Felix duduk diam, ponselnya masih berada di genggamannya. Siapa yang baru saja meneleponnya? Siapapun dia, jelas tahu lebih banyak dari yang seharusnya. Raditya bukan tipe orang yang berbagi rencana sepenuhnya dengan bawahannya. Ia selalu menjaga jarak, seolah semua orang di sekitarnya hanyalah alat yang bisa dibuang kapan saja. Felix menghela napas panjang. Apakah aku hanya pion yang akan dibuang setelah ini? Pikirannya berputar cepat. Ia bisa mengabaikan peringatan itu, tetap setia pada Raditya dan berharap segalanya berjalan lancar. Atau… ia bisa mencari jalan keluar sebelum semuanya runtuh. Ponselnya kembali bergetar. Pesan lain masuk. "Datang ke lokasi ini jika kau ingin tahu kebenarannya." Di bawahnya, ada koordinat sebuah tempat. Felix menatap pesan itu lama. Lalu, dengan napas berat, ia berdiri dan meraih jasnya. Dia harus mencari tahu kebenarannya. ________________________________________ Jebakan yang Dipasang Adrian Sementara itu, Adrian mengamati layar komputer de
Di sebuah ruangan tersembunyi di markasnya, Raditya duduk di belakang meja, menatap laporan yang baru saja diterimanya. Ekspresinya tetap tenang, tetapi matanya menyiratkan kemarahan yang mendidih. “Felix menghilang?” suaranya terdengar datar, tetapi semua orang di ruangan itu tahu bahwa ini adalah ketenangan sebelum badai. Salah satu anak buahnya mengangguk dengan gugup. “Kami kehilangan jejaknya setelah dia menerima pesan misterius. Sejak saat itu, tidak ada yang tahu di mana dia.” Raditya mengetukkan jarinya ke meja. Felix bukan orang sembarangan—dia adalah salah satu orang kepercayaannya, tangan kanannya dalam banyak operasi penting. Jika dia menghilang, itu berarti hanya ada dua kemungkinan: dia diculik atau dia berkhianat. Dan Raditya tidak percaya pada kemungkinan pertama. “Adrian…” gumamnya. Sejak Adrian mulai bergerak, kekuatan Raditya perlahan mulai terkikis. Awalnya, ia menganggap adiknya hanyalah anak kecil yang tidak berpengalaman. Tetapi kini, setelah kehilan
Beberapa hari berlalu sejak Raditya mengubah pendekatannya terhadap Felix. Namun, keputusan itu membawa efek yang tidak terduga. Banyak orang kepercayaannya yang mulai merasa cemas. Mereka bertanya-tanya—mengapa Raditya tiba-tiba berhenti memburu Felix? Apakah ada kesepakatan rahasia yang mereka tidak tahu? Di sisi lain, Adrian dan Felix bekerja dalam diam, menanam benih keraguan di antara para pendukung Raditya. ________________________________________ Di Markas Raditya Aryo kembali dengan laporan terbaru. “Tuan, ada beberapa orang yang mulai mempertanyakan keputusan Anda. Mereka bertanya-tanya apakah Felix benar-benar seorang pengkhianat atau tidak.” Raditya mendengus. “Siapa saja yang mempertanyakannya?” Aryo menyerahkan daftar nama. Raditya melihatnya sekilas dan tersenyum miring. Beberapa di antaranya adalah orang-orang yang paling ambisius. Mereka bukan sekadar anak buah setia, melainkan orang yang selalu mencari peluang untuk naik ke atas. Jika mereka mulai ra
Raditya duduk di ruangannya dengan ekspresi serius. Aryo baru saja melaporkan sesuatu yang menarik—ada bisikan di antara orang-orangnya bahwa seseorang di dalam tim inti telah mulai bermain di dua sisi. "Kau yakin ini bukan hanya rumor?" tanya Raditya, suaranya tajam. Aryo menggeleng. "Bukan hanya rumor, Tuan. Aku mendapatkan beberapa petunjuk kecil bahwa seseorang dalam lingkaran kita telah melakukan komunikasi rahasia dengan pihak luar." Raditya menyipitkan matanya. "Siapa?" Aryo mengambil napas sebelum menjawab. "Prasetyo." Ruangan itu menjadi hening. Nama itu bukan sembarang nama—Prasetyo adalah salah satu otak strategi terbaik yang dimiliki Raditya. Namun, justru karena kepintarannya itulah, Raditya tahu bahwa Prasetyo bukan orang yang akan setia jika situasinya berubah. Raditya menyandarkan tubuhnya, berpikir sejenak. "Apa kau punya bukti?" Aryo menggeleng. "Belum ada bukti konkret. Tapi gelagatnya aneh. Ia terlihat lebih tertutup dari biasanya, dan ada informasi y
