"Katanya Papa terkena serangan jantung di kantor, Leon."Mata Leonard seketika membulat mendengar ucapan ibunya, "Serangan jantung?" tanyanya tidak percaya."Iya, maka dari itu kami harus segera pulang, kata dokter jantung Papa sepertinya bermasalah."Leonard menghela nafasnya panjang, seketika merasakan beban yang teramat berat di dalam hatinya, "Baik Ma, aku akan segera ke sana. Mungkin besok aku akan mencari pesawat paling pagi untuk berangkat ke London.""Baik Nak, katanya Jasmine juga ada di sana ya? Mama sudah bilang pada Jasmine agar kalian pulang bersama.""Apa? Kenapa kami harus pulang bersama? Aku dan Jasmine sebenarnya sedang bertengkar karena sesuatu hal,""Kenapa kalian bertengkar? Leon, jangan seperti itu, sebaiknya kamu meminta maaf. Dia itu perempuan, jadi kamu harus menjaganya.""Tapi Ma,""Bahkan Papa Jasmine juga menemani Papa dan Mama di sini. Kamu harus pulang bersamanya."Leonard kembali menghela nafas, "Baik Ma," balasnya dengan menyerah."Ya sudah Mama akan kem
Dua minggu sudah berlalu sejak kepergian Leonard ke London. Kania menjalankan hari-harinya seperti biasa. Hingga sampai hari ini, Leonard masih mengiriminya pesan, bahkan sesekali meneleponnya seperti hari ini."Bagaimana kabarmu hari ini, Nona Kania?"Kania tergelak saat mendengar sapaan Leonard di sebrang sana."Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?"Suara desahan nafas panjang terdengar di sebrang sana, "Aku? Aku tidak baik,"Alis Kania seketika terangkat mendengar ucapan Leonard, "Kenapa? Apa keadaan ayahmu masih parah?""Ya itu juga karena keadaan ayahmu masih sama saja. Tapi ada lagi yang lebih buruk.""Apa? Kenapa?""Aku sendiri mulai kesakitan.""Sakit? Kau sakit apa?""Sakit hati. Aku terlalu merindukanmu hingga membuat hatiku sangat sakit.""Astaga!" Kania kehilangan seluruh kata-katanya mendengar gombalan Leonard, "Jika saja kau ada di sini, aku benar-benar akan memukulmu, ku pikir kau benar-benar sakit." gerutu Kania."Aku serius, aku benar-benar merasa sakit. Ah... Saki
Tepat dua bulan setelah panggilan mereka saat itu, nyatanya benar pemikirannya Leonard tidak lagi memanggilnya saat itu. Awalnya seluruh panggilan dan pesan yang Kania berikan hanya diabaikan beberapa hari lamanya untuk kemudian nomor Leonard tidak bisa ia akses lagi. Selama beberapa minggu, Kania merasa hilang akal, ia tidak terima karena ia dicampakkan begitu saja oleh pria itu. Ia tidak terima karena Leonard menghilang begitu saja dari kehidupannya.Namun, Kania mencoba bersikap tegar, bukankah bukan sekali ini kehidupan cintanya menghilang begitu saja? Ada banyak hal yang harus ia pikirkan dibanding dengan kehidupan asmara yang selalu saja membuatnya kecewa.Semenjak itu, Kania sama sekali tidak tahu kabar Leonard. Ia hanya bisa mengetahui kabar pria itu dari informasi media sosial bahwa Leonard menjalankan perusahaan ayahnya di London saat ini, sedangkan perusahaannya yang berada di sini diserahkan kepada orang terpercaya mereka. Meski terkadang sulit, Kania mencoba menghapus seg
Kania tertegun mendengar ucapan Sean. Sean memang memberikan pilihan yang baik untuknya, namun ia merasa ragu. Belum tentu jika Kania pergi ke London, Leonard mau menemuinya lagi. Ia sudah terlalu banyak kecewa, ia tidak inginsl semakin kecewa lagi.Kania menghela nafasnya, "Aku tahu ini penting bagimu Sean, tapi izinkan aku memikirkannya lagi." balas KaniaSean menghela nafasnya panjang mendengar ucapan Kania, "Baiklah jika kau berkata seperti itu, mau bagaimana lagi."Kania kemudian bangkit berdiri, "Aku akan mengabarimu secepatnya nanti."Sean mengangguk kecil, "Baiklah.""Sepertinya Devan sudah menyelesaikan puzzlenya, aku akan kembali pada Devan."Kania segera bergerak keluar dari ruang kerja Sean. Benar seperti dugaannya, puzzlenya memang sudah selesai."Sudah selesai, Nak?" Tanya Kania."Sudah Ma. Lihat bagus kan?"Kania mengangguk melihat hasil kerja Devan, "Kalau begitu ayo kita pulang."Devan balas mengangguk, ia menatap ke arah Catherine, "Nek, Devan pulang dulu.""Iya Say
