Saat Kania merasa bahwa ini adalah saat bagi dirinya dan juga Leonard berpisah, Kania dikejutkan dengan perkataan Devan yang tiba-tiba."Mama boleh menikah dengan om Leon,"Kania mengerjapkan matanya mendengar ucapan Devan, ia menarik tubuh Devan menjauh lalu menatap puteranya dengan tatapan tidak percaya."Kamu barusan bilang apa, Sayang? Apa Mama tadi tidak salah dengar? Kamu bilang Mama boleh menikah dengan om Leon?"Devan terlihat mengangguk dengan perlahan, "Ya, Mama boleh menikah dengan Om Leon, tapi Devan tetap bisa bertemu dengan Papa Sean, bukan?"Mendengar ucapan Devan, Kania segera memeluk Devan kembali, "Tentu Sayang tentu, kamu boleh bertemu dengan Papa Sean kapanpun kamu mau. Terimakasih karena kamu sudah mengerti Mama."Devan menganggukkan kepalanya lalu memeluk Kania. Mereka berpelukan dengan sangat erat. Kania menghela nafasnya panjang, merasa sangat lega karena kesalahpahaman mereka akhirnya selesai."Jadi tadi kamu tidak dimarahi oleh Om Leon?"Devan terlihat mengge
Kania mengulas senyumnya dengan lebar saat mendengar pintu rumahnya diketuk dari luar. Kania segera bergerak ke arah pintu untuk menyambut kedatangan Leonard di sana."Kau terlambat Leon,"Kania tertegun di tempat saat melihat bukan hanya Leonard yang berada di hadapannya. Kenapa Jasmine ikut berada di sini?Kania menatap bingung ke arah Leonard, "Apa maksudnya ini Leon? Kenapa dia ada di sini juga?""Kania, kedatangan Jasmine kemari adalah ingin menyelesaikan kesalahpahaman yang terjadi di antara kita. Jasmine ingin meminta maaf atas kesalahannya padamu selama ini."Kania mengangkat alisnya, apa katanya tadi? Jasmine ingin meminta maaf? Apa benar wanita arogan ini ingin melakukan hal itu?Belum sempat Kania menyerukan kebingungannya, ia terhenyak saat Jasmine tiba-tiba menurunkan tubuhnya seolah hendak berlutut."Kania, aku ingin meminta maaf.""Astaga Jasmine!" Kania segera menahan tubuh wanita itu agar tidak berlutut di hadapannya. Raut wajahnya terlihat sangat menyesal menatap ke
Kania menggelengkan kepalanya kembali. Ia tidak bisa mengambil keputusan secepat ini, ia akan melihat bagaimana Jasmine bersikap.Kania memutuskan kembali ke arah meja, namun ia terhenyak saat Jasmine terlihat hendak menyuapi Devan. Dengan cepat Kania menahan tangan wanita itu lalu berkata pada Devan dengan nada tegas, "Devan, makan dengan tanganmu sendiri, jangan merepotkan orang lain."Jasmine terlihat menurunkan tangannya mendengar perkataan Kania. Ia hanya tersenyum dengan tipis, seolah-olah tidak terpengaruhi dengan sikap Kania yang dingin.Leonard yang melihat Kania membangun dinding terhadap Jasmine hanya bisa menghela nafas. Tidak mudah bagi Kania untuk membuka diri apalagi pada orang yang sudah mengecewakannya.Leonard kembali ke mejanya lalu duduk. Jasmine yang melihat kedatangan Leonard segera menatap ke arah pria itu."Oh ya Leon, apa kau sudah mengenalkan Kania pada teman-teman kita di sini?"Kania terlihat mengangkat alisnya mendengar ucapan Jasmine. Teman-teman? Siapa?