Prasetyo tiba di lokasi yang dijanjikan—sebuah gudang tua di pinggiran kota. Ia memarkir mobilnya, mengambil napas dalam, lalu keluar dengan hati-hati. Matanya menyapu sekeliling, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Di dalam, Adrian dan Felix sudah menunggu. Felix bersandar di meja kayu yang sudah tua, sementara Adrian duduk dengan tenang, tatapannya penuh perhitungan. “Selamat datang, Prasetyo,” ucap Adrian dengan senyum tipis. “Akhirnya kau membuat keputusan yang tepat.” Prasetyo tetap berdiri, tidak langsung menjawab. Ia menatap Adrian dengan tajam. “Aku tidak punya pilihan lain.” Adrian tertawa kecil. “Tidak ada yang pernah benar-benar kehabisan pilihan. Kau hanya memilih yang paling masuk akal untuk bertahan.” Prasetyo menatap Adrian lebih lama sebelum akhirnya duduk. “Baik. Aku di sini. Apa yang kau inginkan?” Adrian bersandar ke kursinya, menyilangkan tangan. “Kau tahu jawabannya. Aku tidak butuh sekadar orang yang berpindah pihak. Aku butuh seseorang yang bis
Prasetyo menyandarkan punggungnya di kursi, menatap layar ponsel dengan ekspresi dingin. Pesan-pesan sudah terkirim. Kini, yang perlu ia lakukan hanyalah menunggu dan mengamati reaksi yang muncul. Tak butuh waktu lama sebelum efeknya mulai terasa. Di dalam lingkaran Raditya, bisikan mulai menyebar. Orang-orang yang selama ini patuh mulai mempertanyakan posisi mereka. “Kenapa Raditya makin paranoid?” “Apa dia benar-benar masih bisa memimpin?” “Jika dia jatuh, siapa yang akan menggantikannya?” Prasetyo tahu betul, dalam dunia kekuasaan, kesetiaan hanya bertahan selama pemimpin masih terlihat kuat. Dan sekarang, ia harus membuat Raditya terlihat lemah. ________________________________________ Di Markas Raditya Raditya berdiri di depan jendela kantornya, menatap gelapnya malam. Tangannya mengepal. Ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Beberapa orang kepercayaannya mulai bertingkah aneh. Ada yang mulai menghindari tatapan matanya. Ada yang berbicara lebih pelan s
Raditya mengamati lingkaran kepercayaannya dengan pandangan penuh curiga. Setiap orang yang berdiri di hadapannya kini adalah tersangka. Beberapa jam yang lalu, dua orang terdekatnya dihilangkan karena dicurigai berkhianat. Tapi yang aneh, tidak ada bukti nyata. Semua hanya didasarkan pada desas-desus yang beredar. Namun, ia tidak bisa mengambil risiko. “Kita harus bersih dari pengkhianat,” katanya dengan nada tegas. Namun, di sudut ruangan, seseorang diam-diam menyaksikan kehancuran yang terjadi—Prasetyo. ________________________________________ Di Sisi Prasetyo Prasetyo melihat bagaimana paranoia mulai menggerogoti Raditya. Persis seperti yang ia rencanakan. Ia tidak butuh senjata atau kekuatan untuk menjatuhkan pemimpin yang selama ini dianggap tak tergoyahkan. Ia hanya butuh menanam benih ketakutan. Dan kini, benih itu telah tumbuh menjadi monster yang siap melahap Raditya sendiri. Ia mengeluarkan ponselnya, mengetik pesan: “Target mulai bertindak di luar ken
Raditya menatap Prasetyo dengan penuh kewaspadaan. Instingnya berteriak ada sesuatu yang salah. Selama ini, Prasetyo adalah salah satu orang yang paling ia percaya. Namun, saat ini, ada sesuatu yang tidak beres dalam sorot matanya. “Duduklah.” Raditya menunjuk kursi di depannya. Prasetyo menurut, lalu bersandar dengan santai. “Tuan, apa yang sebenarnya ingin Anda tanyakan?” Raditya menyilangkan jari-jarinya. “Keuangan kita mulai tersedot ke arah yang tidak jelas. Orang-orang kepercayaanku lenyap tanpa jejak. Dan anehnya… semua ini terjadi dengan sangat rapi. Terlalu rapi.” Prasetyo tetap tenang. “Anda yakin ini bukan karena keputusan-keputusan Anda sendiri, Tuan?” Raditya menyipitkan mata. “Jangan mencoba membelokkan pembicaraan, Pras. Aku tahu ada seseorang yang menarik tali dari belakang. Dan aku ingin tahu siapa.” Prasetyo menghela napas pelan, lalu tersenyum. Saatnya memutar permainan. ________________________________________ Di Sisi Adrian Felix berdiri di dekat jendela