Kania mengangkat alisnya saat melihat nomor asing berada di layar ponselnya. Tatapan matanya terlihat bingung melihat nomor itu bukan berawalan dari angka 62, melainkan angka 44. Apa telepon ini berasal dari luar negeri?Kania segera mengangkat panggilan itu dengan ragu. Bagaimana jika panggilan ini adalah penipuan? Tapi meski merasa ragu, rasa penasaran mengalahkannya. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkannya ke arah telinga."Hallo, ini siapa? Hallo? Siapa ini?" ucap Kania berulang-ulang. Kania mengangkat alisnya dengan bingung. Hanya ada suara nafas yang terdengar dari sebrang sana."Hallo... Jika tidak ada yang berbicara, akan saya tutup," ujarnya kembali saat tidak ada satupun sambutan yang keluar dari sana."Kania... Aku merindukanmu..."Nafas Kania seketika tertahan saat mendengar suara itu. Suara itu adalah suara yang menggetarkan hati dan perasaannya selama ini, suara itu... Suara yang sangat ia rindukan. Ini suara Leonard, Leonard yang dicintainya."Leon? Ini k
"Aku akan membuang nomorku yang lama, Hannah. Carikan aku nomorr ponsel yang baru segera." ucap Leonard ke arah sekertarisnya. Hannah adalah sekertaris ayahnya dulu yang kini menjadi sekertarisnya.Hannah terlihat bingung mendengar ucapan Leonard yang cukup aneh, "Kenapa tiba-tiba ingin mengganti nomor, Pak?" Tanya Hannah bingung.Leonard terlihat menghela nafas, teringat akan kejadian semalam dimana ia malah menelepon Kania secara tiba-tiba. Lagipula kenapa ia masih menyimpan nomor Kania di sana hingga membuat tragedi seperti ini?"Tidak apa-apa, hanya ingin saja.""Apa ada penguntit yang menghubungi Bapak? Atau wartawan yang haus berita mengganggu Bapak?" tebak Hannah.Leonard terlihat merenung, mana mungkin ia memberitahu Hannah bahwa ia mengganti nomor hanya karena masalah asmara."Ya semacam itu," balas Leon singkat."Siapa Pa? Apa saya perlu membuatkan laporan ke pihak berwajib juga mengenai ini?"Leonard tercengang mendengar kesigapan Hannah, ia segera menggeleng dengan cepat,
"Saya Valerine, saya adalah penanggung jawab yang dipercayai oleh Pak Sean di sini. Anda Bu Kania, bukan?"Kania menghela nafasnya panjang mendengar pembicaraan Valerine yang memakai bahasa inggris untuk mereka berkomunikasi."Senang bertemu dengan Anda, Bu Valerine. Ya saya Kania dan ketiga orang ini adalah karyawan saya." Balas Kania dengan bahasa inggris yang tidak kalah fasihnya.Dewi, Lana dan juga Isa terlihat terperangah melihat situasi itu. Mereka tidak pernah menyangka bahwa atasannya bisa berbahasa asing dengan fasih sekali.Kania tersenyum dengan lebar, wajar jika karyawannya terlihat terheran-heran dengan kemampuannya ini. Kania mempelajari bahasa asing dengan diam-diam. Karena Leonard berasal dari London, Kania meminta Leonard untuk menyempurnakan tata bahasanya hingga Kania bisa berbicara dengan lancar seperti ini.Ya, seluruh keberhasilannya memang tidak pernah lepas dari andil Leonard, batin Kania."Untuk hari ini kita hanya akan sekedar berkenalan Bu Kania. Saya akan
Kania tidak mempercayai penglihatannya saat ini. Pria di hadapannya terlihat sangat rapuh seakan Leonard yang ia kenal sudah tidak ada lagi di sana. Kania menarik nafasnya panjang lalu bertanya dengan nada lirih, "Kau baik-baik saja?""Dimana dia?""Di sana Bu.""Astaga, Alden Syarakar! Kenapa kau mabuk-mabukan lagi?"Tepat saat Kania hendak menghampiri pria itu, Kania tersentak saat mendengar suara familiar yang sudah ia kenal sebelumnya. Bukankah ini... Bukankah ini suara Jasmine? Perasaan Kania seketika menjadi panik. Dengan cepat Kania mengangkat topi di jaketnya dengan cepat lalu berlalu pergi dari sana. Jasmine tidak boleh tahu bahwa ia berada di sini.Jasmine terlihat cukup heran melihat seseorang yang berada di hadapan Leonard cukup lama. Ia menghampiri pria itu lalu bertanya, "Kau mengenalnya?""Kania... Huhuhu Kania..."Tck! Jasmine berdecak dengan kuat saat mendengar gumaman Leonard untuk ke sekian kalinya."Hah... Lagi-lagi kau menyebut nama Kania padahal kita akan segera