"Bersihkan noda darah ini. Selesaikan sebelum para pelayan bangun dan mulai berdatangan," perintah Hector. "Sebelum matahari terbit, aku harus meninggalkan tempat ini, atau orang-orang akan curiga. Aku akan mengurus yang di dalam," Hector menutup pintu dan terdengar suara perabotan bergeser.
Durant bergegas ke arah dapur. Setelah mengganti pakaiannya, dia merebus air dan menyiapkan kain untuk mengelap bekas noda darah. Diambilnya sekantong bubuk kopi. Dalam hatinya Durant merasa berat menggunakan bubuk hitam kecoklatan nan harum menyegarkan itu, untuk menutupi bau amis darah. "Benar-benar malam yang berat kali ini," gumamnya.Dalam hati dia merasa curiga dengan stoples tempat penyimpanan kopi dan gula yang berantakan. "Ada tikus di rumah ini. Esok harus dilakukan perburuan," Durant tidak menyadari bahwa itu semua adalah ulah Jovan, yang tak pernah menyeduh kopi atau teh seumur hidupnya. Segera Durant membersihkan meja kerja para juru masak. Mereka sangat sensitif akan kebersihan dan tata letak alat kerjanya.Durant membersihkan noda darah di lantai seorang diri. Dengan cepat disekanya noda darah dengan air panas dan digosoknya sampai tak ada noda tersisa. Setelah bersih, ditaburkannya bubuk kopi di sekitar area bekas noda darah. Diambilnya pedang yang telah membantunya meraih kemenangan, lalu bergegas dia turun untuk membersihkan pedang itu.Dengan hati-hati Durant membersihkan noda darah di bilah pedang itu. Durant mengeringkan pedang itu, dan memeriksa kondisinya. "Sedikit goresan, tapi masih sangat layak pakai."Durant masuk kembali ke dalam dapur, dan membuka sebuah papan pelapis dinding dapur. Diusapnya pedang itu dengan lembut. Tanpa ragu dia menyimpan pedang itu di dalam tembok. Ditutupnya kembali papan itu, dan memeriksa agar tak ada yang menyadari bekas congkelan pada papan."Sedikit lagi selesai tugasku," Durant menghela nafas dan bergegas kembali ke atas.Sesampainya di lantai atas, dia segera mengetuk pintu sebuah ruangan secara perlahan. "Sebentar lagi para pelayan akan segera bangun, kita harus bergegas tuan Hector," ujarnya lirih disela-sela ketukannya.Hector membuka pintu dan menunjukkan isi ruangan pada Durant. "Semuanya beres untuk sementara, tak akan ada yang menyadari kerusakan pada jendela itu," balas Hector."Kita pikirkan langkah selanjutnya esok," Hector berkata dengan lesu, dan menguap menahan kantuk. "Dua orang pengacau itu, apa yang akan kita lakukan dengan mereka?" sambung Hector lirih."Prajurit itu akan saya serahkan pada pasukan keamanan kota, mereka akan membereskannya," balas Durant dengan tenang dan yakin."Baiklah, saya lanjutkan membersihkan bekas bubuk kopi, pergilah duluan agar tak ada yang melihat anda tuan," saran Durant. "Akan kupastikan tak ada yang mendekati tempat ini." Seraya mempersilahkan Hector meninggalkan ruangan."Baiklah, tak usah kau antar. Pintunya tidak terkunci tadi. Sir Milan tidak datang rupanya, berarti dia telah mempercayakan semuanya pada kita," Hector menguap lagi, dan beranjak pergi secepatnya. Tubuhnya sudah tak sanggup lagi menahan penat dan kantuk. Hanya tempat tidur yang diinginkannya saat ini.