Kala menyadari satu hal. Dulu dia pernah kehilangan Widi karena kurangnya dia memberikan perhatian kepada mantan istrinya tersebut. Sehingga perempuan itu mencari perhatian dan kasih sayang kepada orang lain. Sekarang, Kala bertekad untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dan membuat dirinya kehilangan Binar. Kasih sayang sangat dibutuhkan untuk seorang perempuan, maka dia akan memberikannya kepada Binar. “Kamu aku antar ke kantor ya.” Setelah sarapan, Kala segera mengajukan penawaran kepada sang istri. Dimulai dari hal yang kecil lebih dulu, baru akan melakukan hal yang besar. Ngomong-ngomong, semalam Kala tidur dengan nyenyak karena Binar sepanjang malam ada di dalam pelukannya. Perasaannya menghangat dan dia bangun dengan senyum bahagia. “Mas nggak ada kerjaan?” tanya Binar sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas. “Kamu lupa aku pengangguran?” Kala mengedikkan bahunya tak acuh. “Aku rencananya akan bertemu dengan pemilik ruko. Dan memersiapkan beberapa hal yang diperluk
Kala menelungkupkan kepalanya di atas setir mobil ketika Binar tidak terlihat lagi dari pandangannya. Perasaannya seolah dijepit oleh benda berat dan membuatnya sakit luar biasa. Kenyataan yang didengar dari Binar tentang masa lalunya, membuat Kala merasa sangat bersalah. Itulah kenapa Ramon sangat membenci dirinya saat ini karena sudah membuat Binar sakit hati. “Sorry, Bi,” gumamnya pada keheningan. “Aku sungguh-sungguh akan memperbaiki semua kesalahan yang sudah pernah aku lakukan kepadamu.” Kala menatap sekali lagi kantor milik ayahnya sebelum dia pergi meninggalkan tempat itu. Dia harus segera bertemu dengan chef yang akan bekerja sama dengannya. Kala bersemangat untuk membuka bisnis baru demi istri dan anaknya. Sekarang dia tak bisa mengandalkan siapa pun kecuali dirinya sendiri. Kala bahkan hanya sekali komplain kepada sang ayah ketika dia dikeluarkan dari perusahaan. Yaitu saat dirinya digantikan oleh Binar. Tapis setelah dia berpikir lagi dan lagi, dia bisa memahaminya. Jad
“Gue pergi dulu.” Alih-alih menjawab pertanyaan Binar, Ramon justru memilih pergi dari restoran tersebut. Meninggalkan Binar yang dipenuhi rasa penasaran. Binar menatap punggung Ramon yang semakin menjauh sebelum menghilang tak terlihat. “Kapan Mas dan Ramon kelahi? Apa yang wajah Mas babak belur waktu itu?” Binar tidak bisa menahan dirinya yang sudah penasaran. Binar pikir saat itu adalah ayah mertuanya yang menghajar Kala, ternyata Ramon? Binar sungguh tidak menyangka. Bagaimanapun Kala adalah saudaranya, mereka memiliki ikatan darah yang sama. Ada rasa terharu yang muncul di dalam pikiran Binar. “Udah lama. Saat aku mau pergi ke luar negeri.” Kala menjawab dengan jujur. Ada raut sedih ketika Kala mengatakan itu. Binar mengingat hari itu adalah hari yang sangat menyedihkan buatnya. Dia bahkan mengingat saat itu dia tidak bisa menghentikan air matanya untuk keluar. Terlalu sakit bagi Binar. Apa pun alasan yang Kala berikan, benar-benar tidak bisa diterima. “Dia cari Mas ke
“Sebagai seorang suami, aku berhak melarang kamu berdekatan dengan lelaki lain.” Kala kali ini berujar lebih serius. “Jangan melanjutkan sesuatu yang membuat hubungan kita kembali merenggang.” “Kalau Mas lupa, selama ini yang merenggangkan hubungan kita adalah Mas sendiri. Aku berada di tempat yang semestinya. Tapi Mas menghindariku dan bimbang dengan perasaan Mas sendiri.” Binar bangkit dari sofa. “Kita sudah memulai hidup kita yang baru. Kita sudah berdamai dan aku sudah mencoba menyingkirkan rasa sakit yang Mas berikan ke aku. Jadi stop. Kita tidak perlu membahas sesuatu yang tidak seharusnya.” Binar mengimbuhkan. “Jangan menyamaratakan sifat orang Mas. Aku, nggak akan selingkuh karena aku tahu bagaimana rasa sakitnya diselingkuhi. Dan jangan berpikir Saka seperti Mas yang akan melakukan perbuatan yang tidak seharusnya. Sekali lagi aku tekankan, aku dan dia hanya sebatas teman dan rekan kerja. Jangan buat aku membuat dia sebagai opsi kedua dan menerimanya.” Apa yang diharapkan
