“Jadi kamu ingin bertemu denganku karena ingin kerja sama. Begitu, ‘kan?” tanya Januar akhirnya bersuara meskipun Dahlia belum mengatakan apa pun tentang maksud perempuan tersebut.Dahlia tersenyum puas. “Ternyata kamu masih pintar, Januar.” Januar balas menyeringai. “Kamu memang perempuan nggak punya malu. Dulu kamu memanfaatkan aku untuk bisa menyakiti Binar, setelah itu kamu mencampakkan aku. Lalu sekarang kamu kembali untuk kerja sama?” Januar menggeleng miris. “Aku nggak berminat.” Dahlia mengubah raut wajahnya menjadi kelam kembali mendengar jawaban lelaki itu. Dia menatap Januar dengan tajam merasa kesal luar biasa. “Kita adalah lawan yang sudah ditargetkan oleh Bening. Kamu pikir, kalau aku jatuh, kamu tidak akan jatuh juga? Dia adalah perempuan yang licik. Setidaknya kalau kita bersama melawan Bening, maka itu akan lebih mudah.” “Abang yakin bisa menghadapi Bening sendiri? Bagaimanapun, dia punya senjata yang kapan saja bisa dilayangkan kepada kita. Sudah seharusnya kita
Arga menepati janjinya untuk membawa Bening bertemu dengan Binar. Lelaki itu menjelaskan kepada kakak iparnya tentang dugaannya. Karena saat di acara Anyelir waktu itu, Bening dan Arga belum memiliki dugaan sampai sejauh ini. Berharap kali ini, mereka mendapatkan jalan keluar. Kala juga ada di sana mendengarkan cerita Arga dengan saksama. Jika dibutuhkan nanti, dia akan memberikan pendapatnya. “Udah jelas kalau itu memang orang bayaran.” Binar menanggapi. “Nanti aku tanyain anak-anak. Kemarin ada karyawan yang minta aku buat bayar orang untuk penilaian yang lebih bagus. Tapi aku nggak mau.” “Perlu nggak ya, Mbak aku lakuin itu? Aku sebenarnya masih ragu. Ragunya, itu udah kayak pembohongan gitu lho." Bening menyuarakan isi pikirannya."Kalau dalam masalahmu ini, Bening, hal seperti ini juga perlu dilakukan. Anggap aja ini untuk penyelamatan. Beda sama aku yang nolak karena emang tokonya nggak ada masalah.” Bening tadinya merasa seperti membohongi pelanggannya dengan 'kecurangan’ j
“Mas yakin?” Dahlia merasakan keterkejutan yang luar biasa mendengar ucapan Arga. Tangannya dilepaskan dari perut Arga. Namun Arga tetap berdiri di tempatnya. Dahlia beralih berdiri di depan Arga untuk meyakinkan sekali lagi ucapan Arga. “Mas mau kita menjalin hubungan diam-diam? Aku ....” Dahlia terlihat bahagia dan salah tingkah. “Aku janji Bening kali ini nggak akan tahu. Aku akan menyembunyikannya dari siapapun kalau memang Mas nggak menghendaki.”Arga menyeringai. “Kamu senang?” tanya lelaki itu. Dahlia mengangguk dengan semangat. “Tentu saja aku senang. Tapi, kenapa Mas tiba-tiba berubah pikiran?” Di dalam pikiran Dahlia, lelaki mana yang tidak menerima penawaran yang begitu menyenangkan. "Jadi, hubungan ini akan berjalan sejauh mana?” Arga bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Dahlia. “Aku menyerahkan semuanya kepada Mas. Mas ingin hubungan kita berjalan seperti apa? Aku akan menerimanya.” “Bagaimana dengan hotel? Kamu pasti tahu apa maksudku.” Dahlia tidak segera menjaw
“Bu, ada undangan buat Ibu.” Lia menyerahkan kertas undangan berwarna putih kepada Bening. Di depan sudah terlihat jelas jika itu adalah undangan reuni. Lebih tepatnya, undangan reuni SMA. Sebelumnya, Bening tidak pernah datang untuk hal-hal seperti ini karena dia enggan berurusan dengan teman-temannya. Mengingat bagaimana image buruknya di depan mereka karena ulah satu orang. Dia dipandang sebelah mata oleh teman-teman SMA-nya bahkan saat kuliah pun, Dahlia juga terus mengeluarkan kata-kata tidak penting untuk membuat dirinya dijauhi oleh semua orang. “Siapa yang antarkan, Lia?” tanya Bening setelah itu. “Ada, Bu. Mereka perempuan dan laki-laki. Katanya, kalau nanti ada waktu, mereka akan datang lagi.” Bening tidak menanggapi lagi setelah itu dan memilih untuk masuk ke dalam ruangannya. Dia tidak terlalu memikirkan acara tersebut, karena dia pun tak memiliki minat untuk pergi. Bening tidak memiliki teman dekat dan sudah pasti dia hanya akan terlihat bodoh di antara mereka. Sehar
