Mata Jasmine terbelalak lebar mendengar ucapan Leon, "Kamu mengusirku?" Tanyanya dengan nada tidak percaya. Bisa-bisanya Leonard memperlakukan dirinya seperti ini."Bukan, aku tidak mengusirmu, aku akan mencari penginapan lain untukmu menginap.""Tapi, aku ingin disini!" teriak Jasmine dengan geram. Tujuannya kemari adalah untuk terus berdekatan dengan Leonard, tapi jika Leon malah memilih menghindarinya, bagaimana caranya ia memisahkan dirinya dengan Kania?"Jes, aku melakukan ini untuk menghargai Kania sebagai kekasihku. Aku tidak mau hubungan kami memburuk hanya karena masalah seperti ini. Tolong jangan mempersulit ini." ujar Leon dengan lelah."Kamu lebih memilih Kania daripada aku yang sudah bertahun-tahun bersamamu Leon? Semua persahabatan kita selama ini, kamu anggap apa sebenarnya?""Justru karena kau sahabatku, kau harusnya mengerti."Jasmine terhenyak melihat kekeraskepalaan dari Leon, ia tidak menyangka Kania menanam pengaruh yang cukup kuat kepadanya. Jasmine menghela nafa
Kania mengerjapkan matanya, "Aku tidak berniat menggoda. Siapa yang menggodamu?"Alih-alih memberikan penjelasan Leonard hanya tersenyum menyeringai, ia kembali menyambar bibir Kania lalu melumatnya dengan lembut. Kania membalas ciuman itu, membiarkan Leonard menjelajah lebih dalam ke area mulutnya. Ia mengalungkan tangannya ke leher Leonard, membuat Leonard semakin leluasa menjelajah di sana.Gairah yang mereka rasakan mulai memanas. Tidak puas dengan ciuman mereka, Leonard mengangkat tubuh Kania ke atas pantry. Mata Kania seketika terbelalak dengan lebar. Apa yang akan dilakukan pria di hadapannya ini?Melihat Kania yang mengerjap dengan bingung, Leonard mengecupi leher Kania dengan gemas membuat Kania mendesah seketika. Sadar bahwa mereka memiliki tujuan lain di sini, Kania mendorong tubuh Leonard perlahan."Ahh Lheon... Bu-bukankah kita harus memasak?" ucap Kania dengan terbata merasakan Leonard yang terus menerus menghujani tubuhnya dengan kecupan.Sejenak Leonard menghentikan ke
Kenia terlihat menelan ludahnya saat mendengar ucapan Devan. Perlahan Kania mendekati Devan, "Sayang, darimana kamu bisa menyimpulkan hal seperti itu? Ada yang memberitahu Devan?""Devan lihat sendiri Mama tadi berpelukan dengan Uncle Leon!"Kania memejamkan matanya sejenak, tidak menduga bahwa pelukan mereka tadi akan dilihat oleh Devan."Sayang, dengarkan Mama dulu, Mama dan Uncle Leon memang menjalin hubungan, Uncle Leon memang memiliki rencana untuk menikah dengan Mama, tapi perlu persiapan yang matang untuk itu. Mama–""Pokoknya Devan tidak mau punya Papa baru! Devan maunya Papa Sean!"Brakk!Kania terhenyak saat Devan berlari lalu membanting pintu kamarnya dengan kuat.Kania segera mengikuti Devan lalu mengetuk pintu dengan kuat."Devan, dengerin Mama Sayang... Devan, Sayang... Uncle Leon orang yang baik, bukankah Devan juga sayang pada Uncle Leon?""Mama jahat! Devan tidak mau bicara pada Mama. Devan tidak mau mengganti Papa Devan!"Kania meremas kepalanya dengan kuat melihat t
