"Teman-teman semua ini Kania, dia adalah tunanganku."Kania mengulas senyumannya saat Leonard memperkenalkan dirinya dengan penuh percaya diri. Namun, tatapan mencemooh dan senyum mengejek dari mereka terlihat sangat jelas.Mereka menyambut tangan Kania dengan malas-malasan seolah enggan kulit mereka menempel dengannya. Apa ini hanya perasaannya saja? Atau mereka memang menghindarinya?Seperti yang sudah disediakan oleh Jasmine, Kania duduk di sebelahnya berada tepat di samping Leonard."Jadi, sudah berapa lama kalian berhubungan?" Tanya wanita cantik dengan rambut sebahu, kalau tidak salah namanya Hervanya.Saat Kania hendak menjawab, Leonard terlihat mendahuluinya, "Kami sudah berhubungan cukup lama.""Pekerjaanmu apa Kania?" tanya Monika, wanita yang berpakaian lebih sensual. Semua barangnya terlihat mewah, namun Kania sangat yakin Monika sepertinya tidak menyukainya sama sekali. Terlihat dari cara bicara dan senyumannya yang seolah mengejek dirinya."Saya mempunyai butik di sini,"
"Cih! Kalian lihat itu? Wanita itu benar-benar bar-bar. Kenapa kau memiliki hubungan dengan wanita liar seperti itu, Leon?"Daniele terlihat tersentak saat Leonard bangkit lalu melesat ke arahnya, ia mencengkram kerah Leonard lalu berkata dengan nada tajam, "Tutup mulutmu sebelum aku benar-benar membunuhmu Daniele."Daniele terlihat terhenyak melihat kemarahan yang ditunjukkan oleh Leonard. Ia tidak menyangka jika Leonard akan membela Kania seperti ini."Aku memang benar dia wanita yang liar, pantas saja dia diceraikan."Buagh!Leonard melayangkan kepalan tangannya ke arah wajah Daniele. Suasana di sana seketika heboh. Para wanita terlihat berteriak melihat Leonard yang memukul Daniel.Jasmine yang melihat Leonard mulai tersulut emosi segera bangkit lalu menarik tangannya."Apa-apaan ini Leon? Kenapa kau memukul temanmu seperti itu?"Leonard mendengus kuat, "Teman katamu? Teman macam apa yang menghina kekasih temannya seperti itu?""Daniel hanya mengutarakan pendapatnya, bukan hanya D
"Katanya Papa terkena serangan jantung di kantor, Leon."Mata Leonard seketika membulat mendengar ucapan ibunya, "Serangan jantung?" tanyanya tidak percaya."Iya, maka dari itu kami harus segera pulang, kata dokter jantung Papa sepertinya bermasalah."Leonard menghela nafasnya panjang, seketika merasakan beban yang teramat berat di dalam hatinya, "Baik Ma, aku akan segera ke sana. Mungkin besok aku akan mencari pesawat paling pagi untuk berangkat ke London.""Baik Nak, katanya Jasmine juga ada di sana ya? Mama sudah bilang pada Jasmine agar kalian pulang bersama.""Apa? Kenapa kami harus pulang bersama? Aku dan Jasmine sebenarnya sedang bertengkar karena sesuatu hal,""Kenapa kalian bertengkar? Leon, jangan seperti itu, sebaiknya kamu meminta maaf. Dia itu perempuan, jadi kamu harus menjaganya.""Tapi Ma,""Bahkan Papa Jasmine juga menemani Papa dan Mama di sini. Kamu harus pulang bersamanya."Leonard kembali menghela nafas, "Baik Ma," balasnya dengan menyerah."Ya sudah Mama akan kem
