Kania mengangkat alisnya saat melihat nomor asing berada di layar ponselnya. Tatapan matanya terlihat bingung melihat nomor itu bukan berawalan dari angka 62, melainkan angka 44. Apa telepon ini berasal dari luar negeri?Kania segera mengangkat panggilan itu dengan ragu. Bagaimana jika panggilan ini adalah penipuan? Tapi meski merasa ragu, rasa penasaran mengalahkannya. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkannya ke arah telinga."Hallo, ini siapa? Hallo? Siapa ini?" ucap Kania berulang-ulang. Kania mengangkat alisnya dengan bingung. Hanya ada suara nafas yang terdengar dari sebrang sana."Hallo... Jika tidak ada yang berbicara, akan saya tutup," ujarnya kembali saat tidak ada satupun sambutan yang keluar dari sana."Kania... Aku merindukanmu..."Nafas Kania seketika tertahan saat mendengar suara itu. Suara itu adalah suara yang menggetarkan hati dan perasaannya selama ini, suara itu... Suara yang sangat ia rindukan. Ini suara Leonard, Leonard yang dicintainya."Leon? Ini k
"Aku akan membuang nomorku yang lama, Hannah. Carikan aku nomorr ponsel yang baru segera." ucap Leonard ke arah sekertarisnya. Hannah adalah sekertaris ayahnya dulu yang kini menjadi sekertarisnya.Hannah terlihat bingung mendengar ucapan Leonard yang cukup aneh, "Kenapa tiba-tiba ingin mengganti nomor, Pak?" Tanya Hannah bingung.Leonard terlihat menghela nafas, teringat akan kejadian semalam dimana ia malah menelepon Kania secara tiba-tiba. Lagipula kenapa ia masih menyimpan nomor Kania di sana hingga membuat tragedi seperti ini?"Tidak apa-apa, hanya ingin saja.""Apa ada penguntit yang menghubungi Bapak? Atau wartawan yang haus berita mengganggu Bapak?" tebak Hannah.Leonard terlihat merenung, mana mungkin ia memberitahu Hannah bahwa ia mengganti nomor hanya karena masalah asmara."Ya semacam itu," balas Leon singkat."Siapa Pa? Apa saya perlu membuatkan laporan ke pihak berwajib juga mengenai ini?"Leonard tercengang mendengar kesigapan Hannah, ia segera menggeleng dengan cepat,
"Saya Valerine, saya adalah penanggung jawab yang dipercayai oleh Pak Sean di sini. Anda Bu Kania, bukan?"Kania menghela nafasnya panjang mendengar pembicaraan Valerine yang memakai bahasa inggris untuk mereka berkomunikasi."Senang bertemu dengan Anda, Bu Valerine. Ya saya Kania dan ketiga orang ini adalah karyawan saya." Balas Kania dengan bahasa inggris yang tidak kalah fasihnya.Dewi, Lana dan juga Isa terlihat terperangah melihat situasi itu. Mereka tidak pernah menyangka bahwa atasannya bisa berbahasa asing dengan fasih sekali.Kania tersenyum dengan lebar, wajar jika karyawannya terlihat terheran-heran dengan kemampuannya ini. Kania mempelajari bahasa asing dengan diam-diam. Karena Leonard berasal dari London, Kania meminta Leonard untuk menyempurnakan tata bahasanya hingga Kania bisa berbicara dengan lancar seperti ini.Ya, seluruh keberhasilannya memang tidak pernah lepas dari andil Leonard, batin Kania."Untuk hari ini kita hanya akan sekedar berkenalan Bu Kania. Saya akan