"Sudah, om menyerah. Kita sudahi saja!"Devan seketika tertawa mendengar ucapan Leonard saat mereka menyelesaikan beberapa permainan. Ia tersenyum dengan senyum kemenangan karena Leonard akhirnya mengatakan menyerah padanya."Yey Om kalah! Devan menang!"Leonard terlihat mengibaskan tangannya, ia sungguh tidak sanggup lagi jika harus meladeni Devan."Iya iya kamu menang, Om kalah! Sekarang om haus, mau beli minum.""Ayok, Devan mau eskrim!""Siap!"Leonard kembali menggenggam tangan Devan lalu membawanya ke arah booth es krim. Leonard lebih memilih es capucino yang diatasnya diberi eskrim vanilla sedangkan Devan memilih eskrim dengan banyak taburan biskuit.Setelah memilih tempat, Leonard dan Devan mulai menyantap pesanan mereka. Melihat Devan yang tersenyum dan memakan eskrimnya dengan lahap, Leonard merasa sangat senang. Bagaimanapun Devan sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.Leonard terlihat melirik ke arah arloji miliknya, hari sudah menjelang sore. Mungkin sebaiknya ia membaw
Saat Kania merasa bahwa ini adalah saat bagi dirinya dan juga Leonard berpisah, Kania dikejutkan dengan perkataan Devan yang tiba-tiba."Mama boleh menikah dengan om Leon,"Kania mengerjapkan matanya mendengar ucapan Devan, ia menarik tubuh Devan menjauh lalu menatap puteranya dengan tatapan tidak percaya."Kamu barusan bilang apa, Sayang? Apa Mama tadi tidak salah dengar? Kamu bilang Mama boleh menikah dengan om Leon?"Devan terlihat mengangguk dengan perlahan, "Ya, Mama boleh menikah dengan Om Leon, tapi Devan tetap bisa bertemu dengan Papa Sean, bukan?"Mendengar ucapan Devan, Kania segera memeluk Devan kembali, "Tentu Sayang tentu, kamu boleh bertemu dengan Papa Sean kapanpun kamu mau. Terimakasih karena kamu sudah mengerti Mama."Devan menganggukkan kepalanya lalu memeluk Kania. Mereka berpelukan dengan sangat erat. Kania menghela nafasnya panjang, merasa sangat lega karena kesalahpahaman mereka akhirnya selesai."Jadi tadi kamu tidak dimarahi oleh Om Leon?"Devan terlihat mengge
Kania mengulas senyumnya dengan lebar saat mendengar pintu rumahnya diketuk dari luar. Kania segera bergerak ke arah pintu untuk menyambut kedatangan Leonard di sana."Kau terlambat Leon,"Kania tertegun di tempat saat melihat bukan hanya Leonard yang berada di hadapannya. Kenapa Jasmine ikut berada di sini?Kania menatap bingung ke arah Leonard, "Apa maksudnya ini Leon? Kenapa dia ada di sini juga?""Kania, kedatangan Jasmine kemari adalah ingin menyelesaikan kesalahpahaman yang terjadi di antara kita. Jasmine ingin meminta maaf atas kesalahannya padamu selama ini."Kania mengangkat alisnya, apa katanya tadi? Jasmine ingin meminta maaf? Apa benar wanita arogan ini ingin melakukan hal itu?Belum sempat Kania menyerukan kebingungannya, ia terhenyak saat Jasmine tiba-tiba menurunkan tubuhnya seolah hendak berlutut."Kania, aku ingin meminta maaf.""Astaga Jasmine!" Kania segera menahan tubuh wanita itu agar tidak berlutut di hadapannya. Raut wajahnya terlihat sangat menyesal menatap ke
Kania menggelengkan kepalanya kembali. Ia tidak bisa mengambil keputusan secepat ini, ia akan melihat bagaimana Jasmine bersikap.Kania memutuskan kembali ke arah meja, namun ia terhenyak saat Jasmine terlihat hendak menyuapi Devan. Dengan cepat Kania menahan tangan wanita itu lalu berkata pada Devan dengan nada tegas, "Devan, makan dengan tanganmu sendiri, jangan merepotkan orang lain."Jasmine terlihat menurunkan tangannya mendengar perkataan Kania. Ia hanya tersenyum dengan tipis, seolah-olah tidak terpengaruhi dengan sikap Kania yang dingin.Leonard yang melihat Kania membangun dinding terhadap Jasmine hanya bisa menghela nafas. Tidak mudah bagi Kania untuk membuka diri apalagi pada orang yang sudah mengecewakannya.Leonard kembali ke mejanya lalu duduk. Jasmine yang melihat kedatangan Leonard segera menatap ke arah pria itu."Oh ya Leon, apa kau sudah mengenalkan Kania pada teman-teman kita di sini?"Kania terlihat mengangkat alisnya mendengar ucapan Jasmine. Teman-teman? Siapa?