*"Bodohnya … mengapa aku tidak meminjam lentera tadi? Malam ini bulan bersinar terang," Hector menghentikan langkah beratnya, karena teringat akan sesuatu.Penguasa malam yang kesepian itu mengajak seluruh alam semesta untuk menemaninya malam itu. Cahaya lembutnya menuntun penghuni alam semesta yang mencari ketenangan dan kedamaian yang sendu dalam kegelapan malam. Angin dan mendung pun menyingkir untuk memberi waktu bagi sang penguasa malam membagikan pesonanya.Warga kota yang penat dan lelah dari pergumulan melawan tuntutan hidup sehari-hari. Dari berbagai arah dan tempat, sama-sama tertatih dalam letih dan pedih. Berangkulan mereka menuju satu tujuan yang sama. Sebuah tempat yang menjanjikan kebahagiaan dan kebersamaan sesaat nan semu.Bar itu sedang ramai pengunjung, ketika Hector tiba di dekatnya. "Tukang minum sialan! Kenapa mereka tidak tidur saja di rumah?" Hector memperhatikan sekitar dengan rasa sebal. Dilihatnya beberapa meja masih penuh pengunjung. Sayup-sayup terdengar suara orang berteriak dan tertawa. Beberapa pengunjung keluar dan nampak berjalan sempoyongan. Sebagian dari mereka duduk santai di depan bar, sambil menunggu rekan-rekannya yang masih ada di dalam."Pasti langsung ketahuan, kalau aku lewat jalan ini sekarang," Hector berpikir cepat menganalisa situasi. "Hampir seluruh orang dewasa di kota ini mengenalku." batinnya. "Menyusuri sungai mungkin akan lebih aman," Hector memutar arah dan berjalan menuju sungai yang mengitari kota.Menyusuri sungai sebenarnya merupakan pilihan paling tepat untuk hari ini. Ketika bulan bersinar terang, para pemancing akan berkumpul di jembatan utara kota. Sungai yang mengalir di utara telah dilebarkan, digali, dan dibendung sehingga membentuk semacam danau buatan. Proyek itu dikerjakan oleh pasukan Cedric untuk menjadi barikade alami. Di masa damai, danau kecil itu menjadi tempat favorit untuk memancing ikan.Posisi Hector sekarang ini ada di selatan kota, tak ada pemancing yang nampak malam ini. Hector memeras semua ingatannya tentang denah dan tata letak kota. Dia berpikir cepat untuk mencari cara menghindari penjaga malam yang patroli."Di tempat itu pasti tak ada penjaga malamnya," Hector tersenyum memuji diri sendiri atas kepandaiannya.**Hector kini berlari melintasi halaman balai kota. Dia melihat sekeliling, dan benar-benar tak ada penjaga malam. Dengan cepat dia masuk ke halaman belakang, dilihatnya beberapa peti bekas. Segera dia menyusun peti itu, dan dengan sekali gerakan, Hector melompat ke atas tembok. Sebelum turun, Hector melihat dulu ke area sekitar. "Aman. Tinggal menyusuri jalan ini, langsung tembus kesungai."Dirasa aman, Hector segera turun kebawah. Setelah tiba dibawah, Hector duduk bersandar ke dinding untuk beristirahat sejenak. Hingga tiba-tiba dia mendengar sesuatu berlari mendekat."Woof … woof ... guk ... guk … grrr.. woof … guk … kaing … kaing," salak anjing bersahutan.Sekawanan anjing mendekati Hector. Gerombolan hewan yang seharusnya sedang menjaga properti tuannya itu, malah mengelilingi, menggeram dan menyalak padanya. Anjing paling besar berdiri di barisan belakang. Tatapan matanya tajam dan nampak waspada. Anjing itu mengawasi gerak-gerik Hector dengan diam. Sedikit seringai dari anjing itu menunjukkan taringnya yang tajam.Hector balas menatap anjing itu dan sekilas melihat kalung dilehernya. "Bangsaaat!" maki Hector tanpa tau ditujukan pada siapa. "Esok kupastikan menulis rekomendasi penutupan seluruh bar dikota ini," Hector hanya bisa pasrah melihat anjing yang sangat kekar dan besar itu."Cerby … anak baik ... pulang ya," Hector mencoba membujuk ketua kawanan anjing itu."Cerby ... Cedric nanti marah kalau kau tak ada di rumah," Hector mencoba lebih gigih lagi, karena beberapa ekor anjing sudah berani mendekatinya. "Anjing ini hanya patuh pada