Dua minggu sudah berlalu sejak kepergian Leonard ke London. Kania menjalankan hari-harinya seperti biasa. Hingga sampai hari ini, Leonard masih mengiriminya pesan, bahkan sesekali meneleponnya seperti hari ini."Bagaimana kabarmu hari ini, Nona Kania?"Kania tergelak saat mendengar sapaan Leonard di sebrang sana."Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?"Suara desahan nafas panjang terdengar di sebrang sana, "Aku? Aku tidak baik,"Alis Kania seketika terangkat mendengar ucapan Leonard, "Kenapa? Apa keadaan ayahmu masih parah?""Ya itu juga karena keadaan ayahmu masih sama saja. Tapi ada lagi yang lebih buruk.""Apa? Kenapa?""Aku sendiri mulai kesakitan.""Sakit? Kau sakit apa?""Sakit hati. Aku terlalu merindukanmu hingga membuat hatiku sangat sakit.""Astaga!" Kania kehilangan seluruh kata-katanya mendengar gombalan Leonard, "Jika saja kau ada di sini, aku benar-benar akan memukulmu, ku pikir kau benar-benar sakit." gerutu Kania."Aku serius, aku benar-benar merasa sakit. Ah... Saki
Tepat dua bulan setelah panggilan mereka saat itu, nyatanya benar pemikirannya Leonard tidak lagi memanggilnya saat itu. Awalnya seluruh panggilan dan pesan yang Kania berikan hanya diabaikan beberapa hari lamanya untuk kemudian nomor Leonard tidak bisa ia akses lagi. Selama beberapa minggu, Kania merasa hilang akal, ia tidak terima karena ia dicampakkan begitu saja oleh pria itu. Ia tidak terima karena Leonard menghilang begitu saja dari kehidupannya.Namun, Kania mencoba bersikap tegar, bukankah bukan sekali ini kehidupan cintanya menghilang begitu saja? Ada banyak hal yang harus ia pikirkan dibanding dengan kehidupan asmara yang selalu saja membuatnya kecewa.Semenjak itu, Kania sama sekali tidak tahu kabar Leonard. Ia hanya bisa mengetahui kabar pria itu dari informasi media sosial bahwa Leonard menjalankan perusahaan ayahnya di London saat ini, sedangkan perusahaannya yang berada di sini diserahkan kepada orang terpercaya mereka. Meski terkadang sulit, Kania mencoba menghapus seg
Kania tertegun mendengar ucapan Sean. Sean memang memberikan pilihan yang baik untuknya, namun ia merasa ragu. Belum tentu jika Kania pergi ke London, Leonard mau menemuinya lagi. Ia sudah terlalu banyak kecewa, ia tidak inginsl semakin kecewa lagi.Kania menghela nafasnya, "Aku tahu ini penting bagimu Sean, tapi izinkan aku memikirkannya lagi." balas KaniaSean menghela nafasnya panjang mendengar ucapan Kania, "Baiklah jika kau berkata seperti itu, mau bagaimana lagi."Kania kemudian bangkit berdiri, "Aku akan mengabarimu secepatnya nanti."Sean mengangguk kecil, "Baiklah.""Sepertinya Devan sudah menyelesaikan puzzlenya, aku akan kembali pada Devan."Kania segera bergerak keluar dari ruang kerja Sean. Benar seperti dugaannya, puzzlenya memang sudah selesai."Sudah selesai, Nak?" Tanya Kania."Sudah Ma. Lihat bagus kan?"Kania mengangguk melihat hasil kerja Devan, "Kalau begitu ayo kita pulang."Devan balas mengangguk, ia menatap ke arah Catherine, "Nek, Devan pulang dulu.""Iya Say
Kania mengangkat alisnya saat melihat nomor asing berada di layar ponselnya. Tatapan matanya terlihat bingung melihat nomor itu bukan berawalan dari angka 62, melainkan angka 44. Apa telepon ini berasal dari luar negeri?Kania segera mengangkat panggilan itu dengan ragu. Bagaimana jika panggilan ini adalah penipuan? Tapi meski merasa ragu, rasa penasaran mengalahkannya. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkannya ke arah telinga."Hallo, ini siapa? Hallo? Siapa ini?" ucap Kania berulang-ulang. Kania mengangkat alisnya dengan bingung. Hanya ada suara nafas yang terdengar dari sebrang sana."Hallo... Jika tidak ada yang berbicara, akan saya tutup," ujarnya kembali saat tidak ada satupun sambutan yang keluar dari sana."Kania... Aku merindukanmu..."Nafas Kania seketika tertahan saat mendengar suara itu. Suara itu adalah suara yang menggetarkan hati dan perasaannya selama ini, suara itu... Suara yang sangat ia rindukan. Ini suara Leonard, Leonard yang dicintainya."Leon? Ini k