"Teman-teman semua ini Kania, dia adalah tunanganku."Kania mengulas senyumannya saat Leonard memperkenalkan dirinya dengan penuh percaya diri. Namun, tatapan mencemooh dan senyum mengejek dari mereka terlihat sangat jelas.Mereka menyambut tangan Kania dengan malas-malasan seolah enggan kulit mereka menempel dengannya. Apa ini hanya perasaannya saja? Atau mereka memang menghindarinya?Seperti yang sudah disediakan oleh Jasmine, Kania duduk di sebelahnya berada tepat di samping Leonard."Jadi, sudah berapa lama kalian berhubungan?" Tanya wanita cantik dengan rambut sebahu, kalau tidak salah namanya Hervanya.Saat Kania hendak menjawab, Leonard terlihat mendahuluinya, "Kami sudah berhubungan cukup lama.""Pekerjaanmu apa Kania?" tanya Monika, wanita yang berpakaian lebih sensual. Semua barangnya terlihat mewah, namun Kania sangat yakin Monika sepertinya tidak menyukainya sama sekali. Terlihat dari cara bicara dan senyumannya yang seolah mengejek dirinya."Saya mempunyai butik di sini,"
Saat mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah Leonard, Kania segera mengambil langkah. Ia mundur untuk kemudian berlari menghindar dari pria itu.Leonard yang melihat Kania melarikan diri darinya segera menyusulnya. Dengan cepat ia kembali menahan Kania lalu bertanya dengan nafas tersengal saat berhasil mendapatkan tangannya, "Kenapa kau lari?""Lepaskan aku.""Baik, tapi bagaimana kalau kita bicara? Aku sudah menyewa seluruh tempat ini khusus untukmu, apa kau tidak sayang jika aku membuang-buang uang karena kau tidak mau menemuiku?""Aku tidak menyuruhmu menyewa tempat untukku,""Ayolah Kania, aku mohon."Kania terlihat menghela nafasnya panjang, "Baik, tapi lepaskan tanganku dulu."Dengan cepat Leonard melepaskan genggaman tangannya. Kania segera memilih kursi yang berada tepat di hadapannya lalu duduk di sana. Musik romantis segera mengalun saat mereka duduk berdampingan. Kania memberikan tatapan jengahnya, sebenarnya apa maksud pria ini?"Kenapa kau lari?""Tidak apa-apa,
Leonard pulang ke rumahnya dengan langkah gontai. Setelah berkeliling selama hampir satu jam di dalam bandara, Leonard sama sekali tidak bisa menemukan Kania dimanapun. Kania sudah pergi dari kehidupannya, ia terlambat, sangat terlambat."Jadi bagaimana? Kamu menemukan wanita itu?"Leonard mendengus kuat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lauren tepat saat ia tiba di kediaman mereka."Mama pasti senang sekarang, Kania tidak bisa aku temukan. Dia sudah pergi dari hidupku selamanya. Apa sekarang Mama puas?" Tukas Leonard dengan penuh emosional.Alih-alih merasa simpati Lauren yang malah menuang alkohol ke gelasnya membuat Leonard merasa geram. Lauren memang sudah tidak perduli kepadanya lagi."Sepertinya Mama cukup senang karena sudah menghancurkan hidupku." ucap Leonard dingin. Ia menghela nafasnya panjang lalu mulai beranjak meninggalkan Lauren.Namun, baru saja ia hendak melangkah, Lauren tiba-tiba memanggilnya kembali, "Kau akan menyerah begitu saja padanya?"Leonard seketika m