Ada sebuah sentilah menyakitkan di dalam hati Kala ketika Ramon mengatakan kalimat tersebut. Segera, banyak pertanyaan yang muncul di dalam kepalanya yang ingin dia utarakan. Tapi belum juga dia mengeluarkan pertanyaan itu satu per satu, Ramon sudah lebih dulu bersuara. “Kalau ingin mendengarkan secara detail, maka lo tanya aja dengan yang bersangkutan. Gue hanya bisa kasih lo spoiler-nya aja. Full bab ceritanya lo bisa tanya Binar atau Saka. Karena itu adalah kisah mereka.” Puas! Itulah yang dirasakan oleh Ramon sekarang. Terlebih lagi ketika dia melihat betapa gelapnya ratu wajah Kala, dia semakin merasakan betapa permainan ini sangat menyenangkan untuk dimainkan. Bukannya Ramon bahagia di atas kesedihan orang lain, hanya saja Kala memang harus mendapatkan hukuman atas kesalahan yang pernah diperbuat. “Sekarang lo pulang deh. Udah malam dan gue udah ngantuk,” usirnya kepada Kala yang sejak tadi tidak juga berkata-kata. “Gue tahu lo tahu semuanya tentang mereka. Jadi, cerita
Kala tidak tahu sesakit apa ketika dia dulu diam-diam bertemu dengan Widi. Ketika dia kepergok jalan malam-malam bersama dengan Widi. Dan lebih parahnya lagi, ketika dia izin membawa Widi ke luar negeri untuk menemani perempuan itu berobat. Dia tak pernah tahu bagaimana rasanya. Tapi sekarang dia merasakannya sendiri dan satu hal yang dia rasakan ketika melihat Binar akrab dengan lelaki lain beserta ibunya, perasaan marah itu muncul menggebu di dalam hatinya. Ada rasa tidak ikhlas yang muncul seperti gelombang pasang yang menghantamnya sampai goyah. Katakanlah memang mereka tidak saling mencintai. Tapi benar yang dikatakan oleh Binar, cinta atau tidak, tapi ikatan di antara mereka yang bernama suami dan istri itulah yang membuat kecemburuan itu muncul. Sekarang, Kala bisa merasakannya. Hatinya terasa gosong karena terbakar kecemburuan. “Padahal saya kemarin sudah bilang sama Saka kalau mau datang bisa bilang dulu, jadi kami ada persiapan untuk menyambut Ibu.” Suara Binar mengalun
“Pak Kala sudah sampai.” Sapaan dari Saka membuat Kala membalikkan tubuhnya untuk menatap lelaki itu. Kala tadinya hanya menatap kosong pada bagian dalam ruko yang masih kosong. Kini dia menoleh dan mendapati Saka sudah ada di sampingnya. Lelaki itu tampak tersenyum dan Kala sama sekali tidak membalas senyuman tersebut. Dia justru hanya terus menatap lekat pada Saka yang tampak berpikir. Tidak ada yang berbicara di antara keduanya. Saka pun tidak tampak mengambil hati dengan sikap Kala yang terlalu dingin kepadanya. Untungnya Kemal datang tak lama setelah itu. Lelaki itu mampu mencairkan ketegangan di antara mereka. Untuk sesaat, mereka fokus pada pembicaraan tentang design interior ruko tersebut. “Jadi kita udah bisa mulai besok ya?” Kemal bertanya pada Saka yang sudah menunjukkan design yang digarap. Kala mau tak mau mengakui kalau Saka ahli dalam hal ini. Gambar yang ditunjukkan begitu cantik dan tampak nyaman. “Yups. Jadi kalau memang semua deal, nggak ada perubahan apa pun,
“Mas, please!” Binar melepaskan kedua tangan Kala di lengannya. “Dia itu teman aku. Kenapa aku harus jauhin dia?” Binar memutuskan masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Kala di belakang. Kala mengikuti istrinya dengan amarah membumbung tinggi. “Kamu sedang membalas aku kan, Bi dengan dekat-dekat dengan Saka?” “Kenapa aku harus membalas Mas? Apa aku sekurang kerjaan itu?” “Lalu apa namanya kalau kamu nggak sedang membalas aku, Bi? Aku sudah bilang kalau aku nggak suka kamu dekat dengan Saka. Tapi nyatanya kamu sama sekali nggak peduli dan bahkan sekarang kamu pulang bareng sama dia!” Nada suara Kala terdengar meninggi di akhir kalimatnya. Binar berhenti di tengah ruangan ketika Kala terdengar emosi dan suasana memanas. Dia lantas membalikkan tubuhnya dan menatap Kala yang sudah memasang wajah kelamnya. “Mas, aku capek. Aku seharian ini banyak banget pekerjaan dan perlu istirahat. Nggak bisa ya marahnya nanti pas aku sudah lebih baik?” Binar bertanya dengan lembut. Menekan semakin