"Aku akan membuang nomorku yang lama, Hannah. Carikan aku nomorr ponsel yang baru segera." ucap Leonard ke arah sekertarisnya. Hannah adalah sekertaris ayahnya dulu yang kini menjadi sekertarisnya.Hannah terlihat bingung mendengar ucapan Leonard yang cukup aneh, "Kenapa tiba-tiba ingin mengganti nomor, Pak?" Tanya Hannah bingung.Leonard terlihat menghela nafas, teringat akan kejadian semalam dimana ia malah menelepon Kania secara tiba-tiba. Lagipula kenapa ia masih menyimpan nomor Kania di sana hingga membuat tragedi seperti ini?"Tidak apa-apa, hanya ingin saja.""Apa ada penguntit yang menghubungi Bapak? Atau wartawan yang haus berita mengganggu Bapak?" tebak Hannah.Leonard terlihat merenung, mana mungkin ia memberitahu Hannah bahwa ia mengganti nomor hanya karena masalah asmara."Ya semacam itu," balas Leon singkat."Siapa Pa? Apa saya perlu membuatkan laporan ke pihak berwajib juga mengenai ini?"Leonard tercengang mendengar kesigapan Hannah, ia segera menggeleng dengan cepat,
Saat mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah Leonard, Kania segera mengambil langkah. Ia mundur untuk kemudian berlari menghindar dari pria itu.Leonard yang melihat Kania melarikan diri darinya segera menyusulnya. Dengan cepat ia kembali menahan Kania lalu bertanya dengan nafas tersengal saat berhasil mendapatkan tangannya, "Kenapa kau lari?""Lepaskan aku.""Baik, tapi bagaimana kalau kita bicara? Aku sudah menyewa seluruh tempat ini khusus untukmu, apa kau tidak sayang jika aku membuang-buang uang karena kau tidak mau menemuiku?""Aku tidak menyuruhmu menyewa tempat untukku,""Ayolah Kania, aku mohon."Kania terlihat menghela nafasnya panjang, "Baik, tapi lepaskan tanganku dulu."Dengan cepat Leonard melepaskan genggaman tangannya. Kania segera memilih kursi yang berada tepat di hadapannya lalu duduk di sana. Musik romantis segera mengalun saat mereka duduk berdampingan. Kania memberikan tatapan jengahnya, sebenarnya apa maksud pria ini?"Kenapa kau lari?""Tidak apa-apa,
Leonard pulang ke rumahnya dengan langkah gontai. Setelah berkeliling selama hampir satu jam di dalam bandara, Leonard sama sekali tidak bisa menemukan Kania dimanapun. Kania sudah pergi dari kehidupannya, ia terlambat, sangat terlambat."Jadi bagaimana? Kamu menemukan wanita itu?"Leonard mendengus kuat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lauren tepat saat ia tiba di kediaman mereka."Mama pasti senang sekarang, Kania tidak bisa aku temukan. Dia sudah pergi dari hidupku selamanya. Apa sekarang Mama puas?" Tukas Leonard dengan penuh emosional.Alih-alih merasa simpati Lauren yang malah menuang alkohol ke gelasnya membuat Leonard merasa geram. Lauren memang sudah tidak perduli kepadanya lagi."Sepertinya Mama cukup senang karena sudah menghancurkan hidupku." ucap Leonard dingin. Ia menghela nafasnya panjang lalu mulai beranjak meninggalkan Lauren.Namun, baru saja ia hendak melangkah, Lauren tiba-tiba memanggilnya kembali, "Kau akan menyerah begitu saja padanya?"Leonard seketika m