Kania tidak mempercayai penglihatannya saat ini. Pria di hadapannya terlihat sangat rapuh seakan Leonard yang ia kenal sudah tidak ada lagi di sana. Kania menarik nafasnya panjang lalu bertanya dengan nada lirih, "Kau baik-baik saja?""Dimana dia?""Di sana Bu.""Astaga, Alden Syarakar! Kenapa kau mabuk-mabukan lagi?"Tepat saat Kania hendak menghampiri pria itu, Kania tersentak saat mendengar suara familiar yang sudah ia kenal sebelumnya. Bukankah ini... Bukankah ini suara Jasmine? Perasaan Kania seketika menjadi panik. Dengan cepat Kania mengangkat topi di jaketnya dengan cepat lalu berlalu pergi dari sana. Jasmine tidak boleh tahu bahwa ia berada di sini.Jasmine terlihat cukup heran melihat seseorang yang berada di hadapan Leonard cukup lama. Ia menghampiri pria itu lalu bertanya, "Kau mengenalnya?""Kania... Huhuhu Kania..."Tck! Jasmine berdecak dengan kuat saat mendengar gumaman Leonard untuk ke sekian kalinya."Hah... Lagi-lagi kau menyebut nama Kania padahal kita akan segera
Leonard tidak mempercayai penglihatannya. Sesaat ia tertegun di tempat melihat siapa yang berada di hadapannya saat ini. Kania, wanita yang selalu ia rindukan sekaligus wanita yang coba ia lupakan, matanya mengerjap sempurna, jadi semalam bukanlah khayalan atau halusinasinya? Jadi semalam Kania benar-benar ada di sini? Bagaimana bisa?Kania terlihat mengulurkan tangannya, berusaha terlihat profesional."Salam kenal Pak Leonard, Pak Delon."Meski banyak pertanyaan yang mengganjal di dalam hatinya, Leonard segera menyambut uluran tangan itu.Tangan mereka yang dingin bersatu menjadikan sentuhan itu terasa hangat. Kania menarik nafasnya dengan susah payah lalu menarik tangannya dengan cepat. Melihat Leonard yang juga bungkam terhadap salam perkenalannya, sepertinya pria itu enggan menyebut bahwa mereka saling kenal. Entah kenapa ia merasa kecewa dengan fakta yang ia terima saat ini."Saya benar-benar antusias karena saya bisa bekerja sama dengan kalian, para pengusaha yang pernah berkanc
Kania hanya bisa terhenyak mendengar ucapan Leonard. Tidak percaya bahwa kata-kata yang menyakitkan dan dingin keluar dari mulut pria yang teramat memujanya. Kania mendengus, ia kemari memang untuk memastikan hubungan mereka dan juga perasaan Leonard, namun mendengar ucapan Leonard yang sedari tadi terus menyepelekannya membuat Kania merasa seluruh usahanya sia-sia."Aku tahu kau sedang dalam keadaan berduka dan kehidupanmu terasa sangat sulit sekarang, tapi bukankah ini sangat keterlaluan Leonard Elicaster?" sinis Kania. Hatinya terasa sangat sakit melihat Leonard kini, Leonard seolah membangun benteng yang cukup tinggi yang tidak lagi bisa ia sebrangi.Kania bangkit berdiri, ia sudah tahu semuanya, jadi untuk apa melanjutkan semua perbincangan mereka yang terasa sia-sia ini? Leonard sudah ingin membuangnya, apalagi yang bisa ia harapkan?"Brengsek. Nyatanya kau juga sama brengseknya dengan Sean." kata-kata umpatan seketika keluar dari mulut Kania, ia sudah tidak tahan lagi menghadap
"Bagaimana? Kau sudah tahu apa hubungan mereka?" Tanya Jasmine keesokan harinya kepada orang bayaran yang ia minta menjaga Leonard."Ya, saya sudah tahu tentang hubungan mereka. Sepertinya mereka terlibat dalam projek membuat brand pakaian negara asal mereka di sini, Bu.""Benarkah?""Ya, sepertinya begitu. Itu yang saya dengar dari beberapa staff di sana."Jasmine mengerutkan keningnya mendengar jawaban penjaga itu, bagaimanapun ia harus ikut andil dalam projek itu.Jasmine segera mengambil ponselnya kembali lalu menghubungi nomor Lauren."Aku punya rencana soal Kania, Tante." ujar Jasmine saat panggilan mereka akhirnya tersambung."Rencana apa, Sayang? Tante juga sudah mencari tahu ternyata Kania memang terlibat pekerjaan dengan Leonard.""Ya, aku juga sudah tahu. Karena itu Tante harus membantuku." ujar Jasmine dengan yakin."Apa yang harus Tante bantu, Sayang?""Buat aku menjadi bagian dari produk mereka. Aku harus mengawasi langsung bagaimana kehidupan pekerjaan mereka, Tante bis
