Ada hal-hal di dunia ini yang akan menggerus akal sehat seseorang. Salah satunya adalah rasa cemburu yang berlebihan. Mempercayai ucapan orang lain tanpa mengecek kebenaran, berdalih dia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Tidak segera meluruskan apa yang sebenarnya terjadi dan beranggapan jika yang dilihat adalah sebuah fakta yang tidak bisa diganggu gugat. Itulah yang terjadi dengan Arga saat ini. Dia membuat perasaannya kelabu karena kejadian yang dilihatnya. Dia merasa amarahnya tidak bisa lagi dibendung, tapi dia berhasil menahannya agar tidak keluar di depan Bening dengan cara yang ekstrim. Maka dari itu, dia kini melampiaskan semua emosinya pada orang-orang yang tidak bersalah. Sedikit saja kesalahan dalam pekerjaan karyawannya, maka sekretarisnya yang akan kena omel. “Kamu kenapa sih, Ga?” Akhirnya Kala yang turun tangan. Pasalnya, seharian ini tidak ada yang benar di mata Arga. Dia terus saja marah bahkan untuk hal-hal yang kecil. “Kalau kamu punya masalah di rumah, jang
“Biar aku obati dulu luka-luka, Mas. Atau kita perlu ke dokter?” Bening tidak akan membiarkan masalah ini berlarut-larut. Dia harus tahu penyebab sikap Arga berubah drastis. Bening tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi dengan sang suami. “Nggak perlu. Aku bisa sendiri.” “Mas udah makan?” Bening sudah masak dan bahkan dia juga belum makan malam karena menunggu kedatangan Arga. Dia menahan lapar agar bisa makan malam dengan sang suami. Tapi, “Aku nggak lapar.” Jawaban itu bahkan tidak mengenakkan. Arga pun tidak bertanya apakah istrinya sudah makan atau belum. “Mas sebenarnya kenapa sih?” Bening menahan Arga yang hendak keluar kamar. “Kalau memang aku punya salah, aku minta maaf. Kalau Mas nggak kasih tahu aku di mana kesalahanku, aku nggak akan tahu.” Arga tidak menjawab. Merasa dia sudah jujur kepada Bening dalam hal apa pun. Tapi Bening masih menyembunyikan sesuatu darinya. Arga kesal. Dia mendiamkan Bening hanya agar perempuan itu paham jika seharusnya dia mengatakan sesu
“Kita mau ke mana, Ning?” tanya Januar ketika mereka sudah ada di perjalanan. Bening tidak mengatakan tujuannya kepada lelaki itu dan memilih segera membawa Januar pergi setelah lelaki itu menyetujui permintaannya. “Kamu tenang saja. Aku nggak akan nyakitin kamu.” Bening dengan tenang menyetir untuk sampai ke tempat tujuan. Perempuan itu terlihat sangat misterius. Januar sesekali menatap ke arah Bening dengan rasa penasaran yang menggulung hatinya. Dia tak tahu bantuan apa yang dibutuhkan oleh Bening. Tapi ketika dia memikirkan tentang sesuatu, pikirannya tiba-tiba melambung tinggi. Mungkin saja, Bening ingin memutuskan hubungan pernikahannya dengan Arga karena dia sudah menyadari perasaannya? Bening tidak mencintai Arga dan dia merasa tertekan dengan pernikahan tersebut. Januar tersenyum kecil memikirkan itu dan memilih untuk menunggu, kira-kira apa yang akan terjadi. Dia menahan rasa penasarannya. Januar paham betul jika cinta Bening untuknya tidak akan semudah itu terlupakan. Se
“Aku akui aku salah, Ning. Aku berdosa kepadaku karena semua sikap buruk yang terjadi di masa lalu.” Januar meneruskan ucapannya. “Aku juga tidak pernah menjelaskan kepada orang tuaku, keluargaku, kalau sebenarnya yang salah dalam hubungan kita adalah aku. Aku membiarkan orang lain berpikiran buruk kepadamu. Aku akui aku salah. Tapi apa nggak bisa kamu mempertimbangkan aku lagi?” Januar benar-benar merasa menyesal sudah menyia-nyiakan Bening. Perlakukannya sebelum ini memang salah. Tapi dia ingin memperbaikinya. “Kembali sama aku, Ning. Aku janji aku akan berubah dan nggak akan mengulangi lagi perbuatanku yang dulu. Aku siap kehilangan semuanya. Harta, karir, atau apa pun itu selama kamu mau kembali sama aku. Please, Ning.” “Jangan konyol, Januar!” Arga yang tak tahan untuk berbicara itu pun segera mengeluarkan kata-katanya. “Dia sudah menikah denganku. Tidak ada lagi kesempatan buatmu.” “Jangan bodoh, Arga. Kamu juga memperlakukan Bening tidak baik. Kamu tidak memiliki kepercayaan
