“Kalau aku nggak ingat dia perempuan, udah aku hajar habis-habisan dia.” Arga mendumel sejak pulang dari restoran, mampir ke apotek, lalu pulang ke rumah. Sekarang, dia tengah mengobati sudut bibir Bening yang terluka. Ada sedikit sobekan di sana. Tangan yang sejak tadi mengolesi obat itu seolah tengah menahan agar tidak melayangkan pukulan ke tembok. Perasaannya kesal luar biasa. Bagaimana mungkin Dahlia terus membuat masalah dengan Bening bahkan saat acara resmi seperti reuni. “Aku benar-benar harus mengurus perempuan itu.” “Mas mau apain dia?” tanya Bening setelah itu. Rasa perih di bibirnya itu semakin pedih ketika dia berbicara. “Jangan lakukan apa pun, Mas. Aku tahu dia akan membalasku. Tapi mungkin itu tidak akan dalam waktu dekat ini. Udah, nggak usah dipikirkan. Biarkan aku aja yang mengurusnya.” “Nggak bisa!” Arga meletakkan kapas bekas di atas meja. Menatap sang istri dengan lekat dan serius. “Kamu ini istriku, Yang. Nggak seharusnya kamu melakukan semuanya sendiri.” “
“Gara-gara keegoisanmu, masalah besar terjadi.” Jaya melanjutkan berapi-api dan menyudutkan putrinya. Arga menarik Bening untuk disembunyikan di belakang punggungnya. Tatapannya sedingin salju. Menatap ayah mertuanya yang tampak marah. Mereka saling tatap seolah mereka adalah musuh bebuyutan. Di sofa sana, ada Ambar dan Dahlia yang menatap ke arah Jaya dan Arga. Dahlia tampak menangis dengan Ambar mengelus punggung putrinya penuh dengan kasih sayang. Suami Bening itu lantas bersuara. “Kenapa kalian suka sekali kekerasan? Kemarin, Dahlia yang menampar istriku sampai bibirnya robek, sekarang, Bapak yang melakukannya. Ada apa sebenarnya dengan keluarga ini?” “Kalau istrimu tidak berulah, kami tidak akan melakukannya.” Jaya menjawab. “Bagaimana bisa dia melakukan hal-hal yang akan membuat masalah dengan keluarganya? Dia juga bagian dari keluar Airlangga, seharusnya dia juga melindungi keluarga ini.” Tatapan Jaya mengarah pada belakang punggung Arga sebelum melanjutkan. “Dahlia itu ad
Ketegangan itu terasa semakin kental. Malam semakin kelam, dan hari akan segera berganti. Tapi pertengkaran itu belum usai. Arga sudah masuk dalam pertengkaran tersebut meskipun tadinya dia ingin diam saja. Tapi dia adalah suami Bening. Seperti yang pernah dia katakan kepada istrinya saat itu, dia sedang berusaha mati-matian untuk membahagiakan sang istri. Jadi tidak ada yang boleh menyakitinya meskipun itu adalah keluarga istrinya sendiri. “Bening adalah istriku sekarang, kalian seharusnya tidak berhak menyakitinya lagi. Dia sudah menjadi tanggung jawabku, jadi semua hal yang berkaitan dengan Bening, dengan terpaksa aku harus ikut campur.” “Kamu benar-benar sudah terhasut dengan dia, Mas.” Dahlia menggeleng. “Apa yang membuat kamu menyukai dia? Lihat aku, Mas. Mas harusnya memilihku. Aku lebih segalanya dari Bening.” Pertengkaran itu membuat mereka melupakan tujuan Jaya memanggil Bening. Sejak tadi mereka sibuk adu nada tinggi dan emosi sampai Jaya tak kunjung mengatakan apa yang
Arga tidak bisa menutup matanya barang sebentar saja. Pertanyaan Bening beberapa waktu lalu membuatnya terus berpikir tentang anak yang suatu saat nanti akan dimiliki. Entah itu perempuan atau laki-laki, dia akan bahagia jika Tuhan mempercayainya memiliki keturunan. Ada sebuah bayangan kebahagiaan yang tidak bisa ditolak yang kini tengah menari-nari di dalam kepalanya. Anak-anak kecil dan celotehan mereka yang nanti akan didengar di dalam rumahnya, istananya. Kalau sudah begini, dia tak sabar untuk bisa segera memiliki sebuah rumah besar yang kini baru dibangun. Bahkan rumah itu masih berjalan sepuluh persen. Masih lama untuk menyelesaikannya. “Terima kasih, Yang. Aku nggak pernah sekalipun merasa menyesal sudah memilih kamu. Meskipun sekarang kita masih belajar untuk saling mencintai, tapi aku yakin kita bisa menjalani semuanya.” Arga mengelus lembut punggung polos Bening. Senyumnya tampak bahagia luar biasa. Akhirnya, malam ini dia bisa memiliki Bening seutuhnya. Ingatannya terlem