Leonard berjalan ke ruangannya dengan langkah gontai. Makan malam keluarga semalam benar-benar menguras energinya. Lauren tetap bersikeras akan menikahkan dirinya dan juga Jasmine hingga membuat Leonard sama sekali tidak bisa berkutik. Orang tua yang ia miliki hanya tinggal Lauren seorang, ia tidak bisa membantah perkataan Lauren begitu saja setelah ayahnya baru saja meninggal beberapa pekan.Katanya ini juga demi memperbesar perusahaan. Leonard sungguh tidak mengerti, kenapa harus selalu ada pernikahan bisnis demi mengambil keuntungan seperti ini?Tok tok tokPintu ruangan Leonard seketika diketuk, Leonard segera mengangkat wajahnya saat melihat Hannah sekertarisnya masuk ke dalam ruangannya membawa beberapa berkas dan tablet di tangan. Leonard menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya seketika. Meski pikirannya sedang berantakan di dalam sana, pekerjaan tetap harus berjalan, bukan?Hannah terlihat mengulurkan tablet ke arahnya, "Saya sudah membuat proposal projek Pakaian Budaya
Saat mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah Leonard, Kania segera mengambil langkah. Ia mundur untuk kemudian berlari menghindar dari pria itu.Leonard yang melihat Kania melarikan diri darinya segera menyusulnya. Dengan cepat ia kembali menahan Kania lalu bertanya dengan nafas tersengal saat berhasil mendapatkan tangannya, "Kenapa kau lari?""Lepaskan aku.""Baik, tapi bagaimana kalau kita bicara? Aku sudah menyewa seluruh tempat ini khusus untukmu, apa kau tidak sayang jika aku membuang-buang uang karena kau tidak mau menemuiku?""Aku tidak menyuruhmu menyewa tempat untukku,""Ayolah Kania, aku mohon."Kania terlihat menghela nafasnya panjang, "Baik, tapi lepaskan tanganku dulu."Dengan cepat Leonard melepaskan genggaman tangannya. Kania segera memilih kursi yang berada tepat di hadapannya lalu duduk di sana. Musik romantis segera mengalun saat mereka duduk berdampingan. Kania memberikan tatapan jengahnya, sebenarnya apa maksud pria ini?"Kenapa kau lari?""Tidak apa-apa,
Leonard pulang ke rumahnya dengan langkah gontai. Setelah berkeliling selama hampir satu jam di dalam bandara, Leonard sama sekali tidak bisa menemukan Kania dimanapun. Kania sudah pergi dari kehidupannya, ia terlambat, sangat terlambat."Jadi bagaimana? Kamu menemukan wanita itu?"Leonard mendengus kuat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lauren tepat saat ia tiba di kediaman mereka."Mama pasti senang sekarang, Kania tidak bisa aku temukan. Dia sudah pergi dari hidupku selamanya. Apa sekarang Mama puas?" Tukas Leonard dengan penuh emosional.Alih-alih merasa simpati Lauren yang malah menuang alkohol ke gelasnya membuat Leonard merasa geram. Lauren memang sudah tidak perduli kepadanya lagi."Sepertinya Mama cukup senang karena sudah menghancurkan hidupku." ucap Leonard dingin. Ia menghela nafasnya panjang lalu mulai beranjak meninggalkan Lauren.Namun, baru saja ia hendak melangkah, Lauren tiba-tiba memanggilnya kembali, "Kau akan menyerah begitu saja padanya?"Leonard seketika m
