"Boy, Innalillahi wainnailaihi rraji'un."Citra berujar lirih, ia terbiasa mengucapkan kalimat istirja jika mendapati sebuah musibah. Baik itu, kematian, kehilangan, kemalangan dan kecelakaan."Pak ... pak, ini saudara saya, apa yang terjadi?" tanya Citra dengan wajah panik, ia merangsek membelah kerumunan dan sedikit berlari untuk mengejar orang yang mengangkat Boy."Kebetulan, ayo Neng bawa ke rumah sakit," kata salah seorang yang membopong Boy, mereka sudah memberhentikan mobil pick up yang melintas. Tetapi Citra merasa tak rela jika Boy dibawa menggunakan mobil itu. Sementara mobil ambulance membawa korban satunya lagi yang lukanya jauh lebih parah dari Boy."Pak, bawa ke mobil saya saja, tolong Pak," pinta Citra dengan tubuh bergetar melihat Boy yang sudah berdarah-darah. Air mata luruh membanjiri kedua pipinya."Mana mobilnya Neng?" tanya salah seorang dari mereka lagi.Citra menunjukkan mobilnya yang tak begitu jauh dari lokasi. Ia juga memberikan kunci mobil pada salah seorang
"Sebentar, Lo duluan aja."Farel menarik lengannya dari wanita cantik itu dan mengayunkan langkah ke arah Syadea. Ditatapnya gadis yang dulu sering sekali mencuri perhatiannya itu dalam. Kini, Syadea sudah semakin dewasa. Kecantikannya kian memancar sehingga membuat Farel terkesima."Syadea, apa kabar?" tanya Farel."Baik, Pak, Bapak apa kabar?" Syadea bertanya balik, empat tahun bukan waktu yang sebentar untuk sebuah penantian, banyak hal yang Syadea korbankan demi rasa yang tak pasti itu.Harapan demi harapan selalu ia langitkan setiap malam. Mungkin beberapa orang akan menyebutnya bodoh karena menantikan orang yang bahkan tidak menjanjikan kata-kata apapun untuk kembali."Oh syukurlah, kamu lagi apa di sini?" tanya Farel, kali ini sudah tak sedingin dulu, usia yang sudah matang memaksanya harus ramah pada perempuan, terlebih ayahnya sudah mendesaknya untuk menikah. Bisa-bisa tak ada yang mau dekat jika ia terus menerus bersikap acuh."Keponakan Mama kecelakaan, dia dirawat di sini,
Melihat kedatangan dua orang yang sangat dihormatinya, Maira terkesiap, wanita itu gegas berdiri dan menjauh dari Farel. Begitupun lelaki itu, ia sangat ketakutan karena hal semacam ini bukanlah kebiasaannya. Sehingga, jantungnya berdegup kencang saat melihat sorot mata Adi yang tajam."Opa ... ini ...."Maira ingin menjelaskan, hanya saja ia bingung mengatakannya dari mana, terlebih ia sudah melihat wajah Adi memerah dipenuhi kemarahan."Astaghfirullah Maira! Siapa laki-laki itu?"Adi refleks meninggikan nadanya. Suara lelaki itu bergetar sebab murka yang menjalari rongga dadanya. Sebagai ayah yang pernah gagal, ia berusaha untuk menjadi kakek yang berhasil.Namun, ternyata kini ia melihat Sang cucu berduaan dengan seorang lelaki di kamar saat tengah malam. Sungguh, sebuah kejadian yang tak bisa dicerna oleh akalnyaa.Pikiran lelaki berusia senja itu kacau. Baginya Maira adalah princess di hati setelah kepergian Raya, maka ia amat sangat naik pitam kala melihat ada seorang lelaki nak
"Citra, kamu sama Dea bisa jaga Boy dulu? Mama sama Papa harus pulang, kebetulan Bu Sarah masih di perjalanan, ternyata di tol ada yang kecelakaan sehingga menyebabkan kemacetan panjang dan kendaraannya hampir tak bergerak sama sekali. Sedangkan Mama sudah ada janji sama teman, rasanya gak enak kalau harus dibatalkan karena dia datang dari luar kota. Setelah teman Mama pulang, InsyaAllah nanti Mama ke sini lagi."Dian berkata sembari menatap mata putri pertama dan keduanya bergantian.Boy sudah sadar, tetapi lelaki itu tengah tertidur karena efek obat yang terus menerus membuatnya mengantuk. Tangan dan kakinya pun penuh dengan bidaian sebab ia juga mengalami patah tulang di bagian itu, sehingga akan terasa sangat menyakitkan saat ia terjaga.Hingga detik ini Dian tak tahu kalau anaknya memiliki perasaan pada Boy, sebab selama ini Citra memang tidak begitu terbuka perihal perasaan pada ibunya dan siapapun. Ia hanya akan mengatakan sesuatu jika sudah merasa terdesak.Citra tak ubahnya se