"Teman-teman semua ini Kania, dia adalah tunanganku."Kania mengulas senyumannya saat Leonard memperkenalkan dirinya dengan penuh percaya diri. Namun, tatapan mencemooh dan senyum mengejek dari mereka terlihat sangat jelas.Mereka menyambut tangan Kania dengan malas-malasan seolah enggan kulit mereka menempel dengannya. Apa ini hanya perasaannya saja? Atau mereka memang menghindarinya?Seperti yang sudah disediakan oleh Jasmine, Kania duduk di sebelahnya berada tepat di samping Leonard."Jadi, sudah berapa lama kalian berhubungan?" Tanya wanita cantik dengan rambut sebahu, kalau tidak salah namanya Hervanya.Saat Kania hendak menjawab, Leonard terlihat mendahuluinya, "Kami sudah berhubungan cukup lama.""Pekerjaanmu apa Kania?" tanya Monika, wanita yang berpakaian lebih sensual. Semua barangnya terlihat mewah, namun Kania sangat yakin Monika sepertinya tidak menyukainya sama sekali. Terlihat dari cara bicara dan senyumannya yang seolah mengejek dirinya."Saya mempunyai butik di sini,"
"Cih! Kalian lihat itu? Wanita itu benar-benar bar-bar. Kenapa kau memiliki hubungan dengan wanita liar seperti itu, Leon?"Daniele terlihat tersentak saat Leonard bangkit lalu melesat ke arahnya, ia mencengkram kerah Leonard lalu berkata dengan nada tajam, "Tutup mulutmu sebelum aku benar-benar membunuhmu Daniele."Daniele terlihat terhenyak melihat kemarahan yang ditunjukkan oleh Leonard. Ia tidak menyangka jika Leonard akan membela Kania seperti ini."Aku memang benar dia wanita yang liar, pantas saja dia diceraikan."Buagh!Leonard melayangkan kepalan tangannya ke arah wajah Daniele. Suasana di sana seketika heboh. Para wanita terlihat berteriak melihat Leonard yang memukul Daniel.Jasmine yang melihat Leonard mulai tersulut emosi segera bangkit lalu menarik tangannya."Apa-apaan ini Leon? Kenapa kau memukul temanmu seperti itu?"Leonard mendengus kuat, "Teman katamu? Teman macam apa yang menghina kekasih temannya seperti itu?""Daniel hanya mengutarakan pendapatnya, bukan hanya D
"Katanya Papa terkena serangan jantung di kantor, Leon."Mata Leonard seketika membulat mendengar ucapan ibunya, "Serangan jantung?" tanyanya tidak percaya."Iya, maka dari itu kami harus segera pulang, kata dokter jantung Papa sepertinya bermasalah."Leonard menghela nafasnya panjang, seketika merasakan beban yang teramat berat di dalam hatinya, "Baik Ma, aku akan segera ke sana. Mungkin besok aku akan mencari pesawat paling pagi untuk berangkat ke London.""Baik Nak, katanya Jasmine juga ada di sana ya? Mama sudah bilang pada Jasmine agar kalian pulang bersama.""Apa? Kenapa kami harus pulang bersama? Aku dan Jasmine sebenarnya sedang bertengkar karena sesuatu hal,""Kenapa kalian bertengkar? Leon, jangan seperti itu, sebaiknya kamu meminta maaf. Dia itu perempuan, jadi kamu harus menjaganya.""Tapi Ma,""Bahkan Papa Jasmine juga menemani Papa dan Mama di sini. Kamu harus pulang bersamanya."Leonard kembali menghela nafas, "Baik Ma," balasnya dengan menyerah."Ya sudah Mama akan kem
Dua minggu sudah berlalu sejak kepergian Leonard ke London. Kania menjalankan hari-harinya seperti biasa. Hingga sampai hari ini, Leonard masih mengiriminya pesan, bahkan sesekali meneleponnya seperti hari ini."Bagaimana kabarmu hari ini, Nona Kania?"Kania tergelak saat mendengar sapaan Leonard di sebrang sana."Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?"Suara desahan nafas panjang terdengar di sebrang sana, "Aku? Aku tidak baik,"Alis Kania seketika terangkat mendengar ucapan Leonard, "Kenapa? Apa keadaan ayahmu masih parah?""Ya itu juga karena keadaan ayahmu masih sama saja. Tapi ada lagi yang lebih buruk.""Apa? Kenapa?""Aku sendiri mulai kesakitan.""Sakit? Kau sakit apa?""Sakit hati. Aku terlalu merindukanmu hingga membuat hatiku sangat sakit.""Astaga!" Kania kehilangan seluruh kata-katanya mendengar gombalan Leonard, "Jika saja kau ada di sini, aku benar-benar akan memukulmu, ku pikir kau benar-benar sakit." gerutu Kania."Aku serius, aku benar-benar merasa sakit. Ah... Saki
Tepat dua bulan setelah panggilan mereka saat itu, nyatanya benar pemikirannya Leonard tidak lagi memanggilnya saat itu. Awalnya seluruh panggilan dan pesan yang Kania berikan hanya diabaikan beberapa hari lamanya untuk kemudian nomor Leonard tidak bisa ia akses lagi. Selama beberapa minggu, Kania merasa hilang akal, ia tidak terima karena ia dicampakkan begitu saja oleh pria itu. Ia tidak terima karena Leonard menghilang begitu saja dari kehidupannya.Namun, Kania mencoba bersikap tegar, bukankah bukan sekali ini kehidupan cintanya menghilang begitu saja? Ada banyak hal yang harus ia pikirkan dibanding dengan kehidupan asmara yang selalu saja membuatnya kecewa.Semenjak itu, Kania sama sekali tidak tahu kabar Leonard. Ia hanya bisa mengetahui kabar pria itu dari informasi media sosial bahwa Leonard menjalankan perusahaan ayahnya di London saat ini, sedangkan perusahaannya yang berada di sini diserahkan kepada orang terpercaya mereka. Meski terkadang sulit, Kania mencoba menghapus seg