Leonard seketika tertegun mendengar ucapan Jasmine. Jasmine terlihat sangat serius di hadapannya membuat Leonard seketika mengangkat alis."Apa maksudmu?""Hari ini adalah keberangkatan Kania, apa kau akan terus berdiam diri di tempat ini dan membiarkan Kania pergi begitu saja?"Mata Leonard seketika melebar mendengar ucapan Jasmine, cekalannya di tangan Jasmine seketika terlepas, "Kania pergi hari ini?" tanyanya dengan nada tidak percaya. Sepengatahuannya projek mereka belum selesai dengan sempurna, masih ada beberapa tahapan pendistribusian dan promosi produk yang harus dilakukan."Pekerjaannya untuk membuat pakaian sudah selesai, jadi dia tidak akan ikut andil dalam promosi produk, semuanya hanya akan dilakukan oleh pihak Valerine."Leonard terlihat terhenyak mendengar penuturan Jasmine. Jadi Kania benar-benar akan pergi hari ini?"Tunggu apa lagi? Pergi!"Mendengar ucapan Jasmine, Leonard segera beranjak dari sana. Ia berlari keluar dari restoran itu tanpa menghiraukan panggilan d
"Yak selesai! Hasilnya bagus sekali."Semua bertepuk tangan ketika foto terakhir yang diambil dari Jasmine selesai. Beberapa orang menyalami Kania dan juga Jasmine karena projek itu berhasil dilakukan. Kania tersenyum, merasa cukup lega karena ia bisa melakukan projek itu tepat pada waktunya. Meski hatinya teramat berantakan dan juga banyak drama yang terjadi, akhirnya semuanya selesai. Ia menatap kursi tempat Leonard berada yang diduduki oleh Hannah. Masih sama, Leonard masih tidak ingin menemuinya sama sekali."Nanti malam akan ada perayaan kecil karena pekerjaan kita sudah selesai dilakukan, apa Ibu mau ikut?"Kania menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Dewi, "Kalian saja yang ikut, saya akan mempersiapkan semua persiapan kita untuk terbang besok?""Apa tidak apa-apa, Bu?" Tanya Dewi merasa tidak enak."Tidak apa-apa, kalian sudah banyak bekerja keras selama dua Minggu ini. Bersenang-senanglah di sana. Ah, jangan lupa bawa instal aplikasi bahasa di ponsel kalian masing-
Setelah kejadian di rumah sakit tempo hari, Leonard tidak pernah datang lagi ke pertemuan mereka. Hanya ada asistennya yang mengikuti pertemuan mereka beberapa kali.Penasaran dengan keadaan Leonard, Kania menahan langkah asisten pribadinya setelah rapat selesai."Hannah, bisa bicara sebentar?"Hannah terlihat mengangkat alisnya lalu kemudian mengangguk mendengar pertanyaan Kania, "Ya, ada apa Bu Kania?""Apa Leonard baik-baik saja? Ah maksud saya sudah beberapa kali dia mangkir dari pertemuan kami.""Ah, Pak Leon baik-baik saja, dia sangat sibuk akhir-akhir ini karena projek yang lain. Apa ada masalah jika saya yang menggantikan Beliau?"Kania segera mengibaskan tangannya mendengar ucapan Hannah, "Ah tidak, kamu adalah orang yang kompeten juga, saya rasa Leonard tepat memilih kamu untuk mengurusi projek ini. Kalau begitu terimakasih,"Kania terlihat membalikkan tubuhnya untuk beranjak, namun Hannah kembali memanggilnya."Emm... Bu Kania? Apa Anda memiliki pesan untuk atasan saya?"Ka
Delon seketika terdiam mendengar ucapan Leonard. Keningnya berkerut dengan bingung, jadi mereka sudah saling mengenal sebelumnya? Tapi kenapa mereka berpura-pura tidak saling mengenal seolah baru berkenalan? Sebenarnya sedalam apa hubungan mereka hingga Leonard bersikap sangat posesif kepada Kania?Delon menghela nafasnya panjang, tidak ingin membuat keributan karena hal sepele akhirnya ia menyerah."Baiklah, saya serahkan Bu Kania kepada Anda."Delon menatap ke arah Kania yang masih tidak sadarkan diri lalu beranjak meninggalkannya. Untuk terakhir kalinya ia membalikkan tubuhnya lalu tertegun saat melihat pemandangan Leonard yang tengah memegang tangan Kania dengan erat. Delon terlihat mengangkat alis, sebenarnya apa hubungan mereka hingga Leonard bisa bersikap sedekat itu pada Kania?****Kania mengerjapkan matany saat mendapati atap putih di hadapannya, bau alkohol dan obat-obatan yang menyeruak membuat Kania seketika terhenyak. Dimana ia? Apa dia ada di rumah sakit?Kania mengangk