Mendengar suara bel berbunyi, Indira yang tengah menemani cucunya yang gelisah sebab paksaan Adi pun memutuskan keluar dari kamar.Wanita yang berjalan bersama Maira itu tersentak kala melihat orang yang datang adalah Beni. Indira berusaha menajamkan pandangan, ia khawatir indera penglihatannya bermasalah sebab ia memang sedang tidak menggunakan kacamata dan hari masih sangat malam untuk menerima seorang tamu. Sehingga, Indira takut ia pun masih mengantuk dan membuat pandangannya kabur.Namun, berkali-kali Indira mengucek mata, tetap saja lelaki yang dilihatnya tengah berpelukan dengan sang suami itu adalah Beni."Nak Beni?"Indira menyapa sembari mengayunkan langkah ke arah suami dan lelaki yang pernah diharapakan menjadi menantunya di masa lalu itu. Sedangkan Maira hanya diam dalam kebingungan.Beni yang tengah berpelukan dengan Adi itupun menoleh, ia lantas berjalan dan mencium tangan Indira sopan. Dilihatnya Maira yang tumbuh sebagai gadis sholehah yang sangat cantik.Setelah bers
"Maira, tolong pikirkan martabat kamu setelah ini, sebelumnya banyak lelaki yang kamu tolak, lalu kini ada seorang lelaki masuk ke kamar kamu di tengah malam. Meskipun saat ini tak ada orang asing yang mengetahui hal itu, tetapi Oma khawatir suatu saat nanti hal semacam ini akan terbongkar. Kamu ingat ada beberapa tetangga yang terang-terangan tidak menyukai kita? Bahkan Oma juga ingat kalau salah satu CCTV di rumahnya mengarah ke rumah kita. Oma khawatir hal ini akan menjadi boomerang bagi kamu nantinya."Kali ini Indira yang berkata pada cucunya dengan lembut. Mau tak mau ia pun setuju dengan pernikahan ini.Keluarganya kerap diam-diam dijadikan bahan ghibah bukan karena mereka tak baik. Hanya saja, sebaik apapun manusia tetap tidak bisa menyenangkan semua orang. Terlebih kabar Maira yang selalu menolak lamaran laki-laki seolah-olah menjadi trending topik di komplek tempat tinggalnya. Sehingga, tak sedikit yang membicarakan gadis itu dan mengatakannya sok cantik serta terlalu pemili
Di sekolah, Syadea sulit sekali berkonsentrasi dalam menerima mata pelajaran. Sejak mendengar kabar mengenai Maira dan Farel pagi tadi, moodnya hancur seketika.'Ya Allah, apakah ini balasan atas penantianku selama ini? Apakah chat semalam itu hanya sekadar bualan saja? Apa selama ini aku terlalu bodoh menutup hati untuk yang lain demi menunggu dia yang bahkan sebelumnya pun tak pernah berkata cinta?'"Dea, ikut ke lapangan yuk," ajak Rere, teman sekelasnya yang melihat gadis itu tengah termenung seorang diri."Gak ah, gue malas, gue mau di kelas aja," jawab Syadea kemudian merebahkan lagi kepalanya di atas meja."Lo sakit?" tanya temannya lagi, kali ini ia menyentuh kening Syadea yang bersuhu normal."Enggak, gue gak sakit kok, gue cuma bad mood aja," jawabnya."Udah ah gak usah badmood segala, mendingan sekarang kita ke lapangan, kan lagi ada tournamen basket, katanya ada kapten keren dari sekolah lain loh, gue penasaran mau lihat," ajaknya dengan menarik paksa lengan Syadea.Dengan
Selepas pertandingan, Abizar duduk di sebuah kursi yang sebelumnya ditempati oleh Syadea. Namun, hampir tiga puluh menit berlalu, tetapi gadis pujaan hatinya tak kunjung datang."Abizar ayo balik," ajak rekannya."Duluan aja Bro!" tolaknya sembari melambaikan tangan."Oke, duluan ya," kata temannya yang tak kalah keren dari putranya Nengsih itu.Abizar menunggu dengan gelisah, beberapa wanita sempat duduk di sampingnya dan mengajak kenalan, tetapi lelaki itu menolaknya dengan cara halus, sehingga membuat kaum hawa semakin penasaran dibuatnya.'Mungkin dia gak akan datang, selama ini kan gue bukan siapa-siapa. Empat tahun sudah berlalu, mungkin saja dia sudah berubah.'Abizar berbisik dalam hati, ia merasa putus asa sebab Syadea tidak menemuinya. Meskipun ia tahu tentang kehidupan gadis itu melalui sosial media, tetapi kini ia merasa ragu dan takut andai gadis yang merupakan cinta pertamanya itu ternyata sudah memiliki kekasih.Abizar bangkit dari tempat duduknya dengan perasaan hampa