Arga tidak bisa menutup matanya barang sebentar saja. Pertanyaan Bening beberapa waktu lalu membuatnya terus berpikir tentang anak yang suatu saat nanti akan dimiliki. Entah itu perempuan atau laki-laki, dia akan bahagia jika Tuhan mempercayainya memiliki keturunan. Ada sebuah bayangan kebahagiaan yang tidak bisa ditolak yang kini tengah menari-nari di dalam kepalanya. Anak-anak kecil dan celotehan mereka yang nanti akan didengar di dalam rumahnya, istananya. Kalau sudah begini, dia tak sabar untuk bisa segera memiliki sebuah rumah besar yang kini baru dibangun. Bahkan rumah itu masih berjalan sepuluh persen. Masih lama untuk menyelesaikannya. “Terima kasih, Yang. Aku nggak pernah sekalipun merasa menyesal sudah memilih kamu. Meskipun sekarang kita masih belajar untuk saling mencintai, tapi aku yakin kita bisa menjalani semuanya.” Arga mengelus lembut punggung polos Bening. Senyumnya tampak bahagia luar biasa. Akhirnya, malam ini dia bisa memiliki Bening seutuhnya. Ingatannya terlem
“Aku salah ya, Mas udah nyebarin foto-foto itu?” Dan mau tak mau, Bening khawatir dengan masalah baru yang barangkali timbul pada perusahaan Abimanyu. Tapi senyum Arga mengembang. “Abimanyu mungkin akan terlibat, tapi nggak akan ada yang serius. Nggak perlu dipikirkan. Aku bisa mengatasi semua ini dengan baik.” “Aku hanya takut Papa dan Mama marah karena ini.” “Percaya sama aku kalau mereka nggak akan menyalahkanmu. Jadi, jangan berpikir macam-macam.” Arga sama sekali tidak tertarik dengan berita apa pun yang mungkin sekarang sedang ada di luaran sana. Karena toh dia sekarang tengah bahagia dengan kehidupannya bersama sang istri. “Keluar ayo, jalan-jalan,” ajaknya kepada sang istri. “Ke mana?” tanya Bening kurang bersemangat. “Jalan-jalan, Yang. Cari angin. Masa seharian kita di rumah aja.” “Kan Mas sendiri yang punya ide nggak mau kerja. Sekarang rasain deh gimana bosannya nggak punya kegiatan.” Arga tersenyum jail. “Kamar, Yang.” Bening hanya menarik napasnya panjang. Tidak
Di luar kemelut masalah yang menimpa keluarga Airlangga, Bening sedang tenang menikmati kebahagiaannya berumah tangga yang sesungguhnya bersama sang suami. Dia juga berharap agar bisa segera memiliki momongan seperti yang sudah direncanakan. Seperti yang dikatakan oleh Arga, mereka tengah berusaha lebih keras untuk mewujudkannya. Setelah kejadian pertengkaran saat itu di kediaman Airlangga, Jaya sudah tidak pernah lagi menghubungi Bening. Bening pun merasa itu lebih baik. Dia ingin hidup dengan tenang dan nyaman bersama sang suami. Tidak lagi melibatkan diri dengan orang-orang yang pernah menyakitinya. Bening juga tidak tahu bagaimana kabar Dahlia sekarang. Dia lebih memilih fokus pada pekerjaannya yang mulai berdatangan kembali. Dia berpikir sebentar lagi tokonya akan pulih seperti sedia kala. “Nanti ada kerja di luar nggak, Yang?” Arga baru saja keluar dari kamar ketika bertanya kepada sang istri. Duduk di kursi makan, lalu mencomot perkedel yang ada di piring. “Ada. Ada yang bua
“Terima kasih atas penawarannya. Tapi aku nggak akan mengkhianati suamiku hanya untuk bersama denganmu.” Tegas, Bening menolak penawaran Januar yang tidak punya malu. “Aku bahagia dengan ada dia di sisiku. Aku menjadi orang yang begitu berharga di sisinya. Arga, suamiku sangat menyayangiku.” Senyum yang tadinya tersemat di bibir Januar itu kini mengkerut. Tatapannya tiba-tiba sayu ketika mengarah pada Bening yang masih terlihat tenang. “Kalau kamu sudah selesai bicara, aku akan melanjutkan pekerjaanku." Bening hampir berbalik ketika tiba-tiba saja Januar menarik tangan Bening. Bukan hanya itu, lelaki itu memeluk istri Arga tersebut. Untuk waktu sepersekian detik, Bening terkejut dibuatnya. Tubuhnya menegang dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. “Semua orang punya kesempatan kedua, Bening.” Januar berbisik tepat di telinga Bening. “Seharusnya aku mendapatkan kesempatan itu dari kamu. Aku mengaku salah karena sudah menyakitimu, tapi jujur saja aku masih menyayangimu.” Bening mend