BZZT! BZZT! Puluhan drone tempur mulai bergerak, mengelilingi Johan dengan formasi sempurna. Senjata otomatis yang terpasang di bawah mereka menyala merah, bersiap menembakkan peluru berkecepatan tinggi. Leon Albrecht berdiri dengan percaya diri, senyumnya penuh kemenangan. "Kau mungkin kuat dalam pertarungan tangan kosong, Johan. Tapi coba lihat, bahkan kau tidak bisa menangkis hujan peluru dari semua arah." Johan hanya menghela napas, menatap Leon dengan tatapan dingin. "Aku sudah menumbangkan Wilhelm yang jauh lebih unggul dalam teknologi dibandingkan kau, Leon. Apa kau benar-benar berpikir ini cukup untuk menjatuhkanku?" Leon tertawa kecil, mengetuk layar di arlojinya. "Kita lihat saja." "TEMBAK!" BRRRTTTTTTT! Dalam sekejap, hujan peluru melesat ke arah Johan dari berbagai sudut. Namun, Johan tidak bergerak sedikit pun. S
Malam yang kelam menyelimuti kota Eisenwald. Di kejauhan, Menara Aeternum berdiri megah seperti monumen kekuasaan keluarga Albrecht. Namun, malam ini menara itu bukan hanya sekadar lambang kejayaan—ia akan menjadi medan perang. Johan turun dari mobil bersama Evelyn dan Darius. Di belakang mereka, puluhan anggota pasukan elit Arthura Trade & Co telah bersiap dengan senjata lengkap. Darius menyeringai saat melihat menara yang penuh dengan penjaga. "Leon benar-benar tidak main-main. Aku menghitung setidaknya 50 penjaga hanya di bagian luar." Evelyn menghela napas dan memeriksa peluru di pistolnya. "Kita masuk dengan paksa atau menyelinap?" Johan melangkah maju, mengenakan sarung tangannya dengan tenang. "Kita masuk seperti badai." ________________________________________ Di dalam Menara Aeternum… Leon Albrecht duduk di ruangannya, menyesap anggur merah dengan
Di jantung Eisenwald, pertempuran tak kasat mata mulai berkecamuk. Leon Albrecht tidak membuang waktu. Begitu ia menyadari serangan Johan telah menghancurkan sebagian besar operasional rahasia keluarganya, ia langsung mengaktifkan Sentinel Malam—kelompok pembunuh bayangan yang selama ini menjadi kekuatan tersembunyi keluarga Albrecht. Mereka bukan sekadar algojo. Mereka adalah hantu yang bergerak tanpa suara, spesialis dalam eliminasi cepat dan bersih. Dan target pertama mereka malam ini: Johan. ________________________________________ Di markas Arthura Trade & Co, Johan sedang membaca laporan terbaru. Darius masuk dengan ekspresi tegang. "Ada sesuatu yang tidak beres. Beberapa titik pengawasan kita di distrik finansial tiba-tiba terputus komunikasi." Evelyn, yang sedang duduk di meja sambil mengasah pisaunya, menegakkan tubuhnya. "Itu tidak mungkin kebetulan."
Di jantung kota Eisenwald, Johan berjalan santai di sepanjang koridor markas Arthura Trade & Co. Tangannya bersedekap di belakang punggung, ekspresinya tenang, tetapi matanya tajam seperti seekor elang yang mengamati mangsanya. "Sudah ada pergerakan dari pihak Albrecht?" tanyanya tanpa menoleh. Darius, yang berdiri di sampingnya, mengangguk sambil menyerahkan sebuah laporan. "Mereka mulai menyerang gudang-gudang kita. Beberapa agen kita di pasar saham juga menerima ancaman. Tapi ini belum serangan penuh." Evelyn, yang duduk di meja dengan satu kaki bersilang, tertawa kecil. "Leon terlalu pintar untuk bertindak gegabah. Dia pasti ingin mengujimu lebih dulu sebelum mengerahkan semua kekuatannya." Johan tersenyum tipis. "Biarkan dia mencoba. Saat dia sadar bahwa dia telah bermain di dalam permainanku, itu sudah terlambat baginya." ________________________________________ Di sisi lain kota, s
Hari itu, Eisenwald menjadi pusat perhatian seluruh Astvaria. Bursa saham yang biasanya stabil kini bergejolak liar. Para investor panik setelah membaca berita tentang kemungkinan krisis finansial yang mengancam perusahaan-perusahaan di bawah kendali Keluarga Albrecht. Di dalam gedung megah Albrecht Financial Group, Leon Albrecht berdiri di depan jendela kantornya yang luas. Matanya menatap ke kejauhan, namun pikirannya penuh dengan kemarahan. "Siapa yang berani mengguncang pasarku seperti ini?" suaranya terdengar dingin. Asisten pribadinya, Friedrich Hahn, melangkah masuk dengan wajah serius. "Tuan Muda, kami telah melacak sumber pergerakan saham yang tidak biasa ini. Tampaknya beberapa investor besar mulai menarik dana mereka secara tiba-tiba." Leon berbalik, matanya menyala dengan kemarahan yang tertahan. "Investor mana saja?" Friedrich membuka tablet di tangannya dan membacakan lapora