“Aku salah ya, Mas udah nyebarin foto-foto itu?” Dan mau tak mau, Bening khawatir dengan masalah baru yang barangkali timbul pada perusahaan Abimanyu. Tapi senyum Arga mengembang. “Abimanyu mungkin akan terlibat, tapi nggak akan ada yang serius. Nggak perlu dipikirkan. Aku bisa mengatasi semua ini dengan baik.” “Aku hanya takut Papa dan Mama marah karena ini.” “Percaya sama aku kalau mereka nggak akan menyalahkanmu. Jadi, jangan berpikir macam-macam.” Arga sama sekali tidak tertarik dengan berita apa pun yang mungkin sekarang sedang ada di luaran sana. Karena toh dia sekarang tengah bahagia dengan kehidupannya bersama sang istri. “Keluar ayo, jalan-jalan,” ajaknya kepada sang istri. “Ke mana?” tanya Bening kurang bersemangat. “Jalan-jalan, Yang. Cari angin. Masa seharian kita di rumah aja.” “Kan Mas sendiri yang punya ide nggak mau kerja. Sekarang rasain deh gimana bosannya nggak punya kegiatan.” Arga tersenyum jail. “Kamar, Yang.” Bening hanya menarik napasnya panjang. Tidak
Di luar kemelut masalah yang menimpa keluarga Airlangga, Bening sedang tenang menikmati kebahagiaannya berumah tangga yang sesungguhnya bersama sang suami. Dia juga berharap agar bisa segera memiliki momongan seperti yang sudah direncanakan. Seperti yang dikatakan oleh Arga, mereka tengah berusaha lebih keras untuk mewujudkannya. Setelah kejadian pertengkaran saat itu di kediaman Airlangga, Jaya sudah tidak pernah lagi menghubungi Bening. Bening pun merasa itu lebih baik. Dia ingin hidup dengan tenang dan nyaman bersama sang suami. Tidak lagi melibatkan diri dengan orang-orang yang pernah menyakitinya. Bening juga tidak tahu bagaimana kabar Dahlia sekarang. Dia lebih memilih fokus pada pekerjaannya yang mulai berdatangan kembali. Dia berpikir sebentar lagi tokonya akan pulih seperti sedia kala. “Nanti ada kerja di luar nggak, Yang?” Arga baru saja keluar dari kamar ketika bertanya kepada sang istri. Duduk di kursi makan, lalu mencomot perkedel yang ada di piring. “Ada. Ada yang bua
“Terima kasih atas penawarannya. Tapi aku nggak akan mengkhianati suamiku hanya untuk bersama denganmu.” Tegas, Bening menolak penawaran Januar yang tidak punya malu. “Aku bahagia dengan ada dia di sisiku. Aku menjadi orang yang begitu berharga di sisinya. Arga, suamiku sangat menyayangiku.” Senyum yang tadinya tersemat di bibir Januar itu kini mengkerut. Tatapannya tiba-tiba sayu ketika mengarah pada Bening yang masih terlihat tenang. “Kalau kamu sudah selesai bicara, aku akan melanjutkan pekerjaanku." Bening hampir berbalik ketika tiba-tiba saja Januar menarik tangan Bening. Bukan hanya itu, lelaki itu memeluk istri Arga tersebut. Untuk waktu sepersekian detik, Bening terkejut dibuatnya. Tubuhnya menegang dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. “Semua orang punya kesempatan kedua, Bening.” Januar berbisik tepat di telinga Bening. “Seharusnya aku mendapatkan kesempatan itu dari kamu. Aku mengaku salah karena sudah menyakitimu, tapi jujur saja aku masih menyayangimu.” Bening mend
Ada hal-hal di dunia ini yang akan menggerus akal sehat seseorang. Salah satunya adalah rasa cemburu yang berlebihan. Mempercayai ucapan orang lain tanpa mengecek kebenaran, berdalih dia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Tidak segera meluruskan apa yang sebenarnya terjadi dan beranggapan jika yang dilihat adalah sebuah fakta yang tidak bisa diganggu gugat. Itulah yang terjadi dengan Arga saat ini. Dia membuat perasaannya kelabu karena kejadian yang dilihatnya. Dia merasa amarahnya tidak bisa lagi dibendung, tapi dia berhasil menahannya agar tidak keluar di depan Bening dengan cara yang ekstrim. Maka dari itu, dia kini melampiaskan semua emosinya pada orang-orang yang tidak bersalah. Sedikit saja kesalahan dalam pekerjaan karyawannya, maka sekretarisnya yang akan kena omel. “Kamu kenapa sih, Ga?” Akhirnya Kala yang turun tangan. Pasalnya, seharian ini tidak ada yang benar di mata Arga. Dia terus saja marah bahkan untuk hal-hal yang kecil. “Kalau kamu punya masalah di rumah, jang