Leonard seketika tertegun mendengar ucapan Jasmine. Jasmine terlihat sangat serius di hadapannya membuat Leonard seketika mengangkat alis."Apa maksudmu?""Hari ini adalah keberangkatan Kania, apa kau akan terus berdiam diri di tempat ini dan membiarkan Kania pergi begitu saja?"Mata Leonard seketika melebar mendengar ucapan Jasmine, cekalannya di tangan Jasmine seketika terlepas, "Kania pergi hari ini?" tanyanya dengan nada tidak percaya. Sepengatahuannya projek mereka belum selesai dengan sempurna, masih ada beberapa tahapan pendistribusian dan promosi produk yang harus dilakukan."Pekerjaannya untuk membuat pakaian sudah selesai, jadi dia tidak akan ikut andil dalam promosi produk, semuanya hanya akan dilakukan oleh pihak Valerine."Leonard terlihat terhenyak mendengar penuturan Jasmine. Jadi Kania benar-benar akan pergi hari ini?"Tunggu apa lagi? Pergi!"Mendengar ucapan Jasmine, Leonard segera beranjak dari sana. Ia berlari keluar dari restoran itu tanpa menghiraukan panggilan d
"Yak selesai! Hasilnya bagus sekali."Semua bertepuk tangan ketika foto terakhir yang diambil dari Jasmine selesai. Beberapa orang menyalami Kania dan juga Jasmine karena projek itu berhasil dilakukan. Kania tersenyum, merasa cukup lega karena ia bisa melakukan projek itu tepat pada waktunya. Meski hatinya teramat berantakan dan juga banyak drama yang terjadi, akhirnya semuanya selesai. Ia menatap kursi tempat Leonard berada yang diduduki oleh Hannah. Masih sama, Leonard masih tidak ingin menemuinya sama sekali."Nanti malam akan ada perayaan kecil karena pekerjaan kita sudah selesai dilakukan, apa Ibu mau ikut?"Kania menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Dewi, "Kalian saja yang ikut, saya akan mempersiapkan semua persiapan kita untuk terbang besok?""Apa tidak apa-apa, Bu?" Tanya Dewi merasa tidak enak."Tidak apa-apa, kalian sudah banyak bekerja keras selama dua Minggu ini. Bersenang-senanglah di sana. Ah, jangan lupa bawa instal aplikasi bahasa di ponsel kalian masing-
Setelah kejadian di rumah sakit tempo hari, Leonard tidak pernah datang lagi ke pertemuan mereka. Hanya ada asistennya yang mengikuti pertemuan mereka beberapa kali.Penasaran dengan keadaan Leonard, Kania menahan langkah asisten pribadinya setelah rapat selesai."Hannah, bisa bicara sebentar?"Hannah terlihat mengangkat alisnya lalu kemudian mengangguk mendengar pertanyaan Kania, "Ya, ada apa Bu Kania?""Apa Leonard baik-baik saja? Ah maksud saya sudah beberapa kali dia mangkir dari pertemuan kami.""Ah, Pak Leon baik-baik saja, dia sangat sibuk akhir-akhir ini karena projek yang lain. Apa ada masalah jika saya yang menggantikan Beliau?"Kania segera mengibaskan tangannya mendengar ucapan Hannah, "Ah tidak, kamu adalah orang yang kompeten juga, saya rasa Leonard tepat memilih kamu untuk mengurusi projek ini. Kalau begitu terimakasih,"Kania terlihat membalikkan tubuhnya untuk beranjak, namun Hannah kembali memanggilnya."Emm... Bu Kania? Apa Anda memiliki pesan untuk atasan saya?"Ka
Delon seketika terdiam mendengar ucapan Leonard. Keningnya berkerut dengan bingung, jadi mereka sudah saling mengenal sebelumnya? Tapi kenapa mereka berpura-pura tidak saling mengenal seolah baru berkenalan? Sebenarnya sedalam apa hubungan mereka hingga Leonard bersikap sangat posesif kepada Kania?Delon menghela nafasnya panjang, tidak ingin membuat keributan karena hal sepele akhirnya ia menyerah."Baiklah, saya serahkan Bu Kania kepada Anda."Delon menatap ke arah Kania yang masih tidak sadarkan diri lalu beranjak meninggalkannya. Untuk terakhir kalinya ia membalikkan tubuhnya lalu tertegun saat melihat pemandangan Leonard yang tengah memegang tangan Kania dengan erat. Delon terlihat mengangkat alis, sebenarnya apa hubungan mereka hingga Leonard bisa bersikap sedekat itu pada Kania?****Kania mengerjapkan matany saat mendapati atap putih di hadapannya, bau alkohol dan obat-obatan yang menyeruak membuat Kania seketika terhenyak. Dimana ia? Apa dia ada di rumah sakit?Kania mengangk