perintah Cedric. Anjing ini tak pernah jauh dari tuannya, mengapa bisa dia sampai ada disini?" ratap Hector.Semua orang di benteng dan di kota kenal anjing hitam dan besar ini. Cerby adalah anjing kesayangan Cedric, jendral yang menjaga dan mempertahankan kota. Cerby turut menjadi penguasa jalanan sesungguhnya di malam hari. Reputasinya tidak main-main, puluhan pencuri dan penyusup berhasil ditangkapnya.Cerby mencatatkan rekor seratus persen serangan telak di leher. Hector yang tahu pasti rekor itu, langsung gemetar tanpa sebab. Jubah dirapatkan untuk melindungi lehernya. Cerby berdiri dan mulai berjalan mengitari mangsanya.Seketika Hector melihat sesuatu di jubahnya. Penyebab semua anjing di kota begitu agresif menyerangnya pastilah ini. Sebuah noda darah yang menempel di jubahnya. "Bau darah membuat mereka menggila rupanya."Tanpa pikir panjang, dilepasnya jubah itu. Diperiksanya isi jubah agar tidak ada satupun benda tertinggal, yang dapat mengarahkan kecurigaan pada dirinya. Jubah itu segera dibuntalnya seperti bola. Sekuat tenaga dilemparnya bola itu sejauh-jauhnya. "Selamat tinggal bodoh," Hector tertawa melihat kawanan anjing itu mengejar dan memperebutkan jubah itu.Jubah itu segera terkoyak menjadi beberapa bagian. Bentuknya sudah tak dapat dikenali lagi. Menyadari hal tersebut, Hector berjalan cepat menjauhi kawanan anjing itu. "Gawat kalau mereka sudah bosan bermain dengan jubah itu."Hector terus berjalan tanpa menoleh kebelakang. Ketika dirasanya jarak cukup jauh dari kawanan anjing itu, ia mulai berlari sekuat tenaga, hingga tiba di dekat sebuah dermaga kecil.Hector berhenti sejenak untuk menenangkan dirinya. "Esok, kupastikan semua pemilik anjing wajib mengikat peliharaanya," Masih teringat akan pengalamannya yang mengerikan barusan, diperiksanya lagi seluruh tubuhnya."Bedebah!" Hector mengumpat sambil melepas kemejanya. Noda darah itu ternyata menembus lapisan jubahnya. Dengan terpaksa Hector turun ke sungai untuk membersihkan noda darah di baju dan tubuhnya.Penderitaan Hector belum berakhir untuk hari ini. Lewat tengah malam, air sungai terasa dingin menusuk tulang. Seluruh tubuhnya menggigil menahan dingin, giginya bergetar dengan hebat, dan wajahnya menjadi sangat pucat."Sudah, waktunya pulang sekarang!" Hector tak tahan lagi menahan rasa kantuk, capek dan tekanan batin yang menyiksanya. "Sudah aman, tak ada lagi jejak yang tertinggal.""Cepat! Kita harus segera tiba sebelum waktunya!" seru seorang pria dari dalam kereta."Kita harus mengantarkan uang ini ke pelabuhan secepatnya," kata pria bangsawan itu. "Nasib anakku ada di dalam peti ini.""Earl tenanglah, semuanya akan baik-baik saja," hibur pengawal pribadinya. "Sebentar lagi kita akan sampai. Tak akan kubiarkan ada orang yang berani menyentuh Anda. Kujanjikan hidupku demi keselamatan Anda.""Apalah arti hidupku ini? Aku hidup sudah cukup lama. Sedangkan anakku, aku sungguh bersalah padanya," ratap seorang ayah yang khawatir. "Maaf Earl, ini bukanlah kesalahan Anda. Menurut saya, ini tetaplah kesalahan pengawal tuan muda itu," sanggah sang ahli pedang yang setia itu. "Pengawal tidak hanya sekedar menjaga disaat berada disamping tuannya, pengawal sejati itu juga melindungi masa depan tuannya.""Informasi yang saya dapatkan, Slover dengan licik mengajak tuan muda ke berbagai pertemuan hura-hura, dengan kalangan pemuda bangsawan lainnya, menyimpangkan arah tuan mu