“Bening!” Anggi menyambut Bening dengan ramah di depan ruangan VIP sebuah restoran. Dia masih ada di luar, tapi sudah terdengar keramaian dari dalam sana. “Aku pikir kamu tetap nggak mau datang.” Anggi mengelus pundak Bening dengan lembut. Menatap penampilan cantik yang melekat di tubuh Bening. Tidak ada pakaian berlebihan yang dikenakan. Dia hanya mengenakan satu set kulot dan atasan formal berwarna nude. Sepatu tinggi yang membalut kakinya itu membuat terlihat semakin tinggi. Tidak ada kata jelek yang terlihat dalam fisik Bening. Wajah cantiknya yang terbungkus dengan ekspresi dingin itu tidak pernah berubah sejak dulu. “Karena kamu datang langsung ke tokoku, aku akhirnya mempertimbangkan untuk datang. Aku melakukannya demi kamu.” Terdengar picisan, tapi memang itulah nyatanya. Seandainya Anggi tidak mendatangi dirinya, maka dia tak akan pernah datang ke acara reuni tersebut. Bening dan Anggi masuk ke dalam ruangan tersebut yang otomatis pandangan orang-orang yang ada di sana men
“Berapa banyak kamu dibayar sama Dahlia untuk mengatakan semua itu, San?” Bening kembali bersuara. “Aku tahu kalian tidak seintens itu lagi berhubungan setelah lulus sekolah. Sampai-sampai, Dahlia menceritakan semua masalahnya ke kamu.” Sandra tergagap dan tampak pucat. Lalu dia mengelak. “Bayaran apa sih, Ning? Nggak ada yang kayak gitu.” Bening hanya menyeringai. Dia tak akan mendesak Sandra. “Mungkin selama ini kalian menganggap aku rendahan. Kalian selalu memandangku seperti sampah yang harus dibuang. Aku merasa diam adalah jalan terbaik. Ternyata setelah selama bertahun-tahun, pandangan kalian ke aku masih sama. Kalau saja Dahlia bisa menahan dirinya untuk tidak mengatakan hal-hal tak penting, aku juga nggak akan membuka aib Dahlia.” Bening berdiri. Bukan hanya dalam satu meja itu yang memperhatikannya, tapi semua meja di ruang privat tersebut mengarahkan atensinya ke arahnya. “Nggi, aku nggak bisa lama-lama di sini. Aku pamit ya. Terima kasih udah repot-repot nyamperin aku d
“Kalau aku nggak ingat dia perempuan, udah aku hajar habis-habisan dia.” Arga mendumel sejak pulang dari restoran, mampir ke apotek, lalu pulang ke rumah. Sekarang, dia tengah mengobati sudut bibir Bening yang terluka. Ada sedikit sobekan di sana. Tangan yang sejak tadi mengolesi obat itu seolah tengah menahan agar tidak melayangkan pukulan ke tembok. Perasaannya kesal luar biasa. Bagaimana mungkin Dahlia terus membuat masalah dengan Bening bahkan saat acara resmi seperti reuni. “Aku benar-benar harus mengurus perempuan itu.” “Mas mau apain dia?” tanya Bening setelah itu. Rasa perih di bibirnya itu semakin pedih ketika dia berbicara. “Jangan lakukan apa pun, Mas. Aku tahu dia akan membalasku. Tapi mungkin itu tidak akan dalam waktu dekat ini. Udah, nggak usah dipikirkan. Biarkan aku aja yang mengurusnya.” “Nggak bisa!” Arga meletakkan kapas bekas di atas meja. Menatap sang istri dengan lekat dan serius. “Kamu ini istriku, Yang. Nggak seharusnya kamu melakukan semuanya sendiri.” “
“Gara-gara keegoisanmu, masalah besar terjadi.” Jaya melanjutkan berapi-api dan menyudutkan putrinya. Arga menarik Bening untuk disembunyikan di belakang punggungnya. Tatapannya sedingin salju. Menatap ayah mertuanya yang tampak marah. Mereka saling tatap seolah mereka adalah musuh bebuyutan. Di sofa sana, ada Ambar dan Dahlia yang menatap ke arah Jaya dan Arga. Dahlia tampak menangis dengan Ambar mengelus punggung putrinya penuh dengan kasih sayang. Suami Bening itu lantas bersuara. “Kenapa kalian suka sekali kekerasan? Kemarin, Dahlia yang menampar istriku sampai bibirnya robek, sekarang, Bapak yang melakukannya. Ada apa sebenarnya dengan keluarga ini?” “Kalau istrimu tidak berulah, kami tidak akan melakukannya.” Jaya menjawab. “Bagaimana bisa dia melakukan hal-hal yang akan membuat masalah dengan keluarganya? Dia juga bagian dari keluar Airlangga, seharusnya dia juga melindungi keluarga ini.” Tatapan Jaya mengarah pada belakang punggung Arga sebelum melanjutkan. “Dahlia itu ad