Velmoria kini berada dalam kendali Johan. Keluarga Hohenberg telah tumbang, meninggalkan kekosongan kekuasaan yang langsung diisi oleh Arthura Trade & Co. Dengan jatuhnya keluarga ini, pengaruh jahat mereka dalam politik dan ekonomi mulai terkikis. Namun, Johan belum selesai. Di dalam sebuah ruang pertemuan rahasia di bekas markas Hohenberg, Johan berdiri di depan sebuah peta besar Astvaria yang penuh dengan tanda dan catatan. Evelyn, Darius, dan beberapa orang kepercayaannya duduk di sekeliling meja. "Hohenberg sudah lenyap," Evelyn membuka pembicaraan. "Siapa target kita berikutnya?" Johan menatap ke arah barat, kota Eisenwald, tempat markas Keluarga Albrecht. "Albrecht," ujar Johan dengan nada datar namun penuh makna. Darius bersiul pelan. "Jadi, kita akan menargetkan sumber keuangan mereka?" Evelyn menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Mereka bukan pejuang seperti Wilhelm a
Udara malam di Velmoria masih terasa tegang setelah pertempuran singkat di dalam markas Hohenberg. Johan, Evelyn, dan Darius bergerak cepat melalui gang-gang gelap, menghindari patroli yang mulai menyebar ke seluruh kota. "Dimana titik pertemuan?" tanya Evelyn sambil tetap waspada. "Di distrik industri," jawab Darius. "Rangga dan anak buahnya sudah menunggu di sana." Johan tetap diam, matanya tajam mengamati setiap sudut jalan. Ia tahu pertempuran ini belum selesai. Pemburuan Dimulai Tak lama kemudian, sirene berbunyi di seluruh Velmoria. Hohenberg telah menyadari bahwa ada penyusup, dan mereka tidak akan membiarkan Johan serta timnya pergi begitu saja. "Darius, seberapa penting informasi yang kita ambil?" tanya Johan sambil tetap berjalan. Darius tersenyum sinis. "Cukup untuk menjatuhkan beberapa cabang bisnis Hohenberg dan mengungkap operasi kotor mereka di Astvaria."
Kabut tipis menyelimuti kota Velmoria saat fajar mulai menyingsing. Kota ini adalah pusat informasi dan mata-mata Astvaria, dipenuhi oleh agen rahasia, tentara bayaran, dan para penguasa bayangan yang setia pada Keluarga Hohenberg. Jika ada satu tempat di mana informasi bisa menjadi senjata mematikan, itu adalah di sini. Johan dan timnya sudah memasuki kota dengan cara yang paling aman—melalui jaringan bawah tanah. Sejak beberapa waktu lalu, anak buahnya telah menyusup ke dalam Velmoria, mempersiapkan jalur aman dan mengamati pergerakan musuh. Darius membuka sebuah peta kecil dan menunjukkannya pada Johan. "Kita punya beberapa tempat yang bisa kita gunakan sebagai titik aman. Tapi ingat, Hohenberg punya mata-mata di mana-mana. Kita harus bergerak dengan sangat hati-hati." Johan mengangguk. "Target pertama kita adalah pusat intelijen mereka. Jika kita bisa melumpuhkan sistem komunikasi mereka, kita bisa mengendalikan informasi di kota i
Johan berdiri di atas balkon gedung utama di Granz, menatap ke arah cakrawala yang jauh. Kota Velmoria yang dikuasai Keluarga Hohenberg sudah mulai mengalami guncangan akibat serangkaian sabotase yang diperintahkan olehnya. Tapi ini baru awal. Darius berjalan mendekat, berdiri di sampingnya. "Johan, aku sudah lama ingin bertanya," katanya, suaranya serius. "Kenapa kau begitu gigih ingin menghancurkan kejahatan dalam 12 Keluarga Teratas dan juga 6 Keluarga Kuno?" Johan tetap diam beberapa saat, lalu berbicara tanpa menoleh. "Karena mereka adalah akar dari kegelapan di Astvaria." Darius mengerutkan dahi. "Apa maksudmu?" Johan menutup matanya sejenak, mengingat masa lalu yang tidak pernah bisa ia lupakan. Luka Lama dan Pengkhianatan Dulu, Astvaria adalah negara yang lebih kuat dan bersatu, tetapi kekuatan itu hanya bertahan di permukaan. Di balik layar, 12 Keluarga Teratas da