Kania mendesah panjang, "Haruskah kita melakukan ini?""Aku harus meyakinkan segalanya berjalan dengan lancar."Dengan ragu Kania menyambut telunjuk itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Jasmine Maureen adalah gadis yang teramat percaya diri, kenapa ia melihat Jasmine sangat berusaha keras agar hubungannya dengan Leonard berjalan dengan lancar?"Sekarang, apa aku boleh pergi?"Jasmine menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Kania, Kania mengusap mulutnya dengan serbet lalu bangkit berdiri.Tepat sebelum ia melangkah, Jasmine kembali memanggilnya."Aku minta maaf atas segala sikap menyebalkan yang aku tunjukkan selama ini padamu, Kania."Kania mengulas senyumnya mendengar ucapan Jasmine, "Ternyata kau sudah banyak berubah. Tidak apa-apa aku mengerti semuanya. Kau memang lebih pantas untuk Leonard."Setelah berkata seperti itu, Kania meninggalkan meja mereka. Ia menghela nafasnya panjang lalu kembali ke ruangan bengkelnya.Dewi yang melihatnya hanya bisa terkejut saat tatapan Kan
"Anda menyukai seseorang?""Ya, saya harap Anda mengerti ucapan saya hari ini Pak Delon. Kalau begitu saya permisi."Kania segera bergerak meninggalkannya Delon dengan cepat. Ia menghela nafasnya panjang, sebelum semuanya semakin rumit dan memusingkan, ia harus bisa menyelesaikan seluruh tugas ini dengan cepat. Jika perlu, ia akan menyelesaikan semuanya kurang dari dua minggu.****Selama seharian penuh, Kania berada di bengkel kerjanya. Seperti tekadnya kemarin, ia akan menyelesaikan seluruh pekerjaan ini dengan cepat. Ia sudah tidak bisa terus berada di sini dan menyiksa seluruh hatinya.Pintu ruangannya seketika diketuk, Dewi menghampiri dirinya lalu terhenyak saat melihat Kania berada di sana pagi-pagi sekali."Ibu? Ibu semalaman berada di sini?" Tanya Dewi dengan raut wajah terkejut."Ya, saya harus menyelesaikan semuanya dengan cepat agar kita segera kembali.""Tapi Bu, kalau begitu terus ibu bisa sakit.""Saya baik-baik saja, Dewi."Tepat saat ia mengatakan hal itu, darah segar
"Anda memang cukup jeli, Bu Jasmine. Siapa yang tidak tertarik pada Bu Kania? Dia wanita yang mandiri dan cantik, bagaimana saya tidak terpesona olehnya?"Kania terperangah tidak percaya mendengar ucapan Delon yang terus terang. Delon tersenyum ke arahnya tanpa beban sama sekali membuat Kania merasa sangat gugup. Kania segera mengambil minumannya lalu menyeruputnya dengan perlahan, mengabaikan tatapan tajam dari Leonard yang sejak tadi tiba-tiba terdiam."Pak Delon benar-benar tipe pria yang romantis, Anda menyatakan ketertarikan Anda pada Bu Kania tepat disaat Bu Kania ada di hadapan Anda.""Bu Kania hanya sebentar di sini, jadi saya harus bergerak cepat, bukan?""Ah, Anda benar."Berbeda dengan dirinya yang merasa canggung, Delon dan juga Jasmine malah terlibat pembicaraan seru. Kania menghela nafasnya, sungguh ia ingin melarikan diri saja dari tempat ini.Tepat saat ketidaknyamanan yang ia rasakan semakin tidak terkendali, ponsel Kania berdering dengan nyaring. Tidak peduli siapa