Kania mendesah panjang, "Haruskah kita melakukan ini?""Aku harus meyakinkan segalanya berjalan dengan lancar."Dengan ragu Kania menyambut telunjuk itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Jasmine Maureen adalah gadis yang teramat percaya diri, kenapa ia melihat Jasmine sangat berusaha keras agar hubungannya dengan Leonard berjalan dengan lancar?"Sekarang, apa aku boleh pergi?"Jasmine menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Kania, Kania mengusap mulutnya dengan serbet lalu bangkit berdiri.Tepat sebelum ia melangkah, Jasmine kembali memanggilnya."Aku minta maaf atas segala sikap menyebalkan yang aku tunjukkan selama ini padamu, Kania."Kania mengulas senyumnya mendengar ucapan Jasmine, "Ternyata kau sudah banyak berubah. Tidak apa-apa aku mengerti semuanya. Kau memang lebih pantas untuk Leonard."Setelah berkata seperti itu, Kania meninggalkan meja mereka. Ia menghela nafasnya panjang lalu kembali ke ruangan bengkelnya.Dewi yang melihatnya hanya bisa terkejut saat tatapan Kan
"Anda menyukai seseorang?""Ya, saya harap Anda mengerti ucapan saya hari ini Pak Delon. Kalau begitu saya permisi."Kania segera bergerak meninggalkannya Delon dengan cepat. Ia menghela nafasnya panjang, sebelum semuanya semakin rumit dan memusingkan, ia harus bisa menyelesaikan seluruh tugas ini dengan cepat. Jika perlu, ia akan menyelesaikan semuanya kurang dari dua minggu.****Selama seharian penuh, Kania berada di bengkel kerjanya. Seperti tekadnya kemarin, ia akan menyelesaikan seluruh pekerjaan ini dengan cepat. Ia sudah tidak bisa terus berada di sini dan menyiksa seluruh hatinya.Pintu ruangannya seketika diketuk, Dewi menghampiri dirinya lalu terhenyak saat melihat Kania berada di sana pagi-pagi sekali."Ibu? Ibu semalaman berada di sini?" Tanya Dewi dengan raut wajah terkejut."Ya, saya harus menyelesaikan semuanya dengan cepat agar kita segera kembali.""Tapi Bu, kalau begitu terus ibu bisa sakit.""Saya baik-baik saja, Dewi."Tepat saat ia mengatakan hal itu, darah segar
"Anda memang cukup jeli, Bu Jasmine. Siapa yang tidak tertarik pada Bu Kania? Dia wanita yang mandiri dan cantik, bagaimana saya tidak terpesona olehnya?"Kania terperangah tidak percaya mendengar ucapan Delon yang terus terang. Delon tersenyum ke arahnya tanpa beban sama sekali membuat Kania merasa sangat gugup. Kania segera mengambil minumannya lalu menyeruputnya dengan perlahan, mengabaikan tatapan tajam dari Leonard yang sejak tadi tiba-tiba terdiam."Pak Delon benar-benar tipe pria yang romantis, Anda menyatakan ketertarikan Anda pada Bu Kania tepat disaat Bu Kania ada di hadapan Anda.""Bu Kania hanya sebentar di sini, jadi saya harus bergerak cepat, bukan?""Ah, Anda benar."Berbeda dengan dirinya yang merasa canggung, Delon dan juga Jasmine malah terlibat pembicaraan seru. Kania menghela nafasnya, sungguh ia ingin melarikan diri saja dari tempat ini.Tepat saat ketidaknyamanan yang ia rasakan semakin tidak terkendali, ponsel Kania berdering dengan nyaring. Tidak peduli siapa