"Minumlah ini untuk menenangkan diri. Minuman ini disebut goldenkey," kata Cedric dengan sedih. "Aku berharap bisa memberimu sebuah kunci lain yang lebih kau perlukan, sayangnya aku tidak bisa."Cedric menatap prajurit yang terluka di depannya dengan pandangan sedih. Dia menganggap semua prajurit adalah satu keluarga. Suka dan duka yang dialami prajurit ingin ditanggungnya juga bersama mereka. "Mengapa kau tidak menikah saja," gumam Cedric. Prajurit itu tampak heran akan pernyataan Cedric. Masih belum kering tanda perjuangan seorang prajurit yang berupa luka berdarah. Masih belum hilang rasa letih, yang seharusnya sebuah kepuasan, setelah memperoleh pencapaian dari sebuah pengalaman menantang maut. Masih teringat jelas sosok yang memberikan pengalaman berharga itu. Sosok yang meninggalkan tanda mata berupa ketakutan di hatinya.Kemampuan berpikirnya belum terbangun sempurna. Jovan tidak perlu menjadi seorang bijak untuk mendapat pencerahan atas situasi ini. Ada sesuatu yang kelir
Cedric berlari ke arah rumahnya sambil diikuti bocah pelayan di belakangnya. Sesaat dia menoleh kebelakang sambil melirik Jaden. Tiba-tiba Cedric berhenti dan terlihat memberi perintah pada si bocah. Cedric lalu melanjutkan perjalanan nya, sedangkan si bocah berlari kembali ke arah Jaden. "Paman, jendral memanggilmu. Engkau disuruh mengikutinya ke rumah," teriak anak itu. "Secepatnya paman," Bocah itu menarik tangan Jaden agar segera beranjak dari tempat itu."Tunggu, jalan mana yang harus kuambil?" tanya Jaden."Ikuti saja jalan ini, arah jembatan, rumah yang halamannya penuh dengan samsak. Aku harus ke pasar. Jendral menyuruhku membeli sesuatu," Bocah itu segera berlari menuju pasar. *Siang ini pasar tidak terlalu ramai. Tidak banyak yang melakukan duel tawar menawar harga yang mempertaruhkan keuntungan. Bocah pelayan itu berjalan santai sambil melihat-lihat sekitar. Seorang pria tua melemparkan sebutir apel, dengan sigap ditangkapnya apel itu sambil tertawa senang.Semua orang
"Botak apakah kau tidak tau, bahwa berapapun kantor perdagangan itu bisa menjual, kau akan tetap dibayar dengan harga kesepakatan awalmu," cibir Speed. "Mengapa kau ribut, hanya untuk masalah sepele seperti itu.""Mereka itu penipu. Kalau aku tau mereka bisa menjual dengan harga dua belas keping perak, tak akan mau aku menerima hanya sembilan keping perak. Mendapat tiga keping hanya duduk diam? Pekerjaan macam apa itu?" Glover tetap bersikeras bahwa dia tak bersalah.Speed hanya bisa menghela nafas, mendengar argumen Glover. Di kota lain, serikat perdagangan seperti itu bisa menaikkan harga sampai lima atau tujuh keping. Dan terkadang masih ada pemotongan sepihak dan semena-mena untuk pemilik barang dagangan. "Sebaiknya, kamu banyak mengambil tugas atau misi ke luar kota". Speed menghela nafasnya lagi. "Ajax, anjing itu menemukan sesuatu. Bekas jubah yang bernoda darah.""Apakah jubah milik tuan?" Glover nampak khawatir."Belum bisa dipastikan. Jubahnya sudah hancur terkoyak dan ters
"Botak! Malam ini carilah makanan yang enak. Esok kau akan kami gantung!" Tom berteriak untuk mengejutkan Glover yang tampak sedang memeriksa kondisi Hector. "Bocah tengil! Siapa yang akan kau gantung? Kau kira aku takut dengan anjing dan kawan-kawan pelayanmu ini?" balasnya tanpa takut.Glover meludah, dan memandang hina ketiga orang didepannya. Dia mengira bocah ini mendatanginya karena masalah di pasar tadi. "Kemarikan kekurangan pembayaran kalian, dan pergilah dari sini! Kami tak ada urusan dengan kalian," tagih Glover."Aku inilah sebenarnya yang dikenal sebagai Stonehead sang penghancur!" Glover menggertak ketiga orang itu. Meskipun sama botaknya, Stonehead yang dikenal Cedric, tentunya bukan orang yang berdiri didepannya. Sepertinya si botak menggunakan nama itu untuk menaikkan reputasinya sendiri. Cedric merasa harus memberi pelajaran kepada orang ini. Cedric dan Jaden yang sedang tidak memakai pakaian dinas militernya, nampak lusuh setelah berlarian mengikuti cerby yang me