Leonard seketika tertegun mendengar ucapan Jasmine. Jasmine terlihat sangat serius di hadapannya membuat Leonard seketika mengangkat alis."Apa maksudmu?""Hari ini adalah keberangkatan Kania, apa kau akan terus berdiam diri di tempat ini dan membiarkan Kania pergi begitu saja?"Mata Leonard seketika melebar mendengar ucapan Jasmine, cekalannya di tangan Jasmine seketika terlepas, "Kania pergi hari ini?" tanyanya dengan nada tidak percaya. Sepengatahuannya projek mereka belum selesai dengan sempurna, masih ada beberapa tahapan pendistribusian dan promosi produk yang harus dilakukan."Pekerjaannya untuk membuat pakaian sudah selesai, jadi dia tidak akan ikut andil dalam promosi produk, semuanya hanya akan dilakukan oleh pihak Valerine."Leonard terlihat terhenyak mendengar penuturan Jasmine. Jadi Kania benar-benar akan pergi hari ini?"Tunggu apa lagi? Pergi!"Mendengar ucapan Jasmine, Leonard segera beranjak dari sana. Ia berlari keluar dari restoran itu tanpa menghiraukan panggilan d
"Yak selesai! Hasilnya bagus sekali."Semua bertepuk tangan ketika foto terakhir yang diambil dari Jasmine selesai. Beberapa orang menyalami Kania dan juga Jasmine karena projek itu berhasil dilakukan. Kania tersenyum, merasa cukup lega karena ia bisa melakukan projek itu tepat pada waktunya. Meski hatinya teramat berantakan dan juga banyak drama yang terjadi, akhirnya semuanya selesai. Ia menatap kursi tempat Leonard berada yang diduduki oleh Hannah. Masih sama, Leonard masih tidak ingin menemuinya sama sekali."Nanti malam akan ada perayaan kecil karena pekerjaan kita sudah selesai dilakukan, apa Ibu mau ikut?"Kania menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Dewi, "Kalian saja yang ikut, saya akan mempersiapkan semua persiapan kita untuk terbang besok?""Apa tidak apa-apa, Bu?" Tanya Dewi merasa tidak enak."Tidak apa-apa, kalian sudah banyak bekerja keras selama dua Minggu ini. Bersenang-senanglah di sana. Ah, jangan lupa bawa instal aplikasi bahasa di ponsel kalian masing-
Setelah kejadian di rumah sakit tempo hari, Leonard tidak pernah datang lagi ke pertemuan mereka. Hanya ada asistennya yang mengikuti pertemuan mereka beberapa kali.Penasaran dengan keadaan Leonard, Kania menahan langkah asisten pribadinya setelah rapat selesai."Hannah, bisa bicara sebentar?"Hannah terlihat mengangkat alisnya lalu kemudian mengangguk mendengar pertanyaan Kania, "Ya, ada apa Bu Kania?""Apa Leonard baik-baik saja? Ah maksud saya sudah beberapa kali dia mangkir dari pertemuan kami.""Ah, Pak Leon baik-baik saja, dia sangat sibuk akhir-akhir ini karena projek yang lain. Apa ada masalah jika saya yang menggantikan Beliau?"Kania segera mengibaskan tangannya mendengar ucapan Hannah, "Ah tidak, kamu adalah orang yang kompeten juga, saya rasa Leonard tepat memilih kamu untuk mengurusi projek ini. Kalau begitu terimakasih,"Kania terlihat membalikkan tubuhnya untuk beranjak, namun Hannah kembali memanggilnya."Emm... Bu Kania? Apa Anda memiliki pesan untuk atasan saya?"Ka
Delon seketika terdiam mendengar ucapan Leonard. Keningnya berkerut dengan bingung, jadi mereka sudah saling mengenal sebelumnya? Tapi kenapa mereka berpura-pura tidak saling mengenal seolah baru berkenalan? Sebenarnya sedalam apa hubungan mereka hingga Leonard bersikap sangat posesif kepada Kania?Delon menghela nafasnya panjang, tidak ingin membuat keributan karena hal sepele akhirnya ia menyerah."Baiklah, saya serahkan Bu Kania kepada Anda."Delon menatap ke arah Kania yang masih tidak sadarkan diri lalu beranjak meninggalkannya. Untuk terakhir kalinya ia membalikkan tubuhnya lalu tertegun saat melihat pemandangan Leonard yang tengah memegang tangan Kania dengan erat. Delon terlihat mengangkat alis, sebenarnya apa hubungan mereka hingga Leonard bisa bersikap sedekat itu pada Kania?****Kania mengerjapkan matany saat mendapati atap putih di hadapannya, bau alkohol dan obat-obatan yang menyeruak membuat Kania seketika terhenyak. Dimana ia? Apa dia ada di rumah sakit?Kania mengangk