“Aku memang nggak pantas mendapatkan kepercayaan.” Kata-kata itu terbayang di dalam kepala Arga sampai lelah yang mendera tubuhnya tidak dirasakan. Arga tidak bisa tidur malam ini. Bening mengabaikannya meskipun dia memohon agar perempuan itu bersedia membuka pintu kamar utama. Ini adalah untuk pertama kalinya Bening marah dan kemarahan itu justru sampai puncaknya. Arga mengaku, dia salah. Tapi sayangnya, Bening justru merendah dan mengakui semua yang terjadi antara dirinya dengan sang suami adalah kesalahannya. Arga tidak tahu bagaimana lagi dia harus meminta maaf kepada sang istri jika Bening begitu sulit ditaklukkan. Terbiasa hidup penuh dengan tekanan dan tidak didengarkan sejak kecil, membuat Bening menjadi keras kepala dan penuh pertimbangan. Pukul lima pagi, Arga memutuskan untuk keluar dari kamar. Ternyata di dapur sana, Bening sudah mulai memasak. Meskipun ragu, Arga mencoba untuk mendekat. Dia duduk di kursi bar, tanpa mengatakan apa pun, namun tatapannya mengarah lurus p
Keadaan kini berbalik. Dahlia yang selama ini berada di atas angin seolah tidak akan pernah terjatuh karena perlakuannya kepada Bening, nyatanya kini Tuhan membalasnya. Bening selama ini diam karena dia mencari celah untuk membalas. Masa kecil sampai dewasa, dia tak pernah merasa mendapatkan keberuntungan. Meskipun begitu, tidak sekalipun dia ingin menyerah dalam hidupnya. Bening selalu percaya jika dia bisa melihat kehancuran orang-orang yang sudah membuat hidupnya menderita. “Kamu pasti sangat bangga melihatku seperti ini, ‘kan, Bening?” tanya Dahlia setelah dia mendapatkan kembali kekuatan untuk bicara. “Kamu pasti bahagia sudah merasa berhasil membuatku terjebak dengan permainanmu.” Bening tersenyum kecil. Berjalan mendekati sofa, duduk di sana dengan gayanya yang angkuh, kemudian menatap Dahlia dengan ekspresi mencemooh. “Dua puluh lima tahun. Apa kamu pikir itu sebanding dengan apa yang aku lakukan hanya beberapa bulan ini?” tanya Bening balik. “Nggak akan sebanding, Dahlia. S
Arga tadinya pergi ke toko Bening untuk meminta maaf kepada istrinya sembari ingin mengajaknya kencan. Tapi, suasana di toko bunga itu sedikit berbeda. Lia memasang wajah muram ditemani oleh Agus. Mereka mengobrol dengan serius seolah membicarakan masalah yang begitu berat. Dan bodohnya, Bening berpikir kalau Arga tidak akan datang ke tokonya sehingga dia lupa mengatakan kepada karyawannya agar tidak mengatakan kepada Arga tentang kejadian yang dialami. Tentu saja, ketika Lia mengetahui keberadaan Arga di toko, dia tanpa berpikir langsung menceritakan kejadiannya secara mendetail. Toh dia melihat dengan jelas perdebatan yang terjadi antara Bening dan Dahlia. Dari awal sampai akhir. Arga yang tahu itu tak lagi berpikir ulang untuk pulang ke rumah. Terlebih lagi, dia mencoba untuk menelpon sang istri pun tidak diangkat.“Yang.” Arga masuk ke dalam kamar dan melihat punggung Bening. Perempuan itu tidur membelakangi pintu sehingga Arga belum tahu luka yang didapatkan dari Dahlia. Panggi
Bening baru saja keluar dari kamar, dan mendapati unitnya sepi. Tidak ada Arga di mana pun. Bening menduga, suaminya itu mungkin ada di kamar sebelah. Lantas, Bening mengabaikannya. Memilih pergi ke dapur, lalu membuat jus avocado untuk dirinya sendiri. Tubuhnya terasa lelah padahal dia tak melakukan aktivitas berat. Mungkin terlalu banyak pikiran di dalam kepalanya sehingga berdampak kepada fisiknya. Bening membawa jusnya ke depan televisi. Sembari melihat tontonan di layar segi empat di depannya, dia menyesap minumannya. Alih-alih fokus pada acara yang ditonton, dia justru hanya melamun. Kepalanya terlalu berisik sampai dia tak tahu inti dari ‘pembahasan’ yang ada di dalam kepalanya tersebut. Tak lama setelah itu, Arga datang dengan wajah yang masih memasang ekspresi marah. Lelaki itu duduk tepat di samping Bening. “Kita temui Ramon nanti malam, Yang. Aku nggak mau membiarkan masalah ini dibiarkan begitu saja.” Sontak saja, Bening menoleh dan menatap sang suami yang kini tengah