"Itu melanggar peraturan!" seru seseorang."Duagh!" seorang knight tua menggebrak meja. "Omong kosong! Siapa yang buat aturannya? Mengapa aku tak diundang waktu mereka buat peraturan?""Dia pantas mendapatkannya, memang seperti itulah seharusnya!" Orang yang lain menimpali. "Brak!" seorang kapten mencoba kemampuannya pada meja. "Peraturan itu hanya untuk yang hidup, orang mati tak perlu peraturan.""Cara yang tidak ksatria," ujar seseorang dengan nada tinggi. "Bugh!" suara kepalan tangan seorang komandan batalyon."Tidak seharusnya begitu," sela seseorang cepat."Brak! Crack! Krieeet … gedubrak!" Sir Milan menggebrak meja, dan meja tak bersalah itu pun hancur berantakan."Tenang! Semuanya tenang!" Sir Milan tak bisa menahan dirinya lagi. Komandan batalion dan kapten peleton dari seluruh kesatuan berkumpul dan menuntut pengadilan militer untuk kejahatan Jovan. Mereka sangat murka karena tindakan cabul Jovan, telah mencoreng nama baik dan kehormatan kesatuan. Prajurit yang diajarkan u
"Buruk sekali kondisi orang ini, cepat bawa masuk ke kamar," Orang tua yang sepertinya tabib itu bergegas memberi perintah pada ketiga orang itu untuk membantunya selagi dia menyiapkan berbagai ramuan. "Berikan ini untuk meredakan nyeri di kelopak matanya," Tabib itu memberikan kain dan sebaskom air hangat. "Aku kenal orang ini, petugas juru arsip di balaikota. Siapa yang tega melakukan hal sekejam ini?" tanya tabib itu lirih."Bangunkan dia dan pegang tubuhnya, aku sepertinya kehabisan kain pembalut. Tadi malam tahanan itu dibawa kemari, dan aku merawat tubuhnya yang penuh luka," Ketiga orang itu langsung saling berpandangan. Mereka tau, tabib ini bisa menyelesaikan permasalahan mereka. "Kasihan orang ini, dipukuli tanpa pernah tau apa kesalahannya," Archer mencoba membuka percakapan. "Oh, ya? kenapa bisa begitu?" Tabib langsung menyambar umpan dari Archer. Tanpa ragu, diceritakan semua kejadian yang dilihatnya. Sesekali Grunt menambahi cerita untuk meramaikan pembicaraan. Sedangk
"Seperti apa pesanannya?" Seseorang bertanya sambil mengasah sebilah belati."Dingin dan hambar, tanpa bumbu apapun," balas kapten yang menjadi koordinator lapangan untuk malam nanti. "Mati dalam damai, seperti dambaan setiap orang. Tidak ada bekas dan jejak, hanya tidur dan tak bangun lagi. Kau bisa melakukannya?""Lho.. bukankah kesatuan meminta kematian tanpa kubur? Kami sudah merencanakan berbagai cara penyiksaan untuk jahanam itu," kata eksekutor itu, sambil menyelipkan belati itu di sepatu."Rencana berubah, Sir Milan tak bisa membersihkan piring yang kotor nanti malam," Koordinator lapangan yang memakai kode nama 'chef' itu memberikan sebuah kantung kulit kecil. "Gunakan ini, beruang meraung di sebelahnya pun dia tak akan bangun. Persiapkan segalanya dengan baik". Koordinator itu pun pergi untuk memantau segala persiapan yang lain."Ck … dingin dan hambar … padahal malam ini kami ingin makan sesuatu yang panas dan menggugah selera," Disimpannya kantong itu baik-baik di dalam ju