Kania mendesah panjang, "Haruskah kita melakukan ini?""Aku harus meyakinkan segalanya berjalan dengan lancar."Dengan ragu Kania menyambut telunjuk itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Jasmine Maureen adalah gadis yang teramat percaya diri, kenapa ia melihat Jasmine sangat berusaha keras agar hubungannya dengan Leonard berjalan dengan lancar?"Sekarang, apa aku boleh pergi?"Jasmine menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Kania, Kania mengusap mulutnya dengan serbet lalu bangkit berdiri.Tepat sebelum ia melangkah, Jasmine kembali memanggilnya."Aku minta maaf atas segala sikap menyebalkan yang aku tunjukkan selama ini padamu, Kania."Kania mengulas senyumnya mendengar ucapan Jasmine, "Ternyata kau sudah banyak berubah. Tidak apa-apa aku mengerti semuanya. Kau memang lebih pantas untuk Leonard."Setelah berkata seperti itu, Kania meninggalkan meja mereka. Ia menghela nafasnya panjang lalu kembali ke ruangan bengkelnya.Dewi yang melihatnya hanya bisa terkejut saat tatapan Kan
"Anda menyukai seseorang?""Ya, saya harap Anda mengerti ucapan saya hari ini Pak Delon. Kalau begitu saya permisi."Kania segera bergerak meninggalkannya Delon dengan cepat. Ia menghela nafasnya panjang, sebelum semuanya semakin rumit dan memusingkan, ia harus bisa menyelesaikan seluruh tugas ini dengan cepat. Jika perlu, ia akan menyelesaikan semuanya kurang dari dua minggu.****Selama seharian penuh, Kania berada di bengkel kerjanya. Seperti tekadnya kemarin, ia akan menyelesaikan seluruh pekerjaan ini dengan cepat. Ia sudah tidak bisa terus berada di sini dan menyiksa seluruh hatinya.Pintu ruangannya seketika diketuk, Dewi menghampiri dirinya lalu terhenyak saat melihat Kania berada di sana pagi-pagi sekali."Ibu? Ibu semalaman berada di sini?" Tanya Dewi dengan raut wajah terkejut."Ya, saya harus menyelesaikan semuanya dengan cepat agar kita segera kembali.""Tapi Bu, kalau begitu terus ibu bisa sakit.""Saya baik-baik saja, Dewi."Tepat saat ia mengatakan hal itu, darah segar
"Anda memang cukup jeli, Bu Jasmine. Siapa yang tidak tertarik pada Bu Kania? Dia wanita yang mandiri dan cantik, bagaimana saya tidak terpesona olehnya?"Kania terperangah tidak percaya mendengar ucapan Delon yang terus terang. Delon tersenyum ke arahnya tanpa beban sama sekali membuat Kania merasa sangat gugup. Kania segera mengambil minumannya lalu menyeruputnya dengan perlahan, mengabaikan tatapan tajam dari Leonard yang sejak tadi tiba-tiba terdiam."Pak Delon benar-benar tipe pria yang romantis, Anda menyatakan ketertarikan Anda pada Bu Kania tepat disaat Bu Kania ada di hadapan Anda.""Bu Kania hanya sebentar di sini, jadi saya harus bergerak cepat, bukan?""Ah, Anda benar."Berbeda dengan dirinya yang merasa canggung, Delon dan juga Jasmine malah terlibat pembicaraan seru. Kania menghela nafasnya, sungguh ia ingin melarikan diri saja dari tempat ini.Tepat saat ketidaknyamanan yang ia rasakan semakin tidak terkendali, ponsel Kania berdering dengan nyaring. Tidak peduli siapa