Ada hal-hal di dunia ini yang akan menggerus akal sehat seseorang. Salah satunya adalah rasa cemburu yang berlebihan. Mempercayai ucapan orang lain tanpa mengecek kebenaran, berdalih dia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Tidak segera meluruskan apa yang sebenarnya terjadi dan beranggapan jika yang dilihat adalah sebuah fakta yang tidak bisa diganggu gugat. Itulah yang terjadi dengan Arga saat ini. Dia membuat perasaannya kelabu karena kejadian yang dilihatnya. Dia merasa amarahnya tidak bisa lagi dibendung, tapi dia berhasil menahannya agar tidak keluar di depan Bening dengan cara yang ekstrim. Maka dari itu, dia kini melampiaskan semua emosinya pada orang-orang yang tidak bersalah. Sedikit saja kesalahan dalam pekerjaan karyawannya, maka sekretarisnya yang akan kena omel. “Kamu kenapa sih, Ga?” Akhirnya Kala yang turun tangan. Pasalnya, seharian ini tidak ada yang benar di mata Arga. Dia terus saja marah bahkan untuk hal-hal yang kecil. “Kalau kamu punya masalah di rumah, jang
“Biar aku obati dulu luka-luka, Mas. Atau kita perlu ke dokter?” Bening tidak akan membiarkan masalah ini berlarut-larut. Dia harus tahu penyebab sikap Arga berubah drastis. Bening tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi dengan sang suami. “Nggak perlu. Aku bisa sendiri.” “Mas udah makan?” Bening sudah masak dan bahkan dia juga belum makan malam karena menunggu kedatangan Arga. Dia menahan lapar agar bisa makan malam dengan sang suami. Tapi, “Aku nggak lapar.” Jawaban itu bahkan tidak mengenakkan. Arga pun tidak bertanya apakah istrinya sudah makan atau belum. “Mas sebenarnya kenapa sih?” Bening menahan Arga yang hendak keluar kamar. “Kalau memang aku punya salah, aku minta maaf. Kalau Mas nggak kasih tahu aku di mana kesalahanku, aku nggak akan tahu.” Arga tidak menjawab. Merasa dia sudah jujur kepada Bening dalam hal apa pun. Tapi Bening masih menyembunyikan sesuatu darinya. Arga kesal. Dia mendiamkan Bening hanya agar perempuan itu paham jika seharusnya dia mengatakan sesu
“Kita mau ke mana, Ning?” tanya Januar ketika mereka sudah ada di perjalanan. Bening tidak mengatakan tujuannya kepada lelaki itu dan memilih segera membawa Januar pergi setelah lelaki itu menyetujui permintaannya. “Kamu tenang saja. Aku nggak akan nyakitin kamu.” Bening dengan tenang menyetir untuk sampai ke tempat tujuan. Perempuan itu terlihat sangat misterius. Januar sesekali menatap ke arah Bening dengan rasa penasaran yang menggulung hatinya. Dia tak tahu bantuan apa yang dibutuhkan oleh Bening. Tapi ketika dia memikirkan tentang sesuatu, pikirannya tiba-tiba melambung tinggi. Mungkin saja, Bening ingin memutuskan hubungan pernikahannya dengan Arga karena dia sudah menyadari perasaannya? Bening tidak mencintai Arga dan dia merasa tertekan dengan pernikahan tersebut. Januar tersenyum kecil memikirkan itu dan memilih untuk menunggu, kira-kira apa yang akan terjadi. Dia menahan rasa penasarannya. Januar paham betul jika cinta Bening untuknya tidak akan semudah itu terlupakan. Se
“Aku akui aku salah, Ning. Aku berdosa kepadaku karena semua sikap buruk yang terjadi di masa lalu.” Januar meneruskan ucapannya. “Aku juga tidak pernah menjelaskan kepada orang tuaku, keluargaku, kalau sebenarnya yang salah dalam hubungan kita adalah aku. Aku membiarkan orang lain berpikiran buruk kepadamu. Aku akui aku salah. Tapi apa nggak bisa kamu mempertimbangkan aku lagi?” Januar benar-benar merasa menyesal sudah menyia-nyiakan Bening. Perlakukannya sebelum ini memang salah. Tapi dia ingin memperbaikinya. “Kembali sama aku, Ning. Aku janji aku akan berubah dan nggak akan mengulangi lagi perbuatanku yang dulu. Aku siap kehilangan semuanya. Harta, karir, atau apa pun itu selama kamu mau kembali sama aku. Please, Ning.” “Jangan konyol, Januar!” Arga yang tak tahan untuk berbicara itu pun segera mengeluarkan kata-katanya. “Dia sudah menikah denganku. Tidak ada lagi kesempatan buatmu.” “Jangan bodoh, Arga. Kamu juga memperlakukan Bening tidak baik. Kamu tidak memiliki kepercayaan