________ Di markas Arthura Trade & Co, Johan sedang membaca laporan terbaru. Darius masuk dengan ekspresi tegang. "Ada sesuatu yang tidak beres. Beberapa titik pengawasan kita di distrik finansial tiba-tiba terputus komunikasi." Evelyn, yang sedang duduk di meja sambil mengasah pisaunya, menegakkan tubuhnya. "Itu tidak mungkin kebetulan."
Di jantung kota Eisenwald, Johan berjalan santai di sepanjang koridor markas Arthura Trade & Co. Tangannya bersedekap di belakang punggung, ekspresinya tenang, tetapi matanya tajam seperti seekor elang yang mengamati mangsanya. "Sudah ada pergerakan dari pihak Albrecht?" tanyanya tanpa menoleh. Darius, yang berdiri di sampingnya, mengangguk sambil menyerahkan sebuah laporan. "Mereka mulai menyerang gudang-gudang kita. Beberapa agen kita di pasar saham juga menerima ancaman. Tapi ini belum serangan penuh." Evelyn, yang duduk di meja dengan satu kaki bersilang, tertawa kecil. "Leon terlalu pintar untuk bertindak gegabah. Dia pasti ingin mengujimu lebih dulu sebelum mengerahkan semua kekuatannya." Johan tersenyum tipis. "Biarkan dia mencoba. Saat dia sadar bahwa dia telah bermain di dalam permainanku, itu sudah terlambat baginya." ________________________________________ Di sisi lain kota, s
Hari itu, Eisenwald menjadi pusat perhatian seluruh Astvaria. Bursa saham yang biasanya stabil kini bergejolak liar. Para investor panik setelah membaca berita tentang kemungkinan krisis finansial yang mengancam perusahaan-perusahaan di bawah kendali Keluarga Albrecht. Di dalam gedung megah Albrecht Financial Group, Leon Albrecht berdiri di depan jendela kantornya yang luas. Matanya menatap ke kejauhan, namun pikirannya penuh dengan kemarahan. "Siapa yang berani mengguncang pasarku seperti ini?" suaranya terdengar dingin. Asisten pribadinya, Friedrich Hahn, melangkah masuk dengan wajah serius. "Tuan Muda, kami telah melacak sumber pergerakan saham yang tidak biasa ini. Tampaknya beberapa investor besar mulai menarik dana mereka secara tiba-tiba." Leon berbalik, matanya menyala dengan kemarahan yang tertahan. "Investor mana saja?" Friedrich membuka tablet di tangannya dan membacakan lapora
Velmoria kini berada dalam kendali Johan. Keluarga Hohenberg telah tumbang, meninggalkan kekosongan kekuasaan yang langsung diisi oleh Arthura Trade & Co. Dengan jatuhnya keluarga ini, pengaruh jahat mereka dalam politik dan ekonomi mulai terkikis. Namun, Johan belum selesai. Di dalam sebuah ruang pertemuan rahasia di bekas markas Hohenberg, Johan berdiri di depan sebuah peta besar Astvaria yang penuh dengan tanda dan catatan. Evelyn, Darius, dan beberapa orang kepercayaannya duduk di sekeliling meja. "Hohenberg sudah lenyap," Evelyn membuka pembicaraan. "Siapa target kita berikutnya?" Johan menatap ke arah barat, kota Eisenwald, tempat markas Keluarga Albrecht. "Albrecht," ujar Johan dengan nada datar namun penuh makna. Darius bersiul pelan. "Jadi, kita akan menargetkan sumber keuangan mereka?" Evelyn menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Mereka bukan pejuang seperti Wilhelm a
Udara malam di Velmoria masih terasa tegang setelah pertempuran singkat di dalam markas Hohenberg. Johan, Evelyn, dan Darius bergerak cepat melalui gang-gang gelap, menghindari patroli yang mulai menyebar ke seluruh kota. "Dimana titik pertemuan?" tanya Evelyn sambil tetap waspada. "Di distrik industri," jawab Darius. "Rangga dan anak buahnya sudah menunggu di sana." Johan tetap diam, matanya tajam mengamati setiap sudut jalan. Ia tahu pertempuran ini belum selesai. Pemburuan Dimulai Tak lama kemudian, sirene berbunyi di seluruh Velmoria. Hohenberg telah menyadari bahwa ada penyusup, dan mereka tidak akan membiarkan Johan serta timnya pergi begitu saja. "Darius, seberapa penting informasi yang kita ambil?" tanya Johan sambil tetap berjalan. Darius tersenyum sinis. "Cukup untuk menjatuhkan beberapa cabang bisnis Hohenberg dan mengungkap operasi kotor mereka di Astvaria."
Kabut tipis menyelimuti kota Velmoria saat fajar mulai menyingsing. Kota ini adalah pusat informasi dan mata-mata Astvaria, dipenuhi oleh agen rahasia, tentara bayaran, dan para penguasa bayangan yang setia pada Keluarga Hohenberg. Jika ada satu tempat di mana informasi bisa menjadi senjata mematikan, itu adalah di sini. Johan dan timnya sudah memasuki kota dengan cara yang paling aman—melalui jaringan bawah tanah. Sejak beberapa waktu lalu, anak buahnya telah menyusup ke dalam Velmoria, mempersiapkan jalur aman dan mengamati pergerakan musuh. Darius membuka sebuah peta kecil dan menunjukkannya pada Johan. "Kita punya beberapa tempat yang bisa kita gunakan sebagai titik aman. Tapi ingat, Hohenberg punya mata-mata di mana-mana. Kita harus bergerak dengan sangat hati-hati." Johan mengangguk. "Target pertama kita adalah pusat intelijen mereka. Jika kita bisa melumpuhkan sistem komunikasi mereka, kita bisa mengendalikan informasi di kota i
Johan berdiri di atas balkon gedung utama di Granz, menatap ke arah cakrawala yang jauh. Kota Velmoria yang dikuasai Keluarga Hohenberg sudah mulai mengalami guncangan akibat serangkaian sabotase yang diperintahkan olehnya. Tapi ini baru awal. Darius berjalan mendekat, berdiri di sampingnya. "Johan, aku sudah lama ingin bertanya," katanya, suaranya serius. "Kenapa kau begitu gigih ingin menghancurkan kejahatan dalam 12 Keluarga Teratas dan juga 6 Keluarga Kuno?" Johan tetap diam beberapa saat, lalu berbicara tanpa menoleh. "Karena mereka adalah akar dari kegelapan di Astvaria." Darius mengerutkan dahi. "Apa maksudmu?" Johan menutup matanya sejenak, mengingat masa lalu yang tidak pernah bisa ia lupakan. Luka Lama dan Pengkhianatan Dulu, Astvaria adalah negara yang lebih kuat dan bersatu, tetapi kekuatan itu hanya bertahan di permukaan. Di balik layar, 12 Keluarga Teratas da